Motivasi perpindahan kasta Krahmana-Sudra dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository
MOTIVASI PERPINDAHAN KASTA BRAHMANA-SUDRA
DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yovita Astri Sukiastuti
NIM: 034114019
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juli 2009
kupersembahkan untuk: Bapak Ibuku tersayang, Splendid tercinta,
dan untuk perjuanganku sendiri
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih Tuhan …
HALAMAN MOTTO
Sejatinya… Semakin tinggi sekolah seseorang bukanlah berarti semakin bisa menghabiskan makanan orang lain.
Seharusnya dia semakin bisa mengenal batasnya.
(PAT, Bumi Manusia) ”Aku tidak pernah meminta peran sebagai Ida Ayu Telaga Pidada. Kalaupun hidup terus memaksaku memainkan peran itu, aku harus menjadi aktor yang baik. Dan hidup harus bertanggung jawab atas permainan gemilangku sebagai Telaga”.
(Oka Rusmini, Tarian Bumi) Selesaikanlah setiap hal yang telah kita mulai.
(Airani Sasanti, Skripsi) Tak seorang pun sempurna. Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak. Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar meskipun terbukti salah.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juli 2009 Penulis
Yovita Astri Sukiastuti
ABSTRAK
Sukiastuti, Yovita Astri. 2009. Motivasi Perpindahan Kasta Brahmana-Sudra
dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Sastra, Universitas Sanata Dharma.Penelitian ini mengkaji motivasi perpindahan kasta dari kasta brahmana ke kasta sudra dan sebaliknya dari kasta sudra ke kasta brahmana dalam novel Tarian
Bumi karya Oka Rusmini dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
Analisis struktur dibatasi pada tokoh dan penokohan saja. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Langkah-langkah yang ditempuh yaitu menganalisis unsur tokoh dan penokohan, kemudian menggunakan hasil analisis struktur tersebut untuk lebih memahami motivasi perpindahan kasta brahmana-sudra dalam novel Tarian Bumi.
Kesimpulan hasil penelitian berupa pembagian tokoh menurut fungsi penampilan tokoh menjadi tokoh antagonis dan protagonis; serta analisis motivasi perpindahan kasta brahmana-sudra dalam novel Tarian Bumi. Tokoh protagonis yang berpindah kasta adalah Ida Ayu Telaga Pidada dari kasta brahmana ke kasta sudra, sedangkan tokoh antagonis yang berpindah kasta adalah Luh Sekar atau Jero Kenanga dari kasta sudra ke kasta brahmana.
Motivasi sosiogenetis perpindahan kasta yang dilakukan oleh Ida Ayu Telaga Pidada dari kasta brahmana terhadap kasta sudra dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu perasaan cintanya kepada Wayan Sasmitha, laki-laki sudra dan anggapannya tentang kehidupan orang-orang brahmana yang penuh dengan kemunafikan. Nasihat dari Neneknya, Ida Ayu Sagra Pidada, serta paksaan dari ambisi Ibunya juga mempengaruhi Telaga berpindah kasta. Faktor terakhir yang mempengaruhi Telaga dalam berpindah kasta adalah faktor keturunan. Telaga mempunyai sifat-sifat yang hampir sama dengan Ibunya, salah satunya sifat keras kepala. Dari motivasi sosiogenetis tersebut Telaga mempunyai motivasi darurat untuk berpindah kasta ketika dalam kondisi hamil lima bulan sebelum menikah dengan Wayan. Motivasi darurat untuk melawan terjadi saat Telaga menikah dengan Wayan, laki-laki sudra, dan akhirnya Telaga turun kasta ke dalam kasta sudra. Telaga harus melakukan Patiwangi yang merupakan motivasi darurat untuk mengatasi rintangan dan melepaskan diri dari bahaya. Pernikahan Telaga dengan Wayan yang berbeda kasta dan tergesa-gesa mengakibatkan tidak direstui oleh orangtuanya. Telaga juga belum melakukan upacara pamitan kepada leluhur asli atau Patiwangi. Dikarenakan hal tersebut, Telaga dianggap sebagai pembawa sial dalam keluarga barunya. Motivasi objektif terlihat setelah Telaga melakukan upacara Menek Kelih. Telaga harus belajar menari, menghapal sesaji, mengukir janur, dan belajar makakawin yang melibatkan seorang guru. Hal ini mengakibatkan Telaga harus berhubungan dengan Luh Kambren, guru tari, dan kebudayaan Bali. Rutinitas atau kebiasaan yang harus dilakukan Telaga seperti contoh di atas menunjukkan bahwa Telaga memiliki motivasi eksplorasi dan manipulasi.
Sedangkan motivasi sosiogenetis perpindahan kasta yang dilakukan oleh Luh Sekar atau Jero Kenanga dari kasta sudra terhadap kasta brahmana dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor kemiskinan dan dampak dari politik PKI.
Hal tersebut juga merupakan motivasi darurat untuk melepaskan diri dari bahaya dan motivasi untuk melawan bagi Jero Kenanga. Di dalam griya Jero Kenanga harus bisa menjaga harga dirinya dihadapan orang griya walaupun penuh dengan larangan dan aturan. Hal inilah yang termasuk dalam motivasi untuk mengatasi rintangan. Menjelang dewasa anak Jero Kenanga, Telaga, mulai dijodohkan dan dikenalkan dengan laki-laki brahmana oleh Jero Kenanga. Jero Kenanga merasa ketakutan jika Telaga tidak bisa meneruskan perjuangannya untuk mempertahankan diri dalam kasta brahmana. Rasa ketakutan ini merupakan motivasi darurat untuk melepaskan diri bahaya yang dimiliki Jero Kenanga. Motivasi objektif dan manipulasi yang dimiliki Jero Kenanga terlihat dalam proses dan caranya saat mewujudkan cita-cita dengan menjadi penari terhebat dan tercantik. Saat dirinya beradaptasi dengan keluarga griya juga merupakan proses pembelajaran diri yang mencerminkan motivasi eksplorasi dan manipulasi.
ABSTRACT
Sukiastuti, Yovita Astri. 2009. The Move Motivation of the Brahmana-Sudra
Caste in the Tarian Bumi Novel by Oka Rusmini Analysis of Literature Sociology. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Department, Literature, the Sanata Dharma University.
This research studied the move motivation of the caste from the brahmana caste to the sudra caste and on the other hand from the sudra caste to the brahmana caste in the Tarian Bumi novel by Oka Rusmini using the approach of literature sociology. The analysis of the structure was restricted to the leading of figure and the characterization. The method was used in this research, was the descriptive method. The steps that were followed is analyzing the element of the leading figure and the characterization, afterwards used results of the analysis of this structure to more understood the move motivation the brahmana caste-sudra caste in the Tarian Bumi novel.
The conclusion of this research was according distribution to the function of the appearance in the antagonist figure and the protagonist figure; as well as the analysis of the motivation plaintiff the brahmana caste-sudra in the Tarian Bumi novel. The leading figure of the protagonist who moved the caste was Ida Ayu Telaga Pidada from the brahmana caste to the sudra caste, where as the leading figure of the antagonist who moved the caste is Luh Sekar or Jero Kenanga from the sudra caste to the brahmana caste.
The sosiogenetis motivation of the move of the caste that was carried out by Ida Ayu Telaga Pidada from the caste of brahmana to the caste sudra was affected by several matters that is the feeling of his love to Wayan Sasmitha, the man of sudra and his view about the life of brahmana that was full of hypocrisy. Advice from her grandmother, Ida Ayu Sagra Pidada as well as the force from her mother ambition also affected Telaga moved the caste. The last factor that affected Telaga in moving the caste was the descendants's factor. Telaga had the characteristics that almost be the same as her mother, one of them the stubborn characteristics. From the sosiogenetis motivation Telaga had the emergency motivation to move the caste when in the condition was five months pregnant before married Wayan. The emergency motivation to oppose his during Telaga married with Wayan, the man of sudra, and finally Telaga descended the caste in the sudra caste. Telaga must do Patiwangi that was the emergency motivation to overcome the barrier and run away from the danger. T elaga’s marriage with different caste and rushed was not approved by her parents. Telaga also did not yet carry out the farewell ceremony to the original ancestors or Patiwangi. Because this matter, Telaga was regarded as bad luck bearer in his new family. The objective motivation was seen after Telaga carried out the Menek Kelih ceremony. Telaga must learn to dance, memorized the ritual offering, carved the coconut leaves, and studied makakawin that involved a teacher. This resulted in culture. Routine or the brahmana Balinese habit must be passed through Telaga like the example above showed that Telaga had the exploration motivation and the manipulation.
Whereas the motivation sosiogenetis of plaintiff the caste that was done by Luh Sekar or Jero Kenanga from the caste sudra to the caste brahmana was affected by two matters that is the poverty factor and the impact of PKI politics.
Those matters also become emergency motivation to run away from the danger and the motivation of opposing for Jero Kenanga. Inside griya, Jero Kenanga must be able to maintain the price him self opposite the person griya although being full of the ban and the rule. This is including in the motivation to overcome the barrier. Around mature the child Jero Kenanga, Telaga, began partnered and was introduced with brahmana man by Jero Kenanga. Jero Kenanga frightened if Telaga could not continue his struggle to maintain it self in the caste brahmana. This fear was the emergency motivation to run away the danger that was owned by Jero Kenanga. The objective motivation and the manipulation that were owned by Jero Kenanga were seen in the process and his method when bringing about the goal by becoming the most great and prettiest dancer. When himself adapted to the family griya also was her studying himself who reflected the exploration motivation and the manipulation.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yovita Astri SukiastutiNomor Mahasiswa : 034114019
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :MOTIVASI PERPINDAHAN KASTA BRAHMANA-SUDRA DALAM NOVEL
TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRAbeserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-
ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-
berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 31 Juli 2009 Yang menyatakan ( Yovita Astri Sukiastuti )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, bantuan, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu S. E. Peni Adji, S.S., M. Hum. selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan sabar sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis.
3. Bapak Drs. Hery Antono, M. Hum. selaku pembimbing akademik angkatan 2003 pada saat saya mulai belajar di Prodi Sastra Indonesia USD yang telah memberikan motivasi dan selalu rajin mengingatkan anak-anaknya untuk segera menyelesaikan skripsi.
4. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis dalam memahami kesusastraan, linguistik, jurnalistik, dan budaya.
5. Staf sekretariat dan keluarga besar Prodi Sastra Indonesia USD atas kekeluargaan dan segala bantuan yang diberikan.
6. Keluargaku Bapak Fransiscus Sukiman, Ibu Agnes Widiastuti, Mas Vincentius Ageng Setyo, Mas Pascalis Pramantya Widiawan, Mbak Savitri Wulandari, dan Adikku Lucia Kristi Astuti. Terima kasih atas doa, dukungan, cinta, kasih sayang, dan kepercayaan yang telah diberikan sehingga penulis diberi tanggung jawab dan kebebasan untuk membuat suatu keputusan yang terbaik untuk diri penulis sendiri.
7. Teman terbaikku “Mak” Airani Sasanti yang secara tidak langsung telah menjadi dosen pembimbing III ku dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk mengurusi si penulis malas ini. Doaku semoga engkau selalu sukses dan mendapat yang terbaik sesuai keinginanmu.
8. Kekasih jiwaku, Gregorius Splendid Haryo Yudhanto, yang selalu setia menungguku lulus dari perguruan silat lidah berbahasa Indonesia ini. Walaupun tak berperan penting dalam penyusunan skripsi ini, aku hanya bisa berkata, “Aku siap ke pelaminan sekarang, honey!
” Hehehehe… 9. Doan, Eci, Aning, Vonny “Nenek”, Diar, Aic “Kecil”, Rinto “Kepleh”, Simply,
Icha, Aji “Gondest”, Jati. Thank you untuk persahabatan, cinta, gandengan tangan, pelukan, dan dekapan hangat dari kalian.
10. Mbak Vibri, Mbak Dian, Ima, Andono, Mas Dudun, Pak Warno, dan Pak Toni (keluarga besar Multiculture Campus Realino) yang telah mengijinkan saya untuk menyelesaikan dulu skripsi ini. Keluarga besar Penerbit-Percetakan Kanisius yang telah memberi kesempatan saya belajar bekerja selama setahun.
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii ……………………………
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI Iii …………………………………. HALAMAN PERSEMBAHAN
…………………………………………… iv HALAMAN MOTTO
………………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
…………………………………… vi ABSTRAK
………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT
………………………………………………………………… ix KATA PENGANTAR
……………………………………………………… xi DAFTAR ISI
……………………………………………………………….. xiv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….. 8
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………… 8
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………….. 9
1.5 Tinjauan Pustaka ………………………………………………. 10
1.6 Landasan Teori ………………………………………………… 11
1.6.1 Tokoh dan Penokohan …………………………………… 11
1.6.1.1 Tokoh ……………………………………………. 12
1.6.1.2 Penokohan ……………………………………….. 13
1.6.2 Sosiologi Sastra ………………………………………….. 14
1.6.2.1 Kasta di Bali ……………………………………. 15
1.6.2.2 Motivasi Sosiogenetis …………………………… 18
1.7 Metode Penelitian ……………………………………………. 22
1.7.1 Metode …………………………………………………. 22
1.7.2 Pendekatan ……………………………………………… 23
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 23
1.7.4 Sumber Data …………………………………………….. 24
1.7.5 Sistematika Penyajian …………………………………… 24
BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI ………………………………… 25
2.1 Tokoh dan Penokohan ………………………………………… 25
2.1.1 Ida Ayu Telaga Pidada ………………………………….. 27
2.1.2 Luh Sekar/Jero Kenanga ………………………………… 50
BAB III MOTIVASI PERPINDAHAN KASTA TOKOH IDA AYU TELAGA PIDADA DAN LUH SEKAR/ JERO KENANGA DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI …................................. 71
3.1 Ida Ayu Telaga Pidada dari Kasta Brahmana ke Kasta Sudra ... 74
3.1.1 Faktor Nasihat Nenek Telaga ……………………………. 75
3.1.2 Faktor Kemunafikan Para Tokoh ………………………… 77
3.1.2.1 Kemunafikan Ida Bagus Ngurah Pidada (Ayah) …. 77
3.1.2.2 Kemunafikan Ida Ayu Sagra Pidada (Nenek) …… 79
3.1.2.3 Kemunafikan Ida Bagus Tugur Pidada (Kakek) … 80
3.1.3 Faktor Ambisi Jero Kenanga …………………………….. 82
3.1.4 Faktor Keturunan ………………………………………… 83
3.1.5 Faktor Cinta ……………………………………................ 86
3.2 Luh Sekar/Jero Kenanga dari Kasta Brahmana ke Kasta Sudra .. 92
3.2.1 Faktor Kemiskinan ............................................................. 92
3.2.2 Dampak Politik: Anak eks-PKI .......................................... 94
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 100
4.1 Kesimpulan …………………………………………………… 100
4.2 Saran ………………………………………………………….. 106 DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………….. 108 DAFTAR TABEL DAN BAGAN Tabel 1 ………….……………………………………………………………. 50 Tabel 2 ……………………………………………………………………….. 68 Tabel 3 ……………………………………………………………………….. 98 Tabel 4 ……………………………………………………………………….. 99 Bagan 1 ………………………………………………………………………. 70 BIOGRAFI PENULIS
………………………………………………………. 111
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial (Luxembrug via Hartoko, 1984: 23). Sastra tersebut ditulis pada suatu kurun waktu tertentu dan langsung berkaitan dengan norma dan adat-istiadat zaman itu. Pengarang menciptakan karyanya selaku seorang warga masyarakat dan menyapa pembaca yang kapasitasnya sama dengan dia, yaitu sebagai warga masyarakat. Sastra juga bisa dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat (Luxemburg via Hartoko, 1984: 24). Peneliti dapat menilai pandangan pengarang dan dapat menentukan bagaimana pengarang menampilkan jaringan sosial itu dalam karyanya.
Karya sastra berfungsi untuk menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Karya sastra juga menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran (baik dan buruk). Karya sastra dapat diibaratkan sebagai potret atau sketsa kehidupan. Kehidupan sekitar pengarang digambarkan sesuai pendapat pengarang sendiri yang bisa juga disebut sebagai kritik sosial pengarang kepada keadaan sekitarnya. Namun, karya sastra mempunyai fungsi yang berubah-ubah dari zaman ke zaman sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya (Budianta, 2002: 19).
Novel Tarian Bumi bisa dikatakan sebagai kritik sosial Oka Rusmini terhadap aturan adat Bali. Pulau Bali masih terjaga keeksotikan dan tradisi budaya aslinya sampai sekarang walaupun banyak tantangan yang harus dilewati. Tidak heran jika turis domestik bahkan mancanegara mau menghabiskan uangnya hanya untuk berlibur menikmati keindahan alamnya. Masyarakat Bali dominan beragama Hindu. Mayoritas masyarakat Bali juga masih menganut garis patriarkat. Patriarkat adalah sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis turunan bapak. Misalnya seorang anak harus menyandang nama ayahnya karena sistem keluarga dan menjadi harta warisan bagi pihak laki- laki. Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali umumnya lebih cenderung mengarah kepada pihak laki-laki atau patrilineal (Swarsi, 1986: 65).
Sebenarnya masyarakat Bali tidak mengikuti pola pembagian kasta di Hindu. Masyarakat Bali menyebut pembagian golongan itu dengan istilah warna.
Hanya saja masyarakat di luar Bali sering menyamakan istilah warna dengan kasta karena kemiripan dalam pembagian jenis-jenisnya. Ada empat pembagian kasta yang ada di Bali, yaitu kasta brahmana yang merupakan kasta paling tinggi, kasta ksatria, kasta wesya, dan kasta sudra yang paling rendah tingkatannya.
Dalam istilah warna pembagian jenis memakai istilah caturwarna, yaitu brahmana, ksatria, wesya, dan jaba. Di sini penulis menggunakan kata kasta karena bahan utama penelitian ini, novel Tarian Bumi, juga menggunakan istilah kasta.
Sistem kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan yang ideal. Perkawinan yang ideal haruslah dalam satu kasta jika tidak ada yang mau dirugikan. Seorang perempuan Bali yang berkasta tinggi melakukan perbuatan menyimpang jika menikah dengan pria dari kasta rendah.
Pasangan yang sudah menikah harus mengikuti suami untuk menetap. Hal ini merupakan salah satu bagian dari sistem patriarkhi (Swarsi, 1986: 19).
Oka Rusmini dilahirkan di Jakarta, 11 Juli 1967. Saat ini ia bekerja sebagai wartawan Bali Post. Antologi yang memuat karya-karyanya, antara lain,
Doa Bali Tercinta (1983), Rindu Anak Mendulang Kasih (1987), Perjalanan
Malam (1991), Ambang (1992), Teh Gingseng (1996), dan Mimbar Penyair Abad
21 (1997). Di samping itu, sejumlah sajak dan cerpennya juga muncul di berbagai
media massa serta jurnal kebudayaan, termasuk Matra, Kalam, Horison, dan
Ulumul Qur’an. Novelnya, Tarian Bumi, dimuat sebagai cerita bersambung di
Harian Republika (1997). Sementara cerpennya Putu Menolong Tuhan terpilih sebagai cerpen terbaik Femina 1994 dan diterjemahkan oleh Vern Cork dalam buku Bali Behind The Seen (Australia, 1996). Pada tahun 1992 ia diundang sebagai penyair tamu dalam Festival Kesenian Yogya IV. Ia mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 1996. Oktober 1997 ia mengikuti pertemuan penulis se-Asea n yang bertajuk “Bengkel Kerja Penulis
Kreatif Asean” di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Oka disebut sebagai “gelombang penyair mutakhir” oleh Rendra karena karya sastranya menyuarakan keperempuanan ketika berhadapan dengan laki-laki dan tanah. Noveletnya Sagra dinobatkan sebagai novelet terbaik Femina 1988. Kini ia tinggal di Denpasar.
Putra, mantan wartawan Bali Post dan peneliti di bidang sastra Indonesia, sastra Bali modern, kebudayaan, media massa, dan gender di Yayasan Kebudayaan Rancage Bandung, menyoroti figur perempuan Bali yang menjadi tokoh dalam karya-karya sastra mulai dari karya Panji Tisna, Putu Wijaya hingga Oka Rusmini dan Cok Sawitri. Citra wanita Bali dalam sastra Indonesia sejak zaman kolonial selalu ditampilkan sebagai budak, korban pemerkosaan, atau munafik karena status kasta. Citra wanita Bali yang tertindas dari karya sastra zaman kolonial bisa dilihat dalam novel Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) dan
Sukreni Gadis Bali (1936). Menurut Panji Tisna, novel tersebut merupakan kritik
bagi raja-raja Bali pada akhir abad ke-19 yang sibuk berperang saudara dan bila perlu mencari duit dengan menjual rakyatnya sebagai budak atau memajak impor candu. Di sisi lain, pembaca beranggapan bahwa novel karya Panji Tisna sebagai fragmen kehidupan wanita Bali yang tertindas sebagai budak. Putu Wijaya dalam novel Bila Malam Bertambah Malam (1972) juga memakai figur wanita Bali yang terlalu mempertahankan feodalisme, berhati busuk, hipokrit, dan akhirnya dipermalukan lewat perselingkuhan yang berkaitan dengan kasta. Figur wanita Bali digambarkan tak berdaya alias powerless, sedangkan dalam karya sastrawan wanita, figur wanita Bali mulai bangkit melawan tekanan yang dihadapi. Puisi
Namaku Dirah (1999) karya Cok Sawitri yang diilhami dari kisah Calon Arang
menampilkan pembalasan wanita yang tertekan hidupnya. Sajak Alit S. Rini yang berjudul Perempuan yang Jadi Lambang (2000) merupakan kisah perjuangan berat wanita sampai berhasil (Putra, 2002:129).
Kebangkitan wanita Bali juga tercermin dari novel Tarian Bumi karya Oka. Novel ini menampilkan tokoh-tokoh wanita yang berhasil mewujudkan
1
impiannya. Luh Sekar (dari kasta sudra/kasta rendah) lahir di keluarga miskin yang sangat ingin menjadi istri brahmana (kasta tertinggi). Berbagai cara ditempuh sampai ia harus mengingkari kastanya dan akhirnya disunting lelaki brahmana. Dia berpindah kasta dan berhasil naik kasta, sehingga namanya
2
3
berubah menjadi Jero Kenanga. Ida Ayu Telaga Pidada, anak Jero Kenanga dan
4 Ida Bagus Ngurah Pidada, malah sebaliknya tidak berminat menjadi brahmana
karena dunia brahmana penuh kemunafikan. Ida Ayu Telaga Pidada berusaha keras menurunkan kastanya dengan menikah dengan lelaki sudra walau penuh kendala, akhirnya tercapailah keinginannya.
Karya sastra karangan Panji Tisna, Putu Wijaya, Cok Sawitri, Alit S. Rini, sampai Oka Rusmini memiliki perbedaan tema penggambaran para tokoh perempuan Bali dan citra wanita yang digambarkan. Perbedaan ini tentu bukan saja karena perbedaan seksual, tetapi juga karena mereka menulis di zaman yang berbeda. Pengarang laki-laki menulis di zaman kolonial dan Orde Baru ketika kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat dibayangi kontrol kuat penguasa dengan rasio kebenaran tunggal. Situasi seperti ini mempengaruhi pengarang wanita Bali untuk lebih berani menunjukkan jati dirinya, menggambarkan wanita- wanita yang tegar dan berhasil mewujudkan cita-cita termasuk mempertahankan harkat dan martabat (Putra, 2002:134).
1 2 Panggilan untuk anak perempuan dalam struktur masyarakat Bali.
Nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menikah dengan laki-laki
3 brahmana.
Nama depan anak perempuan kasta brahmana, kasta tertinggi dalam struktur masyarakat Bali,
biasanya disingkat Dayu.Namun jika dilihat dari akhir cerita Tarian Bumi, pola pikir masa lalu atau kesamaan tema penceritaan, bahwa perempuan Bali selalu menderita dan sengsara, belum sepenuhnya hilang dari para penulis wanita yang berasal dari Bali seperti Cok Sawitri. Oka melukiskan wanita Bali yang berani berpindah kasta, tetapi pada akhirnya wanita itu sendiri menghadapi penderitaan hidup yang tidak akan bisa ditutupi selamanya. Misalnya, setelah Luh Sekar menjadi istri lelaki brahmana, hidupnya bergelimangan duka karena hubungan dengan leluhurnya harus putus. Sementara Ida Ayu Telaga Pidada terpaksa menjanda karena lelaki sudra yang dinikahinya mati mendadak. Konon kematian Wayan, suami Telaga, dikarenakan kutukan atas pelanggaran perkawinan antarkasta.
Novel Tarian Bumi memang mempunyai kebaharuan tema penceritaan dan penggambaran para tokoh perempuan dari sudut pandang pengarang sebagai wanita Bali, yaitu wanita Bali mau bangkit dan berjuang untuk hak dan cita- citanya walaupun akhirnya akan menghadapi penderitaan. Keberanian, perjuangan, dan perpindahan kasta Ida Ayu Telaga Pidada dan Luh Sekar/Jero Kenanga dalam novel Tarian Bumi dipengaruhi oleh adanya suatu motivasi atau dorongan dari berbagai pihak untuk melakukan sesuatu. Motivasi perpindahan kasta dalam novel Tarian Bumi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan nilai-nilai kebudayaan Bali. Sistem sosial seperti kasta merupakan adat-istiadat atau nilai- nilai kebudayaan Bali yang sudah turun-temurun mengakar di masyarakat Bali. Padahal dalam novel Tarian Bumi diungkapkan bahwa dalam dunia brahmana ada kemunafikan. Hal inilah yang memotivasi salah satu tokohnya, Telaga, melakukan perpindahan kasta dari kasta brahmana ke kasta sudra.
Pemilihan judul Motivasi Perpindahan Kasta Brahmana-Sudra dalam
Novel Tarian Bumi dalam penelitian ini mengacu pada kuatnya aturan-aturan lama
dari sistem kasta itu sendiri sebagai pengaruh munculnya motivasi yang berasal dari nilai-nilai kebudayaan Bali untuk berpindah kasta. Oka sebagai seorang pengarang wanita dari Bali mengungkap jelas bagaimana tokoh-tokoh wanita Bali dalam novelnya ini berpindah dan memilih keluar dari kastanya karena berbagai motivasi.
Penulis hanya menggunakan analisis tokoh dan penokohan sebagai unsur- unsur intrinsik struktural. Dari analisis tokoh dan penokohan sudah dapat terlihat gambaran kehidupan dan motivasi perpindahan kasta tokoh Ida Ayu Telaga Pidada dan Luh Sekar/Jero Kenanga. Kedua unsur, tokoh dan penokohan, akan mempermudah dan mengefektifkan objek penelitian yang berhubungan dengan motivasi perpindahan kasta.
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2002: 165).
Selain tokoh dan penokohan, pendekatan yang dipakai penulis adalah pendekatan sosiologi sastra karena menyangkut nilai-nilai budaya Bali terutama sistem kastanya. Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksud disebabkan oleh karya sastra dihasilkan oleh pengarang, dan pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Pendekatan sosiologi sastra mendasarkan pada sastra sebagai cerminan masyarakat atau sastra menampilkan fakta-fakta sosial dalam masyarakat (Ratna, 2004: 60).
Kekayaan dalam masyarakat itu mempengaruhi pengarang dalam menciptakan motivasi tokoh pada novelnya. Kekayaan di dalam masyarakat itu merupakan suatu nilai-nilai kebudayaan dan sosial masyarakat itu sendiri. Kekayaan atau nilai-nilai kebudayaan dan sosial di Bali salah satunya adalah sistem kasta. Penulis berasumsi bahwa sistem kasta di Bali sangat mempengaruhi motivasi tokoh dalam novel Tarian Bumi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah unsur intrinsik tokoh dan penokohan dalam novel
Tarian Bumi karya Oka Rusmini?
1.2.2 Apa saja motivasi tokoh-tokoh yang berpindah kasta dalam novel
Tarian Bumi karya Oka Rusmini?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini.
1.3.2 Mendeskripsikan motivasi tokoh-tokoh yang berpindah kasta dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi studi sastra khususnya bidang sosiologi sastra, yaitu mengenai motivasi perpindahan kasta yang dilakukan oleh masyarakat Bali yang dihadapkan langsung dengan aturan kasta.
1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat juga untuk studi sosial tentang sistem kasta dan kebudayaan Bali di zaman sekarang.
1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap studi perempuan sehingga kita dapat mengetahui kondisi dan posisi perempuan Bali dengan adanya sistem kasta.
1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca dan sastrawan untuk menafsirkan karya sastra dalam permasalahan sosial berupa motivasi perpindahan kasta.
1.5 Tinjauan Pustaka
Novel Tarian Bumi memang fenomenal saat peluncuran bukunya tahun 2000. Banyak sastrawan, pembaca, bahkan masyarakat Bali sendiri ikut memberi tanggapan baik berupa penentangan ataupun dukungan. Hal ini dikarenakan novel
Tarian Bumi menyangkut masalah gender, kasta, feminisme, dan emansipasi
perempuan yang saat itu masih menjadi perdebatan.Berbagai pembahasan tentang Novel Tarian Bumi yang penulis dapatkan sebagian besar berbentuk informasi dan hanya sebatas resensi buku serta beberapa pendapat pembaca novel ini. Menurut Dami N. Toda dalam majalah Matabaca, perempuan Bali mampu berperan protagonis menaikkan atau menurunkan kastanya.
“Dengan percaya diri, Oka Rusmini memunculkan premis terpaling asas di Bali. Bahwa hanya wanita Bali mampu berperan protagonis menampik derajat kasta manusia Bali dari suratan cipta Dewata: menaikkan atau menurunkannya.
Sementara posisi pria Bali tidak berkutik di depan keputusan nasib menurut derajat (kasta) menurut kelahiran. Menerima tanpa kuasa menampik.” (Toda, 2003: 42)
Selain itu penulis juga menemukan skripsi Ni Nyoman Arini Puspa Dewi, mahasiswa psikologi USD, yang berjudul “Perubahan Identitas Wanita Brahmana yang Turun Kasta menjadi Sudra karena Perkawinan
” memakai novel Tarian
Bumi sebagai contoh fakta yang terjadi di Bali. Dewi mengungkapkan bahwa ada
tiga kesimpulan dalam penelitiannya, yaitu seorang brahmana menjadi sudra harus menerima konsekuensi memiliki identitas baru, motivasi menikah turun kasta disebabkan oleh lamanya berpacaran dan faktor usia dalam menantikan laki-laki sekasta, serta seseorang yang turun kasta bisa memilih untuk tetap tinggal di Bali atau keluar dari lingkungannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan kesimpulan skripsinya berikut:
“1. Sebagai konsekuensi menikah turun kasta, seorang brahmana menjadi Sudra maka ia akan memiliki identitas baru melalui proses restrukturisasi ego yang menyinambungkan antara identitasnya yang terdahulu dengan identitasnya yang sekarang sebagai wujud solidaritas batin dengan cita-cita serta identitas kelompoknya.
2. Sesuai data yang diperoleh setelah penelitian, dapat diketahui bahwa motivasi menikah turun kasta disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor lamanya masa berpacaran yang akhirnya menciptakan cinta yang mendalam dan faktor usia dalam menantikan laki-laki yang sekasta.
3. Dapat diketahui bahwa setelah turun kasta mereka beradaptasi dengan tetap tinggal di Bali dan ada yang memilih keluar dari lingkungan masyarakat di Bali dengan alasan agar lebih mudah menyesuaikan diri dengan orang-orang baru yang tidak ada kaitannya dengan keluarga brahmana.
” (Dewi, 2003: 70)
Dari tinjauan pustaka di atas, penulis memperoleh gambaran berbagai pandangan mengenai perpindahan kasta yang dilakukan beberapa tokoh dalam novel Tarian Bumi. Selain itu, penulis juga lebih dapat memahami adanya beberapa motivasi tokoh yang melakukan perpindahan kasta.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan berkaitan dengan seseorang yang melakukan sesuatu, seseorang yang membuat konflik, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2002: 164). Semua unsur cerita rekaan, termasuk tokohnya, bersifat rekaan semata-mata. Tokoh itu di dalam dunia nyata tidak ada. Boleh jadi ada kemiripannya dengan individu tertentu di dalam hidup ini; artinya, ia memiliki sifat-sifat yang sama dengan seseorang yang kita kenal di dalam hidup kita ataupun memiliki sifat yang dikenal pembaca, yang tidak asing baginya, bahkan yang mungkin ada pada diri pembaca itu sendiri (Sudjiman, 1988: 17).
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2002: 165). Fungsi dari analisis tokoh dan penokohan adalah untuk mengetahui siapa pelaku dalam cerita, watak, dan makna niatan si pengarang sebagai pencipta tokoh, serta mendukung analisis motivasi perpindahan kasta brahmana-sudra dalam novel Tarian Bumi.
1.6.1.1 Tokoh
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2002: 165). Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampaian pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2002: 167).