BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Kreativitas, Aktivitas, dan Ruang bagi Manusia - Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah)

TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Hubungan Kreativitas, Aktivitas, dan Ruang bagi Manusia

  Secara etimologi kata “kreatif” mengandung makna kegiatan atau kemampuan menciptakan, untuk menghasilkan sesuatu yang baru (Kamus Besar Bahasa Indonesia online, 2015). Kreativitas berarti kemampuan menciptakan/ daya cipta, yang berkaitan dengan kreasi. Kreativitas, aktifitas dan ruang memilki kaitan yang cukup erat, karena untuk merealisasikan suatu gagasan kreatif, manusia akan melakukan kegiatan kreatif. Sedangkan untuk melakukan kegiatan kreatif tersebut dibutuhkan wadah berupa ruang sebagai tempat bagi manusia untuk beraktivitas (Manisyah, 2009).

  2.2 Konsep Kota Kreatif

  Untuk pertama kalinya konsep kota kreatif dicetuskan oleh Charles Landry sebagai pakar tata kota di Inggris dalam bukunya yang berjudul The Creative

  City: A Toolkit for Urban Innovator yang mengatakan bahwa kota kreatif

  merupakan kota yang menciptakan lingkungan yang memfasilitasi seseorang untuk memikirkan, merencanakan, dan bertindak dengan imajinasi dalam memanfatkan kesempatan menjadi pemecahan suatu masalah. Yang terpenting dalam kota kreatif adalah infrastruktur dan tenaga kerja yang fleksibel, dinamis, dan memilki kemampuan yang tinggi. Dengan kata lain, wujud dari konsep kota kreatif adalah memperbaiki dan menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih mandiri, inspiratif, dan kreatif (Manisyah, 2009).

  6

  • Membangun citra dan identitas lokal
  • Memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan
  • Menciptakan iklim bisnis yang positif
  • Berbasis kepada sumberdaya yang terbarukan
  • Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif
  • Memberikan dampak sosial yang positif

  7 Menurut Landry (2006) dalam Manisyah (2009) parameter yang dapat dijadikan tolak ukur dalam mengkategorikan suatu kota berpotensi menjadi kota kreatif adalah dengan memperhatikan ketiga hal berikut: 1.

  Potensi ekonomi kreatif (creative economy) 2. Individu atau golongan kreatif (creative class) 3. Pengembangan dan perencanaan lingkungan kreatif (creative milieu)

  Dari ketiga parameter yang dikemukakan Landry tersebut, beberapa kota di Eropa yang telah memenuhi kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai kota kreatif, diantaranya adalah Bilbao, Glasgow, Berlin, London, Manchester, dan Barcelona. Beberapa manfaat dari konsep Kota Kreatif tersebut adalah:

2.3.1 Ekonomi Kreatif

  Howkins (2002) dalam Manisyah (2009) mendefenisikan ekonomi kreatif sebagai transisi ide dan ekspresi kreativitas menjadi suatu produk yang memiliki nilai komersial yang juga merupakan intellectual property, yaitu diantaranya desain, arsitektur, fashion, periklanan, percetakan dan penerbitan, televisi dan radio, kuliner, seni rupa dan kriya, filim, video, animasi, musik, fotografi, piranti Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan ekonomi kreatif.

  A. Industri Kreatif

  Industri kreatif merupakan sebuah konsep di erangan mengandalkan ide dan pengetahuan dariyang utama (Wikipedia, 2013).

  B. Sektor Industri Kreatif Lingkup kegiatan dari industri kreatif dapat mencakup banyak aspek.

  Departemen Perdagangan mengidentifikasi setidaknya 15 sektor yang termasuk dalam ekonomi /industri kreatif (Indonesia Kreatif, 2013), yaitu: 1) 9)

  Periklanan Permainan interaktif 2) 10)

  Arsitektur Seni pertunjukan 3) 11)

  Pasar barang seni Musik 4) 12)

  Kerajinan Penerbitan dan percetakan 5) 13)

  Desain Radio & TV 6) 14)

  Riset dan pengembangan Layanan komputer & 7) piranti lunak

  Fashion 8) 15)

  Film, video, dan fotografi Kuliner

  C. Klasifikasi Industri Kreatif

  Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian. Berbagai pihak berpendapat bahwa kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama dan industri pada abad ke 21 akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi

  8 UKM, 2014)

Tabel 2.1 Klasifikasi Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerjanya

  No. Industri Jumlah Tenaga Kerja

  1. Industri Rumah Tangga 1-4 orang

  2. Industri Kecil 5-9 orang

  3. Industri Sedang 10-99 orang

  4. Industri Besar 100orang keatas

  (Sumber: Portal UKM, 2014) Klasifikasi industri berdasarkan omzetnya :

Tabel 2.2 Kriteria U/MKM Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM No. Usaha Omzet

  1. Usaha Mikro Maks 300 juta

  2. Usaha Kecil >300 juta

  • – 2,5 Milliar

  3. Usaha Menengah >2,5 Milliar

  • – 50 Milliar (Sumber: Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM)

2.3.2 Kelas Kreatif

  Dasar dari kelompok kreatif yang disebut creative class adalah ekonomi. Menurut Florida (2005) dalam Manisyah (2009) komunitas kreatif terdiri dari orang-orang yang membuat nilai ekonomi dan kreatif mereka. Mereka terdiri dari pekerja berpengetahuan, analisis simbolis, dan profesional serta pekerja teknis namun menegaskan peran mereka sebesar-besarnya di perekonomian.

  9 Menurut Cohendet ( 2010) anatomi kota kreatif didefenisikan dalam tiga kluster yang berbeda yang berperan sebagai komponen dasar dari proses kreatif dalam suatu lingkungan kreatif. . Middleground adalah esensi dari kota kreatif dan landasan untuk memahami bagaimana industri kreatif, seni dan budaya di satu sisi, dan disisi lain individu yang memproduksi berinteraksi di proses kreatif.

  a.

   Upperground Upperground adalah lapisan atas kota kreatif. Organisasi formal ini

  berkontribusi untuk proses kreatif dengan cara membiayai dan menyatukan ekspresi yang berbeda-beda menjadi bersama-sama, dengan mengintegrasi dan mengevaluasi produk-produk kreativitas. Perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga yang berada di Upperground ini bertanggung jawab sebagai distributor (penyalur) produk-produk kreativitas tersebut.

  b.

   Middleground Middleground muncul sebagai pengantara struktur kritis yang

  menghubungkan Underground dan Upperground. Middleground berperan sebagai peneliti, pelatih, dan konsultan (Cohendet, 2010).

  c.

   Underground

  menyatukan kegiatan kreatif, seni dan budaya yang terjadi di

  Underground

  luar organisasi resmi atau lembaga berdasarkan produksi, eksploitasi, atau difusi. Pada lapisan ini, semua individu berbagi kreativitas untuk seni dan budaya mereka, yang mendefenisikan sebagai identitas dan gaya hidup mereka. (Cohendet, 2010).

  10

  11 Gambar 2.1 Anatomi Kota Kreatif

  (Sumber: Cohendet, 2010)

  Proses pembentukan kota maupun kampung kreatif dapat diakukan dengan konsep The Cycle of Urban Creativity. Menurut Landry (2008) dalam Utami (2014) konsep tersebut merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kekuatan dan kelemahan proyek-proyek kreatif pada suatu kota di berbagai tahapan perkembangan. Konsep siklus ini disebutkan sebagai salah satu strategi yang bisa digunakan dalam pembangunan perkotaan.

  

UPPERGROUND

Fokus pada pendayagunaan

  

MIDDLEGROUND

Fokus pada proyek

Pemaduan Keberagaman

  

Identitas Pembangunan

Ketegangan antara Eksplorasi dan

Eksploitasi

  UNDERGROUND Fokus pada pengeksplorasian

  Masyarakat dan kolektif dapat mengembangkan hubungan kontrak dengan Upperground

  Perwakilan dari pihak pendukung pengembangan Individu yang terlibat dalam proses produksi

  Masyarakat dan kolektif menemukan inspirasi dan anggota Underground

  Is y ar at sua tu ind iv idu k epa da pe rusa h aa n u nt uk m enda pat k an pe ny ewaan

  Peng em ban g an m el al ui k om pet isi / peng har g aa n / ad u k rea tiv itas m el al ui k eg iat an y ang di lak uk an ol eh a n ta r peng usa ha

B. Proses Pembentukan Lingkungan Kreatif

  1. Pembentukan ide kreatif

  Yaitu tahapan pengenalan dan pengembangan kreativitas pada masyarakat sebagai solusi permasalahan. Pada tahap ini dilakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat mengenai program kegiatan yang akan dilakukan. Masyarakat diikut sertakan dalam mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan dan mengemukakan permasalahan dan potensi yang dimiliki.

  2. Realisasi ide kreatif

  Yaitu tahapan realisasi ide kreatif di masyarakat menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan. Pada tahap ini mulai dilakukan fasilitasi terhadap kreativitas masyarakat dan munculnya produk hasil kreatif masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah pelatihan dan workshop yang diadakan oleh komunitas-komunitas.

  3. Penguatan sistem pendukung

  Yaitu tahapan penguatan sistem pendukung aktivitas kreatif yang berkelanjutan. Pada tahap ini dibutuhkan interaksi dengan pihak-pihak yang dapat membantu membawa program kreatif ini menjadi program yang berkelanjutan, maka dibutuhkan kelompok khusus yang bertugas sebagai pengelola atau fasilitator. Untuk mendukung kemandirian program kreatif dapat melalui pemasaran produk maupun melalui festival dan event-event yang digelar boleh pihak pemerintah maupun kalangan swasta.

  12 Yaitu tahapan penyediaan ruang basis pengembangan kreativitas. Pembentukan lingkungan kretif ditandai dengan adanya ruang yang digunakan sebagai basis kegiatn kreatif.

5. Evaluasi penyebaran aktivitas kreatif

  Yaitu tahapan evaluasi penyebaran aktivitas kreatif pada lokasi yang diperuntukkan sebagai ruang kreatif. Dalam evaluasi juga membahas apa saja solusi kreatif yang sudah masyarakat dapatkan dan terapkan.

2.3.3 Lingkungan Kreatif

  Menurut Utami (2014) untuk membentuk suatu kota kreatif dibutuhkan adanya ruang-ruang kreatif serta kalangan-kalangan yang mampu mengekspresikan kekreativitasannya, baik melalui ide-ide kreatif, maupun kegiatan kreatifnya. Menurut Patton dan Subbanu (1988) dalam Utami (2014) wilayah kampung yang dijadikan sebagai ruang pengembangan kreativitas terdiri dari dua macam, yaitu: a.

  Wilayah yang terus menerus mengalami kemiskinan, sangat padat penduduk, terletak di tengah kota b.

  Tidak terlalu padat penduduk, terletak di pinggiran kota, dan masyarakatnya berpendapatan lebih tinggi

A. Kampung Kreatif

  Pembentukan ruang-ruang kegiatan kreatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah Kampung Kreatif. Makna kata kampung kreatif lebih kepada bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di area kampung, yang

  13 penyelesaian yang menghasilkan solusi permasalahan (Utami, 2014).

KAMPUNG KREATIF DI KOTA BANDUNG

  Kampung Kreatif Dago Pojok, dengan potensi kesenian tradisional sundanya;

  Cicukang dengan potensi sumber daya bahan baku eksperimen kreatifnya;

  Cicadas Bandung, dengan potensi akustiknya

  

Gambar 2. 2

  Kampung Kreatif Kota Bandung (Sumber: Utami, 2014)

KAMPUNG KREATIF DI KOTA SURABAYA

  Kampung Kreatif Morokrembangan, dengan potensi industri kreatif tasnya; Rusun Penjaringan Sari dengan potensi kulinernya; Pakal dengan potensi industri pavingnya;

  Walingon dengan potensi sendal dan sepatunya

  Gambar 2. 3

  Kampung Kreatif Kota Surabaya (Sumber: Utami, 2014)

  14 Pembentukan ruang kampung dengan pembahasan morfologi ternyata memiliki keterkaitan seperti yang dikemukakan oleh Carmona,dkk (2003) dalam bukunya yang berjudul

  “Public Places Urban Spaces” yang mendefenisikan

  morfologi sebagai sebuah kajian tentang bentuk dan proses terbentuknya suatu permukiman yang ditinjau dari perkembangan dan perubahan pola kapling pada suatu permukiman tersebut.

  Menurut Conzen (1960) dalam Carmona, dkk (2003) ada beberapa elemen kunci yang dapat digunakan dalam mengkaji morfologi suatu permukiman, yaitu:

  1. Land uses ( penggunaan lahan ) Dibandingkan elemen kunci lainnya, penggunaan lahan lebih bersifat temporer, dapat dijadikan dasar dalam pembangunan kembali dan merencanakan fungsi-fungsi baru dari suatu bangunan yang akan didirikan (Carmona dkk, 2003). Menurut Kaiser (1995) dalam Johannes (2014) penggunaan lahan dianggap sebagai generator sistem aktivitas yang sangat menentukan pola dan arah pertumbuhan kawasan, dan penggunaan lahan tersebut memiliki temporalitas yang sangat tinggi dalam hal dapat literatur dengan mudah berubah, terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang dimilikinya.

  2. Building structures (tipe dan massa bangunan ) Tipe dan massa bangunan secara simbolis dapat mewakili bahkan merefleksikan suatu kawasan dan membentuk jaringan jalan (Carmona dkk,

  2003). Komponen ini merupakan representasi dari tipologi dalam analisis morfologi dan dapat dibahas dalam dua aspek, antara lain penataan massa

  15 melalui perwujudan fisik ruangnya (Johannes, 2014).

  3. Plot pattern ( pola kapling ) Pola kapling dapat berubah karena adanya aktivitas jual beli kapling.

  Pengurangan akibat pembagian kapling, atau penambahan akibat penggabungan kapling biasa terjadi dalam suatu kawasan (Fadhillah, dkk, 2013). Menurut Johannes (2014) pola kapling dapat dibahas dari aspek ukuran (dimensi) yang mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya dan sebaran plot akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung.

  4. Street pattern ( pola-pola jalan/ sirkulasi) Jaringan jalan merupakan elemen morfologi yang cukup mudah terlihat perkembangannya, baik melanjutkan pola yang sudah ada, atau terbentuk pola baru melalui suatu proses (Fadhillah, dkk, 2013)

  Menurut Priyatmono (2009) dalam Fadhillah (2013) selain keempat elemen tersebut, perubahan dominasi aktivitas industri ternyata juga berpengaruh terhadap perkembangan morfologi sebuah kampung, yaitu melalui aspek sosial budaya dan sosial ekonominya.

  16

  17 Gambar 2.4 Diagram Kepustakaan (Literature Map)

  Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif Astri Ningsih, 2015

  Carmona dkk 2003; Fadhillah 2013; Johannes 2014.

  2009 Morfologi Ruang

  Manisyah

  IK, 2014 Hubungan Ruang, Aktivitas & Kreativitas

  Sektor Industri Kreatif

  Anatomi Kota Kreatif Cohendet, 2010

  Proses Pembentukan Kota Kreatif Landry, 2008;

  Lingkungan Kreatif Utami, 2014

  (Sumber: Peneliti, 2015)

  Kelas Kreatif Florida, 2005

  Ekonomi Kreatif Howkins, 2002;

  Parameter Kota Kreatif Landry, 2006;

  Kampung Kreatif Utami, 2014

  

Konsep Kota Kreatif

Landry, 1995; Howkins 2002;

Manisyah 2010

2.5 Studi Kasus Sejenis

  Dusun Serut seluas 57,2 hektar ini terletak di Desa Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul. Dusun yang pernah mengalami dampak yang parah

  

2.5.1 Pengembangan Pertanian Organik terpadu di Kawasan Organik Dusun Serut (Setyawan, 2014) menjadi salah satu daerah referensi pertanian organik di Indonesia karena pengembangan pertanian organik di dusun ini terbilang baik. Mata pencaharian sebagian besar warga Dusun Serut adalah petani dan buruh tani. Pengembangan pertanian organik yang berjalan baik di Dusun Serut tidak terlepas dari inisiatif dan peran Kepala Dusun Serut yang memiliki pemikiran yang maju, kreatif, dan inovatif.

  Pertanian organik di Dusun Serut mulai dirintis oleh Kepala Dusun Serut pada tahun 2003 namun sudah diterapkan di Dusun Serut sebelum tahun 1971.

  Ketertarikan Kepala Dusun Serut terhadap pertanian organik berawal dari keprihatinannya melihat kondisi ekonomi petani di wilayahnya dan juga kondisi ekologi sawah setempat. Penerapan pertanian konvensional selama puluhan tahun memberikan efek rusaknya lahan sawah yang ditandai dengan tanah yang keras dan berkurang kesuburannya sehingga memerlukan asupan pupuk kimia yang semakin tinggi.

  Pengembangan pertanian organik di Dusun Serut dilakukan secara bertahap. Pertanian organik diintegrasikan dengan peternakan sapi dan ayam, penanaman pohon, dan pengolahan sampah organik. Dengan demikian, model pertanian organik yang diterapkan di Dusun Serut dikembangkan dalam bentuk pertanian terpadu (integrated farming) sehingga aktivitas pertanian yang satu dapat mendukung aktivitas pertanian lainnya.

  Dengan konsep pertanian terpadu ini, maka terjadi keterkaitan antar berbagai aktivitas pertanian dan tercipta zero waste sehingga tidak ada limbah pertanian yang keluar dari siklus yang berakibat pada timbulnya pencemaran

  18 ternak sapi dan ayam sehingga kotorannya dapat diolah menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman padi. Di samping itu, setiap kepala keluarga juga dihimbau oleh Kepala Dusun untuk menanam berbagai tanaman, terutama tanaman buah di lahan pekarangannya sehingga dedaunan yang gugur dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos, sedangkan buahnya dapat dikonsumsi sendiri atau dijual. Kebijakan tersebut diambil oleh Kepala Dusun agar pertanian organik di Dusun Serut dapat disuplai dengan pupuk organik dan pestisida organik yang dapat dibuat sendiri secara mandiri oleh petani dan warga di wilayahnya dan tidak bergantung pada pupuk organik dan pestisida organik dari luar dusun. Padi organik yang dikembangkan di Dusun Serut adalah varietas lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan varietas hibrida. Salah satu varietas lokal yang dibudidayakan adalah pandan wangi. Dengan konsep pertanian organik terpadu, pengembangan pertanian organik yang semula diawali dari tanaman padi, kini telah meluas pada buah dan sayuran organik serta sapi dan ayam organik.

  Gambar 2.5

  Padi organik pandan wangi di Dusun Serut (Sumber: Setyawan, 2014)

  Saat ini di Dusun Serut telah ada dua pabrik pengolahan kompos yang beroperasi yang dibangun secara swadaya oleh warga. Lokasi tempat pabrik berada telah sesuai dengan rencana tata ruang dusun yang penyusunannya

  19 kompos dikoordinir oleh Kelompok Ngudi Mandiri dan dikelola oleh kelompok difabel yang merupakan korban pasca gempa bumi tahun 2007.

  Gambar 2.6

  Pabrik pengelolaan pupuk kompos oleh kelompok diffable (Sumber: Setyawan, 2014)

  Gambar 2.7

  Skema pertanian organik terpadu di Dusun Serut (Sumber: Setyawan, 2014)

  Hasil panen padi organik dari petani Serut tidak seluruhnya dipasarkan, tetapi sebagian diserahkan ke koperasi lumbung pangan dalam bentuk gabah.

  Setiap panen, setiap petani dihimbau untuk menyerahkan 5 kg hasil panennya ke

  20 ketahanan pangan warga Serut dimana persediaan gabah di lumbung pangan dapat digunakan untuk menghadapi musim paceklik. Sebagian gabah organik digiling menjadi beras organik untuk dipasarkan. Sistem pemasaran beras organik dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut. a

  Penjualan langsung kepada masyarakat yang umumnya sudah memesan, baik dilakukan oleh petani langsung maupun melalui Kelompok Tani Harapan. b

  Penjualan melalui koordinasi Kelompok Tani Harapan kepada PT MAS yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasok beras organik. Beras organik ditampung oleh PT MAS untuk dikemas, kemudian dipasok ke toko-toko sembako, swalayan, dan sebagainya.

  Keberhasilan pengembangan pertanian organik di Dusun Serut sangat terkait dengan tata kelola efektif yang melibatkan interelasi antara Kepala Dusun, warga masyarakat, serta berbagai aktor di luar dusun baik pemerintah maupun non pemerintah. Visi Kepala Dusun rupanya sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Bantul dan visi para aktor lainnya sehingga pembangunan pertanian organik di Dusun Serut tidak hanya menjadi visi warga Dusun Serut, tetapi menjadi visi bersama para aktor yang memiliki perhatian pada pembangunan dan pengembangan pertanian organik.

  Dengan menjadi visi bersama, warga Dusun Serut memiliki kesadaran, kemauan, dan partisipasi membangun dan mengembangkan pertanian organik di Dusun Serut. Berbagai kelompok warga yang ada di Dusun Serut diefektifkan guna mendukung pembangunan dan pengembangan pertanian organik.

  21

  22 mendukung visi yang sama. Berbagai kelompok tersebut juga saling berinteraksi secara baik karena adanya keterkaitan antar kelompok dalam mengembangkan pertanian organik. Kelompok-kelompok yang ada di Dusun Serut, antara lain :

  1. Kelompok Tani Harapan yang menangani pertanian padi organik; 2.

  Kelompok Wanita Tani Harapan Subur yang menangani sayur dan buah organik;

  3. Kelompok Sidodadi yang menangani peternakan sapi; 4.

  Kelompok Hanggoro Manis yang menangani peternakan ayam buras; 5. Kelompok Ngudi Mandiri yang menangani pengolahan sampah organik dan kotoran ternak menjadi pupuk kompos;

  6. Kelompok Harapan Makmur yang menangani lumbang pangan.

  Pengembangan pertanian organik yang berjalan baik di Dusun Serut tidak terlepas dari jejaring-jejaring yang dibangun secara aktif oleh Kepala Dusun Serut dengan berbagai aktor, baik pemerintah, swasta, maupun NGO. Beberapa aktor yang menjadi mitra dalam pengembangan pertanian organik di Dusun Serut antara lain sebagai berikut.

  1. PT MAS, perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasok beras organik yang membantu pemasaran beras organik dari petani Dusun Serut.

  2. INOFICE (Indonesia Organic Farming Inspection and Certification) lembaga sertifikasi produk organik yang berlokasi di Bogor yang melakukan sertifikasi terhadap padi organik dari Dusun Serut.

  3. Pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Bantul yang senantiasa memfasilitasi pengembangan pertanian organik di Dusun Serut. di Kabupaten Bantul. Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Pertanian melaksanakan program sertifikasi lahan sawah yang salah satu lokasinya adalah lahan sawah di Dusun Serut. Sertifikasi lahan sawah ini sangat penting bagi petani karena memberikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan sawah sehingga sertifikat dapat memudahkan akses untuk mendapatkan kredit produktif dari lembaga keuangan.

  4. MAPORINA (Masyarakat Pertanian Organik Indonesia) merupakan organisasi profesi yang berperan sebagai sarana komunikasi, kerja sama, dan menghimpun pemikiran untuk pengembangan dan kemajuan pertanian organik di Indonesia. MAPORINA memiliki kantor cabang, salah satunya di Yogyakarta. MAPORINA telah memfasilitasi terjalinnya hubungan antara petani warga Serut dengan INOFICE.

  5. Housing Resource Center (Bale Daya Perumahan) merupakan lembaga konsultan bidang pembangunan perumahan dan perkotaan berlokasi di Yogyakarta yang telah memfasilitasi studi banding pembuatan pupuk kompos berbahan baku sampah organik, membantu penyusunan peta tata ruang pengembangan Kawasan Organik Dusun Serut serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Dusun Serut tahun 2006

  • – 2011 secara partisipatif. Dusun Serut barangkali merupakan dusun satu-satunya di Indonesia yang telah menyusun rencana tata ruang dan rencana pembangunan jangka menengah sehingga dapat digunakan sebagai masukan Rencana Tata Ruang Wilayah dan RPJM Kabupaten Bantul.

  23

  (Arief Fadhillah, T. Woro Murtini, dan Bambang Supriyadi, 2013)

  Kampung Kalengan adalah kampung kota di Semarang, yang masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Bugangan, Kecamatan Semarang Timur yang sudah dikenal oleh masyarakat sebagai sebuah kumpulan industri rumah tangga dengan kerajinannya yang berbahan kaleng/logam. Cikal bakal Kampung Kalengan ini bermula ketika Mbah Pon dan Mbah Saleh, warga lingkungan Bugangan membuat produk kebutuhan rumah tangga seperti ember, angklo, dan kompor sumbu Penduduk sekitar sebagian tertarik untuk belajar membuat produk yang sama, dan akhirnya menjadi pengrajin perkalengan dengan membuka usaha mandiri. Perkembangan pesat Kampung Kalengan ditandai dengan kunjungan wakil presiden Adam Malik pada tahun 1982.

  Gambar 2.8

  Plang identitas Kampung Kalengan (Sumber: Fadhillah, 2013)

  Keberadaan paguyuban pengrajin Kampung Kalengan, BINA WARGA, hadir sebagai simbol budaya guyub dalam kehidupan bersosial antar pengrajin, dengan kegiatan rutin arisan setiap bulan secara bergilir di rumah anggota pengrajin. Di arisan tersebut, biasanya membicarakan kegiatan keseharian di Kampung Kalengan, dan kelangsungan koperasi BIWA KOPIN yang dibentuk oleh anggota paguyuban.

  24

  Gambar 2.9

  Aktivitas di Kampung Kalengan (Sumber: Fadhillah, 2014)

  Perkembangan Kampung Kalengan dibagi ke dalam 5 fase yang memiliki kekhasan dan pertimbangan masing-masing, yaitu: Morfologi Fase I (1950-1965)

   Mbah Pon dan Mbah Saleh sebagai perintis lingkungan kampung kalengan Bugangan.

   Pembongkaran rumah-rumah di tepi Banjir Kanal Timur Semarang yang menyebabkan berubahnya struktur keruangan.

  Morfologi Fase II (1966-1973)

   Pembangunan Jalan Barito (1974) mulai mengubah struktur aktivitas penduduk dan pengrajin.

  Morfologi Fase III (1974-1987)

  Gambar 2.10

  Sketsa lingkungan, ruang jalan, dan tipe rumah kampung kalengan (Sumber: Fadhillah, 2013)

  25

  26 (Sumber: Fadhillah, 2013)

Tabel 2.4 Perkembangan sirkulasi dan Penggunaan Lahan

  (Sumber: Fadhillah, 2013)

  • Untuk mengetahui peran komunitas kreatif BCCF
  • Mengidentifikasi munculnya BCCF sebagai kekuatan kolaboratif
  • Mengidentifikasi bagaimana interaksi BCCF Studi literatur

    dengan

    pendekatan

    kualitatif-

    kuantitatif

    Metode Analisis Data Kualitatif (reduksi, Interpretasi) dengan teknik analisis isi dan Analisis Ringkasan BCCF mampu mendongkrak perkembangan Kota Bandung
  • Untuk mengetahui proses pembentukan kampung kreatif
  • Proses pembentuka n kampung kreatif Dago Pojok dan Cicukang diperankan oleh komunitas kreatif BCCF, pemerintah, dan
  • Untuk mendeskripsikan tahapan pembentukan kampung kreatif
  • Untuk mendeskripsikan aktor-aktor yang

    Pendekatan

    penelitian,met aode pengumpulan

    data, dan

    metode

    analisis data Metode Analisis Kualitatif dengan cara analisis isi dan Analisis Stakeholder.

  27

   Morfologi Fase IV (1988-1994) Tahun 1992, terjadinya penertiban unit-unit usaha Kampung Kalengan sesuai Perda Semarang dengan melakukan pembagian kapling usaha dan pembuatan trotoar sebagai batas kapling usaha dengan jalan.

   Morfologi Fase V ( 1995-2013) Unit-unit usaha tumbuh sampai memenuhi tepi Jalan Barito dengan menyisakan beberapa ruang terbuka untuk beberapa fungsi.

2.6 Penelitian Yang Sudah Dilakukan

Tabel 2.5 Penelitian yang sudah dilakukan

  Judul, Tahun, Wilayah, Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian &Pendekatan Teknik Analisis & Bahan Penelitian Hasil Penelitian Creative City: Penelusuran terhadap Konsep Kota Kreatif melalui Pendekatan Studi Kasus 2009.Kota Bandung.

  Miranti Manisyah.

  melalui ide- ide kreatif komunitasnya, maupun berupa gagasan/ ide kreatif

  Proses Pembentukan Kampug Kreatif. 2014. Kota Bandung. Sekar Utami & Sopfhani, T.F.

  • Mengidentifikasi nilai ekonomi pada sektor industri kuliner di kawasan Jl. Mojopahit.
  • Untuk mengetahui parameter lingkungan kreatif yang terbentuk di kawasan Jl. Mojopahit.
  • Mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk lingkungan kreatif.
  • Tabulasi (ekonomi kreatif)
  • Analisis stakeholder (kelas/golon gan kreatif)
  • Analisis deskriptif kualitatif (lingkungan kreatif) Menghasilkan konsep lingkungan kreatif melalui indikator berupa variabel yang dapatdigunaka n untuk menciptakan lingkungan kreatif dengan potensi kreatif lainnya di Kota Medan
  • >

    - Pendekatan

    penelitian

  • Pengumpulan data
  • Menganalisis data
  •   28 (Sumber: Analisa Peneliti, 2015)

      berperan. masyarakatn ya.

      Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang.2014.

      Riska Drastini.

      Untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung pengembangan industri kreatif dikawasan wisata tespian ilir sungai musi.

      Metode analisis data kualitatif (reduksi, interpretasi) dengan teknik analisis isi dan analisis ringkasan.

      Konsep perancangan yang relevan untuk diterapkan pada pengembang an Tanggabuntu ng

      Tipologi Lokasi Industri Kreatif pada Subsektor Kerajinan di Kota Surabaya. 2013.Lestari, Rachmanita.

      Untuk merumuskan suatu tipologi persebaran lokasi industri kreatif agar memudahkan para pembuat kebijakan dalam menentukan arahan bagi pengembangan industri kreatif kedepannya.

      

    Metode

    penelitian

    kualitatif

    menggunakan

    deskriptif

    kualitatif

      Teknik analisis delphi dan multidimensi onal scaling

      Faktor-faktor yang mempengaru hi penyebaran klaster- klaster industri kreatif di Surabaya

      Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi kasus: Jl.Mojopahit Kecamatan Medan Petisah. 2015. Astri Ningsih.

      Meode

    Penelitiann

    dengan:

      Tabel 2.5, sambungan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (Sim Rs) Dalam Pemenuhan Pelayan Kesehatan

0 0 11

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIM RS) DALAM PEMENUHAN PELAYANAN KESEHATAN (Studi pada Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 3 36

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Akuntabilitas Pelayanan Publik Dalam Pembuatatn Surat Izin Usha Warung Internet di Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan

0 0 28

Akuntabilitas Pelayanan Publik Dalam Pembuatatn Surat Izin Usha Warung Internet di Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan

0 0 11

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisis Dampak Konversi Perkebunan Karet ke Kelapa Sawit pada Masyarakat Desa Batang Kumu Tahun 2014

0 2 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Kreativitas, Aktivitas, dan Ruang bagi Manusia - Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah)

0 0 23