PENGARUH PENDEKATAN OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA : Quasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Makassar.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS A. Pendekatan Open-ended ... 12

1. Pengertian Pendekatan Open-ended ... 12

2. Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended ... 15


(2)

4. Langkah-langkah Pendekatan Open-ended ... 16

5. Penggunaan Soal dalam Pendekatan Open-ended ... 18

6. Metode Menyusun Pertanyaan Open-ended ... 18

7. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Open-ended ... 19

8. Landasan Teori Pendekatan Open-ended ... 20

B. Berpikir Kritis ... 22

1. Pengertian Berpikir Kritis... 22

2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 29

3. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 34

4. Tujuan Mengembangkan Berpikir kritis ... 39

5. Proses Berpikir Kritis ... 41

6. Model Berpikir Kritis ... 43

C. Konsep Pembelajaran IPS ... 47

D. Penelitian Terdahulu ... 54

E. Kerangka Pemikiran ... 57

F. HIPOTESIS PENELITIAN ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 60

B. Desain Penelitian ... 60

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 60


(3)

E. Instrumen Penelitian ... 63

F. Alur Penelitian ... 69

G. Teknik Analisis Data ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 76

B. Pembahasan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 Indikator Berpikir Kritis ... 29

2.2 Kecakapan-kecakapan Berpikir Kritis Ennis ... 34

2.3 Proses-prose berpikir kritis Ennis, Henri dan Garrison ... 44

3.1 Desain Penelitian ... 59

3.2 Perhitungan Pengambilan Sampel... 60

3.3 Tabel Klasifikasi N-Gain ... 72

4.1 Uji Deskriptif Kelas Eksperimen ... 75

4.2 Rekapitulasi Hasil Angket Tanggapan Siswa ... 78

4.3 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 83

4.4 Hasil Uji t Paired Sample Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 85

4.5 Uji Deskriptif Kelas Kontrol ... 87

4.6 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 89

4.7 Hasil Uji t Paired Sample Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Kelas Kontrol ... 90

4.8 Skor Tes Awal (Pre Test) Kemampuan Berpikir Kritis ... 92

4.9 Skor Tes Akhir (Post Test) Kemampuan Berpikir Kritis ... 94

4.10 Nilai F antara Varians Distribusi Data Tes Awal... 97

4.11 Nilai t untuk Uji Dua Rerata ... 97

4.12 Nilai χ2 (Chi-Kuadrat) untuk Distribusi Data Skor Tes Akhir ... 97


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1 Taksonomi Bloom ... 38

2.2. Kecakapan-kecakapan Berpikir Kritis Wade ... 39

2.3. Model Berpikir Kritis ... 44

2.4. Kerangka Pemikiran ... 57

3.1. Alur Penelitian ... 68

4.1. Kurva Normalitas Pre Test Kelas Eksperimen... 93

4.2. Kurva Normalitas Pre Test Kelas Kontrol ... 93

4.3. Kurva Normalitas Post Test Kelas Eksperimen ... 95


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

A Instrumen Penelitian ... 117

B Gambar Kegiatan Penelitian ... 161

C Data Penelitian... 168


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, karena pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan hanya untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercaya sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara vertikal maupun horizontal. Melalui kemampuan itulah siswa dapat mewujudkan diri dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat. Demikian pula melalui kemampuannya siswa dapat turut berpartisipasi dalam membangun bangsa dan negara.

Salah satu kemampuan siswa yang dikembangkan di sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis sering diasosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah. Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya untuk memahami pengetahuan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sementara kemampuan berpikir kritis siswa sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas hasil belajar yang diperolehnya. Eillen D.G. (1997: 116) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah,


(8)

membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.

Menurut Fraenkel (Tarwin, 2005: 8) tahapan berpikir terdiri dari: (1) Tahapan berpikir konvergen, yaitu tahapan berpikir yang mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar, (2). Tahapan berpikir divergen, yaitu tahapan berpikir dimana kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban, (3). Tahapan berpikir kritis, (4). Tahapan berpikir kreatif, yaitu tahapan berpikir yang tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan.

Dari tahapan berpikir di atas, berpikir kritis berada pada tahap ke tiga. Tahap terakhir dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif yang merupakan tindak lanjut dari berpikir kritis. Artinya untuk berpikir kreatif seseorang harus lebih dahulu berpikir kritis.

Carole Wade dan Carol Tavris (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan pertimbangan yang sehat.

Terdapat beberapa jenis kemampuan berpikir, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Menurut (Ennis, 2000), berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang dipokuskan apa yang diyakini dan dikerjakan. Rasional berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup dan relevan. Sedangkan reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Salah


(9)

satu permasalahan yang memiliki daya tarik untuk diteliti yaitu mengenai proses pembelajaran. Kondisi yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia saat ini adalah lemahnya proses pembelajaran, karena proses pembelajaran yang sering ditemukan selama ini siswa hanya diarahkan untuk menghafal dan menyelesaikan materi.

Kemampuan siswa yang perlu dikembangkan adalah kemampuan berpikir kritis. Dengan berpikir kritis, tentu proses belajar lebih kompleks yang lebih mendalam. Kemampuan ini mendorong siswa untuk merespon suatu masalah dan menemukan solusi terbaik untuk masalah tersebut. Budaya kritis yang rendah disebabkan kurangnya usaha pembentukan dan penanaman kebiasaan bersikap dan berfikir kritis sejak dini. Sekolah sebagai institusi pendidikan utama dan mendasar bagi perkembangan individu kurang mengkoordinasikan sikap dan pemikiran kritis secara optimal. Sehingga masalah ini berkelanjutan dan menyebabkan siswa cenderung pasif.

Kemampuan berpikir kritis berpengaruh positif terhadap aspek kognisi dan afeksi siswa. Siswa yang berpikir kritis akan menjadikan penalaran sebagai landasan berpikir kritis, berani mengambil keputusan dan konsisten dengan keputusan tersebut, siswa yang berpikir kritis dapat menerima pendapat orang lain, berpikir jujur, dan bertindak tanpa pandang bulu, siswa yang berpikir kritis dapat menerima, menyeleksi dan memproses secara baik informasi yang datang kepadanya, demikian pula siswa yang berpikir kritis peka terhadap lingkungannya karena ia selalu memperhatikan seluruh situasi dan kondisi secara cermat dan teliti. Kemampuan Berpikir Kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial


(10)

untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.

Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Berfikir secara aktif dengan menggunakan intelegensi, Berpikir kritis itu adalah pola berpikir seseorang mempunyai wawasan dan wacana yang luas. Mampu menganalisa suatu masalah dengan tepat, cermat, jeli, tidak gegabah dan efisien, serta mampu memberikan solusi yang benar, masuk akal, bisa dipertanggungjawabkan dan valid. Pada dasarnya seseorang yang mempunyai bekal pengetahuan dan wawasan yang luas, otomatis akan berpikir secara kritis. karena dapat menganalisa masalah dengan berbagai kemungkinan dari sudut ilmu dan teori yang dikuasai. sehingga akan menghasilkan hasil analisa yang lebih detail, karena detail inilah seseorang akan menjadi lebih kritis.

Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis siswa, telah dilakukan penelitian oleh Ramayanti, Fitri. 2009. Dengan judul Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Malang menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa pada kategori cukup baik


(11)

dengan prosentase kemampuan berpikir kreatif siswa sebesar 26,54% yang terdiri dari prosentase kemampuan berpikir lancar sebesar 45,64%, prosentase kemampuan berpikir luwes sebesar 12,59%, dan prosentase kemampuan berpikir orisinil sebesar 22,02%. Hasil belajar siswa pada kategori baik dengan prosentase siswa tuntas belajar 83,33%. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas.

Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang sama pada sekolah yang berbeda dengan jenis penelitian yang berbeda pula yaitu penelitian eksperimen kuasi yang difokuskan pada penggunaan pendekatan Open-ended terhadap kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran IPS siswa kelas VII SMP Negeri 11 Makassar yang merupakan tempat yang akan dijadikan lokasi penelitian oleh peneliti. Lokasi ini dipilih karena melihat adanya permasalahan pada kemampuan berpikir kritis siswa khususnya dalam mata pelajaran IPS, mengenai materi peta, atlas, dan Globe. Untuk permasalahan tersebut harus digunakan pendekatan yang tepat dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai hasil yang baik. Salah satu pendekatan yang akan digunakan, yaitu pembelajaran open-ended yang diterapkan dalam pembelajaran IPS untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran IPS, yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah pembelajaran IPS yang memberikan keleluasaan berpikir kritis kepada siswa, yang pembelajaran tersebut berpusat pada siswa. Peran guru dalam pembelajaran ini tidak hanya sebagai penyampai informasi saja, melainkan menjadi fasilitator, motivator dan


(12)

pembimbing yang akan memberikan kesempatan berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa.

Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran IPS dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dari hasil penelitian (Sutisyana, 1997), mengemukakan bahwa selama pembelajaran didominasi oleh guru melalui pendekatan ceramah dan ekspositori, guru jarang mengajak siswa untuk menganalisis secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya.

Dari temuan tersebut, tampak bahwa pembelajaran IPS yang diselenggarakan oleh guru belum memberikan keleluasaan berpikir, sehingga dapat dikatakan bahwa selama ini pembelajaran IPS kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa secara optimal. Kondisi pembelajaran seperti ini perlu diperbaiki mengingat peningkatan kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan yang diajarkan di sekolah.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu digunakan alternatif pembelajaran yang lebih inovatif. Salah satu sistem yang diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan menerapkan pendekatan Open-ended (Shimada, 1997: 1). Pendekatan Open-ended merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada upaya siswa untuk sampai pada jawaban dari pada kebenaran atau ketepatan jawaban semata, siswa dihadapkan pada suatu masalah memiliki jawaban yang benar lebih dari satu, guru tidak membatasi cara penyelesaian siswa, bahkan sebaliknya guru memberikan keleluasaan untuk mencari dan menggunakan berbagai pendekatan pada masalah.


(13)

Dengan demikian untuk menjawab permasalahan, sebagai tindak lanjut perlu dilakukan penelitian untuk melihat peningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, salah satu alternatif adalah dengan menggunakan pendekatan Open-ended (Shimada, 1997), dalam pembelajaran IPS, yaitu pada siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama, dari sisi perkembangan kemampuan sosial, siswa sudah mampu menjalin hubungan dengan teman sebaya karena pada usia tersebut ikatan sebaya sangat kuat. Pada tingkat tersebut siswa sudah mendapatkan pelajaran IPS selama setahun sehingga dipandang cukup memiliki dasar umum pengetahuan berpikir kritis, bersikap, dan keterampilan sosial.

Pendekatan Open-ended merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada upaya siswa untuk sampai pada jawaban dari pada kebenaran atau ketepatan jawaban semata, siswa dihadapkan pada suatu masalah memiliki jawaban yang benar lebih dari satu, guru tidak membatasi cara penyelesaian siswa, bahkan sebaliknya guru memberikan keleluasaan untuk mencari dan menggunakan berbagai pendekatan pada masalah.

Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Open-ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah: (1) pengajuan soal Open-ended, (2) kerja secara individu, (3) diskusi kelompok, (4) diskusi kelas. Pengajuan soal Open-ended dilaksanakan sesingkat mungkin sehingga tidak menyita waktu pembelajaran. Peneliti memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal baik secara individu maupun kelompok sehingga siswa lebih leluasa dalam mengerjakan soal. Dalam penyimpulan materi pada saat


(14)

diskusi kelas peneliti melibatkan siswa secara aktif sehingga dapat terlihat kemampuan berpikir kritis siswa.

Muhibbin Syah (2000), mendefinisikan bahwa “Open-ended adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation)”. Dengan demikian diskusi merupakan percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu untuk mencari kebenaran.

Pendekatan open-ended ditengarai sangat cocok dikarenakan masalah yang dikemukakan merupakan masalah terbuka yang mana memiliki cara penyelesaian yang tidak hanya satu, tetapi juga dapat diselesaikan dengan berbagai macam cara penyelesaian sehingga membantu siswa dalam mengemukakan pendapat secara baik dan jelas. Dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan masalah terbuka-terakhir (open-ended approach), siswa diharuskan mengembangkan metode yang berbeda dalam menjawab permasalahan dan tidak berorientasi pada jawaban atau hasil akhir.

Banyak masalah yang terjadi di lingkungan siswa yang memerlukan pembahasan oleh lebih dari seorang saja, yakni terutama masalah-masalah yang memerlukan kerjasama dan musyawarah. Jika demikian, musyawarah atau diskusi merupakan jalan pemecahan yang memberi kemungkinan mendapatkan penyelesaian yang terbaik. Metode diskusi dalam proses mengajar dan belajar berarti metode mengemukakan pendapat dalam musyawarah untuk mufakat.


(15)

Dengan demikian inti dari pengertian diskusi adalah meeting of minds. Dalam memecahkan masalah diperlukan bermacam-macam jawaban. Dari jawaban tersebut dipilihkan satu jawaban yang lebih logis dan lebih tepat dan mempunyai argumentasi yang kuat, yang menolak jawaban yang mepunyai argumentasi lemah. Mengingat pentingnya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa maka penulis mengangkatnya dalam penelitian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh pendekatan Open-ended terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP Negeri 11 Makassar”. Rumusan masalah tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut.

1. Apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara pengukuran awal dengan pengukuran akhir pada kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan Open-ended?

2. Apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara pengukuran awal (pretest) dengan pengukuran akhir (postest) pada kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional?

3. Apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pendekatan Open-ended dengan siswa yang tidak menggunakan pendekatan Open-ended?


(16)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai hal berikut ini:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pendekatan Open-ended pada pengukuran awal (pretest) dan pengukuran akhir (Postest).

2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara pengukuran awal dan pengukuran akhir pada kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pendekatan Open-ended dengan siswa yang tidak menggunakan pendekatan Open-ended.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapakan akan memperoleh manfaat, baik secara teoritis maupun praktis:

1. Secara teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis pada lembaga-lembaga pendidikan untuk meningkatkan pembelajaran IPS pada siswa Sekolah Menengah Pertama.

2. Secara praktis, sebagai berikut:

a. Bagi guru, proses belajar mengajar IPS tidak lagi monoton dan ditemukan strategi pembelajaran yang tepat, bersifat kritis tidak konvensional.


(17)

mengajar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memotivasi guru dalam memodifikasi cara mengajarnya.

c. Bagi siswa, keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok meningkat, keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan dan saran meningkat sehingga hasil belajar siswa dalam mata pelajarn IPS meningkat.

d. Bagi kepala sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tentang cara pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan umumnya, dan Sekolah Menengah Pertama khususnya.

e. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian melalui pendekatan Open-ended.


(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi yang difokuskan pada penggunaan pendekatan Open-ended terhadap kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran IPS siswa kelas VII SMP Negeri 11 Makassar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan Open-ended, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa.

B. Desain Penelitian

Bentuk desain penelitian ini adalah non equivalent groups pre-test-post-test design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain ini dapat digambarkan pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:

A : Kelompok Eksperimen. B : Kelompok Kontrol.

X : Pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan Open-ended. O : Tes Berpikir Kritis (Schumacher, 2001: 342).

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 11 Makassar. Sedangkan siswa yang menjadi sampel adalah kelas VII IPS

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

A O X O


(19)

sampel diambil dengan teknik purposive sampling, sebanyak dua kelas dari 10 kelas yang ada di SMPN 11 Makassar tersebut. Kedua kelas tersebut dipilih berdasarkan kriteria kelas-kelas unggulan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Untuk lebih jelasnya perhitungan untuk pengambilan sampel setiap kelas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Perhitungan Pengambilan Sampel

Kelas Jumlah Sampel

VII A 42

VII B 42

Jumlah 84

D. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut.

1. Open-ended adalah problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang

benar atau disebut problem tak lengkap. Dalam Pendekatan Open-ended guru memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya atau jawabannya tidak perlu ditentukan hanya satu jalan/ jawaban yang betul. Guru harus memanfaatkan keberagaman cara atau prosedur untuk menyelesaikan masalah untuk memberi pengalaman siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan cara berpikir kritis yang telah diperoleh sebelumnya. Indikator yang diperhatikan antara lain adanya inisiatif dalam hal: mencari referensi, mengerjakan soal-soal, mengemukakan ide, berdiskusi, dan menanyakan masalah yang dihadapinya.


(20)

2. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan berpikir kompleks yang dimiliki siswa. Dari 12 indikator kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1996), yang dapat dilatih melalui pembelajaran IPS adalah: (1) Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; (2) Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; (3) Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi. Kemampuan berpikir kritis diukur dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang standar (Dennis K. Filsaime: Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif) (2007). Berpikir Kritis dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa dalam menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kesimpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat, indikator meliputi kemampuan mengidentifikasi relevansi, merumuskan masalah ke dalam pembelajaran. 3. Pembelajaran Konvensional adalah metode ceramah yang dilakukan guru

dalam proses pembelajaran. Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai model yang biasa digunakan oleh guru IPS di SMP 11 Makassar. Pembelajaran konvensional ini didominasi metode ceramah, menggunakan ilustrasi gambar statis. Pada pembelajaran ini guru lebih aktif sebagai sumber informasi, sementara siswa cendrung pasif dalam menerima materi pelajaran. Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional dalam pembelajaran ini diawali infomasi dari guru, menampilkan ilustrasi gambar, siswa mencatat materi yang


(21)

memberikan soal untuk dikerjakan siswa, dan diakhiri dengan pemberian tugas dalam bentuk pekerjaan rumah.

E. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Pengumpulan Data

Secara umum instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah angket, tes, wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan angket untuk sebelum dan sesudah eksperimen, adapun instrumen tes (pre test dan post tes), observasi dan wawancara sebagai instrumen pelengkap saja untuk memperkuat dan mengetahui keadaan siswa yang menjadi sampel penelitian.

Pretes diberikan sebelum mendapat perlakuan dan postes diberikan setelah mendapat perlakuan pada akhir pembelajaran. Untuk itu instrumen pretes dan postes terlebih dahulu diujicobakan agar dapat diketahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilaksanakan pada siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Makassar.

Dalam penelitian ini dilakukan tes kemampuan berpikir kritis siswa. Tes dilakukan 2 kali pada kelas kontrol yakni pada awal pembelajaran (pretes) sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan pada akhir pembelajaran (postes) dan 2 kali pada tes eksperimen yakni pada awal pembelajaran (pretes) sebelum mendapat perlakuan, setelah mendapat perlakuan pada akhir pembelajaran (postes).

Oleh karena penelitian ini menggunakan angket dan tes sebagai alat pengumpul datanya, maka respondenlah yang menjadi sumber datanya.


(22)

Responden penelitian ini adalah siswa kelas VII A dan VII B SMP Negeri 11 Makassar sebagai sumber data primer dan guru sebagai sumber data sekundernya.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat tes standar adalah: 1) menentukan tujuan tes;

2) menentukan acuan yang akan dipakai oleh tes (kriteria atau norma); 3) membuat kisi-kisi;

4) memilih soal-soal dari kumpulan soal yang sudah ada sesuai dengan kisi-kisinya.

Tes ini dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama, dapat diterapkan pada beberapa objek mencakup wilayah yang luas. Untuk mengukur validitas dan reliabilitasnya telah diujicobakan beberapa kali sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Yang dituntut dalam tes standar bukan standar prestasi peserta didik dari penguasaan materi yang diajarkan pada suatu tingkat, lembaga pendidikan tertentu, melainkan adanya kesamaan performance pada kelompok peserta didik atau lembaga pendidikan disebabkan adanya kesamaan tolok ukur. Oleh karena itu dalam tes standar, masalah keseragaman dan konsistensi skoring penting untuk diperhatikan sehingga tes tersebut dapat dipakai untuk membandingkan peserta didik dari berbagai sekolah.

Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa. Prosedur yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi secara langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan tuntutan


(23)

pada manusia. Analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak didasarkan atas satu kurikulum, tetapi diambil dari masyarakat.

Istilah “standar” dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan menggunakan petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh suatu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingan dengan penampilan kelompok standar tersebut.

Pemberian tes tersebut mengukur apa yang harus dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau tes itu menyiapkan suatu standar prestasi siswa dan dapat mencapai suatu tingkat tertentu. Tes standar dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam, diusahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan secara individu maupun kelompok.

Dalam mengukur kemampuan berpikir kritis siswa digunakan angket untuk mengetahui kemampuan siswa. Menurut jenis angket termasuk ke dalam alat evaluasi bentuk non tes. Instrumen ini digunakan dengan tujuan untuk mengukur aspek afektif siswa. Berdasarkan pendapat Suherman, (1990: 56) teknik non tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang afektif atau psikomotor. Hal ini bisa dilakukan dengan cara: angket, wawancara, observasi dan lain sebagainya. Angket dilakukan dengan tujuan ingin melihat respon siswa terhadap pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan Open-ended.


(24)

2. Instrumen Analisis Data a. Validitas Tes

Sebuah tes yang baik sebagaimana disampaikan oleh Syaifuddin Azwar (2006: 2) harus memiliki beberapa kriteria antara lain valid, reliable, standar, ekonomis dan praktis. Dalam Standards for Educational and Psychological Testing, validitas adalah " the degree to which evidence and theory support the interpretation of test scores entailed by proposed uses of tests " (1999: 9). Sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen & Yen, 1979: 95). Djemari Mardapi (2004: 25) menyatakan bahwa validitas adalah ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurnya. Menurut Nitko & Brookhart (2007: 38) kevalidan sebuah alat ukur tergantung pada bagaimana hasil tes tersebut diinterpretasikan dan digunakan.

Dalam pandangan Samuel Messick (1989: 13) validitas merupakan penilaian menyeluruh di mana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Jika dikaitkan dengan bidang psikologi, penggunaan validitas dapat dijumpai dalam tiga konteks yaitu validitas penelitian, validitas soal dan validitas alat ukur. Validitas penelitian merupakan derajad kesesuaian hasil penelitian dengan keadaan sebenarnya. Validitas soal berkaitan dengan kesesuaian antara suatu soal dengan soal lain. Sedangkan validitas alat ukur merujuk pada kecermatan ukurnya suatu tes (Sumadi Suryabrata, 2004: 40).

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat mengukur apa


(25)

kevalidan atau kesahihan satu instrument. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Berdasarkan hasil uji validitas yang diterapkan pada 84 orang siswa dengan menggunakan angket sebagai observasi pendahuluan atau uji coba di SMP Negeri 11 Makassar , diketahui bahwa angket kemampuan berpikir kritis yang berjumlah 33 item pernyataan. Uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment membandingkan t hasil dari tiap item pertanyaan dengan t tabel dengan asumsi jika t hasil lebih besar dari pada t tabel maka item tersebut adalah valid, dan jika t hasil lebih kecil dari pada t tabel maka item pernyataan tidak valid.

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dan satu pengukuran ke pengukuran lainnya (Supranata, 2004). Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan dihitung dengan koefisien reliabilitas.

Soetarlinah Sukadji menyatakan bahwa reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Reliabilitas sama dengan konsistensi atau


(26)

keajegan. Suatu instrument penelitian dikatakan mempunyai nilai yang reliabilitas tinggi, apabila tes (alat pengumpul data) yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa satu insrtumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrument yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya.

Setelah diketahui jumlah item yang valid, selanjutnya dilanjutkan uji reliabilitas instrument yang berorientasi pada pengertian bahwa angket yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, uji-reliabilitas sendiri menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan alat SPSS Versi 16 for Windows. Suatu angket dikatakan reliabel jika nilai r alpha yang dihasilkan adalah positif dan lebih besar dari r tabel.


(27)

E. Alur Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam mewujudkan desain penelitian tersebut ditunjukkan dalam alur penelitian:

Gambar 3.1 : Alur Penelitian Identifikasi Masalah

Pendekatan Open-ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Penentuan Subyek

Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

Pretes

Pembelajaran Open-ended

Pembelajaran Biasa

Posttes

Observasi keterlaksanaan

Pembelajaran

Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data Kesimpulan


(28)

Pelaksanaanya melalui tahapan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi permasalahan di lapangan.

2. Menyiapkan teori pendekatan Open-ended berpikir kritis sekaligus mempersiapkan materi dan instrumen pembelajaran dengan pendekatan Open-ended.

3. Menentukan subjek penelitian.

4. Melakukan observasi terhadap pembelajaran IPS yang dilakukan guru untuk memperoleh informasi awal tentang penggunaan pendekatan Open-ended yang dilaksanakan.

5. Bersama guru menyepakati pembelajaran pendekatan Open-ended dalam eksperimen pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru bersangkutan. Peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.

6. Memberikan training pada guru tentang pelaksanaan pendekatan Open-ended 7. Mengadakan pretes berpikir kritis dan hasil belajar kepada kelompok

eksperimen dan kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis awal dalam pembelajaran IPS.

8. Menerapkan pendekatan Open-ended kepada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional kepada kelas kontrol.

9. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

10. Melakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan uji-t terhadap rerata skor pretes dan rerata skor postes.


(29)

F. Teknik Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan terhadap skor tes awal dan skor tes akhir siswa dalam tes penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis, serta terhadap angket tanggapan siswa. Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif dan analisis statistika inferensial. Adapun prosedur pengolahan data yang digunakan adalah:

1. Membuat Daftar Skor Mentah

Skor mentah yang ditetapkan berdasarkan indikator pemberian skor tes baku kemampuan berpikir kritis (lampiran 1). Adapun indikator kemampuan berpikir kritis, yaitu (a) memberikan penjelasan (elementary clarification), (b) membangun keterampilan dasar (basic support), (c) kesimpulan (inference), (d) membuat penjelasan lanjut (advanced clarification), (e) strategi dan taktik (strategy and tactic). Kelima indikator tersebut diuraikan lebih rinci dengan sub indikator kemampuan berpikir kritis yang terdapat pada lampiran .

2. Membuat Distribusi Frekuensi dari Skor Mentah

Data tes yang diperoleh dari kerja koreksi, pada umumnya masih dalam keadaan tidak menentu. Untuk memudahkan analisis, perlu disusun distribusi frekuensi yang dapat memudahkan perhitungan selanjutnya.

3. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik kemampuan berpikir siswa yang meliputi: nilai tertinggi, nilai


(30)

terendah, nilai rata-rata, dan standar deviasi. Kriteria tersebut digunakan untuk menentukan kategori kemampuan berpikir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol SMP Negeri 11 Makassar.

4. Analisis Statistika Inferensial

Analisis statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t. Namun, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.

Pengujian normalitas yang digunakan adalah kolmogorov-smirnov untuk mengetahui apakah data yang mengikuti populasi berdistribusi normal. Kriteria yang digunakan adalah data hasil belajar dikatakan mengikuti populasi yang berdistribusi normal jika nilai p-value >

α

= 0,05. Sementara untuk pengujian homogenitasnya digunakan test of homogeneity of variance yang bertujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua data homogen. Data hasil belajar yang diperoleh dikatakan homogen jika p-value >

α

= 0,05.

Setelah pengujian hipotesis pertama dan kedua, maka selanjutnya dilakukan pengurangan untuk mengetahui selisih (gain) skor tes akhir dengan skor tes awal. Perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended maupun pembelajaran konvensional. Gain yang diperoleh dinormalisasi oleh selisih antara skor tes akhir dengan skor tes awal. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh nilai N-gain pada kemampuan berpikir kritis siswa SMP Negeri 11 Makassar terhadap angket dan tanggapan siswa. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dengan penghitungan N-Gain.


(31)

Perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus G faktor (N-Gain) yang dikembangkan oleh Hake (1999), yaitu:

N=Gain = 100

Perolehan nilai N-Gain digunakan untuk melihat peningkatan penguasaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended (kelas eksperimen) dengan kemampuan berpikir kritis pada siswa dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Nilai N-Gain dikelompokkan dalam kategori tinggi, sedang dan rendah seperti disajikan pada tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3. Klasifikasi N-Gain Kategori Perolehan N-gain Keterangan

0,70 > N-Gain 0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70

N-Gain < 0,30

Tinggi Sedang Rendah

Setelah diperoleh nilai N-gain maka dilakukan pengujian hipotesis uji-t pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pengujian hipotesis untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t tapi pengujian ini digunakan dengan bantuan komputer yaitu program SPSS versi 16. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan nilai Sig adalah jika Sig < α maka Ho ditolak dan jika Sig ≥α maka H1 diterima.

5. Uji Chi-Kuadrat

Kriteria kesesuaian dihitung dengan menggunakan distribusi Chi-Kuadrat Kriteria pengujiannya dinyatakan dengan membandingkan yang


(32)

diperoleh dari menggunakan taraf keberartian α = 0,05 dan derajat kebebasan dk. Hasil perhitungan dan harga atau ! untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan dengan memeriksa kesamaan antara varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai F digunakan sebagai kriteria homogen varians-varians kedua kelompok tersebut. Kriteria homogennya dicari dengan membandingkan varians yang lebih besar dengan varians yang lebih kecil yang dinyatakan dengan harga F. Dengan demikian distribusi data skor tes akhir kedua kelompok dapat diketahui apakah bersifat homogen atau tidak.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Open-ended pada materi peta, atlas, dan globe berpengaruh positif terhadap perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode konvensional. Secara khusus rumusan kesimpulan dalam penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan Open-ended lebih meningkat dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional. Hal ini diperoleh dari indeks peningkatan kemampuan berpikir kritis yang diukur dengan tes yang dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran dalam kelas yang belajarnya menggunakan pendekatan Open-ended. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan Open-ended lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Pengukuran pada pendekatan Open-ended diperoleh skor rata-rata pretes (tes awal) berpikir kritis kelas eksperimen yang mencapai rerata-rata skor 139,5714 sedangkan kelas kontrol diperoleh skor 138,6667. Kemudian


(34)

setelah dilakukan posttes pada kelas eksperimen, dan meningkat mencapai rerata skor 223,6667. Sedangkan kelas kontrol sebesar 174,5714 dengan kategori sedang. Aktifitas yang paling menonjol selama proses pembelajaran dengan pendekatan Open-ended yang menggambarkan terciptanya suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), belajar bersama, berdiskusi antar siswa dan saling membantu atau keaktifan siswa dalam pembelajaran.

3. Pemahaman materi siswa kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Open-ended lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil uji beda dua rerata skor pre test dan post test menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa kelas eksperimen berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Pendekatan Open-ended dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat membuat siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Hal ini terjadi karena tingkat kepercayaan siswa 95% menambah wawasan. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-ended menyatakan bahwa pembelajaran lebih menarik, meningkatkan minat belajar dan membantu memahami materi yang diajarkan. Siswa merasa belajar dengan metode ini lebih menyenangkan daripada pembelajaran biasa di kelas. Proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan Open-ended bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal ini terlihat setelah dilaksanakannya postes, ada peningkatan antara nilai pretes dan postes.


(35)

B. Saran

1. Pendekatan Open-ended sebagai pendekatan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan cara berpikir lebih kritis siswa yang lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih leluasa mengemukakan pendapat dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang juga bermanfaat untuk menjaring informasi dalam upaya mengetahui penguasaan kognitif. Pemberian kepercayaan kepada siswa yang lebih aktif untuk memimpin kegiatan tutor sebaya harus terjadi. Selain itu guru harus selalu memonitor, membimbing dan memberi petunjuk agar kegiatan dan aktivitas siswa dapat sesuai dengan saran atau tujuan yang hendak dicapai.

2. Pelatihan menggunakan pendekatan Open-ended perlu dilakukan. Hal ini karena masih sedikit guru yang menguasai teori maupun praktek. Pendekatan ini, masih asing bagi guru, mereka lebih paham apa yang dimaksud belajar kelompok. Oleh karena itu pendekatan Open-ended dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru untuk melakukan proses belajar mengajar di kelas dengan harapan hasil belajar siswa dapat lebih baik.

3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam aspek yang lebih luas, tidak hanya pada berpikir kritis dan hasil belajar saja, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian lebih lengkap dan dapat menggambarkan manfaat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-ended.


(1)

72

terendah, nilai rata-rata, dan standar deviasi. Kriteria tersebut digunakan untuk menentukan kategori kemampuan berpikir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol SMP Negeri 11 Makassar.

4. Analisis Statistika Inferensial

Analisis statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t. Namun, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.

Pengujian normalitas yang digunakan adalah kolmogorov-smirnov untuk mengetahui apakah data yang mengikuti populasi berdistribusi normal. Kriteria yang digunakan adalah data hasil belajar dikatakan mengikuti populasi yang berdistribusi normal jika nilai p-value >

α

= 0,05. Sementara untuk pengujian homogenitasnya digunakan test of homogeneity of variance yang bertujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua data homogen. Data hasil belajar yang diperoleh dikatakan homogen jika p-value >

α

= 0,05.

Setelah pengujian hipotesis pertama dan kedua, maka selanjutnya dilakukan pengurangan untuk mengetahui selisih (gain) skor tes akhir dengan skor tes awal. Perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended maupun pembelajaran konvensional. Gain yang diperoleh dinormalisasi oleh selisih antara skor tes akhir dengan skor tes awal. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh nilai N-gain pada kemampuan berpikir kritis siswa SMP Negeri 11 Makassar terhadap angket dan tanggapan siswa. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dengan penghitungan N-Gain.


(2)

Perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus G faktor (N-Gain) yang dikembangkan oleh Hake (1999), yaitu:

N=Gain = 100

Perolehan nilai N-Gain digunakan untuk melihat peningkatan penguasaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended (kelas eksperimen) dengan kemampuan berpikir kritis pada siswa dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Nilai N-Gain dikelompokkan dalam kategori tinggi, sedang dan rendah seperti disajikan pada tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3. Klasifikasi N-Gain Kategori Perolehan N-gain Keterangan

0,70 > N-Gain 0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70

N-Gain < 0,30

Tinggi Sedang Rendah

Setelah diperoleh nilai N-gain maka dilakukan pengujian hipotesis uji-t pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pengujian hipotesis untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t tapi pengujian ini digunakan dengan bantuan komputer yaitu program SPSS versi 16. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan nilai Sig adalah jika Sig < α maka Ho ditolak dan jika Sig ≥α maka H1 diterima.

5. Uji Chi-Kuadrat

Kriteria kesesuaian dihitung dengan menggunakan distribusi Chi-Kuadrat Kriteria pengujiannya dinyatakan dengan membandingkan yang


(3)

74

diperoleh dari menggunakan taraf keberartian α = 0,05 dan derajat kebebasan dk. Hasil perhitungan dan harga atau ! untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan dengan memeriksa kesamaan antara varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai F digunakan sebagai kriteria homogen varians-varians kedua kelompok tersebut. Kriteria homogennya dicari dengan membandingkan varians yang lebih besar dengan varians yang lebih kecil yang dinyatakan dengan harga F. Dengan demikian distribusi data skor tes akhir kedua kelompok dapat diketahui apakah bersifat homogen atau tidak.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Open-ended pada materi peta, atlas, dan globe berpengaruh positif terhadap perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode konvensional. Secara khusus rumusan kesimpulan dalam penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan Open-ended lebih meningkat dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional. Hal ini diperoleh dari indeks peningkatan kemampuan berpikir kritis yang diukur dengan tes yang dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran dalam kelas yang belajarnya menggunakan pendekatan Open-ended. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan Open-ended lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Pengukuran pada pendekatan Open-ended diperoleh skor rata-rata pretes (tes awal) berpikir kritis kelas eksperimen yang mencapai rerata-rata skor 139,5714 sedangkan kelas kontrol diperoleh skor 138,6667. Kemudian


(5)

109

setelah dilakukan posttes pada kelas eksperimen, dan meningkat mencapai rerata skor 223,6667. Sedangkan kelas kontrol sebesar 174,5714 dengan kategori sedang. Aktifitas yang paling menonjol selama proses pembelajaran dengan pendekatan Open-ended yang menggambarkan terciptanya suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), belajar bersama, berdiskusi antar siswa dan saling membantu atau keaktifan siswa dalam pembelajaran.

3. Pemahaman materi siswa kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Open-ended lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil uji beda dua rerata skor pre test dan post test menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa kelas eksperimen berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Pendekatan Open-ended dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat membuat siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Hal ini terjadi karena tingkat kepercayaan siswa 95% menambah wawasan. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-ended menyatakan bahwa pembelajaran lebih menarik, meningkatkan minat belajar dan membantu memahami materi yang diajarkan. Siswa merasa belajar dengan metode ini lebih menyenangkan daripada pembelajaran biasa di kelas. Proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan Open-ended bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal ini terlihat setelah dilaksanakannya postes, ada peningkatan antara nilai pretes dan postes.


(6)

B. Saran

1. Pendekatan Open-ended sebagai pendekatan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan cara berpikir lebih kritis siswa yang lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih leluasa mengemukakan pendapat dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang juga bermanfaat untuk menjaring informasi dalam upaya mengetahui penguasaan kognitif. Pemberian kepercayaan kepada siswa yang lebih aktif untuk memimpin kegiatan tutor sebaya harus terjadi. Selain itu guru harus selalu memonitor, membimbing dan memberi petunjuk agar kegiatan dan aktivitas siswa dapat sesuai dengan saran atau tujuan yang hendak dicapai.

2. Pelatihan menggunakan pendekatan Open-ended perlu dilakukan. Hal ini karena masih sedikit guru yang menguasai teori maupun praktek. Pendekatan ini, masih asing bagi guru, mereka lebih paham apa yang dimaksud belajar kelompok. Oleh karena itu pendekatan Open-ended dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru untuk melakukan proses belajar mengajar di kelas dengan harapan hasil belajar siswa dapat lebih baik.

3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam aspek yang lebih luas, tidak hanya pada berpikir kritis dan hasil belajar saja, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian lebih lengkap dan dapat menggambarkan manfaat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-ended.