Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunyi
Bunyi adalah transmisi energi yang melewati media padat, cair dan gas dalam
suatu getaran yang diterima melalui sensasi telinga dan otak. Variasi bunyi terjadi
karena tekanan udara berupa rapatan atau renggangan molekul udara oleh gangguan
pada media elastis, yang menyebar ke segala arah. Bunyi yang menumbuk permukaan
akan mengalami berbagai kondisi yaitu ; pemantulan, penyerapan, transmisi dan
defraksi (Suptandar, 2004). Beberapa defenisi lain juga menyatakan bahwa bunyi
merupakan perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan
disalurkan ke otak (Harrington dan Gill, 2005). Bunyi merupakan bentuk gelombang
longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh
partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran
(Alfarisi, 2008). Bunyi atau suara adalah serangkaian gelombang yang merambat dari
suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan suara
(Soeripto, 2008).
Gelombang bunyi bisa disebut juga sebagai gelombang mekanis yang terjadi
di alam dan paling penting dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan gelombang
longitudinal yang merambat dalam suatu medium, biasanya udara (Giancoli, 2001).
Oleh karena itu, keberadaan zat disekitar objek yang bergetar sering kali disebut juga

medium perambat gelombang bunyi. Meski objek yang bergetar, yang disebut

Universitas Sumatera Utara

sebagai sumber bunyi, telah berhenti bergetar, pada keadaan tertentu perambatan
gelombangnya masih terus berjalan sampai pada jarak tertentu dari objek tersebut.
Rambatan gelombang tersebut ditangkap oleh daun telinga (Mediastika, 2005).

2.2. Kebisingan
Bising menurut Doelle (1993) adalah semua bunyi yang mengalihkan
perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (kerja, istirahat,
hiburan, dan belajar). Mukono (2006) menyatakan berdasarkan Permenkes Tahun
1987 No. 718 Tahun 1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki, sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan, defenisi ini
sesuai dengan Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002. Kebisingan adalah bunyi yang
tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kep48 MENLH, 1996). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat- alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No 13 Tahun
2011).

Smith dan Michael (2004), kebisingan atau suara-suara yang tidak diinginkan,
dihasilkan dari lintasan pesawat terbang yang melintasi udara diatas yang akan
mengakibatkan gangguan perubahan tekanan pada seorang pengamat yang ada di
dalam pesawat atau pengamat yang ada di bawah. Kebisingan atau noise pollution

Universitas Sumatera Utara

disebut sebagai suara atau bunyi yang tidak dikehendaki atau dapat diartikan pula
sebagai suara yang salah pada tempat dan waktu yang salah (Chandra, 2006).
Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan
intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga
setiap detiknya, sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima
oleh telinga manusia. Perbedaaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan
adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia,
2005). Faktor-faktor yang mengubah bunyi menjadi kebisingan adalah ; kekerasan,
frekuensi, tempo bunyi, kandungan nada, dinamis atau statis dan jarak. Kebisingan
yang berasal dari pesawat terbang, benturan struktur dan getaran lain yang datang
merambat melalui media jendela, pintu, dinding, pemisah, lantai dan plafon atau
lewat saluran ducking AC perlu dilakukan pengamanan atau penyelesaianpenyelesaian yang lebih sempurna (Suptandar, 2004).
2.2.1. Jenis-jenis Kebisingan

Beberapa teori membagi jenis kebisingan berdasarkan klasifikasi atau
kategori. Suhardi (2008) secara garis besar membagi kebisingan menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Kebisingan Tetap
Dalam prakteknya dibagi menjadi dua jenis kebisingan yaitu :
-

Kebisingan dengan frekuensi terputus
Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam.
Misal, suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

-

Broad band noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama
digolongkan dengan kebisingan tetap.
Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih
bervariasi.


2. Kebisingan Tidak Tetap
Kebisingan tidak tetap dalam prakteknya dibagi menjadi tiga jenis kebisingan,
yaitu :
-

Kebisingan fluktuatif
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

-

Intermittent noise
Merupakan kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubahubah. Contoh, kebisingan lalu lintas.

-

Impulsive noise
Kebisingan ini ditimbulkan oleh suara-suara berintensitas tinggi
(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misal, suara ledakan
senjata api dan alat-alat sejenisnya.


Berdasarkan frekwensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga
bunyi, kebisingan dibagi ke dalam tiga kategori (Gabriel, 1996) :
1.

Audible noise (bising pendengaran)
Bising ini disebabkan oleh frekuensi bunyi 31,5 – 8.000 Hz

Universitas Sumatera Utara

2.

Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan)
Bising ini disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, bising dari mesin
pesawat, kendaraan lain, dan peralatan yang berada di apron Bandar Udara.

3.

Impuls noise (Impact noise = bising impulsif)
Bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misalnya pukulan

palu, ledakan meriam tembakan bedil.
Menurut Chandra (2006) secara garis besar kebisingan dapat dikelompokkan

berdasarkan kontinuitas, intensitas, dan spektrum suara yang ada, sebagai berikut :
1. Steady state and narrow band noise
Kebisingan yang terus menerus dengan spektrum suara yang sempit seperti
suara mesin dan kipas angin.
2. Nonsteady state and narrow band noise
Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spektrum suara yang sempit
seperti suara mesin gergaji dan katup uap.
3. Kebisingan intermitten
Kebisingan semacam ini terjadi sewaktu-waktu dan terputus, misalnya, suara
pesawat terbang dan kereta api.
4. Kebisingan impulsif
Kebisingan yang impulsif atau yang memekakkan telinga, misalnya bunyi
tembakan bedil dan meriam, atau ledakan bom.

Universitas Sumatera Utara

Teori lain Miristha (2009) mengutip pendapat Ambar ynng menyebutkan

berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyinya bising dibagi menjadi lima jenis:
1. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi luas
Jenis bising ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo
kurang lebih 5 dB (A) untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Sebagai contoh kebisingan dalam ruangan kokpit helikopter, gergaji sirkuler,
suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dan sebagainya.
2. Bising kontinyu dengan spektrum frekwensi sempit
Pada bising jenis ini frekuensi yang dihasilkan relatif tetap hanya pada
frekuensi tertentu saja. Contoh, suara mesin gergaji sekuler dan mesin katup
gas.
3. Bising terputus-putus
Jenis bising ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak
berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh
kebisingan ini adalah, suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang.
4. Bising impulsif
Jenis bising ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB (A) dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengaran. Sebagai contoh
suara ledakan mercon dan tembakan meriam.
5. Bising impulsif berulang-ulang
Sama dengan jenis bising impulsif namun terjadinya berulang-ulang, seperti

suara mesin tempa.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Sumber Kebisingan
Sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan diklasifikasikan
dalam kelompok :
a.

Bising interior, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan
aktifitas di dalam ruangan atau gedung.

b.

Bising luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan
seperti transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air,
kereta api dan pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri (Doelle,
1993).
Tabel 2.1. A-Weighted Sound Level untuk Beberapa Jenis Bising
dB (A)

110-120
100-110
90-100
80-90
70-80
60-70
50-60
40-50
30-40
20-30

Sumber Bising
Diskotik, pagelaran musik rock
Jet flyby pada jarak 300 m
Kokpit pesawat (diukur pada posisi operator)
Triller kecm 64 km/jam pada jarak 15 m, sepeda motor pada jarak
15 m, blender makanan (diukur pada posisi operator)
Mobil 100 km/jam pada jarak 7.5 m, mesin cuci
Vacuum cleaner (pada posisi operator)
Jalanan yang biasa (tidak padat) pada jarak 30 m

Perumahan (siang)
Perumahan (malam)
Hutan

Sumber : Doelle. L.L (1993)

2.2.3. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara sederhana
(Mukono, 2006) :
1. Cara Sederhana
Menggunakan Sound Level Meter. Pengukuran dan pembacaan dilakukan
setiap 5 detik. Satuan tingkat kebisingan adalah dB (A).

Universitas Sumatera Utara

2. Cara Langsung
Lebih canggih dan menggunakan alat Integrating Sound Level Meter.
Pengukuran dilakukan selama 24 jam dengan selang waktu 16 jam pada siang
hari (pukul 06.00-22.00) dan aktivitas malam hari selama 8 jam pada selang
pukul 22.00-06.00.

Soeripto (2008) menyatakan ada 3 jenis pengukur intensitas kebisingan, yaitu:
1. Pocket Sound Level Meter atau Survei Meter
Standar pengukuran yang dipakai adalah skala A dan hasil pengukuran
satuannya dinyatakan dalam dB (A).
2. Sound Level Meter atau Octave Band Analyzer
Umumnya pengukuran ini akan digunakan untuk evaluasi tempat kerja.
Berfungsi mengukur kebisingan yang berada dalam kisaran 20-20.000 Hertz
(Hz) (Chandra, 2006) .
3. Noise Dose Meter
Alat ini digunakan untuk mengetahui apakah intensitas kebisingan yang telah
diterima oleh tenaga kerja selama shift kerja secara akumulatif (8 jam
kerja/hari) telah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB).
2.2.4. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Pajanan terhadap kebisingan biasanya beragam intensitasnya selama masa
kerja

(Harrington,

2005).

Nilai

Ambang

Batas

(NAB)

kebisingan

telah

direkomendasikan menurut ACGIH (American Conference of Industrial Hygienists)
dan ISO (International Standard Organizaton) sebesar 85 dB (A) sedang menurut
OSHA (Occupation Safety and Health Act) sebesar 90 dB (A) untuk waktu kerja 8

Universitas Sumatera Utara

jam/hari. NAB menurut ACGIH, setap kenaikan intensitas bising sebesar 5 dB (A),
maka lama kerja yang diperkenankan menjadi setengahnya, sedangkan NAB menurut
ISO, setiap kenaikan intensitas kebisingan sebesar 3 dB (A), maka lama kerja
menjadi setengahnya (Soeripto, 1994).
NAB kebisingan adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
(Permenakertrans No.13 Tahun 2011).
Tabel 2.2 NAB Kebisingan Berdasarkan Beberapa Standard yang Banyak
Digunakan di Dunia Internasional
Lama Kerja
(jam)
8
8
4
3
2
1
½
¼

ACGIH

OSHA

ISO

85
87
90
92
95
97
100
105

90
92
95
97
100
105
110
115

85
88
91
94
97
100

Sumber : Suma’mur (2009)

Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan nilai ambang batas kebisingan di
tempat kerja di Indonesia melalui Permenakertrans No. Per.13/MEN/X/2011 Tahun
2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Adapun nilai ambang batas tersebut sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. NAB Kebisingan Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi R.I No. 13 Tahun 2011
Waktu Pemaparan per Hari
8
Jam
4
2
1
30
Menit
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12
Detik
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11

Intensitas Kebisingan dalam dB (A)
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139

Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat

2.2.5. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan
Kebisingan dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan (Prabu, 2006),
sebagai berikut:
a. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada
tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Universitas Sumatera Utara

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal
ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga dalam yang
akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas
disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ dan
keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal adrenalin, yang dapat
meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah.
Menurut Soeripto (2008), kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis
melalui tiga cara, yaitu :
1. Internal body sistem yaitu sistem fifologi yang penting untuk kehidupan
seperti : cardiovascular, gastro intestinal, syaraf, musculoskeletal, dan
endocrine. Stimulasi (rangsangan) kebisingan kepada serabut syaraf secara
tidak langsung mengenai sistem diatas.
2. Ambang pendengaran, dimana suara terendah masih dapat didengar.
3. Pola tidur (sleep pattern)
Kebisingan dapat mengganggu tidur terhadap; kelelapannya, kontinuitasnya,
lamanya dan recooperative value.
b. Gangguan Psikologi
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Pernyataan ini juga didukung
oleh Soeripto (2008) yang menyatakan, reaksi psikologis yang timbul dari kebisingan
adalah : marah, mudah tersinggung, gugup atau nervousitas dan jengkel atau
annoyance.

Universitas Sumatera Utara

c. Gangguan Komunikasi
Kebisingan bisa mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung (tatap
muka / via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu percakapan
diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu komunikasi tergantung
konteks suasana.
d. Gangguan Tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
keadaan terjaga sampai tidur terlelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam
bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi
kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan
gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor–faktor tersebut di atas,
gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik
individual. Environmental protection Agency menetapkan bahwa tingkat kebisingan
harian 45 dB (A) cukup untuk melindungi seseorang dari pengaruh kesehatan karena
tidak bisa tidur (Sasongko, 2000).
e. Efek pada Pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula–mula efek bising pada pendengaran
adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising
dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus menerus di area bising maka terjadi tuli

Universitas Sumatera Utara

menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4.000 Hz
dan kemudian semakin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Prabu, 2009).
Doelle (1993) dalam bukunya menyatakan, pengaruh bising mulai dari
mengalihkan perhatian hingga sangat mengganggu. Bising yang lembut dapat
mengganggu perhatian, menaikkan ambang batas dengar (threshold of audibility),
mengganggu istirahat dan tidur. Bising yang cukup keras diatas sekitar 70 dB, dapat
menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar,
sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras diatas 85 dB,
dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada
umumnya. bila berlangsung lama dapat dapat menyebabkan kehilangan kemampuan
pendengaran sementara atau permanen. Bising yang berlebihan dan berkepanjangan
dapat menyebabkan gangguan jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut.

2.3. Anatomi dan Fisiologi Alat Pendengaran
2.3.1. Anatomi Alat Pendengaran
Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Fungsi telinga adalah untuk
secara efisien merubah energi getaran dari gelombang menjadi sinyal listrik yang
dibawa ke otak melalui saraf. Gambar 2.1 adalah diagram telinga manusia. Telinga
dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu : telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh
membran timpani (Soeripto, 2008). Pada telinga luar, gelombang bunyi dari luar

Universitas Sumatera Utara

melambat sepanjang saluran telinga ke gendang telinga (timpani), yang bergetar
sebagai tanggapan terhadap gelombang menimpanya. Telinga bagian tengah terdiri
osicle dari 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus) yang dikenal dengan nama
martil, landasan (incus), dan sanggurdi (stapes), yang memindahkan getaran gendang
telinga ketelinga dalam jendela oval/oval window (Soeripto, 2008). Telinga dalam
terdiri dari saluran-saluran setengah lingkaran, yang penting untuk mengendalikan
keseimbangan, rumah siput yang berisi cairan, dimana energi getaran dari gelombang
bunyi diubah menjadi energi listrik dan dikirim ke otak. (Giancoli, 2001).

Gambar 2.1. Telinga Manusia
Pada manusia dewasa, rata-rata bervolume 1,04 ml dan panjangnya sekitar 2,7
cm. Selaput timpani manusia berbentuk lonjong, dengan luas sekitar 66 mm2, dan
tebalnya 0,1 mm. Selaput ini meneruskan getaran molekul udara yang terdapat di
dalam telinga luar ke tulang-tulang kecil yang terdapat ditelinga tengah. Selaput

Universitas Sumatera Utara

timpani merupakan batas luar telinga tengah. Telinga tengah terdiri dari ruangan yang
disebut rongga timpani. Rongga ini bervolume 1 ml dan bentuknya tidak teratur.
Tulang-tulang kecil ditelinga tengah ini memiliki fungsi yaitu untuk mengurangi
jumlah energi yang diberikan ke dalam telinga dalam pada tingkat bunyi tinggi.
(Ackerman, 1988)
2.3.2. Fisiologi Pendengaran
Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga yang
merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga kita sebenarnya
merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya gelombang suara akan
menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) yang merupakan selaput tipis
dan transparan. Selanjutnya getaran-getaran tersebut mulai sampai ke telinga tengah
yang berisi tulang-tulang pendengaran. Tulang tersebut antara lain tulang-tulang
malleus, incus dan stapes. Sebagian tulang malleus melekat pada sisi dalam gendang
telinga dan akan bergetar bila membran tympani bergetar. Tulang stapes berhubugan
dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga bagian dalam. Karena ketiga
tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain maka akan menjembatani getaran
dari gendang telinga, memperkeras dan menyampaikan ke telinga dalam (Watson,
2002).
Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang mempunyai
struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip rumah siput. Pergerakan
tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang
menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran tersebut akan menggerakkan sel-sel

Universitas Sumatera Utara

rambut yang halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi
perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang timbul
akan diteruskan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf pendengaran.
Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf melalui tulang-tulang
pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi atau bone conductio. Proses
terjadinya getaran pada gendang telinga dan kemudian sampai pada tulang
pendengaran dinamakan air conduction, sehingga gelombang yang datang dari
telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung secara borne conduction (Watson,
2002).

2.4. Tekanan Darah
2.4.1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan dinding pembuluh darah (Guyton dan Hall, 1997). Tekanan darah adalah
tekanan yang ditimbulkan darah ketika bersirkulasi di dalam pembuluh darah.
Tekanan pada denyutan pertama dan dapat di dengar disebut sistolik. Tekanan
selanjutnya pada saat suara tidak muncul dinamakan tekanan diastolik (Hayens dkk,
2003). Tekanan darah merupakan kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh
darah

yang

keluar

dari

dari

jantung/pembuluh

arteri

dan

kembali

ke

jantung/pembuluh balik (Vitahealth, 2000).
Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung
pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop (Ganong, 2000). Selisih antara
tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. Sebagai contoh, tekanan sistolik

Universitas Sumatera Utara

120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg maka tekanan nadi sama dengan 40
mmHg. Tekanan darah umumnya tidak selalu tetap, berubah dari waktu ke waktu
sesuai dengan keadaan kesehatan.
Tekanan nadi juga akan berubah selaras dengan perubahan tekanan darah
seseorang. Perubahan tekanan nadi dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi
tekanan darah. Misalnya pengaruh usia dan penyakit arteriosklerosis. Pada keadaan
arteriosklerosis, elastisitas pembuluh darah berkurang dan bahkan menghilang sama
sekali sehingga tekanan nadi meningkat (Syaifuddin, 2000).
2.4.2. Jenis dan Klasifikasi Tekanan Darah
2.4.2.1. Jenis Tekanan Darah
Jenis tekanan darah dapat dibagi 2, yaitu, :
1. Tekanan Sistolik
Merupakan tekanan pada pembuluh darah besar (arteri) ketika jantung
berkontraksi (Ganong, 2000). Tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut
memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri (Vitahealth, 2000).
2. Tekanan Diastolik
Merupakan tekanan yang menunjukkan pada saat jantung sedang berelaksasi
(Ganong, 2000). Tekanan yang terjadi ketika jantung rileks diantara tiap denyutan
(Beevers, 2002).
2.4.2.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah diklasifikasi atau digolongkan dalam 3 kelompok (Vitahealth,
2000) :
a. Tekanan darah rendah (hipotensi)

Universitas Sumatera Utara

b. Tekanan darah normal (normotensi)
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah dapat lebih rendah (hipotensi) atau lebih tinggi (hipertensi)
dari normal. Jenis tekanan darah menurut WHO :
Tabel 2.4. Jenis Tekanan Darah
Klasifikasi
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Sumber : WHO, 1999

Sistolik
120-139 mmHg
140-159 mmHg
160-179 mmHg
≥ 180 mmHg

Diastolik
80-89 mmHg
90-99 mmHg
100-109 mmHg
≥110 mmHg

Adapun klasifikasi tekanan darah menurut pedoman Joint National Comitee
(JNC-7) tahun 2003 sebagai berikut :
Tabel 2.5. Klasifikasi Tekanan Darah
Kategori
Normal
Prehipertensi
Kategori
hipertensi
Derajat 1
Derajat 2

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

< 120
120 – 139
Sistolik (mmHg)

dan
atau

Nilai ambang batas
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH PEKERJA BAGIAN PROSES GRINDA DAN Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pekerja di Bagian Proses Grinda dan Permesinan Ceper, Klaten Jawa Tengah.

0 4 17

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KENAIKAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA DI PT PERTANI (PERSERO) Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kenaikan Tekanan Darah Pada Pekerja Di PT Pertani (Persero) Cabang Surakarta.

0 0 16

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KENAIKAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kenaikan Tekanan Darah Pada Pekerja Di PT Pertani (Persero) Cabang Surakarta.

0 1 17

Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

0 0 19

Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

0 0 7

Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

0 8 5

Pengaruh Intensitas Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Tekanan Darah Petugas Ground Handling di Apron Bandar Udara Internasional Kualanamu Tahun 2014

0 1 21

Analisis Pemetaan Kebisingan dari Aktivitas Pesawat di Kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu

0 0 11

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap tekanan darah pada pekerja di “Rakabu Furniture” Surakarta

2 2 60