ANALISIS PENERAPAN PSAK 107 TENTANG AKUNTANSI IJARAH DALAM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH.

(1)

IJARAH DALAM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

(Studi Fenomenologis pada Bank Muamalat dan Permata Bank Syariah)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi

Disusun oleh: Rizkita Effendi

0808425

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Oleh

Rizkita Effendi

Dr. UPI Bandung

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi pada

Program Studi Akuntansi

@Rizkita Effendi, 2013

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotocopy atau cara


(3)

(4)

107 Tentang Akuntansi Ijarah dalam Pembiayaan Perbankan Syariah” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

UCAPAN TERIMA KASIH……….. ii

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL………. ix

DAFTAR GAMBAR……… x

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1Latar Belakang………... 1

1.2Rumusan Masalah………. 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian……….. 10

1.3.1 Maksud Penelitian……… 1.3.2 Tujuan Penelitian………. 10 11 1.4Manfaat Penelitian……….. 11

1.4.1 Aspek Akademik………... 11

1.4.2 Aspek Praktis……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 13

2.1 Kajian Pustaka………. 13

2.1.1 Perbankan Syariah………... 13

2.1.2 Produk-Produk Bank Syariah……….. 17

2.1.3 Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik……….. 35


(6)

2.2 Kerangka Pemikiran……… 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 55

3.1 Objek Penelitian……….. 55

3.2 Metode Penelitian……… 56

3.2.1 Desain Penelitian………. 56

3.2.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data………. 57

3.2.3 Instrumen Penelitian……… 59

3.2.4 Teknik Analisis Data………... 61

3.2.5 Teknik Pengujian Kredibilitas Data……… 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 65

4.1 Hasil Penelitian……….. 65

4.1.1 Profil Bank Muamalat………. 68

4.1.2 Profil Permata Bank Syariah………... 76

4.1.3 Deskripsi Masalah Penelitian……….. 79

4.1.3.1 Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam Pembiayaan 80 4.1.3.2 Penerapan PSAK 107 dalam Pembiayaan dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik………... 86

4.1.3.3 Perbedaan antara Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dengan aplikasi yang dilakukan di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik………. 91


(7)

4.2.1 Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam Pembiayaan……….. 95

4.2.2 Penerapan PSAK 107 dalam Pembiayaan dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik………. 103

4.2.3 Perbedaan antara Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dengan aplikasi yang dilakukan di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik……….. 108

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… 116

5.1 Simpulan……….. 116

5.2 Saran……….. 117

5.2.1 Lembaga Syariah Terkait………. 117

5.2.2 Ikatan Akuntan Indonesia……… 118

5.2.3 Peneliti Selanjutnya………. 118


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Laju Pertumbuhan Perbankan Syariah……….. 3 Tabel IV.1 Kesimpulan Hasil Wawancara Penerapan Akad Ijarah Muntahiya

Bittamlik pada Permata Bank Syariah dan pada Bank Muamalat……. 85 Tabel IV.2 Kesimpulan Hasil Wawancara Mengenai Penerapan PSAK 107 pada

Permata Bank Syariah dan pada Bank Muamalat……….. 90 Tabel IV.3 Kesimpulan Hasil Wawancara Mengenai Perbedaan dalam

Pelaksanaan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Perlakuan


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Grafik Peningkatan Pembiayaan Perbankan Syariah………. 5

Gambar II.1 Bagan Kerangka Pemikiran……….. 54

Gambar IV.1 Struktur Organisasi Bank Muamalat………... 75


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat timbullah jasa pembiayaan yang ditawarkan baik oleh lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank.

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam dunia perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut berfungsi sebagai perantara pihak-pihak yang kekurangan dana dengan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana. Dengan demikian, lembaga perbankan akan bergerak dalam kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank, melayani kebutuhan pembiayaan, serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

Bank yang terdapat di Indonesia sekarang ini tidak hanya yang beroperasi berdasarkan prinsip konvensional saja. Prinsip bank berdasarkan syariah merupakan salah satu bentuk jasa perbankan, yang baru mendapatkan pengakuan secara formal yuridis setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang


(11)

Perbankan sehingga bank berdasarkan prinsip Islam ini mempunyai fungsi yang sama seperti bank konvensional yang telah ada yaitu sebagai lembaga perantara pihak-pihak yang kekurangan dana dengan pihak-pihak-pihak-pihak yang kelebihan dana. Hanya saja yang membedakan adalah dalam cara pengoperasiannya, dimana bank syari’ah tidak mengenal sistem bunga dan menggunakan sistem bagi hasil bagi para nasabahnya

Ide dasar pengembangan prinsip syariah pada perbankan didasari oleh keinginan umat muslim untuk menjadi muslim yang kaffah. Dengan benar-benar menjalankan syariah islam dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia. Dengan adanya doktrin dalam syariah islam yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram karena termasuk riba, sehingga perlu alternatif operasional perbankan yang berdasarkan syariah.

Perbankan syariah mulai menjadi diminati oleh pelaku perbankan sejak terjadi krisis moneter pada masa orde baru. Bank Muamalat yang saat itu merupakan bank syariah pertama di Indonesia menjadi salah satu bank yang terbilang stabil diantara bank konvensional lainya yang banyak melaukan merger. Sejak saat itu bank-bank berbasis konvensional mulai mendirinit usaha syariah.

Tahun 2012 Perbankan Syariah terus mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan perbankan syariah dapat dilihat pada tabel I.1


(12)

Bank Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jan-2012 Bank

Umum Syariah

3 3 5 6 11 11 11

Unit Usaha Syariah

20 26 27 25 23 24 24

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

150 114 131 138 150 155 155

Sumber: Bank Indonesia

Pembiayaan merupakan bantuan dana yang diberikan oleh bank syariah guna memenuhi kebutuhan kekurangan dana yang dialami oleh masyarakat. Pembiayaan merupakan alternatif bagi para nasabah yang ingin menghindari riba. Saat memberikan pinjaman kredit, bank konvensional selalu menetapkan persentase bunga saat mengangsur pengembalian pinjaman. Sedangkan perbankan syariah tidak menerapkan sistem bunga dalam pembiayaan yang dilakukan, sehingga hal tersebutlah yang membedakan pinjaman kredit pada bank konvensional dengan pembiayaan pada perbankan syariah.

Umumnya bank syariah menerapkan jual beli dengan akad murabahah, salam, dan istishna dalam melakukan pembiayaan. Selain jual beli, bank juga membiayai kebutuhan nasabah dengan sistem investasi atau penanaman modal dengan menggunakan akad musyarakah dan mudharabah. Hal lainnya terkait pembiayaan adalah mengenai sewa atau biasa disebut ijarah. Dalam transaksi sewa-menyewa bank pada umumnya menggunakan akad ijarah dan ijarah muntahiya


(13)

bittamlik. Perbedaan skema antara ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik adalah dalam perjanjian di akhir akad. Pada ijarah muntahiya bittamlik akadnya disertai dengan janji kepemilikan saat akad berakhir, sedangkan ijarah hanya dilakukan pemindahan manfaat saja.

Sesuai dengan pengertian ijarah dalam PSAK 107, yakni ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti pemindahan pemilikan aset itu sendiri. Sedangkan ijarah muntahiya bittamlik adalah ijarah dengan wa’d perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu.

Antara akad ijarah dengan ijarah muntahiya bittamlik memiliki kesamaan dalam jenis akadnya, yakni sewa-menyewa, namun dalam aplikasi pembiayaan di perbankan kedua pembiayaan tersebut dilakukan dalam keadaan yang berbeda. Ijarah biasanya digunakan untuk pembiayaan yang bersifat pelayanan jasa, seperti sewa tempat untuk gadai emas sedangkan ijarah muntahiya bittamlik digunakan untuk pembiayaan yang bersifat pemilikan terhadap aset pembiayaan, seperti rumah, alat berat, mesin, kendaraan dan sebagainya.

Perbedaan pengaplikasian dalam pembiayaan, pemerataan penyaluran pembiayaan antara ijarah dengan ijarah muntahiya bittamlik juga jauh berbeda. Hampir semua bank menerapkan pembiayaan dengan akad ijarah, namun hanya sedikit bank yang menerapkan pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik. Oleh sebab itu, penelitian ini terfokus pada pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik.


(14)

Berdasarkan data statistik Bank Indonesia, jumlah pertumbuhan pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah sejak 2006 sampai 2011, pembiayaan terus meningkat. Peningkatan pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat dalam grafik I.1

Sumber: Bank Indonesia

Pertumbuhan pesat pembiayaan pada bank syariah tidak disertai dengan pemerataan dalam menyalurkan pembiayaan ke berbagai akad yang ada. Murabahah dengan skema jual-beli secara angsuran selalu menjadi pembiayaan yang paling banyak digunakan, sedangkan ijarah muntahiya bittamlik dengan skema sewa-beli dalam memperoleh kepemilikan aset berbanding terbalik dengan murabahah. Menurut data statistik Bank Indonesia, pembiayaan murabahah sejak tahun 2006 sampai pada akhir 2011 selalu berada di atas 50% penyalurannya. Padahal jika dilihat dalam skema, murabahah dengan ijarah muntahiya bitamlik tidak jauh berbeda. Ijarah muntahiya bittamlik yang merupakan pembiayaan dengan prinsip sewa beli, masih menjadi minoritas dalam pembiayaan di bank syariah. Hal tersebut dapat dilihat dari presentase pembiayaan dari data statistik yang dikeluarkan oleh Bank

0 50000 100000 150000

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pembiayaan Perbankan Syariah


(15)

Indonesia, sejak tahun 2006 sampai dengan 2011, pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik tidak pernah melebihi 3% dari keseluruhan pembiayaan. Bank syariah di Indonesia masih enggan untuk memberlakukan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dalam penyaluran pembiayaan. Kendala bagi sebagian besar bank syariah untuk menerapkan prinsip ijarah muntahiya bittamlik adalah disebabkan oleh rumitnya mekanisme dari ijarah muntahiya bittamlik, baik dari sudut pandang perbankan maupun dari sudut pandang nasabah sehingga sebagian besar bank syariah hanya menerapkan prinsip murabahah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kepemilikan aset.

Rumitnya mekanisme dalam ijarah muntahiya bittamlik menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Muamalat Indonesia, sehingga Bank Muamalat Indonesia adalah salah satu bank yang menerapkan ijarah muntahiya bittamlik dalam penyaluran pembiayaan. Bank Muamalat Indonesia melihat peluang dalam mekanisme ijarah muntahiya bittamlik, yakni keunggulan ijarah muntahiya bittamlik dalam perubahan harga sewa. Dalam ijarah muntahiya bittamlik, harga sewa yang disepakati dapat berubah sewaktu-waktu atas kesepakatan bersama, sehingga resiko kerugian yang ditanggung bank dapat diminimalisir. Berbeda dengan murabahah yang harga jual beserta marginnya bersifat tetap dan tidak dapat berubah. Sehingga mengenai pengakuan pendapatan, akan berbeda antara murabahah dengan sistem jual-beli kredit dengan ijarah muntahiya bittamlik dengan sistem sewa-beli.

Selain Bank Muamalat Indonesia, bank syariah lainnya yang menerapkan prinsip ijarah muntahiya bittamlik adalah Permata Bank Syariah. Permata Bank


(16)

Syariah melihat keunikan dalam prinsip ijarah muntahiya bittamlik yang mana dapat dilakukan dengan jangka waktu yang lama. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Bapak Wardi selaku operasional Permata Bank Syariah sampai pada saat ini, Permata Bank Syariah menerapkan ijarah muntahiya bittamlik pada pembiayaan pemilikan rumah (KPR), pemilikan alat berat, kapal pesiar, dan pesawat. Diantara bank syariah lain yang mengunggulkan produk murabahah dalam pembiayaan, Permata Bank syariah justru sebaliknya, yakni mengunggulkan produk ijarah muntahiya bittamlik dalam hal kepemilikan aset. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak operasional Permata Bank syariah, yakni Bapak Wardi, bahwa 60% pembiayaan yang dilakukan menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik. Di Permata Bank Syariah KPR yang dilakukan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dapat dilakukan dengan jangka waktu yang lama, dibandingkan dengan murabahah yang hanya dapat dilakukan dengan maksimal jangka waktu lima tahun. Achmad K. Permana selaku Head Permata Bank Syariah mengatakan bahwa KPR dengan menggunakan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dapat dilakukan dengan jangka waktu 20 tahun, begitu pula jangka waktu untuk kepemilikan alat berat lainnya.

Terkait masalah kepemilikan aset sebagai objek pembiayaan pada prinsip ijarah muntahiya bittamlik, aset tersebut seharusnya diakui pemilikannya oleh pihak bank selama masa sewa berlangsung. Dalam PSAK 107 dijelaskan bahwa objek ijarah diakui oleh pemilik (mu’jir) pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya


(17)

perolehan, itu artinya pada saat pihak bank membeli obyek pembiayaan dari pihak ketiga untuk disewakan kembali kepada nasabah dengan perjanjian pemindahan kepemilikan di akhir, maka aset yang menjadi obyek pembiayaan seharusnya pengakuan kepemilikannya berada pada pihak bank. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik memutuskan bahwa pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.

Hasil dari prapenelitian yang dilakukan, ada beberapa perbedaan terkait masalah kepemilikan aset dalam akad ijarah muntahiya bittamlik antara yang tercantum dalam PSAK 107 dan Fatwa DSN dengan aplikasi di lapangan yang dilakukan oleh perbankan. Dalam permatabank syariah, ada dua pilihan yang diberikan kepada nasabah terkait kepemilikan aset yang menjadi obyek sewa, yakni aset tersebut dapat langsung menjadi atas nama nasabah dan pilihan keduanya adalah aset tersebut menjadi atas nama bank sampai pada kesepakatan yang ditentukan. Untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif, biasanya aset yang menjadi objek ijarah langsung menjadi atas nama nasabah, sedangkan untuk pembiayaan yang sifatnya produktif terlebih dahulu menjadi atas nama bank yang selanjutnya akan pindah kepemilikan lagi setelah akad ijarah selesai.

Pengakuan biaya yang muncul dalam akad ijarah muntahiya bittamlik dijelaskan dalam fatwa DSN bahwa biaya perbaikan adalah kewajiban bagi lembaga keuangan syariah, adapun biaya yang ditanggung oleh nasabah hanyalah biaya-biaya


(18)

yang nonmaterial yang sifatnya ringan. Akan tetapi dalam aplikasinya, nasabah menanggung seluruh biaya, seperti biaya perawatan rutin atas aset yang menjadi objek pembiayaan, biaya perbaikan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan atas pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik.

Berdasarkan fenomena dan masalah yang ada terkait dengan ijarah muntahiya bittamlik maka penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan studi fenomenologis. Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti mengenai implementasi pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik yang dilakukan serta pengakuan transaksi-transaksi keuangannya dalam akuntansi syariah, sehingga penelitian ini berjudul “Analisis Penerapan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dalam Pembiayaan Perbankan Syariah” dengan studi fenomenologis pada PT. Bank Muamalat Indonesia dan Permata Bank Syariah.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang yang telah dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya, maka penulis sebagai peneliti perlu mengetahui beberapa aspek mengenai penerapan akuntansi ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan pada perbankan, sehingga terdapat beberapa pertanyaan yang akan dijadikan rumusan masalah, yakni:


(19)

1. Bagaimana penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik dalam skema pembiayaan di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah?

2. Bagaimana perlakuan akuntansi dalam pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah? 3. Mengapa terdapat perbedaan antara fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27

tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dengan aplikasi yang dilakukan di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan meneliti mengenai skema pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik yang diterapkan perbankan syariah dalam pembiayaan, serta perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh perbankan terkait dengan pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik. Penulis ingin mengetahui penyebab adanya perbedaan antara dasar pelaksanaan ijarah muntahiya bittamlik dalam teori dengan aplikasi yang dipraktekan, faktor apa saja yang menyebabkan pihak perbankan membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan fatwa MUI serta acuan standar keuangan PSAK 107.


(20)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dalam skema pembiayaan di perbankan syariah.

2. Untuk mengetahui penerapan akuntansi yang dilakukan bank syariah pada pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik.

3. Untuk mengetahui penyebab perbedaan antara dasar hukum pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik dengan aplikasinya di lapangan.

1.4Manfaat Penelitian

Berikut kegunaan penelitian dilihat dari berbagai aspek 1.4.1 Aspek Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu serta pendalaman dalam hal penerapan ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan serta perlakuan akuntansinya, sehingga dapat menjadi referensi bagi pengembangan ilmu syariah dalam jangka ke depannya.


(21)

1.4.2 Aspek Praktis

1. Referensi bagi pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik.

2. Masukan dan referensi bagi pihak perbankan syariah dalam pembuatan produk bagi nasabah serta pengambilan kebijakan terkait dengan pembiayaan yang sesuai dengan syariah.

3. Memberikan wawasan tambahan bagi pihak-pihak yang berkeinginan untuk terus mengembangkan ilmu syariah.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan beserta perlakuan akuntansinya, yang mana diketahui bahwa ijarah muntahiya bittamlik tidak jauh berbeda dalam konsep di lapangan.

Oleh karena penelitian ini terarah pada penerapan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dan perlakuan akuntansinya, maka penelitian diarahkan kepada manager operasional pembiayaan untuk mendalami implementasi pembiayaan dan juga mengarahkan penilitian kepada audit internal untuk mendalami masalah penerapan prinsip ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan serta yang terkait dengan pengakuan akuntansinya dalam transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dalam pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik. Peneliti akan melakukan penelitian kepada pihak-pihak yang dinilai dapat memberikan keterangan mendalam yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pembiayaan, pengawasan internal pembiayaan. Pihak-pihak terkait tersebut adalah audit internal yang mengetahui standar penerapan operasional pembiayaan, dan divisi administrasi yang melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang terkait dengan pembiayaan. Peneliti mengambil studi kasus penelitian pada Bank Muamalat, karena


(23)

Bank Muamalat merupakan pelopor bank syariah dan satu-satunya bank syariah yang tidak berakar dari bank konvensional, sehingga Bank Muamalat dinilai lebih paham terhadap hukum-hukum syariah yang diterapkan dalam implementasi pembiayaan. Selain itu Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang memiliki anak perusahaan yang berupa Lembaga Keuangan Syariah yang khusus untuk menangani pembiayaan murabahah, ijarah, dan ijarah muntahiya bittamlik dengan nama PT. Al-Ijarah Indonesia Finance, sehingga hal tersebut menimbulkan ketertarikan tersendiri untuk dilakukan penelitian di dalamnya. Penelitian juga dilakukan kepada Permata Bank Syariah, karena instansi tersebut sedang gencar menerbitkan pembiayaan dengan prinsip ijarah muntahiya bittamlik.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi dan studi kasus. Jenis penelitian ini merupakan penelitian diskriptitf kualitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan gambar, kata-kata disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara antara peneliti dan informan. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut perspektif partisipan. Dalam


(24)

penelitian ini peneliti berusaha mendapatkan selengkap mungkin data mengenai penerapan ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan serta pengakuannya dalam akuntansi syariah.

3.2.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari informan yang bersangkutan.

Menurut Hasan (2002: 82) “data primer adalah data yang diperolehatau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukanpenelitian atau bersangkutan yang memerlukannya.”

Menurut Sugiyono(2005: 62) “data primer adalah sumber langsung yang memberikan data pada pengumpul data.”

Menurut Ruslan (2003: 29) “data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian perorangan,kelompok dan organisasi.”

Menurut lofland dan lofland dalam Metode Penelitian Kualitatif (Moleong, 2009:157), ‘sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data ambahan seperti dokumen dan lain-lain.’

Moleong juga menyebutkan bahwa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama yang kemudian sumber data utama akan dicatat ke dalam catatan-catatam tertulis melalui media-media pendukung (2009:157).


(25)

Teknik sampling yang digunakan dalam kualitatif jelas berbeda dengan kuantitatif. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah sampel bertujuan atau purposive sample karena bertujuan ingin menggali informasi dari responden tertentu.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh Moleong (2009:224), “yakni maksud kedua dari sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.” Oleh sebab itu pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Dengan demikian maka informan yang dipilih adalah sebagai berikut:

1. Divisi marketing atau account officer yang sering menangani pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik pada sehingga dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan ijarah muntahiya bitamlik pada Bank Muamalat Indonesia dan Permata Bank Syariah.

2. Divisi akuntansi atau administrasi yang mencatat mengenai transaksi keuangan terkait dengan pembiayaan, untuk mengetahui penerapan standar akuntansi yang dilakukan dalam prinsip ijarah muntahiya bittamlik serta mengetahui pengakuan pada transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dalam akad ijarah muntahiya bittamlik pada Bank Muamalat dan Permata Bank Syariah.

3. Tokoh syariah yang dinilai ahli dalam bidang muamalah ekonomi syariah, untuk

mengetahui hukum syar’i yang seharusnya diterapkan dalam pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik.


(26)

Setelah penentuan sumber data dilakukan, maka selanjutnya dilakukan teknik pengumpulan data.

“Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-halatau keterangan-keterangan, atau karakteristik-karakteristik sebagian atauseluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian” (Hasan, 2002: 83).

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara

Berdasarkan pendapat Moleong dalam bukunya yang berjudul Metodologi penelitian Kualitatif, wawancara aalah percakapan dengan maksud tertentu.

Wawancara yang diterapkan peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur karena peneliti ingin mengetahui secara luas mengenai penerapan ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan yang mana sumber data berasal dari pihak-pihak yang dianggap sangat mengetahui mengenai pembiayaan terkait serta pengakuan dan pengukuran pendapatan Bank Muamalat Indonesia dan Bank Permata Syariah

Sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Moleong terkait dengan jenis-jenis wawancara yakni wawancara tak terstruktur dilakukan pada keadaan jika pewawancara berhubungan langsung dengan orang penting dan berhubungan langsung dengan responden (2009:191)

Oleh karena itu peneliti akan melakukan wawancara dengan sumber data terkait untuk memperoleh data yang dibutuhkan.


(27)

2. Dokumentasi

Guba dan Lincoln dalam Metodologi Penelitian Kualitatif (Moleong, 2009:216) ‘dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya seorang penyidik.’

“Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, manfsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2009:217).”

Dokumen yang menjadi teknik penelitian ini dilakukan untuk memperkuat validitas data yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan pada informan-informan tekait.

3.2.3 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama penelitian adalah peneliti itu sendiri, karena pada awalnya fokus permasalahan dalam penelitian kualitatif belum jelas dan pasti. Peneliti dalam penelitian kualitatif harus memahami bagaimana metode penelitian kualitatif, menguasai wawasan pada bidang yang diteliti, serta siap untuk memasuki obyek penelitian dan harus memiliki kesiapan baik secara logistik maupun akademiknya.


(28)

Peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian akan menjadi pihak yang terjun langsung ke lapangan serta harus berinteraksi dengan orang-orang yang berkaitan langsung dengan tujuan dari penelitian ini, dan pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan berupa catatan tertulis juga alat perekam atau tape recorder.

Dari sumber-sumber data terkait yang telah diuraikan pada sumber data penelitian, diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai penerapan ijarah muntahiya bittamlik dan perlakuan akuntansinya. Data-data yang diperoleh dari sumber data terkait, selanjutnya akan dilakukan pencatatan ke dalam catatan lapangan melalui media-media pendukung yakni recorder dan sebagainya.

3.2.4 Teknik Analisis Data

Bogdan & Biklen dalam Moleong (2009:248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,mensintesiskannya, mencari, dan memenukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Menurut Patton dalam Hasan (2002: 98) “analisi data adalah prosesmengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,dan satuan uraian dasar.”

Menurut Sugiyono (2005: 89) analisis data adalah proses mencari danmenyusun secara sistematis data yang diperoleh melalui hasil wawancara,catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan


(29)

sintesa,menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendirimaupun orang lain.

Adapun aktivitas dalam analisis data yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

a. Data reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti , merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Data display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Jika dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik, phie card, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin


(30)

mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori. Flowchart dan sejenisnya.

Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, namun Miles dan Huberman juga menyarankan selain melakukan display data dengan teks yang bersifat naratif, dapat juga dengan grafik, matriks, network dan chart.

c. Conclution Drawing atau Verification

Langkah ketiga dalam analisis kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.


(31)

3.2.5 Teknik Pengujian Kredibilitas Data

Salah satu cara yang paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian adalah dengan melakukan triangulasi yaitu dengan triangulasi peneliti, metode, teori ataupun sumber data. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi dengan sumber data dan triangulasi dengan teori untuk menguji kredibilitas data.

“Triangulasi adalah teknik pemeriksaan kebsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong 2009:330).”

Pattong (1987:331) dalam Moleong (2009:330) ‘triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mngecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.’

Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain triangulasi dapat mengecek kembali temuan dan jalan membandingkannya dengan sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan. 2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan yang terkait dengan tujuan yang telah dijelaskan dalam poin-poin pendahuluan. Pada bagian ini peneliti mengungkapkan mengenai penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik, baik dari segi pembiayaan maupun dari segi perlakuan akuntansinya yang mana PSAK 107 menjadi standar penerapan akuntansi yang diberlakukan pada transaksi-transaksi pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui mengenai penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik yang dilakukan dalam skema pembiayaan pada Bank Muamalat dan Permata Bank Syariah. Selain itu penelitian juga dilakukan untuk mengetahui sejauh mana PSAK 107 diterapkan dalam transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dalam pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik.

Uraian juga dilakukan untuk mengetahui penyebab adanya perbedaan antara pelaksanaan pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik yang sesungguhnya di lapangan dengan fatwa MUI tentang ijarah muntahiya bittamlik yang menjadi dasar hukum syariah mengenai pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik,


(33)

sehingga dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai fakta-fakta yang peneliti temukan di lapangan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Prapenelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari dua bank yang menjadi informan terkait dengan pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, yakni Bank Muamalat dan Permata Bank Syariah. Peneliti mengambil sumber data pada dua bank tersebut dengan menggunakan teknik nonprobability sampling dengan teknik sampling purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, karena itu informan yang dipilih adalah pihak-pihak yang dinilai mengerti dan memahami serta terlibat langsung dalam pelaksanaan ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan yang dilakukan.

Peneliti berhasil melakukan penelitian dengan melakukan wawancara kepada beberapa orang dengan berbagai jabatan pada masing-masing bank syariah terkait. Berikut adalah daftar informan yang berhasil peneliti wawancarai yang berkaitan dengan tema penelitian:

Tabel IV.1 Informan Penelitian

No Nama Jabatan Instansi

1 N. Wardi Head Syariah Complience & Head Office Support

Permata Bank Syariah 2 Evi Accounting & Reporting Syariah Permata Bank Syariah 3 Tugiantoro Finance & Strategi Division PT. Bank Muamalat

Tbk.

4 Ibrahim Relationship Manager Marketing PT. Bank Muamalat Tbk.


(34)

N. Wardi selaku Head Syariah Complience & Head Office Support di Permata Bank Syariah sudah berpengalaman dalam memasarkan produk-produk syariah. Beliau juga menjadi salah satu orang yang merumuskan produk-produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Permata Bank Syariah, sehingga peneliti berasumsi bahwa Bapak N. Wardi sangat memahami mengenai prosedur-prosedur akad ijarah muntahiya bittamlik yang diterapkan di Permata Bank Syariah. Pemahaman mendalam dari Bapak N. Wardi tersebut yang membuat peneliti memutuskan untuk menjadikan beliau sebagai salah satu informan yang tepat dalam menjawab rumusan masalah yang ada. Ibu Evi selaku Accounting & Reporting Syariah di Permata Bank Syariah mengatakan bahwa beliau sudah berada pada divisi akuntansi sejak Permata Bank belum memiliki unit usaha syariah, setelah unit usaha syariah di Permata Bank didirikan, beliau dikhususkan untuk menangani laporan keuangan khusus unit usaha syariah di Permata Bank. Informan dari Bank Muamalat adalah Bapak Tugiantoro dan Bapak Ibrahim yang masing-masing sudah berpengalaman dalam bidangnya, Bapak Tugiantoro sudah berpengalaman dalam hal pelaporan keuangan pada bank syariah, sedangkan Bapak Ibrahim sudah berpengalaman sebagai account officer dalam pemasaran penyaluran pembiayaan yang dilakukan.

Infroman-informan yang telah disebutkan di atas diharapkan dan dianggap mampu memberikan berbagai data dan informasi yang mendukung pada tujuan dari penelitian yang dilakukan. Informan-informan yang telah disebutkan ini dianggap


(35)

mampu untuk menguraikan serta mengungkapkan fakta-fakta lain di lapangan yang berkaitan dengan tema penelitian.

4.1.1. Profil Bank Muamalat Indonesia

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84.000.000.000,- pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.

Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor


(36)

perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan


(37)

direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.

Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai


(38)

The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).

Adapun visi misi dari Bank Muamalat adalah sebagai berikut:

 Visi

Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.

 Misi

Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder (pemegang saham).

Sampai pada saat ini PT. Muamalat Indonesia Tbk mempunyai beberapa anak perusahaan, yang mana bergerak di beberapa bidang lembaga keuangan lainnya, yakni

a. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) b. Muamalat Institute

c. PT. Al-Ijarah Indonesian Finance (ALIF) d. Baitulmaal Muamalat


(39)

a. Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat, merupakan Badan Hukum yang menyelanggarakan Program Pensiun, yaitu suatu program yang menjanjikan sejumlah uang yang pembayarannya secara berkala dan dikaitkna dengan pencapaian usia tertentu.

Keuntungan :

1. Bagi Perorangan : Sebagai jaminan kesinambungan penghasilan dan kesejahteraan di hari tua bagi diri sendiri dan keluarga.

2. Bagi Perusahaan : Perusahaan memberikan kesinambungan penghasilan karyawannya setelah berhenti dari bekerja dan dengan mengikutsertakan karyawan suatu perusahaan pada DPLK Muamalat, akan memberikan rasa aman bagi masa depan karyawan, sehingga ada ketenangan baik saat karyawan masih aktif bekerja maupun pada purna tugas.

b. Muamalat Institute

Sebagai institusi yang bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Insani khususnya tentang Ekonomi Syariah, dimana Muamalat Institute (MI) telah berdiri sejak Tahun 1992 dengan nama Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Perbankan Syariah (LPPBS). Beralih nama menjadi Muamalat Institute (MI) pada Tahun 1999. Pendirian Muamalat Institute adalah dalam rangka :


(40)

1. Mencetak tenaga - tenaga profesional berkualitas yang menguasai prinsip - prinsip ekonomi syariah sehingga dapat lebih berperan serta dalam pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

2. Mendukung pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia

3. Menjadi lembaga pelopor dalam pengembangan Sumber Daya Insani khususnya mengenai ekonomi syariah

4. Memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan ekonomi syariah di tanah air

c. PT. Al-Ijarah Indonesian Finance (ALIF)

PT. Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) adalah sebuah perseroan terbatas yang dibentuk untuk melayani kebutuhan pembiayaan bagi komunitas bisnis Indonesia khususnya dan komunitas bisnis Asia Tenggara pada umumnya. Selain perannya di bidang pembiayaan, ALIF juga menyediakan jasa konsultan di bidang investasi, perdagangan dan keuangan internasional untuk komunitas bisnis di Indonesia. ALIF pun siap memberikan konsultasi untuk lembaga asing terutama lembaga dari Negara-Negara teluk yang berencana memasuki pasar Indonesia.

Produk-produk keuangan ALIF saat ini terdiri dari Ijarah (penyewaan), Ijarah Muntahia Bittamlik (penyewaan dan pembelian), dan Murabahah (jual beli). Dalam operasinya, Al Ijarah akan mengutamakan pada pembiayaan proyek-proyek menengah hingga berskala besar, dengan minimum transaksi sebesar US$ 200.000.


(41)

Akseptabilitas transaksi akan ditentukan oleh kelayakan kreditnya. Bagi transaksi besar, ALIF akan menggunakan jaringannya untuk mengatur sindikasi internasional dengan mengundang lembaga-lembaga keuangan besar yang berada di negara-negara teluk.

Pada sisi sebagai pemberi konsultasi, peran ALIF adalah menjembatani aktifitas investasi, perdagangan dan pembiayaan antara Indonesia dan pasar pasar lainnya yang sedang tumbuh dengan fokus pada negara-negara di kawasan Teluk (Bahrain, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan Emirat Arab), Iran, Kazakhstan, dan Turki. Di sini, ALIF akan membantu seluruh lembaga ekonomi (dari mulai sektor swasta, BUMN, dan pemerintah daerah) di Indonesia yang mencari pemodal besar atau investor strategis dari kawasan Teluk untuk proyek-proyek potensial di Indonesia. Di sisi lain, ALIF juga akan menggunakan keahlian lokalnya untuk menjadi partner yang dapat diandalkan bagi pihak asing (terutama dari negara-negara tersebut diatas) yang tertarik untuk melakukan penetrasi pasar di Indonesia, baik bidang pembiayaan, investasi atau perdagangan.

d. Baitulmaal Muamalat

Bank Muamalat pada tahun 1994 membentuk unit pengelola dana ZIS dan sosial kebajikan yang kemudian disebut Baitulmaal. Unit yang awalnya didirikan atas dasar tanggung jawab Bank Muamalat terhadap pemberdayaan ekonomi mikro ini,


(42)

pada tanggal 16 Juni 2000 diresmikan sebagai lembaga amil zakat nasional oleh Menteri Agama RI. Kemudian sesuai tuntutan masyarakat akan lembaga amil zakat yang independen dan profesional dan UU No.38 tahun 1999, pada tanggal 22 Desember 2000 badan hukum Baitulmaal Muamalat resni didirikan yaitu Yayasan Baitulmaal Muamalat.


(43)

4.1.2. Profil Permata Bank Syariah

Permata Bank Syariah didirikan pada tanggal 10 November 2004. Permata Bank Syariah saat ini telah memiliki 3 Kantor Cabang dan 5 Kantor Cabang Pembantu yaitu, 1 Kantor Cabang Arteri Pondok Indah, Jl. Arteri Pondok Indah No. 41 Jakarta, 1 Kantor Cabang Buah Batu Bandung, Jl. Buah Batu No. 238 Bandung dan 1 Kantor Cabang Panglima Sudirman Surabaya. Pada awal maret tahun 2006 seluruh cabang konvensional PermataBank Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya akan dapat menerima layanan transaksi Syariah.

Unit Usaha Syariah secara terus menerus dikembangkan, dengan memanfaatkan jaringan dan infrastruktur yang dimiliki oleh PermataBank. Pada akhir tahun 2010, Unit Usaha Syariah hadir melalui Kantor Cabang Syariah di 10 kota utama di Indonesia dan 236 Kantor Layanan Syariah (Office Channeling), yang memberikan pilihan produk bagi nasabah yang memilih produk Syariah. Selama tahun 2010, Unit Usaha Syariah meneruskan proses sinergi dengan Permata Bank konvensional dalam pemasaran produk Syariah melalui jaringan cabang yang tersedia, di samping terus menekankan prinsip kehati-hatian maupun prinsip-prinsip Syariah dalam mengembangkan bisnisnya. Dengan demikian, kualitas aktiva produktif dapat tetap terpelihara di tengah pertumbuhan pembiayaan yang agresif. Dari sisi pengembangan produk, di tahun 2010 Unit Usaha Syariah memfokuskan pada pengembangan produk ritel yang sudah ada, serta peluncuran produk baru untuk segmen ritel dan komersial. Disamping itu, Unit Usaha Syariah juga meningkatkan


(44)

penggunaan dan efektivitas dari office channeling yang ada dalam rangka mengoptimalkan layanan kepada nasabah. Di tahun 2010 Unit Usaha Syariah mencatat peningkatan laba sebesar 15% dibandingkan tahun 2009. Pencapaian ini didukung oleh pertumbuhan aset produktif (bersih) sebesar 45%, dari Rp1,46 triliun di tahun 2009 menjadi Rp2,12 triliun di tahun 2010. Sementara itu, total pendanaan tumbuh sebesar 50% dari Rp1,16 triliun di tahun 2009 menjadi Rp1,73 triliun di tahun 2010 terutama diperoleh dari tabungan (44%), deposito (40%) serta giro (16%). Prestasi lainnya di tahun 2010 adalah penghargaan dari Majalah Investor sebagai Unit Usaha Syariah Terbaik untuk tahun 2010, 3rd Best Overall Performance di bulan Mei 2010 (dari MRI & Infobank) dan The Most Profitable Syariah Unit untuk kategori Bank dengan Aset lebih dari Rp1 triliun di bulan Agustus 2010, The Most Efficient Syariah Unit untuk kategori Bank dengan Aset lebih dari Rp1 triliun, di bulan Agustus 2010 dalam acara “The Islamic Award 2010”.

Memasuki tahun 2011, Unit Usaha Syariah akan terus membangun sinergi dengan PermataBank konvensional baik di segmen ritel maupun komersial untuk memasarkan produk Syariah melalui cabang-cabang yang ada. Di samping itu, Unit Usaha Syariah terus menekankan pada prinsip-prinsip Manajemen Risiko yang kuat untuk mempertahankan kualitas aktiva produktif yang sehat.


(45)

Visi

Menjadi penyedia jasa keuangan Syariah terkemuka di Indonesia, yang memiliki fokus pada segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Consumer. Misi

1. Menjalankan usaha keuangan sesuai prinsip syariah yang tumbuh secara berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

2. Meyediakan produk dan jasa keuangan syariah yang memberi solusi atas kebutuhan nasabah sebagai upaya melengkapi layanan PermataBank 3. Memperkerjakan karyawan dengan membekali pelatihan-pelatihan serta

memberikan penghargaan atas prestasi kerja.

4. Melayani seluruh lapisan masyarakat dengan mempertahankan standar kualitas yang tinggi serta berusaha menjadi panutan dalam tata kelola usaha yang baik.


(46)

4.1.3. Deskripsi Masalah Penelitian

Pembiayaan yang ditujukan kepada nasabah dengan tujuan membantu nasabah dalam mendapatkan aset yang diperlukan, baik untuk tujuan konsumtif maupun produktif terdapat dua jenis pembiayaan, yakni murabahah dengan ijarah muntahiya bittamlik. Memiliki tujuan dan manfaat yang sama tidak membuat murabahah dan ijarah muntahiya bittamlik memiliki pemerataan dalam penyaluran pembiayaannya. Dilihat dari pendapatannya terdapat ketimpangan yang jauh berbeda antara kedua pembiayaan tersebut, murabahah selalu menduduki posisi teratas dalam besaran pendapatan marginnya, sedangkan ijarah muntahiya bittamlik selalu berada di posisi terbawah dalam pendapat sewa yang didapatkan, hal tersebut menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan yang dilakukanpun jauh berbeda antara kedua pembiayaan tersebut. Setelah peneliti melakukan prapenelitian ke beberapa bank syariah, sebagian dari mereka berpendapat bahwa alasan tidak diterapkannya akad ijarah muntahiya bittamlik pada penyaluran pembiayaan yang dilakukan adalah karena rumitnya skema akad ijarah muntahiya bittamlik tersebut.

Ijarah Muntahiya Bittamlik menggunakan akad sewa-beli dalam pemenuhan kebutuhan pemilikan aset kepada nasabah yang bersangkutan, sehingga alur dalam skema pembiayaan yang dilakukan berdasarkan teori yang ada adalah pembiayaan dilakukan dengan menyewakan aset yang menjadi objek pembiayaan terlebih dahulu, setelah itu sesuai kesepakatan dalam akad di akhir masa akad, aset yang menjadi objek pembiayaan berpindah status kepemilikannya menjadi milik nasabah. Adapun


(47)

cara kepemindahan pemilikan dilakukan sesuai akad yang telah disepakati, bisa dengan dihibahkan dari bank kepada nasabah, atau bank menjual aset tersebut kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati kedua belah pihak.

Akad ijarah muntahiya bittamlik tersebut dinilai unik dan cukup rumit mengingat bank adalah lembaga keuangan yang tidak diperkenankan memiliki persediaan dalam penjualan aset, sehingga ada beberapa kesulitan yang dihadapi oleh pihak bank dalam pengelolaan aset yang menjadi objek pembiayaan. Adanya ketidakjelasan dalam pemilikan aset antara nasabah dengan pihak bank, maka hal tersebut berpengaruh terhadap transaksi-transaksi lainnya seperti pembebanan biaya, beban penyusutan, pendapatan sewa, dan transaksi keuangan lainnya yang berkaitan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik.

4.1.3.1 Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam Pembiayaan

Ijarah muntahiya bittamlik merupakan salah satu akad yang digunakan dalam pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah. Permata Bank Syariah merupakan salah satu bank syariah yang menerapkan akad ijarah muntahiya bittamlik. Di tengah keadaan ketidaktertarikan bank untuk menerapkan akad ijarah muntahiya bittamlik, Permata Bank Syariah justru mengunggulkan produk pembiayaan dengan akad tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak


(48)

Wardi, Permata Bank Syariah menyalurkan pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik sebesar 60% dari total keseluruhan pembiayaan yang ada.

Permata Bank Syariah menerapkan akad ijarah muntahiya bittamlik dengan alasan menghindari resiko kerugian dalam jangka waktu panjang. Seperti halnya yang telah dipaparkan oleh Bapak Wardi selaku Head Syariah Opertional Risk, Premise dan Reporting bahwa :

“Pada awalnya kami hanya menerapkan akad murabahah tapi setelah berjalan beberapa tahun kami menilai akan ada resiko kerugian yang cukup besar, karena margin murabahah bersifat tetap, berbeda dengan ijarah muntahiya bittamlik yang harga sewanya dapat berubah sewaktu-waktu, sehingga kami mengambil kebijakan untuk pembiayaan dengan jangka waktu lebih dari lima tahun kami menawarkan produk pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik kepada nasabah, sedangkan untuk pembiayaan pemilikan aset di bawah sama dengan lima tahun pihak bank menawarkan produk pembiayaan dengan akad murabahah.”

Bapak Wardi juga memaparkan mengenai produk-produk pembiayaan yang menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik, yakni :

“Untuk pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, kami mengeluarkan tiga buah produk, yaitu Morgate, SME, dan WO. SME adalah Small Medium Interprize, sedangkan WO adalah Worksales. Untuk pembiayaan SME dan WO lebih kepada pembiayaan dengan tujuan produktif, sedangkan morgate biasanya bersifat konsumtif. Untuk SME, pembiayaan yang diberikan biasanya di atas lima milyar, lalu untuk WO di atas 50 milyar.”

Produk pembiayaan yang menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik pada Bank Muamalat ada dua jenis, seperti halnya yang telah dipaparkan oleh Bapak Ibrahim selaku relationship manager di bagian marketing sebagai berikut:


(49)

“Pembiayaan IMBT di Bank Muamalat itu ada di dua produk, yaitu

pembiayaan investasi yang biasanya asetnya berupa kendaraan, mesin dan sebagainya tergantung permintaan nasabah yang jelas tujuannya bersifat produktif, dan satu produk lagi adalah pembiayaan hunian syariah (PHS) dan biasanya IMBT ini untuk jangka waktu panjang, dibanding murabahah kan jangka waktu akadnya pendek ya, ga bisa sepanjang IMBT atau musyarakah mutanaqisah.”

Terkait dengan prosedur pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik Bapak Wardi menjelaskan bahwa :

“Prosedur pembiayaan yang dilakukan dari awal sampai dengan akhir akad tidak jauh berbeda dengan bank-bank lain, mulai dari inisiasi lalu pengecekan dokumen nasabah, review dokumen, lalu cheking. Nah untuk cheking, morgate melewati proses checking dengan sistem komputerisasi sedangkan WO dan SME checking secara manual, setelah permohonan pembiayaan yang diajukan berhasil melewati proses checking selanjutnya barulah dilakukan akad dengan nasabah, setelah memasuki masa akad yang sudah disepakati maka selanjutnya

yang dilakukan bank tinggal memonitoring”.

Penerapan prosedur yang diterapkan di Bank Muamalat dijelaskan dalam pemaparan Bapak Ibrahim, yakni sebagai berikut:

“Pertama nasabah identifikasi objek yang ingin dibeli, lalu nasabah mengajukan permohonan pembiayaan dan selanjutnya di proses oleh bank, jika permohonan disetujui maka bank lalu membuat perjanjian ijarah dengan nasabah, setelah itu barulah bank membeli aset yang diinginkan nasabah dan selanjutnya nasabah membayar uang sewa setiap bulan kepada bank, terakhir pada saat pemindahan pemilikan bisa dengan dihibahkan bisa dengan dijual

tergantung masa penyelesaian akadnya aja.”

Pemaparan berikutnya adalah mengenai penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan yang dilakukan. Ijarah muntahiya bittamlik merupakan akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan pemilikan, oleh karena itu berdasarkan teori yang ada, pembiayaan yang dilakukan seharusnya diawali dengan akad sewa terlebih dahulu. Oleh karena bank sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan


(50)

memiliki persediaan barang, maka bank tidak memiliki stok persediaan barang, sehingga aset yang dibutuhkan nasabah harus diperoleh terlebih dahulu barulah selanjutnya dilakukan akad sewa. Pemaparan Bapak Wardi terkait dengan perolehan aset yang menjadi objek pembiayaan adalah sebagai berikut:

“Untuk pencarian aset, nasabah sendiri yang melakukannya dengan akad

wakalah, dalam peroleh aset tersebut uang muka pembayaran kepada pihak ketiga selaku penjual dibayarkan oleh nasabah sebagai tanda jadi, baru setelah

itu nasabah melakukan akad kepada bank.”

Proses perolehan aset yang dilakukan Bank Muamalat tidak jauh berbeda dengan Permata Bank Syariah, seperti yang dipaparkan oleh Bapak Ibrahim, “kalo DP itu bisa nasabah yang bayar, bisa bank yang bayar, jadi kalo nasabah yang bayar

paling tinggal ngurangin harga pokoknya aja, jadi harga sewanya bisa lebih kecil”

Kepemilikan aset yang menjadi objek pembiayaan setelah diperoleh berdasarkan fatwa MUI tentang akad ijarah muntahiya bittamlik yang mana akad harus diawali dengan akad sewa, karena itu aset yang menjadi objek pembiayaan seharusnya status kepemilikannya menjadi milik bank selaku penyewa akan tetapi berdasarkan penjelasan yang dipaparkan oleh Bapak Wardi terkait dengan pemilikan aset setelah diperoleh dari pihak ketiga adalah sebagai berikut:

“Kalau pemilikan aset itu tergantung produknya, kalau morgate ya langsung

menjadi milik nasabah dan menjadi atas nama nasabah, kalau SME dan WO biasanya menjadi milik bank dahulu, atas namanya juga masih menjadi atas


(51)

Kepemilikan aset pada pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik yang diterapkan Bank Muamalat berbeda dengan permata bank syariah. Kepemilikan aset selama masa sewa berlangsung secara legal menjadi atas nama bank, seperti yang dikatakan oleh Bapak Ibrahim sebagai berikut:

“Setelah aset dibeli ya menjadi atas nama bank, nanti kalau sudah terjadi

pemindahan pemilikan di akhir akad, barulah di pindah atas nama nasabah, jadi ada dua kali pemindahan pemilikan, pertama dari pihak ketiga atau penjual aset

ke bank, lalu dari bank ke nasabah.”

Pada kesempatan lainnya, Bapak Wardi menjelaskan mengenai pemindahan pemilikan aset yang menjadi objek pembiayaan, “pemindahan pemilikan semua produk dilakukan dengan cara dihibahkan, kalau cicilan sudah lunas ya otomatis

dihibahkan kepada nasabah.”

Secara keseluruhan wawancara yang telah dilakukan dengan informan-informan terkait, maka dapat diambil kesimpulan mengenai penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik yang dilakukan oleh Permata Bank Syariah dan Bank Muamalat. Berikut adalah tabel kesimpulan dari hasil wawancara yang telah dipaparkan pada pada deskripsi masalah dalam penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik di Permata Bank Syariah dan di Bank Muamalat.


(52)

Tabel IV.1

Kesimpulan Hasil Wawancara Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik pada Permata Bank Syariah dan pada Bank Muamalat

N Nama Bank Indikator Kesimpulan Wawancara

1 Permata Bank Syariah Objek Ijarah

Perolehan aset dilakukan oleh nasabah

Pada sebuah produk, aset langsung menjadi milik nasabah

Pemindahan pemilikan aset dilakukan di akhir jangka waktu akad dengan dihibahkan

2 Bank Muamalat

Objek ijarah

Pencarian aset dilakukan oleh nasabah.

Pembayaran uang muka atas aset ijarah dibayarkan oleh bank atau oleh nasabah.

Aset yang telah diperoleh lebih dulu menjadi atas nama bank, lalu

dipidahnamakan kepada nasabah setelah akad selesai.

Pemindahan pemilikan dilakukan dengan hibah dan penjualan.

Biaya perawatan ijarah

Seluruh biaya perawatan dibebankan kepada nasabah


(53)

4.1.3.2 Penerapan PSAK 107 dalam Pembiayaan dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik

PSAK 107 merupakan standar pencatatan akuntansi yang menjadi acuan terhadap transaksi-transaksi keuangan yang terjadi pada akad ijarah muntahiya bittamlik. Pada waktu pra penelitian, Bapak Wardi selaku Head Syariah Opertional Risk, Premise dan Reporting dari Permata Bank Syariah mengatakan bahwa Permata Bank Syariah mengacu pada PSAK 107 dalam pencatatan transaksi keuangan dalam akad ijarah muntahiya bittamlik.

Penelitian lebih dalam dilakukan dengan mewawancarai Ibu Evi yang berada di divisi Accounting and Reporting Syariah sejak didirikannya unit usaha syariah pada Permata Bank. Beliau mengatakan pengetahuannya mengenai PSAK 107 sudah sangat paham.

Terkait perlakuan akuntansi aset dalam pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik, Ibu Evi menyatakan bahwa:

“Seluruh aset yang menjadi objek sewa dalam pembiayaan ijarah muntahiya

bittamlik, ya seluruhnya dicatat oleh bank, ya walaupun secara hukum legalitasnya ada beberapa aset yang langsung menjadi atas nama nasabah tapi tetep aja di laporan keuangannya diakui sama bank.”

Bapak Tugiantoro selaku Finance & Strategy Division di Bank Muamalat mengatakan bahwa, “ dalam IMBT itu kan salah satu yang dicatat adalah aset ya, maka aset tersebut dibukukan pada aset IMBT, bank membeli lalu di IMBT kan


(54)

Perolehan aset biasanya dilakukan oleh nasabah dengan akad wakalah, karena itu nilai aset dicatat tidak selalu sebesar harga jual, seperti yang dipaparkan oleh Ibu Evi sebagai berikut:

“Untuk besaran nilai asetnya ya tergantung berapa besar uang tunai yang

dikeluarkan oleh bank,misalnya jika uang muka sudah dibayar oleh nasabah, ya berarti nilai aset yang kita catat sebesar sisanya saja, artinya harga jual aset tersebut dikurangi uang muka, jika aset sepenuhnya dibeli oleh bank, ya artinya nilai aset dicatat sebesar harga jual aset IMBT itu”

Perihal pencatatan nilai aset pada Bank Muamalat juga tidak jauh berbeda dengan Permata Bank Syariah, seperti yang dipaparkan oleh Bapak Tugiantoro

bahwa, “nilai aset yang kita catat adalah seberapa besar uang yang kita keluarkan,

jika nasabah sudah melakukan DP jadi kita catat asetnya ya sebesar harga perolehan

aset IMBT dikurangi DP karna DP nya nasabah yang membayar”

PSAK 107 menjelaskan bahwa setiap aset yang menjadi objek sewa ijarah muntahiya bittamlik harus disusutkan. Ibu Evi menjelaskan mengenai penyusutan aset yang dilakukan dalam pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik yakni sebagai berikut:

“Kalo penyusutan ya sesuai PSAK 107 itu, karena kita pake IMBT yang

pada akhirnya aset tersebut akan pindah tangan, maka masa manfaat aset tersebut ya sama dengan masa akad yang berlangsung, selanjutnya nilai asetnya

dibagi masa manfaat itu.”

Pemaparan lainnya mengenai penyusutan disampaikan oleh Bapak Tugiantoro selaku Finance & Strategy Division di Bank Muamalat, bahwa “aset yang sudah dibeli bank lalu di IMBT kan kepada nasabah itu disusutkan sesuai dengan


(55)

masa IMBT nya, pola penyusutannya itu mencerminkan pada pola konsumsi daripada

aset itu sendiri”

Ijarah muntahiya bittamlik merupakan akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan pemilikan, sehingga terdapat transaksi sewa di dalam proses pembiayaannya. Transaksi sewa tersebut menimbulkan pendapatan bagi bank. Pengakuan pendapatan sewa yang dilakukan oleh Permata Bank Syariah menggunakan metode accrual basic, seperti yang dipaparkan oleh Ibu Evi, yakni,

“untuk pengakuan pendapatan pake accrual basic, langsung diakui tiap nasabah bayar.” Pengakuan pendapatan dengan metode accrual basic juga dinyatakan oleh Bapak Wardi dalam pertemuan yang berbeda, beliau mengatakan bahwa, “pendapatan

sewa dalam IMBT diakui pada saat nasabah membayar sewanya.”

Bapak Tugiantoro juga mengatakan bahwa “Pada saat ini metode pengakuan

pendapatan kita pake accrual basic juga ya”

Bank Muamalat mengakui pendapatan Ijarah Muntahiya Bittamlik sebesar nilai yang dibayarkan nasabah kepada pihak bank, seperti yang telah dijelaskan oleh

Bapak Tugiantoro, bahwa “pendapatan yang diakui itu ya sebesar yang diterima oleh

bank dari nasabah, yaitu seluruhnya, kalo dikulitin lagi ke dalamnya nilai yang diterima dari nasabah sebesar harga asetnya ditambah sewa yang ditetapkan pada

nasabah tersebut”

Transaksi keuangan lainnya yang terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik adalah mengenai beban. Bapak Wardi menjelaskan mengenai


(56)

beban-beban yang muncul dalam akad ijarah muntahiya bittamlik bahwa, “kalau beban sih, paling hanya biaya administrasi, asuransi, dan biaya legalitas aja, kalau untuk beban perawatan kita tidak ada, karena beban perawatan aset sepenuhnya

tanggung jawab nasabah, dan tidak tercantum di dalam perjajian akad.” Ibu Evi juga

mengatakan bahwa bank tidak mengeluarkan biaya perawatan sama sekali. Bapak Tugiantoro juga menjelaskan bahwa tidak ada pencatatan mengenai beban perawatan atau sejenisnya. Bapak Ibrahim selaku dari marketing memaparkan bahwa, “biaya perawatan sih ga ada ya, paling Cuma ada biaya penyusutan, administrasi, asuransi, ya sejenis itulah, kalo biaya perawatan aset ya nasabah sendiri yang ngeluarin

Transaksi keuangan yang terkait dengan aset, penyusutan, beban, dan pendapatan dalam proses pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik dijelaskan dalam PSAK 107. Aplikasi di lapangan terdapat satu akun lagi yang muncul dalam laporan keuangan terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik, yakni akun piutang ijarah muntahiya bittamlik, seperti halnya yang dikemukakan oleh Bapak Wardi sebagai berikut, “Jika nasabah membayar sewa, maka akan mengurangi piutang

IMBT”

Pernyataan Bapak Wardi juga diperkuat oleh Ibu Evi yang mengatakan bahwa, “Sebenernya agak rancu dalam PPAP, soalnya kan ada piutang IMBT, jadi perlu dibuat PPAP nya, tapi katanya juga PPAP udah tercover sama biaya penyusutan, jadi itu makannya rancu, tapi dari kita dibuat aja PPAP nya.”

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan akuntansi yang diterapkan terkait dengan


(57)

transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dalam akad ijarah muntahiya bittamlik oleh Bank Muamalat dan Permata Bank Syariah adalah sama. Berikut tabel kesimpulan dari hasil wawancara dengan Permata Bank Syariah dan Bank Muamalat terkait dengan penerapan PSAK 107.

Tabel IV.2

Kesimpulan Hasil Wawancara Mengenai Penerapan PSAK 107 pada Permata Bank Syariah dan pada Bank Muamalat

No Indikator Kesimpulan

1 Aset Ijarah

Aset dicatat dan diakui sebagai aset bank. Aset dicatat sebesar pengeluaran tunai yang dilakukan oleh bank. 2 Penyusutan Aset

Ijarah

Penyusutan dilakukan berdasarkan jangka waktu akad.

3 Piutang Ijarah

Piutang ijarah muntahiya bittamlik dicatat sebesar nilai yang direalisasikan Adanya Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). 4 Pendapatan Ijarah Pengakuan pendapatan

menggunakan metode accrual basic

5 Beban Perawatan Tidak ada pencatatan mengenai biaya perbaikan atau biaya perawatan aset. 6 Pemindahan

Pemilikan

Pemindahan pemilikan dilakukan dengan hibah atau penjualan.


(58)

4.1.3.3 Perbedaan antara Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dengan aplikasi yang dilakukan di Bank Muamalat Indonesia dan di PermataBank Syariah terkait dengan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik

Berdasarkan pemaparan yang dilakukan oleh informan mengenai pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik dalam pembiayaan, peneliti melihat ada perbedaan-perbedaan yang terjadi jika dibandingkan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai akad ijarah muntahiya bittamlik.

Pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik di Permata Bank Syariah terdapat perbedaan dalam hal pemilikan aset. Pemilikan aset yang seharusnya berada di pihak bank sebagai penyewa justru berada di pihak nasabah, alasan Permata Bank Syariah langsung mengatasnamakan nasabah sebagai pemilik dari aset yang menjadi objek pembiayaan dipaparkan dalam penjelasan dari Bapak Wardi, sebagai berikut:

“Kalau secara akad kita memang ijarah muntahiya bittamlik atau sewa-beli

tapi kalau secara aplikasi ya asetnya langsung jadi milik nasabah, karena nasabah merasa kurang aman dan tidak merasa memiliki aset tersebut padahal setiap bulannya seperti membayar cicilan, sebenarnya kalau SME dan WO bisa langsung atas nama nasabahnya kita juga lebih baik begitu, tapi karena SME dan WO itu tergolong pembiayaan yang besar otomatis resikonya juga besar, ya untuk meminimalisir resiko kita jadi tidak langsung menjadi milik nasabah tapi

menjadi milik bank lebih dulu.”

Perbedaan selanjutnya adalah dalam hal penanggungan biaya yang ada, dalam fatwa DSN no.27 untuk biaya yang besar yang bersifat rutin dan krusial terkait dengan aset yang disewakan adalah menjadi tanggungan penyewa, akan tetapi dalam aplikasi pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik tidak ada kesepakatan mengenai


(59)

biaya-biaya rutin seperti biaya perawatan, seperti yang dipaparkan oleh Bapak Ade selaku Head Product and System Development, yakni:

“Tidak ada kesepakatan mengenai biaya perawatan, karena asetnya kan ada

di nasabah, ya nasabah yang menanggung biaya yang bersangkutan dengan aset tersebut, biaya yang masuk ke dalam perjanjian akad paling hanya biaya

asuransi, dan biaya legalitas saja.”

Bapak wardi juga menerangkan bahwa tidak ada pembebanan biaya perawatan, karena biaya perawatan ditanggung oleh nasabah.

Pembebanan biaya perawatan atau biaya perbaikan pada nasabah yang dilakukan oleh Permata Bank Syariah juga tidak jauh berbeda dengan Bank Muamalat yang juga membebankan biaya perawatan atau biaya perbaikan kepada nasabah, seperti yang dipaparkan oleh Bapak Ibrahim, “kalau biaya perawatan, kita ga keluarin, karena kan asetnya nasabah yang pegang dan ujung-ujungnya juga jadi milik nasabah, jadi dibebanin ke nasabah aja.”

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara pelaksanaan di lapangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan dengan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah. Berikut kesimpulan mengenai perbedaan yang ada terkait dengan penerapan akad ijarah muntahiya bittamlik dan perlakuan akuntansinya.


(60)

Tabel IV.3

Kesimpulan Hasil Wawancara Mengenai Perbedaan dalam Pelaksanaan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Perlakuan akuntansinya

No Indikator Kesimpulan

1 Aset Ijarah Aset yang akan disewakan langsung menjadi atas nama nasabah

2 Biaya Perawatan Aset Ijarah

Biaya dibebankan kepada nasabah

3 Piutang Ijarah Bank melakukan pencadangan piutang aktiva produktif pada setiap pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik

4.2 Pembahasan

Ijarah Muntahiya Bittamlik merupakan pembiayaan yang tergolong jarang digunakan di berbagai penyaluran pembiayaan di perbankan syariah. Hal tersebut karena ijarah muntahiya bittamlik dinilai rumit dalam pelaksanaannya. Permata Bank Syariah dan Bank Muamalat memiliki cara pandang sendiri terhadap pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, dinilai dari resikonya pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik dinilai memiliki tingkat resiko lebih kecil dibandingkan dengan murabahah yang mana kedua pembiayaan tersebut sama-sama bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat atas kepemilikan aktiva tetap. Pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik lebih fleksibel dalam pembayaran tiap bulannya, karena menggunakan akad sewa sehingga harga sewa yang ditetapkan dalam akad dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kesepakatan yang ada antara bank dengan nasabah. Jika dibandingkan dengan murabahah yang mana angsuran tiap bulannya tetap dari awal akad sampai dengan


(61)

akhir akad dengan margin yang tetap pula, maka angsuran dalam pembiayaan murabahah tidak dapat berubah. Dapat berubahnya harga sewa tersebut membuat bank dapat meminimalisir resiko-resiko yang ada terkait dengan keadaan ekonomi nasional.

Ijarah muntahiya bittamlik merupakan akad sewa dengan wa’d atau janji mengenai pemindahan aset yang menjadi objek sewa oleh karena itu, sudah seharusnya aset yang diperoleh dari pihak ketiga guna dijalankannya akad ijarah muntahiya bittamlik menjadi milik penyewa yang selanjutnya disewakan kepada pihak yang ingin mendapatkan manfaat atas aset tersebut. Apabila kita tuangkan dalam skema pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, maka bank berperan sebagai pihak yang menyewakan sedangkan nasabah adalah pihak yang menyewa aset tersebut, sehingga jika kita melihat kembali kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional no. 27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik, pembiayaan yang dilakukan diawali oleh bank yang memperoleh aset yang diinginkan nasabah kepada pihak ketiga. Setelah bank memperoleh aset tersebut dan memilikinya, selanjutnya barulah bank melakukan akad ijarah muntahiya bittamlik kepada nasabah yang bersangkutan dengan harga sewa sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Akan tetapi pelaksanaan di lapangan tidak seperti yang tercantum dalam Fatwa DSN no.27 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik. Terdapat beberapa produk yang mana kepemilikan aset langsung diserahkan kepada nasabah, sehingga berpengaruh kepada akad yang ada dan berpengaruh pula kepada pencatatan akuntansi yang dilakukan.


(62)

Pemilikan aset yang langsung menjadi milik nasabah setelah diperoleh dari pihak ketiga tersebut karena kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad-akad yang diterapkan dalam perbankan syariah terutama akad ijarah muntahiya bittamlik, sehingga muncul ketidaknyamanan dan ketidakamanan pada saat akad sewa berlangsung karena aset masih menjadi milik bank.

4.2.1. Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam Pembiayaan Fatwa Dewan Syariah Nasional no.27 yang menjelaskan mengenai akad ijarah muntahiya bittamlik dari sudut pandang hukum syariah menjelaskan bahwa ijarah muntahiya bittamlik harus diawali dengan akad sewa terlebih dahulu, sehingga jika diterapkan ke dalam pembiayaan pada perbankan syariah, pada saat nasabah mengajukan permohonan dan bank memutuskan untuk menerima permohonan tersebut, maka tindakan pertama yang dilakukan oleh pihak bank adalah mencari aset yang diinginkan nasabah yang selanjutnya dilakukan transaksi jual-beli antara bank dengan pihak ketiga terkait sehingga status kepemilikan aset menjadi milik bank. Setelah bank memperoleh aset tersebut selanjutnya dilakukanlah akad antara bank dengan nasabah, yakni akad ijarah muntahiya bittamlik yang mana diawali oleh akad sewa-menyewa terlebih dahulu, dengan penentuan harga sewa sesuai kesepakatan yang ada. Selama akad sewa berlangsung pihak bank sebagai pemilik seharusnya menanggung biaya-biaya terkait aset tersebut yang bersifat rutin dan krusial seperti misalnya biaya perawatan. Sesuai dengan kesepakatan di awal akad bahwa


(63)

pemindahan kepemilikan dilakukan jika akad sewa telah selesai, maka aset yang menjadi objek sewa tersebut dapat menjadi milik nasabah, baik dengan cara dihibahkan ataupun dengan cara dijual.

Setelah dilakukan penelitian langsung ke lapangan pada pelaksanaan akad ijarah muntahiya bittamlik di lapangan sedikit berbeda dengan dasar hukum syariah yang terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional no. 27 tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan yang dinilai sudah dapat memberikan informasi terkait dengan penerapan ijarah muntahiya bittamlik yang dilaksanakan di Permata Bank Syariah, maka telah didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Perolehan aset dilakukan oleh pihak nasabah.

2. Pada sebuah produk yang menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik, aset langsung menjadi milik nasabah.

3. Pemindahan pemilikan aset dilakukan dengan dihibahkan di akhir jangka waktu akad.

Permata Bank Syariah melakukan pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik dengan tahap-tahap prosedur sebagai berikut:

1. Perolehan aset 2. Identifikasi dokumen 3. Pelaksanaan akad


(1)

Purwaatmadja, Karnaen A dan M. Syafi’I Antonio. (1992). Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf.

Rachmadi, Usman. (2002). Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ramli, Hasbi. (2005). Toeri Dasar Akutansi Syariah. Jakarta: Renaisan

Ridwan, Sundjaja. (2002). Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Prenhallindo. Ruslan, Rosady. (2003). Metode Penelitian Public Relations & Komunikasi. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

Smith, Adam & Mark Skousen. (2007). The Big Three of Economics. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET. Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Sumitro. (2004). Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sutrisno. (2003). Manajemen Keuangan, Teori, Konsep, dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia

Syafi’I, Muhammad Antonio. (2001). Bank Syariah Dari teori Keperaktek. Jakarta:

Gema Insani Press.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.


(2)

Wiyono, Slamet. (2005). Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Widjaja Tunggal. (2000). Dasar-Dasar Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bank Indonesia. (2008). Kodifikasi Produk Perbankan Syariah [Online]. Tersedia: www.bi.go.id [27 Mei 2012].

Blunt, Peter and D. Michael Warren. (1996). Indigenous Organizations and

Development. ITP.

Dewan Syariah Nasional MUI. (2002). Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang

Ijarah Muntahiya Bittamlik. Jakarta Pusat: MUI.

Djarwanto Ps. (2001). Pokok-Pokok Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Harahap, Sofyan Syafri. (2004). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Harahap, Sofyan Syafri. (2007). Teori Akuntansi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Helfert, Erich A. (2003). Technique of Financial Analysis, a Guide to Value

Creation, North America: Mc Graw Hill-Irwin,.

Heri Sudarsono. (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA

Ikatan Akuntan Indonesi. (2009). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan 101. Jakarta: Graha Akuntan.


(4)

. (2009). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan 1. Jakarta: Graha Akuntan.

. (2009). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan 107. Jakarta: Graha Akuntan.

Iqbal, Hasan. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Karim, Adiwarman A. (2001). Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontempoter. Jakarta: Gema Insani Press.

Karim, Adiwarman A. (2004). Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers

Kasmir. (2012). Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers

Keown, Arthur J, et al. (1996). Basic Financial Management. Singapore: Prentice Hall International, Inc.

Libby, Robert, Libby, Patricia A., and Short, Daniel. (2007). Financial Accounting,

International Student Edition. New York: McGraw Hill

Moleong, J. Lexy. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mubarok, Jaih. (2004). Perkembangan Fatwa Ekonomi Syari’ah. Bandung: Pustaka

Bani Qurays.

Muhammad. (2005). Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP Akademi


(5)

Nurhayati, Sri & Wasilah. (2009). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Purwaatmadja, Karnaen A dan M. Syafi’I Antonio. (1992). Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf.

Rachmadi, Usman. (2002). Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ramli, Hasbi. (2005). Toeri Dasar Akutansi Syariah. Jakarta: Renaisan

Ridwan, Sundjaja. (2002). Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Prenhallindo. Ruslan, Rosady. (2003). Metode Penelitian Public Relations & Komunikasi. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

Smith, Adam & Mark Skousen. (2007). The Big Three of Economics. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET. Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Sumitro. (2004). Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sutrisno. (2003). Manajemen Keuangan, Teori, Konsep, dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia

Syafi’I, Muhammad Antonio. (2001). Bank Syariah Dari teori Keperaktek. Jakarta:

Gema Insani Press.


(6)

Wild, John J,et al. (2007). Financial Statement Analysis. New York: McGraw Hill Wiyono, Slamet. (2005). Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah