BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1.1 Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Ha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar

2.1.1.1 Belajar

  Menurut R. Gagne (dalam Susanto, 2013: 1) Belajar dapat didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Adapun menurut Burton (dalam Susanto, 2013 : 3), belajar dapat diartikan “sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.

  Sedangkan menurut E.R.Hilgard (dalam Susanto, 2013 : 3), belajar adalah “suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan”. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Adapun pengertian belajar menurut W.S. Winkel (dalam Susanto 2013: 4) belajar adalah “ suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas”.

  Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak untuk memperoleh suatu pemahaman, pengetahuan,atau keterampilan sebagai hasil dari pengalaman.

  2.1.1.2 Pengertian Hasil Belajar

  Hasil belajar , yaitu “perubahan – perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar” (Susanto, 2013:5). Sedangkan menurut Hamalik (2006: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

  Hasil belajar menurut Suprijono (2013:5) adalah “pola – pola perbuatan, nilai

  • – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan keterampilan - keterampilan

  ”. Sedangkan menurut Abdurrahman (2003:37-38) hasil belajar adalah

  “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk mem peroleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.”

  Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.

  2.1.1.3 Ranah Hasil Belajar

  Menurut Benjamian S. Bloom dalam Abdurrahman (2003:38) menyatakan bahwa “hasil belajar memiliki tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor”. Ranah aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan, aplikatif, sintesis, analisis. Ranah berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu evaluasi. Ranah aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,nilai dan apresiasi. Aspek afektif dinilai dari sikap, minat, nilai dan konsep diri. Sedangkan aspek psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Selain itu Bloom membagi tingkat hasil belajar aspek kognitif menjadi enam yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi.

  2.1.1.4 Faktor-Faktor Hasil Belajar

  Menurut Slameto (2010 : 54) hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal), dan faktor yang datang dari luar diri siswa (eksternal) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

  1) Faktor internal: Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, kesiapan), dan kelelahan.

  2) Faktor eksternal:

  a) Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan).

  b) Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, tugas rumah).

  c) Masyarakat (kegiatan siswa di masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat ).

  2.1.1.5 Tes sebagai Alat Hasil Belajar

  Tes hasil belajar atau achievement test adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru terdapat bermacam-macam alat penelitian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap siswa. Tes hasil belajar dibagi menjadi dua golongan yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tulis dapat dibagi menjadi atas tes essay dan tes objektif. Menurut Purwanto (2004:34) Bentuk objektif tes antara lain: “1) completion type test, (tes melengkapi) dan fill-in (mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan). 2) selection type test (tes yang menjawabnya dengan mengadakan pilihan) yang meliputi: true-

  

false (benar-salah), multiple-i choice (pilihan berganda), matching

  (menjodohkan)”. Pada penelitian ini untuk menggunakan tes objektif berbentuk pilhan ganda yang berjumlah 20 butir soal untuk mengukur hasil belajar matematika dengan materi mengidentifikasi sifat

  • – sifat bangun datar.

  Menurut Purwanto (2008:41) Adapun syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh soal-soal yang berbentuk multi choice (pilihan ganda) syarat tersebut antara lain: 1) pernyataan atau kalimat dari tiap item harus merumuskan suatu masalah, tentukan hanya ada satu jawaban yang paling benar dan tepat. 2) baik pernyataan atau pilihan jawaban sedapat mungkin jangan merupakan suatu yang panjang. 3) Hindarkan pilihan jawaban yang tidak ada berhubungan satu sama lain, pilihan jawaban hendaknya homogen. Selain itu tes juga harus memenuhi kriteria yang disebut valid artinya tes harus benar-benar mampu menilai apa yang harus dinilai.

  Tes tersebut, jika digunakan dapat mencapai sasaran dengan tujuan yang telah direncanakan. Suatu tes juga harus memenuhi kriteria keandalan (reliability) jika tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran. Ketelitian berlaku untuk setiap orang dengan diukur dengan tes yang sama. Dengan kata lain, keadaan suatu tes murid yang sama dalam kondisi yang sama. Ada beberapa prinsip dasar tes hasil belajar meliputi : 1) tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional, 2) mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan, 3) didesain sesuai dengan kegunaannya dan digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru.

2.1.2 Hakikat Minat Belajar

  2.1.2.1 Pengertian Minat

  Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut W.S. Winkel (2004:212), minat adalah suau kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Selain itu menurut Djamarah (2011:166), minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu kecenderungan atau rasa suka dan ketertarikan terhadap suatu hal yang disenangi tanpa ada yang menyuruh.

  2.1.2.2 Cara Membangkitkan Minat

  Menurut Sanjaya (2010:261), cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa diantaranya :

  1. Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian, guru perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.

  2. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal ; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapat kesuksesan dalam belajar.

  3. Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi dan lain sebagainya. Menurut Djamarah (2011:167) ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik diantaranya : 1.

  Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.

  2. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.

  3. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan

  4. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan cara membangkitkan minat belajar siswa adalah guru harus mampu menghubungkan bahan pelajaran dengan kebutuhan siswa, menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif, menyesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman siswa, menggunakan berbagai macam model dan strategi pembelajaran.

2.1.2.3 Indikator Minat Belajar

  Untuk menganalisis atau mengukur minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut ini : Menurut Slameto (2010:180), suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal yang lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.

  Selain itu Djamarah (2011:166-167), mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan anak didik melalui :

  1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

  2. Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan.

  3. Memberikan perhatian yang besar terhadap sesuatu yang diminatnya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).

  Melalui pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Sehingga aspek minat yang digunakan sebagai acuan penelitian ini yaitu meliputi 1) perasaan senang dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Menerima pelajaran dengan rasa senang, b) Menerima pelajaran matematika tanpa ada paksaan, 2) konsentrasi / perhatian dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Memperhatikan kegiatan pembelajaran, b) Memperhatikan pertanyaan dan jawaban dari guru, dan 3) ketertarikan dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Ketertarikan mengikuti pelajaran matematika, b) Antusias belajar matematika di rumah. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika.

2.1.3 Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

2.1.3.1 Hakikat Matematika Sekolah Dasar

  Istilah „”matematika” berasal dari Bahsa Yunani, “mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Kata “matematika” juga diduga erat hubungannya dengan kata dari Bahasa Sansekerta, “medha” atau “widya” yang berarti kepandaian, ketuhanan, atau intelegensia.

  Menurut Russefendi (Heruman, 2013:1) matematika merupakan bahasa simbol, ilmu deduktif, dan ilmu tentang pola keteraturan, serta struktur yang terorganisai mulai dari unsur yang tidak terdefinisi ke unsur yang terdefinisikan, ke

  Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol”.

  Daryanto (2013:411) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika perlu diberikan sejak sekolah dasar agar siswa mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama. Menanamkan daya nalar dan membiasakan anak berfikir logis adalah tujuan pokok dari pembelajaran matematika di sekolah.

2.1.3.2 Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

  Pembelajaran matematika hakikatnya adalah suatu proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut (Wahyudi dan Kriswandani, 2013 : 13) menyimpulkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar.

  Materi matematika Sekolah Dasar tertata secara terpadu dalam standar kompetensi mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Materi matematika Sekolah Dasar terdiri dari materi bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Pembelajaran matematika dari kelas sau sampai kelas tiga empat sampai kelas enam dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

2.1.4 Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

  Menurut Suprijono (2013:45) “model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas

  ”. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunujuk kepada guru di kelas.

  Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:133) “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”.

  Model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

  Arends dalam Trianto (2011:22) menyatakan “istilah model pembalajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya”.

  Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran

  Problem Based Learning sebagai model pembelajaran,

  harapannya model Problem Based Learning dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah sehingga berpengaruh pembelajaran yang diharapkan. Model Problem Based

  

Learning yang disingkat PBL, PBL merupakan model

  pembelajaran saat masalah mengendalikan proses pembelajaran. PBL pun tergolong model belajar yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak tahun 1970-an dan mulai diperkenalkan di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada

  Menurut Arends dalam Suprihatingrum (2013:66) “model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatinigrum (2013:65-

  66) memberi pengertian “PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”.

  Menurut Tan dalam Rusman (2011:229) berpendapat bahwa: “PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan

  ”. Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan “Pembelajaran Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar”.

  Dari beberapa pendapat mengenai definisi Problem

  Based Learning menurut para ahli maka dapat disimpulkan

  bahwa model Problem Based Learning menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah.

2.1.4.2 Karakteristik Problem Based Learning

  Menurut Arends dalam Trianto (2011:93) proses belajar mengajar dengan model Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.

  Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based

  Learning dimulai dengan pengajuan masalah,

  bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip- prinsip atau ketrampilan akademik tertentu,. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut.

2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun

  tertentu (IPA, matematika, dan ilmu- ilmu sosial) masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

  3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

  4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.

  Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa laporan, model fisik dan video. Karya nyata tersebut kemudian didemonstrasikan kepada siswa yang lain.

  5. Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok. Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model

  

Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai

  berikut: 1.

  Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.

  2. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu.

  3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar.

  4. Menggunakan kelompok kecil.

  5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model

  Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:

  1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran.

  2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

  3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

  4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.

  5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh guru maupun siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam belajar.

2.1.4.3 Tujuan Problem Based Learning

  Menurut Trianto (2011:94-96) pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan untuk :

  1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah.

  PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat konkret tapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.

  2. Belajar peranan orang tua yang autentik.

  Menurut Resnick dalam Trianto (2011: 95) bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebihpraktis yang dijumpai di luarsekolah. Berdasar pendapat resnick tersebut PBL memiliki implikasi (1) mendorong siswa kerjasama dalam menyelesaikan tugas. (2) memiliki element-element magang, hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau yang diajak dialog (ilmuan, guru, dokter, dan sebagainya). (3) melibatkan siswa dalam memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena itu sendiri.

  3. Menjadi pembelajar yang mandiri. PBL berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.

2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

  Dalam sebuah model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan kelemahan, demikian juga dengan model

  Problem Based Learning. Menurut Rizema Putra (2013:82-

  83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut : a.

  Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; b.

  Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna; c. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata; d. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan; e. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based

  Learning sebagai model pembelajaran ad

  alah: “(1) nyata dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat kreativitas siswa; (4) meningkatkan pemahaman siswa; (5) memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah”.

  Selain beberapa kelebihan menurut Rizema Putra (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1) bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2) membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan m odel pembelajaran PBL”.

  Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98- 99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”.

  Dari uraian mengenai kelebihan dan kelemahan model melibatakan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem

  Based learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai

  dengan materi pembelajaran dan memerlukan waktu yang cukup lama.

2.1.4.5 Sintak Model Problem Based Learning

  Sintak suatu suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada dasarnya model Problem Based Learning memiliki langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja.

  Ibrahim dan Nur (2000) dalam Rusman mengemukakan 5 langkah dalam Problem Based Learning, yaitu:

Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning Fase Indikator Tingkah Laku Guru

  

1. Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

masalah logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  

2. Mengorganisasi siswa Membantu siswa mendefinisikan dan

untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  

3. Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk mengumpulkan

individual/kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

masalah.

  

4. Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan dan

menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

  

5. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau

mengevaluasi proses evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan pemecahan masalah proses yang mereka gunakan.

  Dari sintaks yang telah dikemukakan dapat juga dituliskan langkah-langkah dalam Problem Based learning sebagai berikut: 1.

  Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat aktif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

  2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kemudian memberikan tugas atau masalah untuk dipecahkan. Masalah yang ingin dipecahkan seharusnya memiliki jawaban yang luas dan kompleks.

  3. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan oleh siswa agar siswa dapat termotivasi berperan lebih aktif dalam pembelajaran.

  4. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

5. Langkah terakhir, guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang sistematis.

  Agar proses pembelajaran Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik dan berpusat pada siswa maka sebaiknya pembelajaran diawali dengan masalah-masalah yang dikaitkan dengan kehidupan nyata dan pengalaman belajar siswa kemudian siswa menyelediki masalah tersebut secara mandiri atau kelompok dan siswa menganalisis dan mengevaluasi

2.1.5 Alat Peraga

  Alat peraga merupakan bagian dari media, oleh karena itu istilah media perlu dipahami lebih dahulu sebelum membahas mengenai pengertian alat peraga lebih lanjut. Media pengajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar

  • – mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Harjono dan Piremulyo, 2010:119).

2.1.5.1 Pengertian dan manfaat media pembelajaran

  Di dunia pengajaran, media adalah alat atau sarana yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan pesan atau informasi dari guru (sumber) ke siswa (penerima pesan). Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa agar proses belajar terjadi (Arif Sadiman, 2009:8). Menurut Hujair Ah. Sanaky (2009:4), media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Azhar Arsyad (2003:4) mendefinisikan media pembelajaran sebagai pembawa pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud- maksud pengajaran.

  Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat, benda, metode dan teknik yang digunakan untuk penyalur pesan dalam proses belajar mengajar dan berfungsi untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan.

  Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:2) mengemukakan bahwa manfaat media pembelajaran dalam proses belajar ssiwa adalah : 1.

  Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

  2. Bahan belajar akan lebih jelas maknanya, sehingga akan mudah dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai materi dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

  3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata- mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak meras bosan.

  4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi melakukan aktivitas lain, misalnya demonstrasi, bermain peran, mengamati dan sebagainya.

2.1.5.2 Pengertian, Manfaat dan Kriteria Pemilihan Alat Peraga

  Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana, 2002 : 59). Alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep

  • – konsep atau prinsip – prinsip dalam matematika (Djoko Iswandi, 2003:1). Dalam alat peraga hal
  • – hal yang abstrak dapat disajikan adalah bentuk m
  • – model yang berupa benda konkrit yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga dapat lebih mudah
keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh benda

  • – benda konkrit disekitar siswa seperti buah
  • – buahan, pensil, buku dan sebagainya (Pujiati:2004).

  Menurut E.T. Russefendi dalam bukunya pengajaran matematika modern bahwa beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga yaitu : 1.

  Tahan lama (dibuat dari bahan – bahan yang cukup kuat)

  2. Bentuk dan warnanya menarik 3.

  Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit) 4. Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak 5. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram.

  6. Sesuai dengan konsep matematika.

  7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika) 8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa.

  9. Bila kita mengharapkan agar siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok) alat itu supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil dari susunannya) 10. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipa (banyak).

2.1.6 Sintaks Problem Based Learning berbantuan Alat Peraga

  Berikut adalah langkah

  • – langkah model Problem Based Learning berbantuan Alat Peraga pada mata pelajaran matematika :

Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning berbantuan Alat

  

Peraga

Tahap Aktivitas guru dan siswa

  1. siswa Guru menunjukkan alat peraga berupa gambar Orientasi terhadap masalah bangun

  • – bangun datar. Siswa mengamati gambar bangun datar. Guru bertanya tentang sudut dan sisi bangun datar. Setelah itu guru menyampaikan permasalahan yang akan dikerjakan melalui langkah
  • – langkah pembelajaran yang akan ditempuh (diskusi model PBL)

  2. Siswa dibagi dalam 7 kelompok tiap kelompok Mengorganisasi siswa untuk belajar beranggotakan 4 siswa. Dalam kelompok siswa dengan alat peraga memecahkan permasalahan atau pertanyaan berupa gambar yang diberikan oleh guru bangun datar

  3. Guru memberikan bimbingan kepada siswa Membimbing penyelidikan untuk melakukan penyelidikan atau eksperimen individual maupun terkait masalah yang akan dipecahkan. kelompok Bimbingan ini berupa pencarian informasi yang berkaitan dengan materi.

  4. Guru membantu siswa dalam kelompok untuk Mengembangkan dan menyajikan hasil menyusun laporan dari hasil penelitian untuk karya memecahkan masalah yang telah dilakukan yang kemudian dipresentasikan bersama dengan kelompok lainnya. Ketika salah satu kelompok presentasi maka kelompok yang lainnya menanggapi.

  5. dan Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi Menganalisis mengevalusi proses atau evaluasi terhadap proses pemecahan pemecahan masalah masalah yang telah dilakukan. Guru memberikan penguatan terkait penguasaan pengetahuan atau konsep tentang materi yang dipelajari.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Sukarman dengan judul Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV semester 2 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011 / 2012, Skripsi (Sarjana) Universitas Kristen Satya Wacana. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2012. Hasil penelitian ditemukan bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42,85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa 71,42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85,71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47.

  Penelitian lain yang sejenis juga sudah dilakukan oleh Nurinayah dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Alat Peraga Bangun Datar Berdasarkan Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Siswa Kelas V Semester II SDN Mangunsari 06 Salatiga , Skripsi (Sarjana) Universitas Kristen Satya Wacana. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2012. Hasil yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan sifat-sifat bangun datar siswa kelas V semester II. Hasilnya dapat dilihat pada rata-rata kondisi awal 62,5, siklus I 84,14, dan siklus II 85,14. Peningkatan hasil belajar matematika pada kondisi awal ke siklus I sebesar 35,72% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 14,28%.Dengan nilai maksimal kondisi awal 82 dan nilai minimalnya 49, pada siklus I dengan nilai maksimal 100 dan nilai minimalnya 34, dan pada siklus II dengan nilai maksimal 100 dan nilai minimal 67. Pada saat mengikuti pembelajaranpun siswa lebih aktif, serta siswa dapat belajar untuk mengeluarkan pendapat hasil diskusi di depan kelas. Siswa lebih senang dan tertarik mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga bangun matematika realistik dapat memudahkan pencapaian kompetensi dasar bagi siswa sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan. Dengan demikian dapat dikatakan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga bangun datar berdasarkan prinsip pembelajaran matematika realistik yang dilakukan pada siswa kelas V SDN Mangunsari 06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

2.3 Kerangka Berpikir

  Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang abstrak sehingga dibutuhkan model pembelajran yang dapat membuat pembelajaran matematika lebih nyata sehingga mudah dipahami oleh siswa. Sebuah model pembelajaran yaitu problem based learning mampu mengkonkritkan matematika yang abstrak, dan penggunaan alat peraga dalam model pembelajaran problem based learning digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Dengan alat peraga hal

  • – hal yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk benda konkret yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga dapat lebih mudah dipahami.

  Proses pembelajaran sebelum diterapkan model problem based learning berbantuan alat peraga belum memuaskan. Banyak siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran matematika. Hal tersebut mengakibatkan beberapa siswa masih memiliki nilai di bawah KKM 65. Proses selanjutnya dilakukan tindakan berupa perlakuan dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning berbantuan alat peraga. Melalui perlakuan tersebut terlihat perbedaan minat dan hasil belajar matematika ke arah yang lebih baik.

  Pembelajaran masih menggunakan metode

  Siswa bosan dan

  konvensional seperti

  kurang berminat

  Kondisi ceramah yang masih Awal

  terhadap mata

  berpusat pada guru

  pelajaran matematika

  (teacher center) Siklus 1 minat belajar dan hasil Menerapkan model belajar matematika meningkat tetapi

  pembelajaran belum mencapai indikator

  Tindakan problem based keberhasilan minat belajar siswa learning berbantuan yaitu rata

  • – rata ≥ 4 dan hasil alat peraga belajar dengan nilai KKM ≥ 65 dari 80% keseluruhan siswa.

  Dengan menggunakan Siklus 2 minat belajar dan hasil

  model pembelajaran

  belajar matematika meningkat dan problem based sudah mencapai

  indikator

  learning berbantuan Kondisi Akhir

  keberhasilan minat belajar siswa alat peraga dapat yaitu rata

  • – rata ≥ 4 dan hasil

  meningkatkan minat

  belajar dengan nilai KKM ≥ 65

  dan hasil belajar siswa dari 80% keseluruhan siswa. kelas 5 SD N 2 Kayugiyang

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan diatas, maka dilakukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

  1. Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning berbantuan alat peraga, maka minat belajar matematika semester II Siswa kelas 5 SDN 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo dapat meningkat

  2. Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning berbantuan alat peraga, maka hasil belajar matematika semester II siswa kelas 5 SDN 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo dapat meningkat

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing dengan Pendekatan Scientific pada Siswa

0 0 9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing dengan Pendekatan Scientifi

0 1 13

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KANCING GEMERINCING DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC PADA SISWA KELAS V SEMESTER II SD NEGERI REJOSARI 1 TAHUN AJARAN 20142015 Skripsi disusun untuk memen

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing dengan Pendekatan Scientific pada Siswa Kelas V Semester II SD Neger

0 0 121

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 19

36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Eksperimen Berbantuan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pe

0 3 113

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Sampetan Ke

0 0 7