Masyarakat Batak Toba Di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang (1954-1990)

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perpindahan penduduk (migrasi) pada dasarnya dapat dikatakan sebagai gerak pindah penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mengadu nasib. Menurut Everett S. Lee, ada dua faktor yang terdapat di daerah asal maupun tujuan yang terkait dengan perpindahan penduduk, yaitu faktor positif dan negatif. Faktor positif yaitu faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut dan memberi nilai yang menguntungkan, misalnya daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif yaitu faktor yang menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut yang sudah ada pada nilai yang negatif, sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.1

- Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan pada daerah asal sehingga menyebabkan migrasi ke daerah yang memiliki sumber-sumber kehidupan yang lebih memadai.

Terjadinya migrasi dapat disebabkan dengan beberapa hal yaitu :

- Berkurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit), sehingga

1

Everett S.Lee, A Theory Of Migration, Analisa Migrasi Indonesia, Tanpa Tempat dan Penerbit, 1976, hal. 15.


(2)

kebanyakan para migran beralih ke daerah yang mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih luas.

- Adanya tekanan-tekanan pada bidang politik yang melanggar hak asasi penduduk di daerah asal. Contohnya : kerusuhan dan demonstrasi besar-besaran pada era orde baru yang menuntut lengsernya kepempimpinan pemerintahan Soeharto sehingga menyebabkan kurangnya rasa aman bagi para penduduk setempat khususnya penduduk keturunan bangsa oriental berelokasi atau migrasi ke daerah yang lebih aman seperti di daerah Jawa Barat.

- Adanya tekanan pada perbedaan suku. Karena tidak adanya rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan kebudayaan antar suku maka mengakibatkan perselisihan antar suku yang kemudian menyebabkan terpecahnya integrasi sosial diantara dua suku.

- Alasan pendidikan dan perkawinan. Sama halnya dengan lapangan pekerjaan, pendidikan dan perkawinan juga memegang peranan penting sebagai faktor penyebab terjadinya migrasi. Contohnya : dalam bidang pendidikan, kurangnya pendidikan di daerah terpencil yang sulit dijangkau menyebabkan sebagian orangtua menyekolahkan anaknya di kota besar yang tingkat dan fasilitas pendidikannya lebih maju dan memadai, dengan harapan anaknya mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Sedangkan dalam faktor


(3)

perkawinan, ada anggapan bahwa seorang istri yang memiliki suami dari luar daerah harus ikut tinggal bersama dengan suami di daerah asal suaminya. - Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim

kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.2

Begitu juga dengan proses migrasi masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang berasal dari Samosir, Dolok Sanggul, Parapat, Pangururan dan Porsea. Mereka bermigrasi ke Desa Serdang karena faktor keadaan lahan yang tidak mendukung di daerah asalnya. Selain itu jumlah penduduk yang semakin meningkat tidak sesuai dengan luasnya lahan yang tersedia, yang mana lahan mereka digunakan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal mereka. Hal ini membuat masyarakat Batak Toba berusaha mencari lahan baru yang lebih luas dan subur untuk dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sehingga pada akhirnya orang Batak Toba melakukan perpindahan ke daerah lain, salah satunya ke Desa Serdang.

Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah desa dengan keadaan alam yang menjanjikan. Banyaknya lahan dan ditambah dengan kondisi tanah yang sangat subur menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar untuk datang bahkan menetap di desa tersebut. Sebelum kedatangan masyarakat Batak Toba, Desa Serdang sudah terlebih dahulu dihuni oleh masyarakat suku

2

O.H.S Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Spontan Batak Toba(Marserak): sebab, motif dan akibat perpindahan dari dataran tinggi Toba, Medan: Monora, 1997, hal. 20.


(4)

Melayu. Mereka bertahan di desa ini dengan memanfaatkan lahan yang subur dan menjadikannya sebagai tempat untuk bercocok tanam.

Pada tahun 1930 telah terjadi bencana alam besar yang menimpa Desa Serdang, yaitu banjir bandang yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat desa. Rumah-rumah rusak dan tanaman yang mereka tanami terutama padi menjadi hancur serta gagal panen akibat banjir bandang tersebut. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya itu, lahan yang biasanya digunakan untuk tempat bercocok tanam tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mempunyai penghasilan seperti biasanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.

Lambat laun keadaan ini membuat masyarakat suku Melayu yang mendiami Desa Serdang mulai meninggalkan desa mereka dan pindah ke daerah lain untuk memulai hidup baru. Sebagian besar masyarakat ada yang pindah ke Percut Sei Tuan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung, Perbaungan, dan Tanjung Morawa. Ada juga sebagian masyarakat yang tetap memilih tinggal di Desa Serdang tersebut.3

Sepeninggalan masyarakat suku Melayu, Desa Serdang mulai terbengkalai dan menjadi hutan belantara. Bencana alam yang menimpa Desa Serdang dalam jangka waktu yang cukup lama, terutama karena tidak adanya sistem irigasi yang memadai mengakibatkan surutnya debit air akibat banjir bandang semakin lama. Kemudian

3


(5)

muncullah inisiatif dari pemerintah dalam menanggulangi bencana ini dengan membuat galian tanah menjadi sebuah aliran sungai yang saat ini dikenal orang dengan nama Sungai Serdang. Dengan dibuatnya Sungai Serdang, intensitas air di daerah ini semakin berkurang bahkan surut dan banjir pun tidak ada lagi. Ketika banjir bandang telah surut, orang-orang Melayu yang sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan desa tetap tidak berkeinginan datang kembali ke desa tersebut.

Pada tahun 1954, dua orang warga asal Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan datang ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Mereka adalah orang Batak Toba pertama yang melakukan migrasi dan kemudian menetap di desa tersebut bersama istri dan anaknya. Tersedianya lahan yang cukup luas dan lahan ini tidak diolah atau dimanfaatkan masyarakat sekitar desa menjadi salah satu faktor menarik sebagai daerah tujuan para migran.

Namun kedatangan pertama kali orang Batak Toba ke Desa Serdang ini mendapatkan kendala terutama soal keyakinan agama dengan orang Melayu. Sebagian masyarakat Melayu yang masih tetap memilih tinggal di desa tersebut menganut keyakinan agama Islam, sedangkan orang Batak Toba yang menjadi pendatang menganut keyakinan agama Kristen.

Orang Batak Toba terkenal dengan pintar berpolitik. Mereka kemudian memikirkan bagaimana cara untuk dapat tinggal di Desa Serdang yang lahannya subur tersebut. Salah satu cara yang dilakukan yang dilakukan itu ialah berpindah


(6)

keyakinan mereka, dari agama Kristen menjadi beragama Islam untuk mengikuti keyakinan orang Melayu yang menghuni desa itu. Dengan berpindahnya keyakinan orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan membuat mereka dengan mudah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di Desa Serdang. Setelah mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat Melayu dengan baik, akhirnya mereka menetap di Desa Serdang dan memulai kehidupan baru mereka menjadi warga Desa Serdang dengan bercocok tanam sebagai mata pencahariannya.

Seiring berjalannya waktu, orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan beranggapan bahwa Desa Serdang cocok dijadikan tempat tinggal mereka. Dengan giat dan penuh semangat orang Batak Toba bermarga Samosir dan Nainggolan mengelola lahan subur di Desa Serdang yang telah menjadi hutan belantara ini menjadi tempat untuk bercocok tanam sehingga akhirnya mereka menanam padi dengan hasil yang memuaskan. Berita keberhasilan mereka di tanah rantau kemudian di dengar oleh keluarga dan sanak saudara yang ada di kampung mereka masing-masing. Sehingga berdatanganlah saudara-saudara mereka dari kampung ke Desa Serdang bahkan memilih untuk tinggal juga di desa tersebut. Mereka secara bersama-sama membangun Desa Serdang tersebut dan setelah masuknya masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang ini, ada hal baru yang mereka (baik orang Melayu maupun Batak) dapatkan yaitu menjalin komunikasi dengan yang lain.


(7)

Sebelumnya dapat diketahui bahwa orang Melayu sangat mudah menjual tanahnya kepada orang Batak Toba tanpa adanya perdebatan ataupun perkelahian. Hal ini dikarenakan orang Melayu tidak mau tinggal ditempat yang sunyi, kebanyakan orang Melayu sangat suka tinggal ditempat yang ramai. Lalu akhirnya orang-orang Melayu banyak menjual tanahnya kepada para pendatang orang Batak Toba. Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Dalam sistem nilai Batak Toba, memiliki tanah terutama persawahan memberi status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan lambang kekayaan dan kerajaan.4

Dari peristiwa tersebut akhirnya orang Batak Toba ini komunikasinya kurang baik dengan masyarakat yang lainnya di Desa Serdang. Perlu diketahui juga bahwa transportasi ke Desa Serdang ini sangat jarang, sehingga dahulu masyarakat Batak Setelah beberapa tahun, ternyata jumlah penduduk masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang semakin meningkat, sehingga ada julukan “kampung orang-orang Batak”. Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang ini banyak sekali memelihara ternak hewan seperti : babi, anjing dan ayam. Akan tetapi ternak yang mereka pelihara ini sering sekali keluar dari kandangnya seperti babi, sehingga orang luar yang datang ke Desa Serdang tersebut menjadi ketakutan dan akhirnya pergi.

4


(8)

Toba yang berdomisili di Desa Serdang ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis pekan harus berjalan kaki. Jarak antara Desa Serdang ke Batang Kuis Pekan ± 6 km.

Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang bermata pencaharian di bidang pertanian yaitu dengan bercocok tanam. Mereka menanami lahan mereka dengan aneka tanaman pangan seperti ubi, jagung, sayur-sayuran dan yang paling dominan ialah padi. Hasil yang mereka peroleh dari menanam padi dan juga yang lainnya mereka jual ke pasar. Kehidupan mereka selalu serba cepat karena orang Batak Toba itu identik dengan kerja keras, sehingga mereka ingin berusaha melakukan yang terbaik termasuk bagi anak-anaknya.

Pada tahun 1990-an sudah mulai ada perkembangan yang terjadi di Desa Serdang, termasuk itu ialah mulai adanya televisi, perbaikan jalan dan lainnya, sehingga Desa Serdang ini mulai dikenal oleh masyarakat lain. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia.5

Dari sejumlah permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Serdang, penulis membatasi waktu dalam penulisan skripsi ini, agar penulis dapat fokus terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul. Maka penulis memulai dari tahun 1954. Dimana pada tahun tersebut masyarakat Batak Toba sudah

5

Muhammad Abduh, SH., Pengantar sosiologi, Medan : Fakultas Hukum USU, 1984, hal. 128.


(9)

ada di Desa Serdang dan menjadikan corak kehidupan bagi masyarakat tersebut. Sedangkan penulis mengakhiri tahun 1990, karena pada tahun ini Desa Serdang sudah berkembang dan suku Batak Toba sudah menyebar ke Sungai Tuan, Batang Kuis dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis memilih beberapa permasalahan pokok dari kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang 1954–1990. Agar dapat mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian.

Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis perlu untuk membuat pokok permasalahan yang dianggap penting dalam studi sejarah dan untuk mempermudah penulisan ini agar dapat mencapai penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian yang berjudul “Migrasi Batak Toba ke Desa Serdang (1954-1990)” memiliki beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji antara lain:

1. Bagaimana kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954?

2. Bagaimana awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke Desa Serdang?

3. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di Desa Serdang?


(10)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum, masa lampau manusia memang tidak dapat ditampilkan kembali secara utuh, melainkan perlu dipelajari sebagai aktifitas kehidupan manusia yang mampu mengharapkan suatu pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses serta pengaruh terjadinya perpindahan orang Batak Toba ke Desa Serdang yang awalnya bermukim orang Melayu hingga dampak masuknya orang Batak Toba serta pengaruh sosial budaya didalamnya.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954.

2. Untuk mengetahui awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke Desa Serdang.

3. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di Desa Serdang.

Sedangkan manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai proses masuknya orang Batak Toba di Desa Serdang,

2. Secara akademik penulisan ini dapat menambah literatur dalam penulisan sejarah mengenai tentang proses masuknya suku Batak Toba di Desa Serdang.


(11)

3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis memadukan semua informasi dilapangan, sesuai dengan kenyataan yang ada, berdasarkan pengalaman dan sumber– sumber yang akurat dengan menggunakan beberapa buku-buku yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian sebagai pendukung. Dalam hal ini buku-buku yang digunakan antara lain :

Dalam bukunya O. H. S Purba dan Elvis F.Purba yang berjudul “Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak): sebab, motif dan akibat perpindahan penduduk dari

daratan tinggi Toba” menjelaskan bahwa perpindahan orang Batak Toba dari daerah

dataran tinggi Toba disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor pendorong dan faktor penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju.

Masih dalam buku yang sama dijelaskan, bahwa faktor yang dominan bagi etnis Batak Toba bermigrasi adalah faktor alam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebahagian besar tanah Batak, yang berada di punggung bukit, pada umumnya gersang dan bergunung–gunung sehingga tidak mungkin dapat dijadikan lahan pertanian yang cukup menjanjikan. Pengertian lahan pertanian yang dimaksud itu ialah untuk melakukan perluasan areal akan mendapatkan hambatan yang rumit dari tata letak tanah tersebut. Jadi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka pergi merantau ke daerah lain. Disamping dominannya faktor alam juga salah satunya


(12)

adalah faktor pendidikan, dimana pada masa colonial orang-orang Batak Toba mendapatkan pendidikan Barat yang notabennya tidak mengerjakan lahan pertanian, mereka lebih suka menjadi pegawai karena memiliki penghasilan yang terjamin serta memberikan status sosial yang tinggi.

Menurut Koenjaraningrat dalam bukunya “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, memberikan penjelasan tentang kebudayaan Batak bahwa orang Batak khususnya orang Batak Toba prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan orang Batak dengan dunia luar adalah sarana jalan yang sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan.

Jaringan jalan-jalan raya telah mencapai sampai daerah-daerah pelosok sehingga memudahkan orang Batak Toba untuk berintegrasi dengan dunia luar.6

6

Koenjaraningrat, Manusia dan kebudayaan Indonesia , Medan : Djambatan. 1988, hal. 94.

Telah banyak orang Batak Toba melakukan migrasi keberbagai daerah seperti daerah Langkat,Deli,Serdang dan kota Medan.

Perpindahan orang Batak Toba keluar Daerah dalam jangka 40 Tahun bertambah hamper tiga kali lipat. Dan dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana kehidupan orang Batak Toba, pola pemukiman, mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem religi di bonapasogit sebelum mengadakan perpindahan ke daerah lain.


(13)

Luckman Sinar dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur“, dalam buku ini menjelaskan tentang Kerajaan Serdang. Nama “Serdang” berasal dari nama sebuah pohon Serdang,daunnya dipergunakan untuk atap rumah. Berkisar pada Tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli. Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima Paderap, bernama Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah,bergelar kejeruan Junjongan (1713-1782) tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli.Tuanku umar selaku putera gahara (permaisuri) menurut adat prioritas pertama menjadi raja, maka terjadi konflik dalam perebutan dengan abangnya yaitu panglima Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan lalu diusingkan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, (permaisuri) pindah dan mendirikan Kampung Besar Serdang. Peristiwa perpindahan ini berkisar pada Tahun 1723.

Dr. Usman Pelly dalam bukunya mengenai “Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan Kesultanan Langkat, Deli dan Serdang“ dalam buku ini menjelaskan tentang mulai adanya kesultanan Serdang itu dan sampai kepada pemerintahannya serta pemekaran wilayah. Dalam buku ini juga menjelaskan mengenai sebahagian jumlah penduduk melayu. Dimana orang melayu lebih suka menetap di daerah-daerah pantai/pesisir.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, hubungan sosial dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi, hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Hubungan antar individu dalam


(14)

masyarakat diwujudkan dalam bentuk kerjasama, gotong - royong. Masyarakat dapat berinteraksi dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya selama tidak terjadi konflik yang serius, karena seringkali konflik yang terjadi juga memutuskan jalan interaksi dalam masyarakat.

Seluruh sarana dan prasarana seperti prasarana perhubungan, sarana komunikasi dan fasilitas media masa diarahkan agar dapat menunjang pembangunan desa. Masuknya media komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk adalah meningkatkan pemakaian listrik7

7

Sugiarto Dakung, Dampak Listrik Masuk Desa cisande, kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, hal 1.

. Merupakan pendapat dari Sugiarto Dakung dalam bukunya yang berjudul “Dampak Listrik Masuk Desa di Desa Cisande, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi”. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui sejauh mana listrik mempengaruhi kehidupan masyarakat desa Serdang dan dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara umum. Masyarakat telah mengetahui manfaat listrik bagi kehidupan mereka jauh sebelum listrik masuk desa, sebab sebelumnya sekelompok kecil masyarakat telah menikmati sumber daya listrik secara terbatas. Saat itu manfaat listrik tidak benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat penggunanya karena hanya penggunaan sebuah listrik swasta hanya 6 jam sehari.


(15)

Kemudian setelah listrik PLN masuk di desa Serdang diawal tahun 1980 an, masyarakat secara bertahap mulai menikmati manfaat dari listrik dengan lebih leluasa, karena mereka telah memiliki listrik dirumah masing - masing, kecuali bila terjadi pemadaman oleh pihak PLN.

1.5 Metode Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan menghasilkan sebuah karya sejarah yang bernilai ilmiah,sehingga tahapan demi tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.8

Langkah pertama yang dilakukan adalah Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dan menjadi bahan penelitian. Sumber-sumber penelitian dapat berupa tulisan maupun lisan yang diperoleh

Metode penelitian sejarah juga merupakan proses kerja yang memperlihatkan tahap - tahap, mulai dari yang teoritis sampai pada pelaksanaan teknis yang dilakukan pada masa penelitian. Tahap - tahap yang harus dilakukan dalam metode sejarah adalah:

8

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal. 32.


(16)

dilapangan/tempat berlangsungnya penelitian. Sumber yang berbentuk tulisan biasanya berupa dokumen/arsip, buku, dan sebagainya yang tersaji dalam tulisan. Sedangkan sumber lisan dapat diperoleh melalui proses wawancara dengan narasumber yang mengetahui betul tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis.

Wawancara sangat penting dilakukan apalagi bila sumber tertulis sangat minim dilapangan. Penulis juga perlu melakukan observasi secara langsung kelapangan atau lokasi objek penelitian yaitu dengan mengamati kondisi masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Dengan begitu penulis akan mendapat gambaran yang nyata tentang penelitian, untuk mengetahui sejauh mana dampak dari perubahan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membandingkannya dengan keterangan para saksi dan keterangan dari data - data yang ada. Data-data diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat yang ada disekitar tempat penelitian maupun instansi yang dianggap mengetahui dan memahami tentang proses migrasi Batak Toba ke Desa Serdang.

Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber merupakan kegiatan yang mempertanyakan, menilai bahan-bahan yang sudah terkumpul dapat dipercaya baik dari segi materi maupun isi dan memang dapat dipercaya kebenarannya. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui apakah sumber benar-benar asli atau palsu dengan meneliti jenis kertas, tinta, bentuk huruf, bahasa dan


(17)

susunan kata, memperhatikan tanggal, dan sebagainya. Kritik ekstern merupakan kritik yang dilakukan terhadap tampilan luar sumber.

2. Kritik intern dilakukan setelah kritik ekstern, dimana penulis mempertanyakan kebenaran isi dari sumber, apakah dapat diterima sebagai kenyataan. Membandingkan kesaksian narasumber dengan sumber-sumber tertulis. Sebaliknya mencermati narasumber, apakah masih layak didengar kesaksiannya. Melalui kritik sumber akan mendapati fakta sejarah.

Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan dengan menguraikan (menganalisa) fakta - fakta yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya dengan tujuan untuk memperoleh fakta yang memiliki arti. Penulis dapat memahami situasi pada masa penelitian dengan berdasarkan pada fakta-fakta yang telah disimpulkan. Pada tahap ini penulis dihadapkan pada pemahaman terhadap sumber yang telah ada dan sekaligus merangkainya dalam uraian yang kronologis.

Langkah yang keempat adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi, dan menghasilkan sebuah tulisan yang baik dan mudah dimengerti.


(1)

adalah faktor pendidikan, dimana pada masa colonial orang-orang Batak Toba mendapatkan pendidikan Barat yang notabennya tidak mengerjakan lahan pertanian, mereka lebih suka menjadi pegawai karena memiliki penghasilan yang terjamin serta memberikan status sosial yang tinggi.

Menurut Koenjaraningrat dalam bukunya “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, memberikan penjelasan tentang kebudayaan Batak bahwa orang Batak khususnya orang Batak Toba prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan orang Batak dengan dunia luar adalah sarana jalan yang sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan.

Jaringan jalan-jalan raya telah mencapai sampai daerah-daerah pelosok sehingga memudahkan orang Batak Toba untuk berintegrasi dengan dunia luar.6

6

Koenjaraningrat, Manusia dan kebudayaan Indonesia , Medan : Djambatan. 1988, hal. 94.

Telah banyak orang Batak Toba melakukan migrasi keberbagai daerah seperti daerah Langkat,Deli,Serdang dan kota Medan.

Perpindahan orang Batak Toba keluar Daerah dalam jangka 40 Tahun bertambah hamper tiga kali lipat. Dan dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana kehidupan orang Batak Toba, pola pemukiman, mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem religi di bonapasogit sebelum mengadakan perpindahan ke daerah lain.


(2)

Luckman Sinar dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur“, dalam buku ini menjelaskan tentang Kerajaan Serdang. Nama “Serdang” berasal dari nama sebuah pohon Serdang,daunnya dipergunakan untuk atap rumah. Berkisar pada Tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli. Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima Paderap, bernama Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah,bergelar kejeruan Junjongan (1713-1782) tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli.Tuanku umar selaku putera gahara (permaisuri) menurut adat prioritas pertama menjadi raja, maka terjadi konflik dalam perebutan dengan abangnya yaitu panglima Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan lalu diusingkan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, (permaisuri) pindah dan mendirikan Kampung Besar Serdang. Peristiwa perpindahan ini berkisar pada Tahun 1723.

Dr. Usman Pelly dalam bukunya mengenai “Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan Kesultanan Langkat, Deli dan Serdang“ dalam buku ini menjelaskan tentang mulai adanya kesultanan Serdang itu dan sampai kepada pemerintahannya serta pemekaran wilayah. Dalam buku ini juga menjelaskan mengenai sebahagian jumlah penduduk melayu. Dimana orang melayu lebih suka menetap di daerah-daerah pantai/pesisir.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, hubungan sosial dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi, hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Hubungan antar individu dalam


(3)

masyarakat diwujudkan dalam bentuk kerjasama, gotong - royong. Masyarakat dapat berinteraksi dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya selama tidak terjadi konflik yang serius, karena seringkali konflik yang terjadi juga memutuskan jalan interaksi dalam masyarakat.

Seluruh sarana dan prasarana seperti prasarana perhubungan, sarana komunikasi dan fasilitas media masa diarahkan agar dapat menunjang pembangunan desa. Masuknya media komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk adalah meningkatkan pemakaian listrik7

7

Sugiarto Dakung, Dampak Listrik Masuk Desa cisande, kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, hal 1.

. Merupakan pendapat dari Sugiarto Dakung dalam bukunya yang berjudul “Dampak Listrik Masuk Desa di Desa Cisande, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi”. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui sejauh mana listrik mempengaruhi kehidupan masyarakat desa Serdang dan dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara umum. Masyarakat telah mengetahui manfaat listrik bagi kehidupan mereka jauh sebelum listrik masuk desa, sebab sebelumnya sekelompok kecil masyarakat telah menikmati sumber daya listrik secara terbatas. Saat itu manfaat listrik tidak benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat penggunanya karena hanya penggunaan sebuah listrik swasta hanya 6 jam sehari.


(4)

Kemudian setelah listrik PLN masuk di desa Serdang diawal tahun 1980 an, masyarakat secara bertahap mulai menikmati manfaat dari listrik dengan lebih leluasa, karena mereka telah memiliki listrik dirumah masing - masing, kecuali bila terjadi pemadaman oleh pihak PLN.

1.5 Metode Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan menghasilkan sebuah karya sejarah yang bernilai ilmiah,sehingga tahapan demi tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.8

Langkah pertama yang dilakukan adalah Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dan menjadi bahan penelitian. Sumber-sumber penelitian dapat berupa tulisan maupun lisan yang diperoleh

Metode penelitian sejarah juga merupakan proses kerja yang memperlihatkan tahap - tahap, mulai dari yang teoritis sampai pada pelaksanaan teknis yang dilakukan pada masa penelitian. Tahap - tahap yang harus dilakukan dalam metode sejarah adalah:

8

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal. 32.


(5)

dilapangan/tempat berlangsungnya penelitian. Sumber yang berbentuk tulisan biasanya berupa dokumen/arsip, buku, dan sebagainya yang tersaji dalam tulisan. Sedangkan sumber lisan dapat diperoleh melalui proses wawancara dengan narasumber yang mengetahui betul tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis.

Wawancara sangat penting dilakukan apalagi bila sumber tertulis sangat minim dilapangan. Penulis juga perlu melakukan observasi secara langsung kelapangan atau lokasi objek penelitian yaitu dengan mengamati kondisi masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Dengan begitu penulis akan mendapat gambaran yang nyata tentang penelitian, untuk mengetahui sejauh mana dampak dari perubahan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membandingkannya dengan keterangan para saksi dan keterangan dari data - data yang ada. Data-data diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat yang ada disekitar tempat penelitian maupun instansi yang dianggap mengetahui dan memahami tentang proses migrasi Batak Toba ke Desa Serdang.

Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber merupakan kegiatan yang mempertanyakan, menilai bahan-bahan yang sudah terkumpul dapat dipercaya baik dari segi materi maupun isi dan memang dapat dipercaya kebenarannya. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui apakah sumber benar-benar asli atau palsu dengan meneliti jenis kertas, tinta, bentuk huruf, bahasa dan


(6)

susunan kata, memperhatikan tanggal, dan sebagainya. Kritik ekstern merupakan kritik yang dilakukan terhadap tampilan luar sumber.

2. Kritik intern dilakukan setelah kritik ekstern, dimana penulis mempertanyakan kebenaran isi dari sumber, apakah dapat diterima sebagai kenyataan. Membandingkan kesaksian narasumber dengan sumber-sumber tertulis. Sebaliknya mencermati narasumber, apakah masih layak didengar kesaksiannya. Melalui kritik sumber akan mendapati fakta sejarah.

Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan dengan menguraikan (menganalisa) fakta - fakta yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya dengan tujuan untuk memperoleh fakta yang memiliki arti. Penulis dapat memahami situasi pada masa penelitian dengan berdasarkan pada fakta-fakta yang telah disimpulkan. Pada tahap ini penulis dihadapkan pada pemahaman terhadap sumber yang telah ada dan sekaligus merangkainya dalam uraian yang kronologis.

Langkah yang keempat adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi, dan menghasilkan sebuah tulisan yang baik dan mudah dimengerti.