BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Keputusan Investasi - Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Keputusan Investasi

  Keputusan investasi merupakan keputusan mengenai penanaman modal dimasa sekarang untuk mendapatkan hasil atau keuntungan di masa yang akan datang (Setiani, 2013). Keputusan investasi perusahaan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan karena keputusan investasi menyangkut dana yang akan digunakan untuk investasi, jenis investasi yang akan dilakukan, pengembalian investasi, dan risiko investasi yang mungkin timbul (Martono dan Agus, 2008). Keputusan investasi akan tercermin pada sisi aktiva perusahaan sehingga akan memengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan aktiva tetap (Husnan dan Enny, 2004).

  Investasi dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnis. Pengambilan keputusan mengenai investasi biasanya sulit karena memerlukan penilaian atas situasi di masa yang akan datang yang tidak mudah diramal karena adanya faktor ketidakpastian di masa depan (Ayuningtyas, 2013). Manajer keuangan harus membantu perusahaan untuk mengidentifikasi proyek-proyek yang menjanjikan dan memutuskan berapa banyak yang akan diinvestasikan dalam tiap proyek, keputusan investasi ini disebut juga keputusan penganggaran modal karena sebagian besar perusahaan mempersiapkan anggaran tahunan yang terdiri dari investasi modal yang disahkan (Brealey, dkk, 2007).

  Keputusan investasi yang tepat akan dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga memberikan suatu sinyal positif kepada investor yang akan meningkatkan harga saham dan nilai perusahaan. Ini sesuai dengan pernyataan signalling theory yang menyatakan bahwa pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan.

  Penelitian ini menggunakan proksi Total Asset Grrowth (TAG).

  Asset Growth adalah rata-rata pertumbuhan kekayaan perusahaan. Bila

  kekayaan awal suatu perusahaan adalah tetap jumlahnya, maka pada tingkat pertumbuhan aktiva yang tinggi berarti besarnya kekayaan akhir perusahaan tersebut semakin besar. Demikian pula sebaliknya, pada tingkat pertumbuhan aktiva yang tinggi bila besarnya kekayaan akhir tinggi berarti kekayaan awalnya rendah. Variabel ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari aktiva tetap. Hasil keputusan investasi yang tepat akan menghasilkan kinerja yang optimal sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan aset perusahaan (Hestinoviana, dkk, 2013). Rumus yang digunakan untuk mengukur Total Asset Grrowth adalah sebagai berikut:

  −

  −1

  =

  −1

2.1.2 Keputusan Pendanaan

  Keputusan pendanaan dapat diartikan sebagai keputusan yang menyangkut struktur keuangan perusahaan (financial structure). Struktur keuangan perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri.

  Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal optimal, yaitu struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan (value of the ) dan meminimalkan biaya modal (cost of capital).

  firm

  Keputusan pendanaan didefinisikan sebagai keputusan yang menyangkut komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan. Sumber pendanaan di dalam suatu perusahaan dibagi menjadi dua kategori yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal dapat diperoleh dari sumber laba ditahan dan depresiasi, sedangkan pendanaan eksternal dapat diperoleh dari para kreditur atau yang disebut dengan hutang dari pemilik, peserta, atau pengambil bagian dalam perusahaan atau yang disebut sebagai modal. Proporsi atau bauran dari penggunaan modal sendiri dan hutang dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan disebut struktur modal perusahaan.

  Prinsip manajemen perusahaan menuntut agar baik dalam memeroleh maupun menggunakan dana harus didasarkan pada efisiensi dan efektifitas. Efisiensi penggunaan dana berarti bahwa setiap rupiah dana yang ditanamkan dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk menghasilkan tingkat keuntungan investasi yang maksimal. Fungsi penggunaan dana meliputi perencanaan dan pengendalian penggunaan aktiva dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap. Pengalokasian dana harus didasarkan pada perencanaan yang tepat, agar dana yang mengganggur menjadi kecil. Efisiensi penggunaan dana secara langsung dan tidak langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi.

  Terdapat dua pandangan mengenai keputusan pendanaan. Pandangan pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal memengaruhi nilai perusahaan. Pandangan tradisional diwakili oleh dua teori yaitu Trade off Theory dan Pecking Order Theory.

  Pandangan kedua adalah teori yang dikemukakan oleh Miller dan Modigliani yang dikenal dengan Irrelevance Theory yang menyatakan bahwa struktur modal tidak memengaruhi nilai perusahaan.

  a.

  Trade-off theory

  Trade-off theory menyatakan bahwa perusahaan menukar

  manfaat pajak dari pendanaan hutang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2011). Esensi trade-

  

off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan

  pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, maka tambahan hutang masih diperkenankan.

  Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan, dan personal tax dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih suatu struktur modal tertentu (Husnan, 2013).

  Kesimpulan trade-off theory adalah penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai pada titik tertentu.

  Walaupun model ini tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting yaitu: 1.

  Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi sebaiknya menggunakan sedikit hutang.

  2. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang membayar pajak rendah.

  b.

   Pecking Order Theory Pecking order theory menetapkan suatu urutan keputusan

  pendanaan dimana manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, lalu hutang, dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Hanafi, 2004). Myers (1984) dalam Husnan (2013) mengemukakan argumentasi mengenai adanya kecenderungan suatu perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yang berdasarkan pada pecking order theory. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa:

  1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan).

  2. Apabila perusahaan memerlukan pendanaan dari luar (eksternal

  financing ), maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang

  paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.

  Pandangan kedua adalah teori yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller. Dalam teori ini mereka berargumen bahwa risiko total untuk semua pemegang sekuritas perusahaan tidak berubah dengan adanya perubahan dalam struktur modal perusahaan. Bagaimana cara membagi struktur modal perusahaan antara hutang, ekuitas dan lain-lain, selalu terdapat konservasi atas nilai investasi. Karena nilai investasi total tergantung pada profitabilitas dan risiko yang mendasarinya, nilai perusahaan tidak berubah sejalan dengan perubahan dalam struktur modal perusahaan.

  Keputusan pendanaan dapat diproksikan dengan Debt to Equity

  Ratio (DER). Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan

  pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas. Rasio ini biasanya digunakan untuk mengukur financial leverage dari suatu perusahaan (Syamsuddin, 2001). Rumus yang digunakan untuk mengukur

  Debt to Equity Ratio adalah sebagai berikut:

  =

  ′

  ℎ ℎ

2.1.3 Profitabilitas

  Profitabilitas menurut Sartono (1997) adalah kemampuan perusahaan memeroleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas.

  Profitabilitas perusahaan adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya (Nurhayati, 2013). Menurut Weston dan Copeland (1999) profitabilitas adalah sejauh mana perusahaan menghasilkan laba dari penjualan dan investasi perusahaan. Brigham dan Houston (2011) mendefinisikan profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaaan.

  Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen sebagaimana ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi (Weston dan Brigham, 1991). Terdapat beberapa pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu:

1. Margin Laba Operasi

  Margin laba operasi menunjukkan keefektifan manajemen dalam mengelola laporan keuangan perusahaan yang diukur dengan membandingkan laba usaha terhadap penjualanya (Keown, 2004).

  =

  2. Gross Profit Margin (GPM)

  Gross Profit Margin merupakan persentase dari laba kotor (sales-cost

of goods sold) dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar GPM,

  semakin baik keadaan operasi perusahaan karena hal ini menunjukkan bahwa cost of goods sold relatif lebih rendah dibandingkan dengan penjualan (Syamsuddin, 2001).

  − = 3.

  Net Profit Margin (NPM)

  Net Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih yaitu penjualan

  sesudah dikurangi dengan expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan (Syamsuddin,2001).

  = 4. Pengembalian Aset (Return on Asset – ROA)

  

Return on Asset (ROA) adalah perbandingan antara laba bersih dengan

  total aktiva yang tertanam dalam perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba.

  = 5. Pengembalian Ekuitas (Return on Equity – ROE)

  Rasio ini menunjukkan kemampuan dalam menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku pemegang saham, dan seringkali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah industri yang sama.

  =

  ′

  ℎ ℎ 6. Rentabilitas Ekonomi

  Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan antara laba dengan total kekayaan yang dimilikinya.

  ℎ =

  Penelitian ini menggunakan rasio Return on Asset (ROA) untuk mengukur profitabilitas perusahaan. ROA berfungsi untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA, maka semakin efisien penggunaan aktiva oleh perusahaan dalam beroperasi sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Beberapa keunggulan yang dimiliki Return on Asset (ROA) adalah sebagai berikut (Munawir, 2001): 1.

  Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri.

2. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis Return on Asset (ROA) juga berguna untuk kepentingan perencanaan.

  3. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik maka dengan analisis Return on Asset (ROA) dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap yang memengaruhi keadaan keuangan perusahaan.

2.1.4 Kebijakan Dividen

  Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk membagi pendapatan yang dihasilkan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham atau memegangnya sebagai laba ditahan untuk investasi di masa mendatang (Weston and Copeland, 1999).

  Pembayaran dividen merupakan alternatif dalam kondisi ketidakpastian para investor tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

  Dividen akan diterima saat ini dan terus menerus tiap tahun sedangkan

  capital gain akan diterima untuk waktu yang akan datang jika harga saham

  naik. Dengan demikian perusahaan yang membayar dividen akan meyakinkan ketidakpastian investor lebih awal dari perusahaan yang tidak membayar dividen (Martono dan Agus, 2008).

  Perusahaan yang membayar dividen dari waktu ke waktu secara periodik atau berkala dinilai lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen secara berfluktuasi. Pembayaran dividen yang stabil dapat mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kondisi keuangan yang stabil pula, begitupula sebaliknya perusahaan dengan dividen yang tidak stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik

  (Sudana, 2011). Menurut Rizqia, Aisjah, dan Sumiati (2013) “Komitmen perusahaan untuk membayar dividen harus meningkatkan nilai pemegang saham. Hal ini menunjukkan jika perusahaan percaya bahwa informasi dalam dividen dapat memberikan sinyal positif kepada investor”.

  Kebijakan dividen dapat diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio adalah perbandingan dividen yang diberikan ke pemegang saham dan laba bersih per lembar saham. Rasio ini menentukan jumlah laba yang akan dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah. Sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang tinggi. Rumus yang digunakan untuk mengukur Dividend Payout Ratio adalah sebagai berikut:

  ℎ =

  ℎ Kebijakan dividen dalam perkembanganya masih menjadi bahan perdebatan para peneliti. Terdapat beberapa argumen terkait dengan kebijakan dividen antara lain sebagai berikut: 1.

  Teori ketidakrelevanan dividen (Dividend Irrelevance Theory) Teori yang dikemukakan oleh Miller dan Modigliani ini menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen hanya merupakan bagian kecil saja dari keputusan investasi perusahaan. Pembayaran dividen tidak memengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai perusahaan sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba, atau kebijakan investasinya, dan pembagian laba menjadi dividen atau sebagai laba ditahan tidak akan memengaruhi nilai perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2012).

  2. Teori Bird in The Hand Teori yang dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Lintner ini menyatakan bahwa dividen lebih pasti daripada perolehan modal.

  Pendapatan dividen memiliki nilai lebih tinggi bagi investor daripada

  

capital gains , sehingga dapat diasumsikan bahwa dividen lebih pasti

  daripada pendapatan modal (Mardiyati, dkk, 2012). Dalam teori ini dijelaskan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar, maka harga pasar saham tersebut semakin tinggi dan sebaliknya jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin menurun, maka harga pasar saham tersebut semakin rendah (Sudana, 2011).

  3. Teori Tax Preference Teori ini dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy yang menyatakan pajak merupakan biaya apabila terkait dengan pembayaran dividen. Dalam teori tax preference, pembayaran dividen yang rendah lebih disukai investor daripada pembayaran dividen yang tinggi dengan alasan: a. tarif pajak yang ditanggung investor terkait dividen yang diterima lebih besar daripada tarif pajak atas keuntungan modal jangka panjang, b. pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan hingga saham tersebut terjual, c. terkait dengan penghapusan pajak akibat kematian pemegang saham (Weston dan Copeland, 1999).

4. Signalling Theory

  Teori Signalling merupakan teori yang menunjukan bahwa pengumuman perusahaan mengenai kenaikan dividen digunakan sebagai indikasi mengenai prospek masa depan perusahaan yang baik (Anil dan Kapoor, 2008). Dividen merupakan alat bagi manajer yang digunakan sebagai sinyal bagi para pemegang saham mengenai kinerja perusahaan saat ini dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Argumen ini didasarkan pada informasi asimetri antara manajer dan investor, di mana manajer memiliki informasi lebih banyak tentang keadaan saat ini dan masa depan perusahaan (Fairchild, 2010). Menurut teori signalling, investor dapat menyimpulkan informasi tentang laba masa depan perusahaan melalui sinyal yang datang dari pengumuman dividen, baik dari segi stabilitas maupun perubahan dividen. Namun, manajer harus terlebih dahulu memiliki informasi pribadi tentang prospek suatu perusahaan, dan memiliki insentif untuk menyampaikan informasi ini ke pasar. Dividen yang stabil dapat mengungkapkan pandangan pihak manajemen atas masa depan perusahaan yang lebih baik, daripada diisyaratkan oleh penurunan laba. Jadi, pihak manajemen mungkin dapat memengaruhi para investor melalui kandungan informasi dividen (Horne dan Wachowicz, 2012). Kenaikan dividen seringkali diikuti dengan kenaikan harga saham, begitupula sebaliknya penurunan dividen menyebabkan harga saham juga menurun. Dalam teori signalling juga dijelaskan mengenai hubungan antara pengeluaran investasi dan juga nilai perusahaan, dimana pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati, 2005).

2.1.5 Nilai Perusahaan

  Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan (Soliha dan Taswan, 2002). Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

  Fama (1978) dalam Wahyudi, dkk (2006) menyatakan bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya.

  Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Untuk mencapai nilai perusahaan yang tinggi, pada umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008 dalam Kusumadilaga, 2010). Menurut Husnan (2013) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar.

  Nilai perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan Price to

  Book Value (PBV). Price to book value dapat diartikan sebagai hasil

  perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per lembar saham. Ang (1997) menyatakan bahwa PBV merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya.

  Keberadaan PBV sangat penting bagi investor untuk menentukan strategi investasi di pasar modal karena melalui price to book value, investor dapat memprediksi saham-saham yang overvalued atau undervalued (Ahmed dan Nanda, 2000). Price to book value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya memiliki rasio price to book value di atas satu, yang mencerminkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Price to book value yang tinggi mencerminkan tingkat kemakmuran para pemegang saham, dimana kemakmuran bagi pemegang saham merupakan tujuan utama dari perusahaan. Rumus yang digunakan untuk mengukur Price to book value adalah sebagai berikut:

  ℎ =

  ℎ

2.2 Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu beserta dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian (Tahun) Penelitian

  1. Dwita Ayu Effect of Independen: Managerial Rizqia, Siti Managerial 1. ownership , DER,

  Managerial Aisjah, dan Ownership, ownership dan CAPX/A Sumiati Financial 2. berpengaruh

  Debt to Equity (2013) Leverage, Ratio (DER) negatif terhadap

  Profitability, 3. Return on DPR. Firm Size, and Asset (ROA) Investment

  4. ROA dan firm Firm size

  Opportunity on

  5. size berpengaruh Capital

  Dividend Policy Expenditure to positif terhadap and Firm Value Total Asset DPR.

  (CAPX/A)

  Managerial Intervening: ownership , DER, Dividend Payout ROA, firm size, Ratio (DPR) dan CAPX/A

  berpengaruh

  Dependen: positif terhadap Tobins’s Q Tobins’s Q.

  DPR berpengaruh positif terhadap

  (ROA)

  Payout Ratio

  (DPR)

  Dependen: Price to Book Value (PBV)

  TAG, DER, dan DPR berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  4. Ria Nofrita (2013)

  Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

  Independen: Return on Asset

  Intervening: Dividend Payout Ratio (DPR)

  Ratio (DER) 3.

  Dependen: Price to Book Value (PBV)

  ROA dan DPR berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV. ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  5. Rury Setiani (2013)

  Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan

  Independen: 1.

  Total Asset

  Growth

  (TAG) 2. Debt to Equity

  Dividend

  (TAG) 2. Debt to Equity

  Tobins’s Q.

  Ratio (DER) 3.

  2. Jossie Basten Janifairus, Rustam Hidayat, dan Achmad Husaini (2013)

  Pengaruh Return

  on Asset, Debt to Equity Ratio, Assets Growth,

  dan Cash Ratio terhadap

  Dividend Payout Ratio Independen: 1.

  Return on

  Asset (ROA) 2.

  Debt to Equity

  Asset Growth 4. Cash Ratio

  Growth

  (CR)

  Dependen: Dividend Payout Ratio (DPR)

  ROA, Asset Growth, dan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR.

  DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  3. Silvia Lailiyah Qodariyah (2013)

  Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2008- 2011)

  Independen: 1.

  Total Asset

  TAG berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PBV. Tingkat Suku Bunga terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  Ratio (DER) 3.

  CPA/BVA dan DPR berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  Expenditure to Book Value of Asset

  (CPA/BVA) 2. Debt to Equity

  Ratio (DER) 3.

  Dividend

  Payout Ratio

  (DPR)

  Dependen: Price to Book Value (PBV)

  DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PBV.

  Independen:

  8. Eva Eko Hidayati (2010)

  Analisis Pengaruh DER, DPR, ROE, dan Size terhadap PBV Perusahaan Manufaktur yang

  Listing di BEI Independen: 1.

  Debt to Equity

  Ratio (DER) 2.

  Dividend

  Payout Ratio

  1. Ratio Capital

  Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan

  Rata-rata SBI setiap tahun

  Ratio (PER) 2.

  Dependen: Price to Book Value (PBV)

  DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  Tingkat suku bunga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap PBV.

  6. Leli Amnah Rakhimsyah (2011)

  Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, Kebijakan Dividen, Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Nilai Perusahaan

  Independen: 1.

  Price Earning

  Debt to Equity

  7. Gany Ibrahim Fenandar, dan Surya Raharja (2012)

  Ratio (DER) 3.

  Dividend

  Payout Ratio

  (DPR) 4. Rata-rata SBI setiap tahun

  Dependen: Price to Book Value

  (PBV) PER berpengaruh positif terhadap PBV.

  DER dan tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap PBV.

  DPR berpengaruh negatif terhadap PBV.

  (DPR) DER dan DPR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PBV. Periode 2005-

  3. ROE dan Size Return on 2007 (ROE) berpengaruh

  Equity

  4. positif dan Ukuran perusahaan signifikan

  (Size) terhadap PBV.

  Dependen: Price to Book Value

  (PBV)

  9. Rophingatun Analisis Pengaruh ROA dan CR

  Independen:

  Munafiah ROA, DER, CR, 1. berpengaruh Return on

  (2012) dan Asset Growth Asset (ROA) positif dan Terhadap DPR 2. signifikan

  Debt to Equity Perusahaan Ratio (DER) terhadap DPR. Farmasi yang 3.

  Cash Ratio

  Listing di Bursa (CR) DER berpengaruh

  Efek Indonesia 4. negatif dan Asset Growth

  Periode 2005- signifikan 2010 Dependen: terhadap DPR.

  Dividend Payout Ratio Asset Growth

  (DPR) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap DPR. Sumber: Jurnal dan skripsi

  Dari beberapa hasil penelitian terdahulu seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1, maka terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian kali ini.

  Persamaannya yaitu menggunakan variabel penelitian meliputi rasio Total Asset

  Growth (TAG), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Asset (ROA), dan Price to Book Value (PBV).

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menambahkan variabel intervening yaitu kebijakan dividen yang diproksikan dengan Dividend Payout Ratio (DPR) serta objek penelitian yang diteliti merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  Begitupula, tahun penelitian yang diamati adalah selama tahun 2011-2014.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa apakah TAG, DER, dan ROA berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV) serta apakah kebijakan dividen (DPR) dapat berfungsi sebagai variabel intervening yaitu memengaruhi secara tidak langsung atau tidak berpengaruh terhadap hubungan TAG, DER, dan ROA terhadap nilai perusahaan (PBV) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.

2.3 Kerangka Konseptual

  TAG (X

  1 ) H 1a H 2a H 3 DER (X 2 ) H 2b

  PBV

  H 1b

  DPR

  H H

4 2d

  (Y) (Z)

  H 5 H 2c H 1c

  ROA(X

  3 ) H 1d H 2e

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterangan:

  X

  1 , X 2 , dan X 3 = Variabel Independen

  Y = Variabel Dependen Z = Variabel Intervening

  Kerangka konseptual Dividend Payout Ratio (DPR) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu keputusan investasi yang diproksi dengan Total Asset Growth (TAG), keputusan pendanaan yang diproksi dengan Debt to Equity Ratio (DER), dan profitabilitas yang diproksi dengan Return on Asset (ROA). Hubungan antar variabel dapat dilihat dari tanda panah ( ).

  Kerangka konseptual Price to Book Value (PBV) dipengaruhi oleh empat faktor yaitu keputusan investasi yang diproksi dengan Total Asset Growth (TAG), keputusan pendanaan yang diproksi dengan Debt to Equity Ratio (DER), profitabilitas yang diproksi dengan Return on Asset (ROA), dan kebijakan dividen yang diproksi dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Hubungan antar variabel dapat dilihat dari tanda panah ( ).

  Hubungan parsial keputusan investasi yang diproksi dengan Total Asset

  

Growth (TAG), keputusan pendanaan yang diproksi dengan Debt to Equity Ratio

  (DER), dan profitabilitas yang diproksi dengan Return on Asset (ROA) terhadap nilai perusahaan yang diproksi dengan Price to Book Value (PBV) melalui variabel intervening kebijakan dividen yang diproksi dengan Dividend Payout Ratio (DPR) dapat dilihat dari tanda panah berikut .

2.4 Pengembangan Hipotesis Penelitian

  Hipotesis menurut Erlina dan Sri Mulyani (2007 ) adalah “hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris”.

  2.4.1 Pengaruh Total Asset Growth (TAG) terhadap Dividend Payout Ratio (DPR)

  Semakin besar pertumbuhan aset maka semakin besar jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan investasinya sehingga dana yang tersedia akan disimpan sebagai laba ditahan untuk selanjutnya dialokasikan pada kegiatan investasi sehingga perusahaan tidak membagikan dividen. Beberapa perusahaan akan tetap membagikan dividen dikarenakan pertumbuhan perusahaan yang besar tersebut dibiayai dengan menggunakan hutang (Difah, 2011). Semakin besar aset maka semakin besar hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti dengan peningkatan hasil operasional akan menambah kepercayaan pihak luar, dalam hal ini investor dan kreditor, terhadap perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan hutang sebagai pilihan pendanaan untuk membiayai kegiatan investasinya sehingga perusahaan akan tetap membagikan dividen untuk menyejahterakan para investor. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janifairus, Hidayat dan Husaini (2013) menyimpulkan bahwa pertumbuhan aset (assets growth) berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR.

  2.4.2 Pengaruh Debt to Equit Ratio (DER) terhadap Dividend Payout Ratio (DPR)

  Pemenuhan pendanaan melalui hutang dapat diukur dengan menggunakan rasio DER yang menunjukkan seberapa besar penggunaan hutang sebagai sumber pendanaanya. Berdasarkan high risk and high return, semakin tinggi hutang maka semakin tinggi risiko perusahaan, namun dengan adanya risiko yang tinggi tersebut, maka return yang diharapkan juga akan semakin tinggi. Apabila perusahaan mampu mengelola hutang dengan efektif dan efisien, maka tingkat pengembalian atas hutang tersebut juga akan tinggi sesuai yang diharapkan sehingga perusahaan dapat tetap membagikan dividen untuk menyejahterakan investor. Jadi, dapat disimpulkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap DPR.

2.4.3 Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Dividend Payout

  Ratio (DPR)

  Profitabilitas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang tinggi. Perusahaan yang memeroleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungannya lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Dengan demikian profitabilitas sangat diperlukan oleh perusahaan apabila hendak membayar dividen (Sulistyowati, dkk, 2010). Dalam residual theory dinyatakan bahwa dividen merupakan prioritas terakhir, apabila perusahaan memiliki dana sisa maka akan dibagikan sebagai dividen. Apabila perusahaan tidak memiliki dana sisa, maka perusahaan tidak akan melakukan pembayaran dividen. Semakin tinggi ROA maka semakin besar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan, sehingga semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen. Pada penelitian Janifairus, Hidayat, dan Husaini (2013) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Semakin besar laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, maka semakin besar dividen yang dibayarkan.

2.4.4 Pengaruh Total Asset Growth (TAG) terhadap Price to Book

  Value (PBV) Signalling theory menjelaskan hubungan antara pengeluaran

  investasi dan juga nilai perusahaan, dimana pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati, 2005). Pertumbuhan aset diikuti dengan peningkatan hasil operasional sehingga hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan para investor. Dengan demikian, maka semakin besar pertumbuhan perusahaan maka PBV perusahaan juga akan meningkat (Nasehah dan Endang, 2012). Growth atau tingkat pertumbuhan merupakan salah satu bahan pertimbangan investor dalam menilai suatu saham. Nilai saham yang tinggi mencerminkan nilai perusahaan yang baik. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula penilaian serta tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut. Penelitian Qodariyah (2013) menyimpulkan bahwa Asset Growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  2.4.5 Pengaruh Debt to Equit Ratio (DER) terhadap Price to Book Value (PBV) Hutang yang tinggi mengindikasikan tingkat risiko yang tinggi pula.

  Sesuai dengan teori risk and return, semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor.

  Apabila risiko yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi, maka tidak akan pernah ada investor yang mau berinvestasi di perusahaan tersebut. DER yang tinggi memperlihatkan nilai hutang yang besar, dimana hutang yang besar dapat dijadikan sebagai modal dalam kegiatan operasi perusahaan untuk mendapatkan laba yang nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan (Rakhimsyah, 2011). DER yang tinggi juga mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai rencana investasi jangka panjang yang baik di masa mendatang (Prasetyo, dkk, 2012).

  Penelitian Qodariyah (2013) menyimpulkan bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  2.4.6 Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Price to Book Value (PBV)

  Dengan Return on Asset (ROA) yang tinggi, berarti laba bersih yang dimiliki perusahaan juga tinggi. ROA yang tinggi akan mengindikasikan prospek perusahaan yang baik dan akan berdampak pada nilai perusahaan (Hestinoviana, dkk, 2013). Nilai ROA yang tinggi akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dengan harapan tingkat pengembalian (return) yang tinggi pula. Dengan return yang tinggi, harga saham menjadi naik sehingga berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Janifairus, Hidayat, dan Husaini (2013) serta Nofrita (2013) menyimpulkan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

2.4.7 Pengaruh Dividend Payout Ratio (DPR) terhadap Price to Book

  Value (PBV)

  Menurut bird in the hand theory yang menyatakan bahwa dividen adalah lebih pasti daripada pendapatan modal (capital gain) dan menurut

  signalling theory yang menyatakan bahwa pengumuman kenaikan dividen

  merupakan sinyal mengenai prospek perusahaan di masa mendatang yang baik. Kebijakan dividen kas yang cenderung membayarkan dividen dalam jumlah relatif besar akan mampu memotivasi investor untuk membeli saham perusahaan. Apabila DPR semakin tinggi maka nilai perusahaan akan semakin tinggi pula karena DPR yang tinggi menunjukkan tingkat pembagian dividen yang menjanjikan (Rakhimsyah, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Qodariyah (2013) dan Nofrita (2013) menyimpulkan bahwa DPR berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

  2.4.8 Pengaruh Total Asset Growth (TAG) terhadap Price to Book

Value (PBV) yang dimediasi oleh Dividend Payout Ratio (DPR)

  Semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, maka perusahaan cenderung akan menahan sebagian besar laba dari keuntungan atau laba investasi sehingga semakin rendah kemungkinan dividen yang akan dibagikan. Perusahaan dapat menggunakan hutang sebagai pendanaan atas investasinya sehingga perusahaan dapat tetap membagikan dividen dengan harapan peningkatan kemakmuran pemegang saham sesuai dengan bird in the hand theory dimana investor lebih tertarik pada pendapatan dividen daripada capital gain. Menurut signalling theory, pengeluaran investasi dinilai sebagai sinyal positif bagi investor mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang sehingga ketika harga saham naik, penilaian investor terhadap perusahaan juga akan baik.

  2.4.9 Pengaruh Debt to Equit Ratio (DER) terhadap Price to Book

Value (PBV) yang dimediasi oleh Dividend Payout Ratio (DPR)

  Perusahaan yang mempunyai DER tinggi berarti perusahaan tersebut mempunyai pertumbuhan perusahaan yang tinggi. Hutang jangka panjang yang tinggi menggambarkan perusahaan dianggap mampu membayar hutang jangka panjang tersebut karena perusahaan dinilai mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (Prasetyo, dkk, 2012). Meskipun hutang yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan risiko, namun hutang dapat memaksa manajer untuk bekerja dengan efektif dan efisien supaya hutang yang digunakan sebagai alternatif pendanaan tersebut dapat menghasilkan return yang tinggi yang diharapkan oleh investor. Sesuai dengan teori high risk and return yang menyatakan bahwa semakin tinggi risiko maka semakin besar return yang diharapkan oleh investor. Apabila

  return yang diharapkan tercapai, maka penilaian investor terhadap perusahaan meningkat sehingga nilai perusahaan juga akan meningkat.

2.4.10 Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Price to Book Value (PBV) yang dimediasi oleh Dividend Payout Ratio (DPR)

  Perusahaan dengan ROA yang tinggi memiliki ketersediaan dana yang cukup untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Semakin tinggi ROA, maka dividen yang dibagikan kepada pemegang saham juga akan tinggi. Kebijakan dividen memberikan informasi mengenai pertumbuhan laba perusahaan di masa depan. Informasi ini akan mengundang respon dari investor yang nantinya akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Rizqia, dkk, 2013). Sesuai dengan signalling theory yang menyatakan bahwa peningkatan dividen memberikan indikasi yang baik mengenai prospek perusahaan, dimana prospek perusahaan yang baik tercermin dari penilaian investor terhadap perusaahaan. Semakin meningkatnya DPR, maka akan semakin tinggi penilaian investor terhadap perusahaan tersebut. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, serta kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H

  

1 : Ada pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan profitabilitas

terhadap kebijakan dividen.

  H 1a : Keputusan investasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen. H 1b : Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen. H : Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

  1c

  H 1d : Keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen secara simultan.

  H

  

2 : Ada pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, profitabilitas, dan

kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan.

  H : Keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

  2a H 2b : Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

  H 2c : Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H 2d : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H 2e : Keputusan investasi, keputusan pendanaan, profitabilitas, dan kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan secara simultan. H

  

3 : Keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui

kebijakan dividen.

  H

  

4 : Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui kebijakan dividen. H

  

5 : Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui kebijakan

dividen.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Penambahan Serat Kaca Terhadap Penyerapan Air Dan Kekuatan Transversal Serta Modulus Elastisitas Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

0 2 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penambahan Serat Kaca Terhadap Penyerapan Air Dan Kekuatan Transversal Serta Modulus Elastisitas Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

0 0 6

Pengaruh Penambahan Serat Kaca Terhadap Penyerapan Air Dan Kekuatan Transversal Serta Modulus Elastisitas Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak - Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Perubahan Dimensi

0 2 18

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Perubahan Dimensi

0 3 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian - Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter Fleksibel Dan Kaku Dalam Inseminasi Intrauteri

0 0 17

Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 1 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Dividen - Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Subsektor Pulp dan Kertas

0 3 13