Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985-2000)

(1)

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : ARTONO SINAGA NIM : 080706028

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembaran Pengesahan Pembimbing Skripsi

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L E H

Nama : ARTONO SINAGA NIM : 080706028

Diketahui Oleh : Pembimbing

Dra. Lila Pelita Hati, M. Si NIP : 196705231992032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

Dikerjakan oleh:

NAMA: ARTONO SINAGA NIM : 080706028

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Dra. Lila Pelita Hati, M. Si Tanggal 2013 NIP : 196705231992032001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal 2013 NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno M.Hum ……….

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ……….

3. Dra.Lila Pelita Hati, M. Si. ………..

4. Dr. Suprayitno,M.Hum ………..


(5)

LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

Departemen Sejarah Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Skripsi ini merupakan merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana. Skripsi ini telah dipertahankan dalam sidang skripsi di hadapan para penguji Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S).

Skripsi ini berjudul, ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000), Mengkaji tentang orang Batak Toba di Desa Simanduma. Skripsi ini disusun terdiri dari V bab, fokus utama yang dipaparkan adalah sejarah migrasi orang Batak Toba dan nilai-nilai budaya orang Pakpak yang hilang. Dengan keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya orang Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan penduduk asli Pakpak. Salah satunya adalah penggunaan bahasa, bahasa Batak Toba merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari begitu juga dengan adat istiadat perkawinan orang pakpak lebih memilih menggunakan adat Batak Toba karena jumlah penduduk Pakpak itu sendiri semakin berkurang sehingga untuk mempertahankan budaya itu sudah sangat sulit disamping itu adanya ketimpangan budaya dimana orang Batak Toba tetap pada budaya meraka walaupun orang Batak Toba sebagai pendatang.

Pada bab-bab awal skripsi ini, akan dipaparkan sejarah dan proses migarasi Batak Toba Kedatangan orang Batak Toba ke Desa Simanduma juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan.


(7)

Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep Hagabeon, Hasangapon dan

Hamoraon. Lahan yang cukup luas dan subur, sebagai daerah panombangan

menyebabkan orang Batak Toba masuk ke Desa Simanduma ini.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai konsekwensi dari kelemahan dan keterbatasan yang ada pada penulis. Masih diperlukan pengkajian lebih lanjut dan mendalam. Kepada para pembaca, penulis mengaharapkan masukan berupa kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Penulis

Artono Sinaga Nim: 080706028


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapka ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karuia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan trima kasih atas bantuan tenaga, pikiran serta bingbingan yang telah diberikan dengan menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Sunggul Sinaga dan Ibunda Pine Lumbang gaol, yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi penulis dengan penuh cinta (trimakasih atas segalanya). Dan juga kepada kakak dan lae Julius sekeluarga, Bg jendi (Jendi, Samuel, Iponty) kakak Bona, kakak Selly, Sandy, bg Sion beserta keluarga trimakasih banyak atas bantuanya dan doanya selama ini.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta pembantu Dekan I Dr. M. Hasnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan, nasihat dan motivasi kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat


(9)

mengerjakan penulisan skripsi ini. Juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi, sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.

4. Terkhusus untuk Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum sebagai dosen penasehat Akademi penulis yang telah sabar dan tanpa henti-hentinya memberikan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.

5. Terimakasih banyak juga penulis hanturkan kepada Ibu Dra. Lila Pelita Hati Msi, selaku pembimbing skripsi saya, trimakasih atas segala arahan dan bantuanya dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan bimbimgan Ibu sangat penting dalam menuntun saya dalam penulisan ini.

6. Terimakasih banyak penulis haturkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen penulis khususnya di Depertemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat penulis amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha Depertemen (terimakasih atas arahannya bang).

7. Kepada masyarakat Batak Toba dan Pakpak di Desa Simanduma yang dalam penelitian ini sangat banyak membantu atas jasanya, saya ucapkan banyak trimakasih. Tanpa pertolongan dan keterbukaan tangan kalian menerima saya tentu penulisan skripsi ini tidak mungkin bisa tercapai. Untuk itu penulis mengucapkan banyak trimakasih tanpa terkecuali.

8. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (stambuk 2008, Eri Arianto, Marco, Suranta, Mangihut, Eko, Albert, Ahmad Husein, Resti, Arenda, Azis, dan Elegus) serta abang-abang senior dan juga adik-adik junior.

9. Trimakasih juga kepada kawan-kawan Ginanjar, Jhon Ferry, Coil, Johannes, Defrin, Martin, Bona tua, lae Manuntun. Muda- mudi Desa


(10)

Simanduma tanpa terkecuali, dan lainya yang mungkin tidak dapat saya sebutkan nama kalian satu persatu dalam tulisan ini.

Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas yang sehari-hari. Sekali lagi penulis ucapkan banyak trimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 30 juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DESEN PENGUJI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...viii

ABSTRAK...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...8

1.3 Tujuan Dan Mamfaat...8

1.4 Tinjauan Pustaka...11

1.5 metode penelitian...13

BAB II LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA 2.1 Pengertian Migrasi...15

2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba...18

2.3 Proses Migrasi...21

2.4 Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung...22

2.5 Faktor Pendorong Dari Daerah Asal...23

2.5.1 Geografis...24

2.5.2 Faktor Ekonomi...26

2.5.3 Demografi...27


(12)

2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan... ...30

2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Asal...30

2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik... ...30

2.6.2 Tebentuknya Jaringan Jalan...32

2.6.3 Masih Tersedianya Lahan Pertanian...33

2.6.4 Harga Tanah...35

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DIDESA SIMANDUMA 3.1 Terbentuknya Perkampungan Huta Orang Batak Toba...39

3.1.1 Konsep Budaya Batak Toba... ...41

3.1.2 M ata Pencaharian...44

3.1.3 Filosofi Hidup Batak Toba Hagaebeon, Hamoraon Dan Hasangapon...48

3.2 Sistem Kekerabatan Etnis Batak Toba...52

3.3 Dominasi Budaya Batak Toba Di Desa Simanduma...65

BAB IV INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG PAKPAK DI DESA SIMANDUMA 4.1 Interaksi Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... .72

4.2 Kontak Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 74

4.3 Komunikasi Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 77

4.4 Penggunaan Bahasa... ... 80

4.5 Mamfaat Dari Penggunaan Bahasa. ... ...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... ...84

5.2 Saran... ... ...85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

ABSTRAK

Desa Simanduma merupakan suatu desa yang terletak di kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi dan merupakan salah satu daerah tujuan etnis Batak Toba yang melakukan perpindahan dari daratan tinggi Danau Toba. Simanduma memiliki lahan yang cukup luas dan lahan subur dan segi jumlah penduduk sudah di dominasi oleh etnis Batak Toba. Masuknya orang Batak Toba yaitu sejak permulaan tahun 1925, dimana keberadaan etnis Batak Toba di Dairi dengan jumlah penduduk setiap tahun semakin meningkat sehingga Dairi dikenal sebagai daerah panombangan tahun 1925, sehingga etnis Batak Toba yang ada di Dairi mencari daerah-daerah baru salah satunya desa Simanduma yang ada di kecamatan Pegagan Hilir. Kedatangan etnis Batak Toba ke desa Simandua juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep

Hagabeon, Hasangapon dan Hamoraon. Kedatangan orang Batak Toba ke desa

simanduma cukup membawa pengaruh besar baik dalam segi bahasa, tempat tinggal, identitas dan budaya orang Pakpak.

Tujuan penulisan ini adalah pertama menjelaskan latar belakang migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua mengetahui keberadaan dan proses perkembanga etnis Batak Toba dan ketiga adalah mengetahui interaksi sosial antara etnis Batak Toba dan Pakpak di desa Simanduma. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan data), Kritik sumber, Interpretasi (menyimpulkan kesaksian data yang dipercaya dari bahan yang ada), dan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan). Rumusan masalah penelitian ini adalah pertama, bagaimana proses migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua bagaimana kehidupan sosial etnis Batak Toba di desa Simaduma, dan ketiga bagaiman interaksi sosial antara etnis Batak Toba di desa Simanduma.

Demikian penulis mengambarkan proses perkembangan etnis Batak Toba di desa Simanduma pada tahun 1985-2000. Jumlah etnis Batak Toba yang ada di desa Simanduma semakin bertambah karena masyarakat Pakpak menjual tanah kepada pendatang dengan sehingga banyak orang Batak Toba yang dari Tapanuli seperti Toba Holbung, Dolokksanggul dan Samosir yang datang, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga banyak masyarakat Pakpak yang pindah dari desa ini . Dan dapat dikatakan bahwah desa simanduma ini merupakan kampungya Batak Toba. Kehidupan orang Batak Toba di desa Simanduma lebih banyak hidup berpencar dan membentuk pemukiman atau rumah yang berkelompok, karena keinginan untuk mendapatkan lahan yang baru yang belum dimiliki oleh orang lain. Orang Batak Toba yang tinggal di desa Simanduma menunjukkan indentitasnya dengan mengadakan pesta-pesta adat dan mengadakan pergumpulan marga-marga (arisan marga) serta menggunakan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Batak


(14)

Toba. Keberadaan orang Batak Toba di desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya suku Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan penduduk asli Pakpak.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Orang Batak termasuk salah satu sub suku bangsa di Indonesia, Suku Batak terdiri dari enam sub suku yang dibagi secara geografis, yaitu: Batak Toba dan Pakpak di Tapanuli Utara, Batak Karo dan Simalungun di Timur dan Timur Laut Tapanuli Utara, Batak Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan.1

Orang Batak Toba yang memiliki filosofi hidup yaitu hagabeon, hamoraon,

hasangapon yang dikenal dengan konsep harajaon.

Perkampungan leluhur mereka di kaki gunung pusuk buhit yang tidak jauh dari kota Pangururan sekarang. Etnis Batak adalah kelompok etnis ke empat terbesar di Indonesia setelah etnis Jawa, Sunda dan Bali Orang Batak Toba sering menyebut mereka sebagai halak hita (orang kita) untuk menyebutkan suku sendiri. Orang kita (halak kita) biasa digunakan diperantauan untuk menunjukkan kedekatan emosional dan kebersamaan di tanah perantauan.

2

1

Johan Hasselgren, Batak Toba di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba Di

Medan 1912-1965,Medan: Bina Media Perintis, 2008. Hal 63.

2

Ibid, Hal 27.

Untuk menempuh filosofi ini, beberapa tindakan dilakukan oleh orang Batak yaitu hagabeon ditempuh dengan mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki, Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak Toba, hasangapon ditempuh dengan memiliki wibawa yang diwujudkan dengan kekuasaan. Untuk menwujudkan harajaon-nya, Orang Batak didorong untuk bermigrasi mencari wilayah baru yang memungkinkan dirinya menjadi seorang Raja dalam arti yang luas.


(16)

Salah satu wilayah yang menjadi tujuan migrasi Orang Batak Toba adalah wilayah kekuasaan orang Pakpak Dairi. Migrasi Batak Toba ke Kabupaten Dairi diperkirakan sudah terjadi sekitar tahun 1900-an3. Orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah terus meningkat sehingga lahan pertanian yang tersedia tidak mencukupi, sehingga mendorong mereka mencari lahan pertanian yang baru di Dairi4. Desa Simanduma merupakan salah satu dari 13 Desa yang ada di kecamatan Pegagan Hilir yang menjadi tujuan migrasi orang Batak Toba. Semakin banyaknya jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara-saudara mereka yang ada di (Bonapasogit). Sejak tahun 1925 Dairi semakin dikenal sebagai daerah panombangan.5

3

Merisdawaty Limbong, Migrasi Batak Toba Di Sidikalang, 1964-1985, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2010. Hal 23.

4

Dairi terbagi atas 5 wilayah suak yaitu, Pakpak Simsim yang menetap di Simsim, Pakpak Keppas yang menetap di kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang, Pakpak Pegagan yang menetap di Pegagan Hilir, Tiga Lingga dan Sumbul Pegagan, Pakpak Kelasen yang menetap di Kecamatan Parlilitan, Pakkat dan Barus, Pakpak Boang yang menetap di wilayah Singkil. Lister brutu, Nurbani Padang, Tradisi Dan Perubahan konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: C. V Monora 1998. Hal 3.

5

Refi Roslila Siringo-Ringo, Migrasi Batak Toba di Sumbul Pegagan, 1971-1990, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008. Hal 37.

Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih duluan, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai ke Tanah Alas dan Singkil. Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga juga. Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang yang cocok dengan tanaman keras.


(17)

Perpindahan orang Batak Toba datang dengan mengikuti ajakan keluarga ataupun kerabat dekat yang sudah terlebih dahulu tinggal dan menetap. Mereka biasanya sudah berhasil meningkatkan taraf hidup seperti memiliki tanah. Pada masyarakat tradisional Batak Toba tanah berperan ganda, semakin banyak tanah yang di miliki maka akan

sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi dalam masyarakat. Tanah juga merupakan

harta benda yang akan di wariskan kepada keturunanya.

Penyebab migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma disebabkan berbagai faktor seperti adanya faktor pendorong dan penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju. Salah satu faktor yang dominan adalah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup yang beraneka ragam dan semakin lama semakin mengalami peningkatan, serta jumlah anggota keluarga juga semakin bertambah tetapi tidak didukung dengan pendapatan ekonomi yang baik pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian juga tidak dapat diandalkan. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung turut menyebabkan kesulitan ekonomi. Ketidak cukupan lahan atau ketidak mampuan lahan untuk menjamin kelangsungan hidup anggota masyarakat tersebut membuat mencari perluasan lahan pertanian ke daerah lain karena pembukaan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan tidak mungkin lagi didaerah asal mereka dan sumber penghasilan lainya juga sangat terbatas. Sementara itu perekonomian dalam hal ini pertanian dan persawahan di Desa Simanduma mulai mengalami peningkatan seiring dengan penanaman kopi Robusta dan kopi Arabika6

Selain faktor demografi dan ekonomi, pembukaan jalan turut menyumbang laju migrasi Batak Toba ke Desa Simanduma. Pada waktu hubungan lalu lintas masih di dominasi jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara kedaerah-daerah

.

6


(18)

sekitarnya ditempuh beberapa hari perjalanan, namun dengan dibukanya jalan-jalan yang lebih besar yang menghubungkan antara daerah semakin banyak dibangun sehingga Tapanuli Utara semakin terbuka dengan daerah luar melalui pembukaan jalan-jalan yang menghubungkan daerah tapanuli dengan daerah lainya seperti dari Siborong-borong-Doloksanggul-Sidikalang (tahun 1930)7

Pertambahan penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma terus bertambah. Sekitar tahun 1985 orang Batak Toba yang tinggal menetap sudah banyak ± 100 kepala keluarga dan secara berlahan-lahan terus bertambah karena banyak keluarga yang sudah tinggal di Desa Simanduma itu mengajak saudara, kerabat atau famili yang ada di daerah asal untuk tinggal di daerah ini karena masih banyak lahan yang kosong dan kesuburan tanah serta persawahan cukup baik. Kedatangan mereka ada yang datang dengan keluarga maupun secara individu dengan ikatan persaudaraan yang sama dan juga ada yang berbeda marga. Di Desa Simanduma itu sendiri kebanyakan bermarga Banjar Nahor, Siregar dan Lumbangaol.

.

8

Pada waktu mereka datang, Desa ini dihuni oleh masyarakat Pakpak yang daerahnya memiliki banyak lahan yang kosong hanya berupa hutan yang ditumbuhi pohon-pohon yang besar. Dapat di katakan bahwah Desa Simanduma itu sendiri pada awalnya hanyalah hutan yang kemudian dibuka oleh masyarakat Batak Toba untuk dijadikan lahan pertanian dengan cara membeli tanah pada masyarakat penduduk asli (Pakpak)9

7

O.H.S Purba. Elvis f Purba,, “Migrasi Spontan Batak Toba(Marserak): Sebab, Motif dan Akibat

Perpindahan Penduduk dari Daratan Tinggi Toba.” Medan: Monora, 1997. Hal 91.

8

Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 30 Mei 2013

9

Secara etimologis, Pakpak artinya puncak gunung. Orang Pakpak disebut orang pegunungan karena sebagian besar hidup dan bertempat tinggal di pegunungan. Budi Agustono, Konferensi Nasional

Sejarah: Etnik Pakpak Membelah Wilayahnya Sendiri: Pemekaran Kabupaten Pakpak Barat, 2011.

. Kondisi tanah di daerah ini cukup subur dan juga sangat baik untuk daerah persawahan karena terdapat aliran sungai yang dapat menunjang pengairan pada


(19)

persawahan, selain persawahan juga terdapat tanaman kopi, jagung dan tanaman holtikultura lainya. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini harus mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan dan persawahan. Awal kedatangan petani Batak Toba ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian serta membuat tali air atau irigasi dari sungai yang paling dekat dengan Desa. Mereka bekerja keras untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba sudah terbiasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada para migran Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yang akan memperbaiki ekonomi mereka dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan anak- anaknya.

Orang Batak Toba menjadi dominan di Desa Simanduma Hal ini disebabkan karena Batak Toba lebih unggul dari masyarakat Pakpak dalam bidang pendidikan. Dilihat juga dari bidang pendidikan orang Pakpak masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan orang Batak Toba. Keterbelakangan dalam bidang pendidikan pada masyarakat Pakpak disebabkan rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang lebih Tinggi. Sedangkan orang Batak Toba jauh lebih maju dalam bidang pendidikan sehingga memudahkan bagi orang Batak Toba untuk menguasai orang Pakpak di Desa Simanduma. Bahasa merupakan unsur dari kebudayaan yang paling cepat terpengaruh, bila tidak bisa dipertahankan maka unsur- unsur budaya lainnya akan hilang. Dengan demikian pengaruh bahasa Batak Toba membawa perubahan di di Desa Simanduma, dengan kata lain orang Batak Toba dapat mempertahankan bahasa sendiri di daerah migran yang merupakan hal yang paling sulit dan sebaliknya penduduk asli tidak dapat mempertahankan bahasa mereka sendiri. Dalam kehidupan sehari- hari sebenarnya


(20)

orang Batak Toba menyadari telah memberikan kesempatan bagi orang Pakpak untuk memakai bahasa mereka, karena orang Batak Toba sebagai orang Pendatang harus menghargai orang pakpak, dengan harapan orang pakpak mampu belajar dan mempertahankan bahasa sendiri, dimulai dari percakapan di kalangan keluarga dan percakapan sehari- hari.

Maka dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengaruh bahasa Batak Toba itu sangat kuat pada masyarakat generasi muda Pakpak. Keluarga Pakpak yang tinggal di Simanduma, sehingga hampir tidak mengetahui domain unsur- unsur tertentu dalam berbahasa, termasuk domain bahasa dalam keluarga. Sementara domain- domain bahasa lain yang menyangkut pendidikan, teman sebaya, atau teman bermain seluruhnya itu sudah dikuasai Batak Toba

Bertambahnya jumlah penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma membawa perubahan tidak hanya pada masyarakat Batak Toba tetapi juga dengan orang Pakpak yang relatif berbeda budaya dengan orang Pakpak sebagai penduduk asli. orang Batak Toba sebagai pendatang yang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya didaerah Pakpak dapat beradaptasi dengan budaya setempat. Bahkan sebagai masyarakat pendatang cenderung untuk mempengaruhi budaya setempat. Orang Pakpak di Desa Simanduma ini bahkan cenderung mengikuti budaya Batak Toba hal ini terlihat dalam berbagai upacara seperti perkawinan, upacara meninggal, dan pesta- pesta kecil lainnya.

Dengan latar belakang permasalahan yang dikemukakan, penulis tertarik untuk meneliti keberadaan orang Batak Toba yang tinggal di Desa Simanduma dengan judul tulisan yaitu “Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985- 2000)”.


(21)

Berdasarkan hasil penelitian, Orang Batak Toba di Desa Simanduma tidak mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal, bahkan masyarakat Simanduma cenderung untuk mengunakan tradisi Batak Toba. Adaptasi budaya Batak Toba oleh masyarakat menjadi topik permasalah yang menarik, karena biasa dalam migrasi suku-suku tertentu kesuatu wilayah, masyarakat pendatang cenderung untuk beradaptasi terhadap budaya setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan orang Batak Toba dengan Pakpak lebih memilih hidup berkelompok. Proses perubahan dan pengelompokan pemukiman menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti di mana kedua orang memiliki budaya yang berbeda walaupun termasuk dalam suku bangsa yang sama sebagai suku Batak.

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis membatasi waktu antara tahun 1985-2000 penelitian di awali tahun 1985 karena jumlah orangBatak Toba di Desa Simanduma semakin bertambah karena adanya pembukaan lahan pertanian dan pemukiman yang baru lahan Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada tahun 2000 orang Batak Toba memiliki perkampungan (huta) sendiri. Pembatasan waktu ini diharapkan dapat mempermudah penulisan dalam pengkajianya.


(22)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga sinkronisasi dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif maka pembahasanya dirumuskan terhadap masalah sebagai berikut:

1. Bagamana kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma?

2. Bagaimana interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa Simanduma?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma

2. Untuk mengetahui interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan Pakpak di Desa Simanduma

Adapun mamfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana Depertemen Ilmu Sejarah

2. Untuk dapat memberikan gambaran atau informasi yang jelas tentang kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk referensi bahan perbandingan terhadap hasil penelitian yang telah ada sebelumnya maupun yang akan dilakukan


(23)

4. Telaah Pustaka

Penelitian merupakan masalah yang harus dipahami sehingga di perlukan beberapa referensi yang dapat di jadikan panduan penulis nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka. Bagian ini berisi sistimatis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan yang ada hubunganya dengan penelitian yang akan di lakukan dan harus di revisi terlebih dahulu di dalam proposal penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai bahan referensi yang menimbulkan gagasan, konsep, teori,dan mengarah pada pembentukan hipotesa, dan sumber informasi atau pendukung.

Ada beberapa buku yang mendukung dalam penelitian ini yang dapat dijadikan referensi adalah O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak): Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi

Toba. Menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di sekitar danau

Toba. Perkampungan leluhur mereka (Siraja Batak) adalah Sianjur Mula- Mula, di kaki Gunung Pusuh Buhit. Dalam buku ini juga membahas faktor yang mendorong perpindahan penduduk keluar dari Tapanuli Utara, Bagi orang Batak Toba, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama. Begitu pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut. Pertambahan penduduk yang pesat di Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan pertanian dan perkampungan. Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi salah satu alasan mengapa orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga muda yang baru berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah- rumah baru dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya. Mereka mulai menyebar ke daerah yang lebih jauh di luar batas budaya sendiri. Inilah yang disebut dengan Marserak.


(24)

Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian yang luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi, pendidikan. Kemajuan zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan zaman tersebut. Buku ini penulis gunakan untuk melihat faktor-faktor perpindahan etnis Batak Toba ke Desa Simanduma.

Soejono Soekanto, dalam “Sosiologi Suatu Pengantar” (1970) Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik dari tingkat individu, kelompok masyarakat yang mengalami perubahan hal yang penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek, perubahan pola pikir, prilaku, nilai sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial, organisasi dan lapisan-lapisan masyarakat. Buku ini membantu penelitian untuk melihat Keberadaan orang Batak Toba di daerah (tanoh) Pakpak. Dalam bukunya Soejono Soekanto memaparkan Selain perubahan sosial juga membahas mengenai proses sosial dan interaksi sosial. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dalam menjalani hidup sehari-hari. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara individu-individu, antara kelompok dan orang dengan kelompok dengan keterkaitan buku ini juga dapat menggambarkan interaksi sosial yang terjadi antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa Simanduma.

Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi” Migrasi yang dilakukan orang Batak Toba keluar Tapanuli akan membawa kebudayaanya ke tempat migrasi sehingga terjadi Asimilasi dan akulturasi menurut, Koentjaraningrat adalah suatu proses sosial


(25)

yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif. Sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran dan. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan di olah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dengan adanya buku ini membantu penulis melihat bahwah komunikasi dengan penduduk asli yakni orang Pakpak yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda maka dari itu di perlukan komunikasi dan interaksi sosial agar tidak terjadi kesalah pahaman. Proses asimilasi dan akulturasi dengan keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma yang memiliki perbedaan bahasa dan adat istiadat yang relatif memiliki perbedaan. Tetapi dalam hal ini orang Pakapak itu yang beradaptasi terhadap etnis Batak toba sehingga buku ini sangat membantu dalam penulisan ini.

5. Metode Penelitian

Penulisan sejarah yang deskriptif –analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan. Ada empat tahapan Metode dalam penelitian sejarah: satu, heuristik (pengumpulan sumber); dua verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); tiga, interprestasi (analisa dan sintesis); dan empat, historiografi (penulisan).

Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu petunjuk teknis. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses yang benar aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah.


(26)

Langkah pertama yang penulis kerjakan yaitu Heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber atau data-data yang terkait dalam objek penelitian penulis dalam berbagai sumber dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan), sumber tersebut merupakan sumber primer dan sumber sekunder. Sesuatu prinsip yang harus di pegang dan di lakukan oleh penulis didalam heuristik yaitu harus mencari dan mengumpulkan sumber primer. yaitu sumber lisan berupa wawancara dengan masyarakat Batak Toba, Pakpak dan aparat Pemerintah sedangkan penelitian kepustakaan library research mencari sumber buku yang berhubugan dengan judul penelitian yang dilakukan.

Langkah kedua yaitu Kritik sumber (verifikasi), setelah sumber sejarah di butuhkan semua terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber, hal ini di lakukan untuk memperoleh keabsaan atau keaslian sumber atau data yang didapat. Penulis dalam melakukan kritik sumber atau penyeleksian yang dilakukan terhadap sumber-sumber melalui dua pendekatan intern dan ektern. Dimana dalam pendekatan intern yang harus dilakukan yakni menelaah dan memverifikasi kebenaran isi atau fakta sumber baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, laporan dan arsip) maupun sumber lisan (wawancara) kritik ektstern yang di lakukan dengan cara memverifikasi untuk melakukan keaslian sumber baik sumber lisan maupun sumber tulisan. Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang benar-benar objektif yang berasal dari data-data yang terjaga keasliannya dan keobjektifanya tanpa ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi hasil penulisannya.

Langkah ketiga yang dilakukan yaitu interprestasi, setelah data tersebut melewati kritik sumber maka penulis melakukan tahapan yang ketiga yaitu penafsiran atau penganalisan terhadap hasil dari kritik sumber dalam proses interpretasi ini bertujuan


(27)

untuk menghilangkan kesubjektifitasanya sumber. Interprestasi ini dapat di katakan data sementara sebelum penulis membuatatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.

Langkah selanjutnya dan yang terakhir yaitu Historiografi, tahapan ini berisi tentang penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan. Layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (heuristik) sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan tersebut bersifat kronologis atau sistimatis. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber data yang mendukung penarikan kesimpulanya memilik validitas yang memadai atau tidak, jadi dengan penulisan sejarah itu akan dapat ditentukan mutu penelitian dan penulisan sejarah itu sendiri.


(28)

BAB II

LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA

2.1 Pengertian Migrasi

Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang baru lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana-mana. Migrasi dalam artian sederhana yaitu berpindah tempat tinggal yang tanpa disadari telah memainkan peranan penting dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam faktor. Pengertian migrasi secara sederhana adalah pepindahan penduduk dari suatu tempat menuju tempat lain10

10

op cit. Merisdawati Limbong, Hal 26.

.

Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor. Alasannya adalah sifat manusia untuk hidup aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada suatu tempat yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia akan berpindah ke tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan kedamaian yang disebabkan faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi keharusan untuk selanjutnya mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada pihak lain, perpindahan telah menjadi suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya gangguan dan keamanan berupa tantangan senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain pada setiap saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Mereka hidup secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih tepat adalah bagian dari kehidupan sosial budayanya.


(29)

Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam sumber kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.

Migran yang melakukan perpindahan ini setelah berada di daerah baru tidak berkeinginan untuk kembali lagi karena keinginan untuk memperoleh hidup yang lebih baik sudah tepenuhi seperti memiliki tanah dan rumah serta dapat menyekolahkan anak-anak mereka11

Marserak memiliki pengertian selain mengandung arti menyebar (pindah dari

kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri), dalam percakapan sehari-hari ada beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan marserak yaitu: manombang,

mangaratto, marjalang, marlompong, mangombo, mangalului jampalan na lomok atau

. Seperti orang Batak Toba yang melakukan perpindahan ke Desa Simanduma yang lebih banyak hidup menetap.

2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba

Pada dasarnya arti marserak ialah menyebar keseluruh wilayah marga sendiri dan apabila tidak memungkinkan lagi perluasan wilayah berlangsung kedaerah-daerah yang tanahnya belum dimiliki oleh marga lain, daerah-daerah mana kemudian dapat dijadikan areal pertanian dan perkampungan. Dalam perkembangan selanjutnya orang Batak Toba menyebar ke berbagai daerah diluar wilayah budaya sendiri. Perkampungan yang dibuka sendiri (atau dengan anggota keluarga atau teman sekampung) dan tinggal didaerah lain biasanya dianggap sebagai perluasan kampung induk.

11


(30)

masiampapaga na lomak.12

Gerakan lain disebut dengan Mangaranto. Umumnya orang-orang yang disebut

pangaranto pada awalnya hanya kaum laki-laki yang belum berkeluarga. Mereka

meninggalkan Desanya pergi ke kota-kota diluar Tapanuli Utara untuk memperoleh pekerjaan diluar sektor pertanian. Gerakan penduduk dalam bentuk lain dengan tujuan tidak menetap dengan motivasi yang kurang jelas, disebut dengan marjalang umumnya

marjalang dilakukan oleh kaum laki-laki yang tergolong malas yang tidak mau bekerja di

Desanya. Mereka meninggalkan Desanya karena dia merasa tidak betah tinggal disana, dan akhirnya timbul niat mencari pengalaman di tempat lain. Mereka tidak tergantung pada ada tidaknya keluarga atau famili didaerah yang akan dituju. Biasanya mereka tidak Istila-istilah ini pada umumya mempunyai tujuan yang sama, yaitu pergi kedaerah lain, diluar kabupaten atau propinsi. Perbedaan istilah yang satu dengan yang lain didasarkan pada siapa, kapan dan bagaimana sifat dari masing-masing perpindahan tersebut.

Manombang berarti membuka lahan atau pemukiman yang baru atau

meninggalkan kampung halaman, pergi keluar wilayah Tapanuli Utara untuk membuka lahan pertanian baru sekaligus mencai sumber tambahan pendapatan disektor partanian didaerah lain yang sifatnya masih bukaan baru. Manombang ini bukan hanya dilakukan oleh yang sudah berkeluarga tetapi juga oleh kaum muda, yang pada awalnya ingin menguasai serta memiliki areal pertanian yang lebih luas dapat membangun dan menghidupi keluarganya kelak jika pindah ke daerah tujuan. Apabila kemungkinan-kemungkinan disana lebih baik dibanding dengan daerah asal, dapat mempercepat perpindahan keluarga kedaerah baru tersebut.

12


(31)

di latarbelakangi harapan yang cerah dan muluk-muluk, dengan semangat pantang menyerah dalam dirinya timbul semangat untuk berhasil semakin kuat.

Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhu kebutuhan yang beraneka ragam itu, yang mungkin sangat sulit dipenuhi jika tetap tinggal dan menetap dikampungnya. Tidak jarang anggota atau satu keluarga meninggalkan desanya pindah ke daerah lain usaha untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik dibanding dengan didaerah sendiri pada umunya disebut mangalului jampalan nalomak atau marsiapapaga

nalomak . Gerak penduduk yang demikian biasanya dilakukan untuk tujuan menetap.

Mereka pindah tidak hanya pada sektor pertanian tetapi juga berbagai aktivitas yang dapat memberikan pendapatan dan meninggalkan status sosialnya. Gerakan ini pada umumya dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah bekeluarga. Mereka yang menyadari bahwah kemungkinan berhasil didesanya sangat kecil mendorong mereka pindah ke daerah lain sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yang sudah lama dideritanya.

Sementara itu, adapula yang pindah secara musiman, mungkin dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah berkeluarga, pada musim-musim tertentu. Biasanya perpindahan semacam ini terjadi ke sektor pertanian dengan tujuan untuk mengisi kekosongan waktu sekaligus menambah pendapatan keluarga. Inilah yang disebut

mangombo. Mereka bekerja sebagai tenaga upahan di sektor pertanian selama musim

tidak sibuk dikampung halaman. Perpindahan ini bersifat sirkuler bergantung pada dapat tidaknya mereka meninggal lahanya (tidak bekerja) di kampungnya. Mereka mencari upah pada musim-musim tertentu pemuda-pemuda yang sudah dewasa yang sudah


(32)

berkeluarga datang sebagai tenaga upahan pada musim-musim kerja atau panen didaerah yang akan di tuju biasanya mereka yang melakukan perpidahan semacam ini biasanya dapat di sebut juga mardua huta (dua kampung) setelah pekerjaan dirasa telah selesai maka mereka kembali lagi kedaerah asal dengan membawa hasil upah dari pekerjaan yang dilakukan.

Gerakan penduduk yang lain disebut dengan marjojo dan marrengge-rengge. Kedua istilah ini selalu ada hubunganya denga kegiatan ekonomi. Marjojo merupakan kegiatan menjual barang dagangan yang dilakukan secara berkeliling kedaerah-daerah tertentu. Pada umumya dilakukan oleh kaum laki-laki, kemudian ada yang namanya

marengge-rengge merupakan kegiatan yang dilakukan kaum wanita yang

memperdagangkan hasil-hasil pertanian dalam jumlah yang relatif kecil kedaerah lain.

Marjojo berbeda marengge-rengge dilihat dari waktu dan jenis barang yang dijual.

2.3Proses Migrasi

Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin memperluas daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap orang Batak Toba. Pemerintah kolonial yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin menguasai daerah-daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak. Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang pada umumnya adalah orang Batak Toba, dengan tujuan


(33)

untuk membantu Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial Belanda13

Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan dua tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka tahun 1907 pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi pengawai pemerintahan ke Sidikalang. Hal ini mengakibatkan semakin banyak orang Batak Toba yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang-orang dari Humbang. Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk melihat keadaan sekaligus bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka mempercepat Sidikalang menjadi kampung yang ramai

14

Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun-tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang mengadakan migrasi ke Dairi terus meningkat. Dari Sidikaling mereka berangkat menuju arah barat laut dan membentuk perkampungan baru seperti Buluduri, Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada yang sampai Tigalingga, dan kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa (1916- 1925) jumlah pendatang Batak Toba sekitar 1.500 orang pertahunnya. Semakin banyak jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara- saudara mereka yang ada di Bonapasogit15

Sejak tahun 1925 Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih dulu, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai

.

13

Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi),

Medan: Monora, 1997, Hal 50.

14

Ibid, Hal 36. 15


(34)

ke Tanah Alas dan Singkil.16

Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh orang Batak Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak Toba, Pakpak, dan Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037 jiwa yang terdiri dari 53.307 orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa, Simalungun sebanyak 548jiwa, Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa dan Batak lainnya 15 jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar 3.000 jiwa. Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang

Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga (klen). Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang cocok untuk tanaman keras dan tanaman muda.

Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru ditempati di Dairi. Bagi sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian mereka. Setelah beberapa tahun, yaitu berkisar lima atau sepuluh tahun. berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi untuk mencari lahan persawahan yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah menjadi kota dan paling ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit pendatang-pendatang baru dari Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan perjalanan ke daerah lainnya.

16

Orang Batak Toba memperkenalkan metode persawahan dan membuka perkebunan-perkebunan kopi sebagai salah satu upaya memamfaatkan lahan yang luas, yang selama ini nampak sebagai huta. Mereka ini mulai berpencar, bukan hanya di sidikalang tetapi sudah mulai memasuki daerah-daerah sekitarnya. op cit O.H.S Purba, Elvis F. Purba, 1998, Hal 37.


(35)

menganut agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama suku. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah orang Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempat(Pakpak).17

2.4Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung

Keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma diperkirakan sudah terjadi pada masa kolonial Belanda berkuasa di Dairi, banyak orang Batak Toba yang pindah dari Dairi seperti ke Tanah Alas, Sumbul Pegagan, Parbuluan, Salak, Buluduri, Tigalingga. Kanopan, Kintara, Jumateguh sebagian kecil ke Singkil (Aceh Selatan) dan sampai ke Desa Simanduma. Salah satu penyebabnya adalah lahan persawahan yang terbatas di Sidikalang dan jumlah penduduk yang terlalu banyak sehingga mereka mencari lahan yang masih kosong yang masih tersedia terutama daerah yang memiliki aliran sungai yang dekat dengan perkampungan karena air salah satu syarat untuk persawahan.

Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Simanduma dengan daerah lainnya seperti daerah Sidikalang, Tigalingga dan Sumbul Pegagan sehingga turut mempermudah dan mempercepat arus perpindahan secara langsung bagi orang Batak Toba ke daerah ini. Selain faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara langsung yaitu keadaan ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di daerah asalnya dimana peduduk sudah semakin banyak, sementara di daerah Simanduma lahan pertanian masih banyak tersedia lahan kosong. Disamping itu yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai budaya yang dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan

17


(36)

di atas, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang sekarang ini memotivasi orang Batak Toba melakukan migrasi.

Proses migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma terjadi tahun 1925 dan terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang terjadi secara tidak langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru bermigrasi ke Desa Simanduma. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara tidak langsung biasanya para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung memboyong keluarganya ke daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi adalah para suami karena mereka belum mempunyai tempat tinggal menetap dan biasanya mereka tinggal di rumah-rumah saudaranya yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah itu yang sudah mempunyai ladang sendiri dan tanah sehingga orang Batak Toba yang memiliki banyak tanah di sewakan kepada mereka yang baru datang dari daerah asal18

2.5Faktor Pendorong Dari Daerah Asal

. Setelah dirasa mampu untuk membiayai keluarganya, maka mereka menjemput istri dan keluarganya untuk pindah ke tempat tujuan yaitu Desa Simanduma.

Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik adalah keinginan setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ingin mendapatkan secarah mudah. Perkerjaan petani yang dirasakan tidak memberikan harapan kemajuan. Untuk menciptakan cita-cita dan idaman, masyarakat agraris melakukan perpindahan dari satu Desa ke Desa lain secara berkelompok atau perorangan. Kekayaan, kehormatan dan kebahagian (hamoraon, hasangapon, dan hagabeon) adalah tujuan hidup masyarakat

18


(37)

Batak Toba.19

2.5.1 Geografis

Dasar pemikiran ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan gagasan yang terus terwarisi dan mendarah daging bagi masyarakat. Yang melekat pada pola pemikiran dan sikap tingkah laku masyarakat Batak Toba.

Persoalan mengenai transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari persoalan tanah. Menurut Mubyabto, bahwah berdasarkan pengalaman trasmigrasi mempunyai kaitan erat dengan kebijakan dibidang pertanahan. Persoalan ini muncul karena tanah adalah penyebab dan sekaligus adalah harapan bagi para trasmigrasi. Keinginan penduduk memiliki tanah yang baru sebagi tempat tinggal ataupun sabagai mata pencaharian.20

Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat orang Batak Toba yang secara geografis mempengaruhi kehidupan orang Batak Toba dengan segala sistem kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1˚ -20¹- 2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya 1.060.530 Ha. Sebagian besar daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika dilihat dari ketinggian permukaan laut maka daerah ini berada diantara 300 sampai dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi bergelombang sampai curam dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40%21

19

Dalam nilai filosofi Batak Toba hamoraon, hasangapon, dan hagabeon adalah tujuan orang Batak Toba yang kadang ditambah dengan sahala. Setiap keluarga mendambakan banyak keturunan dan panjang umur (gabe), kekayaan dan kesejahteraan (mamora), wibawa sosial (sangap), dan memiliki kemampuan berkuasa (sahala harajaon) serta kemampuan untuk dihormati (sahala hasangapon). op cit. O.H.S Purba, 1997, Hal 21.

20

Mubyabto “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Jakarta: LPS3ES, 1989, Hal 44. 21

O.H.S Purba Elvis F. Purba, op cit. Hal 29.


(38)

Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan permukaan tanah yang bergunung-gunung dan berlembah- lembah menyebabkan berbagai hambatan dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan tanah pertanian, perluasan areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan jalan dan sarana pengairan. Daerah Tapanuli Utara kurang menguntungkan menyebabkan dampak negatif terhadap lahan pertanian yang akhirnya mendorong penduduk, terutama pada petani yang pindah dan mencari daerah yang lebih baik. Selain itu kesuburan tanah yang kurang mendukung dan musim yang kurang baik mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di didaerah asal22

Pada dasarnya manusia tidak ingin hidup dengan kondisi kemiskinan dan manusia itu tidak ada yang selalu merasa puas dalam hidupnya. Demikian pula halnya dengan setiap orang Batak Toba yang selalu mendambakan Hamoraon dan Hasangapon, karena orang Batak Toba beranggapan bila hamoraon dan hagabeon sudah tercapai maka

hasangapon juga akan tercapai. Orang Batak Toba melakukan perpindahan ke Desa

. Kegagalan musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim kering yang berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir.

Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan kebutuhan pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi disebabkan semakin banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor pertanian tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah ini ke daerah lain di luar Tapanuli

2.5.2 Faktor Ekonomi

22


(39)

Simanduma karena perkiraan mereka lebih senang disana (tempat rantauan) karena masih terbukanya lahan ekonomi yang dapat dikelola. Keadaan ekonomi yang pas-pasan didaerah asal membuat mereka ingin mencari yang lebih baik.23

Akibat jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan sekaligus mengakibatkan kemiskinan ditengah- tengah keluarga orang Batak Toba. Sektor pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian sudah tidak dapat diharapkan lagi, namun adanya prinsip Batak Toba lulu Anak, lulu Tano24 yang merupakan jabaran dari hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, maka sektor pertanian masih tetap bertahan25

Kebutuhan hidup yang beraneka ragam semakin mengalami peningkatan dan jumlah anggota keluarga juga semakin bartambah. Hal ini tidak didukung dengan adanya peningkatan pendapatan ekonomi pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian yang tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung menyebabkan kesulitan ekonomi yang semakin lama semakin terdesak. Ketidak cukupan atau ketidak mampuan lahan untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga mendorong orang batak toba tersebut untuk mencari perluasan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan . Karena dalam pandangan Batak Toba tanah merupakan lambang kekayaan dan kehormatan yang akan mempertinggi status sosial baik ditengah- tengah masyarakat, bahkan pandangan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan setiap orang Batak Toba yang merupakan perjuangan hidup mereka. Tanah pada masyarakat Batak Toba berfungsi ganda sebagai lahan pertanian maupun sebagai tanah warisan yang akan di berikan kepada anak-anaknya kelak jika dia sudah meninggal.

23

Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 3 juni 2013

24

Yang memiliki arti harafiahnya suka akan anak (supaya gabe), juga suka akan tanah. log cit. O.H.S Purba. Elvis f Purba, 1997. Hal 26.

25


(40)

tidak memungkinkan lagi. Alasan untuk meninggalkan kampung halaman pada umumnya disebabkan faktor ekonomi, selain itu adanya faktor geografi dimana untuk pembukaan lahan baru tidak memungkinkan lagi. Dengan demikian maka orang Batak Toba akan melaksanakan migrasi ke daerah lain namun tidak akan meninggalkan adat yang telah mendarah daging bagi mereka sejak dari daerah asal.

2.5.3 Demografi

Tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar dan jumlah penduduk yang secara alamiah bertambah dengan pesat sesuai dengan idaman setiap keluarga yang mendambakan banyak keturunan (gabe) . T.R Mahthus seorang tokoh antropologi berpendapat bahwah yang menyebabkan kemelaratan yang menimpa penduduk adalah karena tidak terdapatnya keseimbangan perbandingan antara bertambahnya penduduk dan bertambahnya bahan makanan yang didapat oleh masyarakat26

Tanah memegang peranan yang penting dalam adat Batak Toba. Dengan memiliki tanah yang banyak akan dipandang masyarakat yang memiliki status yang tinggi. Setiap orang mendambakan banyak anak sebagai penerus keturunan (gabe), dibarengi dengan limpahan ternak dan pertanian karena hal ini melambangkan hagabeon sejati. Idaman ini harus didukung oleh kedaulatan di daerah (tanah) sendiri, karena tanah memiliki aspek . Ini yang terjadi di Tapanuli Utara, bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dimana tiap keluarga yang mendambakan keluarga (gabe) akan tetapi hasil panen yang diolah tidak bisa mencukupi semua anggota keluarga. Tanah yang tandus dan iklim yang kurang baik menyebabkan penentuan dari jenis tanaman dan hasil panen yang diterima tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang semakin bertambah.

26


(41)

ganda, sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan lahan pertanian untuk menghidupi anggota keluargan dan keturunan yang akan datang serta untuk menggapai ke-kepala-an, sebagaimana terkandung dalam ungkapan lulu anak lulu tano. Setiap keluarga muda yang sudah berdikari, manjae secara tidak langsung didorong untuk membangun kampung-kampung baru.

Pemberian sebidang tanah kepada anak yang telah bekeluarga dalam bentuk tanah

panjaean, dan tanah parbagianan, menyebabkan perpecahan dan perpencaran lahan

pertanian. Selain masalah tanah adat yang tidak diusahai sepenuhnya karena sudah merupakan gumul na so tupa bagion, asimun na so bolao. Pemberian tersebut menyebabkan semakin banyak rumah tangga petani yang memiliki dan menguasai lahan yang sempit. Sifat dasar orang Batak yang rindu berkawan (sihol mardongan), memperbesar arus perpindahan dari satu kampung mengikuti teman sekampung yang pindah terlebih dulu ke daerah lain. Teman atau saudara yang sudah pindah akan memberi kabar kekampung halaman, ini menyebabkan penduduk yang berada dikampung halaman ikut melakukan perpindahan karena lahan yang lebih subur didaerah lain dan keinginan dapat lebih maju seperti temannya.

2.5.4 Faktor Budaya

Konteks kultural mengenai sahala hasangapon melekat pada diri orang Batak Toba. Sahala adalah sifat tondi (semangat sebagai esensi manusia), yaitu watak alami selain kekuasaan dan wewenang manusiawi. Sahala seseorang sebagai kekuatan

tondinya, hasangapon berarti suatu kualitas yang dihormati sebagai akibat dari


(42)

berarti bahwah seseorang itu patut dihargai oleh orang lain. Supaya mendapat kualitas ini, orang harus mengambangkan sahala harajaonnya (kerajaan pribadi).

Namun sahala hasangapon baru menjadi kenyataan apabila seorang telah memperlihatkan prestasinya. Misalnya, seorang laki-laki dengan memilki banyak anak dan cucu serta berhasil dalam pertanian atau pekerja-pekerja lain. Karena itu, di Batak Toba yang bertani subtensial, tanah dan anak merupakan faktor penting dalam membangun harajaon (karajaan), yang merupakan pertanda dimilikinya sahala

hasangapon. Dari tanah dan anak bisa diperoleh kekuasaan dan kekayaan. Paradigma ini

tentu saja bisa mendorong dinamisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah bahwah kompleks sahala hasangapon juga mendorong orang Batak Toba untuk pindah dan mendirikan “kerajaan-kerajaan” baru.

2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan

Jalan darat merupakan satu- satunya sarana perhubungan utama di Tapanuli (kecuali sekitar Danau Toba). Jalan-jalan setapak semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut orang Batak Toba untuk dipekerjakan untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain. Pada waktu hubungan lalu lintas masih mempergunakan jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli ke Dairi ditempuh dalam beberapa hari perjalanan, tetapi pada tahun- tahun berikutnya. setelah kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin lancar dan perjalanan ke Dairi semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar akibat dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari Tarutung- Sibolga (1915- 1922), Jalan Siborong- borong – Doloksanggul- Sidikalang (1930), jalan


(43)

Tarutung- Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul- Pakkat-Barus-Sibolga merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli27

Dalam pembukaan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda membutuhkan banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi. Masyarakat dipaksa dengan kerja keras (rodi) yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat. banyak orang Batak Toba ada yang berpindah ke daerah lain untuk menghindarkan diri dari kerja rodi.28

Dampak lain dari pembukaan jaringan jalan yang semakin luas itu ialah masyarakat daerah Tapanuli semakin terbuka dari pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat yang beranekaragam sifatnya. Pada masa kolonial Belanda jaringan jalan di daerah pedalaman diikuti oleh pembangunan jalan besar. Seperti dari perbatasan Aceh melalui kota Pangkalan Berandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, Kisaran sampai ke Rantau Prapat. Selain jalan utama tersebut, jalan Berastagi dan Kabanjahe di Dataran Tinggi Karo dan Jalan melalui Simalungun ke Danau Toba yang terus ke Tapanuli dan Sibolga

Mereka menganggap bahwa rodi merupakan jenis perbudakan sehingga mereka kurang suka pindah atau memasuki daerah lain dimana akan diadakan pembukaan jalan baru. Hal seperti ini diantaranya terjadi pada waktu membuka jalan antara Barus- Sibolga- Batangtoru dan Angkola – Mandailing, yang pada waktu itu sudah termasuk wilayah Keresidenan Tapanuli.

29

27

op. cit.Elvis. F. Purba, O.H.S, Purba, 1997, Hal 91.

28

Ibid, Refi Roslila Siringo-Ringo, 2008. Hal 54.

29

Ibid, Hal 93.

. Pembangunan jalan di sekitar Danau Toba memberi kemudahan bagi penduduk Batak Toba meninggalkan kampung halamannya menuju Dairi, Simalungun, dan daerah lainnya. Pembukaan jalan dari Siborong- borong melalui


(44)

Doloksanggul- Hariara Pintu ke Sidikalang sehingga mempercepat orang- orang Batak Toba dari daerah Silindung pindah ke Dairi.

2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Tujuan 2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik

Sebagai faktor penarik yang menyebabkan Desa Simanduma menjadi pilihan para migran Batak Toba adalah kesempatan dalam bidang ekonomi sangat luas terutama pada persawahan yang masih tersedia. Di Desa Simanduma itu sendiri banyak tersedia aliran sungai sehingga sangat baik untuk daerah persawahan. Migrasi Batak Toba ke desa Simanduma di pengaruhi oleh kondisi geografis dan sulitnya masalah ekonomi Tapanuli. Desa Simanduma menjanjikan berbagai kemudahan dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan demi meningkatkan pendapatan orang Batak Toba.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian melalui pasca usaha pengairan. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman air dapat datang dari hujan atau harus melalui pengairan yang diatur manusia keduanya harus disesuaikan agar benar-benar tanaman mendapat air secukupnya, yang dimaksut dengan pengairan sebenarnya meliputi “pengaturan kebutuhan air” bagi tanaman sehingga didalamnya termasuk juga drainase. Disamping pengairan banyak di pakai kata irigasi air untuk membawa air dari sungai ke sawah-sawah30

Keberadaan lahan di Desa Simanduma sebagian besar berbukit-bukit dan gunung-gunung yang bergelombang dan kemiringan lahan yang bervariasi yang hanya sebagian

30


(45)

yang rata dan datar. Hasil produksi dari Desa Simanduma yang sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat umumnya adalah bercocok tanam. Lahan didaerah ini sangat cocok tanaman muda dan tanaman keras seperti kopi, jagung jahe, cabe, dan sayur-sayuran. Salah satu tanaman di daerah ini yang paling di unggulkan adalah tanaman kopi. Kopi robusta dan kopi arabika (kopi ateng) yang paling banyak dibudidayakan masyarakat karena tanaman kopi bisa di bilang sigarar utang kopi disebut sebagai sigarar utang karena untuk memperoleh hasil panen dari kopi terutama kopi Arabika ( kopi ateng) itu sendiri dipetik dua kali dalam satu bulan. Sehingga sangat membantu dalam memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.6.2 Terbentuknya Jaringan Jalan

Sebelum dibukanya jalan yang lebih besar masyarakat Desa Simanduma menggunakan kuda (marhoda boban) dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk membawa hasil-hasil pertanian kepasar (onan).31

31

Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 13 juni 2013

Masyarakat juga membuat jembatan gantung yang menghubungkan antara Sidikalang dan Desa Simanduma, tetapi karena harus melalui hutan dan jalan yang terterlalu curam dan sangat berbahaya sehingga ditinggalkan oleh penduduk seiring dibukanya jalan yang lebih baik yang menghubungkan kecamatan Sumbul Pegagan sampai Sidikalang. Tidak dipungkiri bahwa jalan ini memiliki cerita tersendiri bagi penduduk Desa Simanduma. Jalan ini sangat bermamfaat bagi orang Batak Toba dan masyarakat Pakpak untuk menjual hasil pertanian dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Seiring dengan berjalanya waktu kondisi jalan di Desa Simanduma ini sudah lebih baik, sehingga dapat memperlancar dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi karena daerah ini merupakan daerah penghasil


(46)

kopi, padi, jagung, dan juga tanaman-tanaman holtikultura lainya. Arus lalu lintas yang lancar yang sudah dapat dilalui kendaraan dapat menunjang pendapatan ekonomi yang lebih baik. Pada waktu sebelum masuknya alat-alat tehnologi yang lebih canggih dalam pengolahan lahan persawahan. Masyarakat atau penduduk yang ada di Desa Simanduma dalam mengolah lahan pertanian persawahan dikerjakan dengan memakai tenaga kerbau (bajak atau manisir).

2.6.3 Masih Tersedianya Lahan Pertanian.

Faktor penarik lainnya, adalah adanya hubungan keluarga dan teman sekampung. Migrasi karena faktor hubungan keluarga di alami oleh sebagian migran. Menurut keterangan yang diperoleh pindahnya mereka karena sudah ada keluarga yang terlebih dahulu bermigrasi ke desa Simanduma, sehingga tidak sulit untuk mencari tempat tinggal untuk sementara. Adanya hubungan darah antara sesama migran baik itu hubungan sebagai abang, adik, paman, atau hubungan saudara lainnya mendorong mereka datang untuk menjumpai saudaranya yang kemudian tertarik untuk bertempat tinggal di desa ini.

Simanduma merupakan daerah yang memiliki banyak daya tarik dan hal- hal yang menjanjikan. Luasnya tanah dan kodisinya yang subur menjadi pusat perhatian migran Batak Toba untuk datang ke daerah ini. Selain itu keterbukaan dan sifat menerima dari orang Pakpak dalam menerima pedatang yang ingin tinggal di Desa Simanduma merupakan faktor yang memudahkan bagi orang pendatang dalam bermigrasi32

32

Wawancara Sentosa Capah, Simanduma, 13 juni 2013

. Adanya berita-berita serta ajakan teman sekampung, menjadikan beberapa kemudahan untuk memperoleh tanah dan fasilitas lainnya di tempat tujuan migran. Persoalan tanah bagi para migran merupakan hal yang sangat penting, karena dengan adanya tanah dan


(47)

sekaligus kepemilikan membuat mereka lebih yakin untuk melaksanakan tujuannya. Maka dapat disimpulkan bahwa keputusan untuk bermigrasi tergantung pada masing-masing migran. Kalau seseorang telah menentukan untuk tidak bermigrasi, maka bagaimanapun dorongan dan rayuan yang datang untuk mempengaruhinya mereka tidak akan bermigrasi, kecuali hal lain misalnya ancaman atau paksaan. Berdasarkan keputusan yang diambil oleh orang Batak Toba itu sendiri, mereka nantinya tidak akan merasa menyesal apabila keadaan didaerah tujuan tidak seperti apa yang diharapkan. Mereka akan menghadapi keadaanya dengan tegar didaerah tujuan.

Di Desa Simanduma ini baik sesama orang Batak Toba maupun dengan Pakpak yang mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Salah satu contoh dalam pekerjaan bertani mereka saling membantu satu sama lain (marsiurupan atau marsiruppa). Setelah orang Batak Toba tinggal dan menetap di Desa Simanduma, orang Batak Toba ini masih mempunyai hubungan dengan keluarga di daerah asal. Namun mereka tidak berkeinginan untuk kembali ke daerah asalnya atau pindah ke daerah lain. Mereka ingin menetap tinggal di Desa ini karena terikat keluarga dan pekerjaan. Selain itu ada hal- hal yang mengikat seperti pemilikan rumah, tanah, yang mereka peroleh setelah tinggal lama dan bekerja keras di daerah ini sehingga memperkuat keterikatan mereka terhadap daerah tersebut. Ikatan dalam bentuk kebersamaan di daerah yang baru ini juga menjadi dasar pertimbangan untuk tidak meninggalkan desa ini, karena jika dalam suasana pesta atau berkumpul dalam urusan adat mereka sudah merasa berada dikampungnya sendiri sehingga kerinduan untuk pulang ke kampung halaman dapat teratasi.


(48)

2.6.4 Harga Tanah

Masyarakat Pakpak yang tinggal di daerah pedesaan (huta) umumnya masih mempraktekkan sistem ladang berpindah. dalam pelaksanaanya bukanlah kegiatan ekonomi perladangan dan bukanlah kegiatan ekonomi semata tetapi berhubungan dengan aspek sosial budaya, jadi mereka diikat oleh sejumlah aturan, nilai budaya, pengetahuan, upacara, kepercayaan, tabu dan sanksi.33

Faktor lain yang menyebabkan migrasi orang Batak Toba adalah murahnya nilai jual tanah di Desa Simanduma. Keadaan ini juga mendorong para petani dari Tapanuli datang ke Desa ini untuk memperoleh tanah dengan cara membeli dari penduduk setempat dengan tujuan bercocok tanam padi. Lahan tanah yang dijual oleh suku Pakpak kepada orang Batak Toba hanya lahan hutan. Pada awal mereka datang ke Desa ini mereka melihat bahwah Desa Simanduma itu adalah hutan karena masyarakat Pakpak tidak tau cara bercocok tanam yang baik dan malas bekerja (sitarulang bau) sehingga orang Batak Toba membuka lahan perkebunan kopi dan persawahan serta mengajarkan pada masyarakat Pakpak cara bertani terutama dipersawahan34

Penjualan tanah oleh Raja Tano terhadap kaum pendatang ini di latar belakangi karena atas dasar kepercayaan kepada setiap pendatang tersebut. Harga yang ditawarkan ke etnis pendatang untuk mendapatkan 1petak tanah dengan harga 60 sampai 5 ribu

.

35

33

Lister Berutu dan Pasden Berutu, op.cit ,Hal 4-5.

34

Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 14 juni 2013

35

Wawancara Pine Lumbangaol, Simanduma, 14 juni 2013

. Dengan Syarat-syarat untuk memperoleh tanah ini hanya dengan melaporkan kedatangan mereka kepada kepala Desa selanjutnya kepala Desa akan mengurus semua administrasinya Sedangkan pemberian tanah secara cuma- cuma oleh Raja Tano kepada sebagian pendatang ditujukan bagi pendatang lebih awal tiba di Desa Simanduma. Selain


(49)

itu mereka juga telah ikut bekerja di lahan orang Pakpak sehingga dianggap sudah ada ikatan persaudaraan di antara mereka.

Dengan hasil pembelian tanah tersebut orang Batak Toba memulai membuka lahan untuk pertanian kopi, persawahan dan pertanian padi lahan kering mardarat dengan keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma mereka mengajarkan kepada orang Pakpak cara bercocok tanam padi sawah dan kopi. Sebelum datangnya orang Batak Toba didaerah ini penghasilan utama orang Pakpak adalah, pertanian padi lahan kering dan

paragat tuak36

Sama seperti ketika orang Batak Toba masuk kekota Medan setelah kemerdekaan, populasi Batak Toba mencapai 14%. Populasi total di Medan yang mengalahkan semua etnik kecuali kelompok Jawa. Dengan adanya Batak Toba di Medan mereka adalah pemburu tanah mereka membeli tanah di pinggiran kota dari orang Jawa dan Melayu di kecamatan Labuhan Batu misalnya mereka mengubah ratusan hektar tanah rawa kepunyaan orang Melayu menjadi sawah tadah hujan hanya dalam beberapa tahun.37

36

Wawancara Panjil Capah, Simanduma, 14 juni 2013

37

Usman pelly, Urbanisasi dan Adaptasi : Peranan Misi Budaya Minangkabau Dan Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1994, Hal 103.


(50)

BAB III

KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA

3.1 Terbentuknya Perkampungaan (huta) Orang Batak Toba

Dalam masyarakat Batak Toba didaerah asal (bona pasogit) hukum atas pemilikan tanah dan pendirian kampung di dasarkan atas klen (marga). Marga sebagai identitas yang cukup mendasar, membentuk norma-norma hubungan dalam tatanan kehidupan. Marga yang pertama datang kedaerah yang belum ada pemiliknya akan menjadi Raja

Huta disana dan merekalah kelak disebut sebagai marga tanah. Simanduma merupakan

perkampungan orang Pakpak yang pada awalnya hanyalah hutan pengertian atau sebutan Pakpak itu sendiri adalah orang primitif, orang gunung dan orang hutan. Tetapi seiring masuknya orang Batak Toba mereka membuka lahan pertanian dan pemukiman yang baru sehingga Desa ini memiliki raja huta orang Pakpak (bermarga Capah) dan Batak Toba (marga Banjar Nahor) yang membatasi tanah yang dimiliki orang Batak Toba berarti hanya di sanalah menjadi bisa menjadi raja huta.

Panombangan atau pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, Desa

Simanduma pada awalnya hanyalah lahan yang kosong masih berbentuk hutan yang dibuka oleh masyarakat pendatang. Awalya mereka membuka hutan untuk lahan pertanian kopi dan persawahan38

38

Masyarakat Pakpak sangat menghargai alam dengan adanya tabu-tabu yang selalu di patuhi dan orang Pakpak memiliki aturan-aturan dalam menjaga konservasi alam, Lister Berutu, Pasden Berutu,

Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak (suatu eksplorasi tentang potensi loka). Hal 3.

. Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga (klen). Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung


(51)

ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah tersebut cocok untuk menanam kopi.

Kampung pertama merupakan titik tolak dari huta-huta berikutnya, pembukaan kampung-kampung baru terjadi akibat perkembangan jumlah penduduk atau warga huta sehingga suatu saat mereka tidak dapat bertahan bertahan lebih lama dikampung asal tersebut. Suatu kampung baru yang disebut kampung sosor yang baru yang merupakan perluasan kampung induk (huta sabungan), disebut dengan lumban atau sosor. Dalam jangka panjang pembentukan kampug-kampung baru akan menciptakan perpencaran dan semakin sering berakibat jauh dari kampung asal. Begitu juga dengan perkampungan huta di Desa Simanduma keinginan untuk memperoleh ekonomi yang lebih baik mereka melakukan perpindahan jauh dari kampung asal.

Desa Simanduma itu sendiri terbagi menjadi beberapa nama perkampungan atau

huta marserak yang di bentuk oleh masyarakat Batak Toba seperti Binjara, Panggaoran,

Silamoncik, Barisa, Rajangampu, Juma palu dan Juma Peatetapi masih dalam satu kepala Desa. Salah satu usaha orang Batak Toba untuk dapat berkembang dan meningkatkan taraf hidupnya adalah dengan melakukan migrasi ke daerah yang lain yang lebih dapat memberikan kehidupan lebih baik. Salah satu daerah tempat migrasi orang Batak Toba adalah Desa Simanduma karena di kampung asal (Bonapasogit) kesempatan untuk memperoleh hidup yang lebih baik sangat minim, dan inilah alasan mereka untuk meninggalkan kampung halaman (asal) dan melaksanakan migrasi ke daerah lain.

Masyarakat Batak Toba terdiri dari petani- petani ulet yang mengerjakan tanah dengan caranya sendiri. Mereka mengerjakan sawah dengan cangkul dan kemudian mendapat hasil yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Keberhasilan orang Batak Toba di daerah dataran rendah ini dianggap penduduk setempat orang-orang Batak


(52)

Toba berhasil membuat sawah dan lahan kopi membuat turut mendorong masyarakat setempat menirunya. Bukan hanya dari segi ekonomi pertanian tetapi juga dari bentuk rumah. Masyarakat Pakpak juga mengikuti rumah-rumah orang Batak Toba yang awalnya rumah orang Pakpak itu terbuat dari bambu yang di gatgat (bambu yang di pukul) dan ada juga bambu yang di belah sebagai dingding dan beratapkan ijuk tiang rumahnya dibuat dari batu39

Berdasarkan pengamatan penulis bahwa pola perkampungan di Desa Simanduma sama dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya. Yang membedakan tidak dijumpai lagi batas-batas Desa seperti di Boapasogit yang dibatasi dengan tembok yang ditumbuhi pohon-pohon bambu yang tinggi dan ada juga kampung dengan sebuah parit mengelilinginya rumah-rumah penduduk. Penduduk yang tinggal di Desa Simanduma memiliki bentuk pola pemukiman yang berkelompok. Setiap rumah dibangun menghadap jalan dan sejajar mengikuti alur jalan Desa di belakang rumah penduduk terdapat kebun kopi dan kelapa milik masyarakat

.

40

.

Secara administrasi Desa Simanduma termasuk dalam wilayah Kecamatan Pegagan Hilir, letak geografis antara Lintang Utara2,150-3,000 dan Bujur Timur 98,000

-98,200, yang terdiri dari 13 lingkungan kepala Desa dengan luas 155,33 km2

Sebelah utara: berbatasan dengan Kabupaten Karo.

, dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang begelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/ rata. Berdasarkan kemiringan lahan terlihat bahwah luas kemiringannya adalah 0-25. Ketinggian kecamatan Pegagan Hilir berkisar antara 700-1100 diatas permkaan laut. Secara administratif pemerintah Pegagan Hilir diapit oleh empat Kecamatan dengan perbatasan sebagai berikut:

39

Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 23 Juli 2013

40


(53)

Sebelah timur: berbatasan dengan Kecamatan Sumbul Pegagan.

Sebelah selatan: berbatan dengan Kecamatan Siempat Nempuh Hulu dan Kecamatan Sidikalang.

Sebelah Barat: berbatasan dengan Tiga Lingga. Jumlah Penduduk Desa Simanduma sebanyak ±245 kepala keluarga dengan jumlah penduduk secara keseluruhan yang terdaftar dalam kartu keluarga ± 1135. Dengan luas (Km2) wilayah 3,95.41

Sebagai masyarakat, orang Batak Toba mengakui kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki. Konsep kebudayaan masyarakat ini secara keilmuan telah dibahas secara luas dari sudut disiplin ilmu sosiologi maupun antropologi. Dari sejumlah uraian buku yang menjelaskan dan mendeskripsikan kebudayaan Batak Toba, didapati defenisi-defenisi yang sama tentang kebudayaan Batak Toba yang

Kampung pertama merupakan titik tolak dari huta-huta berikutnya, pembukaan kampung-kampung baru terjadi akibat perkembangan jumlah penduduk atau warga huta sehingga suatu saat mereka tidak dapat bertahan bertahan lebih lama dikampung asal tersebut. Suatu kampung baru yang disebut kampung sosor yang baru yang merupakan perluasan kampung induk (huta sabungan), disebut dengan lumban atau sosor. Dalam jangka panjang pembentukan kampug-kampung baru akan menciptakan perpencaran dan semakin sering berakibat jauh dari kampung asal. Begitu juga dengan perkampungan huta di Desa Simanduma keinginan untuk memperoleh ekonomi yang lebih baik mereka melakukan perpindahan jauh dari kampung asal.

3.1.1 Konsep Budaya Masyarakat Batak Toba

41


(1)

Nainggolan. Togar. Dr, Batak Toba Di Jakarta, Medan : Bina Media, 2006.

Purba. O.H.S. Purba, Elvis f, “Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak): Sebab, Matif dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Daratan Tinggi Toba”,Medan: Monora, 1997.

______ Purba Elvis F, Purba O.H.S., Migrasi Batak Toba: Diluar Tapanuli Utara (Suatu Deskrips), Medan:Monora. 1998.

Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.

Pudja, Arianto. IGN, Adaptasi Masyarakat Makian Di Tempt Yang Baru (Malifut), Jakarta: Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1989.

Parlaungan Ritonga,dkk. Bahasa Indonesia Praktis, Medan: Bartong Jaya, 2010

Soekanto,Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubahan sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

_________________, sosiologi suatu pengantar, Jakarta: UI Press, 1970.

Siringo-ringo.Roslila Refi, Migrasi Batak Toba Di Sumbul Pegagan, 1971-1990 Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2010.

Vergouwen. J. C , Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta, 2004.

Wahyudi, Lumbantobing, Dina, Lister Brutu, Etnis Pakpak Dalam Fenomena Pemekaran Wilayah (Mempertanyakan Partisipasi Politik Perempuan Dalam Masyarakat Adat), Sidikalang: Yayasan Sada Ahmo, 2002.

Majalah, Dokumen, dan Artikel

Konfrensi Nasional Sejarah IX. Budi Agustono, Etnik Pakpak Membelah Wilayahnya Sendiri: Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat, Hotel Bidakara Jakarta, 5-7 juli 2011.

Jurnal Ilmiah Bahasa Dan Sastra, Jhonson Pardosi, Makna Simbolik Umpasa, Sinamot, DanUlos Pada Adat Batak Toba. Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Volume IV No.2 Oktober tahun 2008.


(2)

DATA INFORMAN

Nama : Sunggul Sinaga

Tempat Tgl Lahir : Dolok Sanggul, 11 Juli 1952 Usia : 61 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Ronal Capah

Tempat Tgl Lahir : Simanduma, 28 April 1978 Usia : 35 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Pine Lumbangaol

Tempat Tgl Lahir : Dolok Sanggul, 11 Juni 1955 Usia : 58 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Panjil Capah

Tempat Tgl Lahir : Simanduma,17 Maret 1961 Usia : 52 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Manotar Siregar


(3)

Usia : 53 Tahun Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Murna Sinaga

Tempat Tgl Lahir : Simanduma, 28 Desember 1976 Usia : 37 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simanduma

Nama : Sentosa Capah

Tempat Tgl Lahir : Simanduma, 12 November 1977 Usia : 36 Tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Kristen Protestan Alamat : Simannduma


(4)

DAFTAR ISTILAH

Panombangan : Membuka lahan atau pemukiman yang baru

Page kongsi : Merupakan lumbung kuta yang dikumpul pada saat panen tiba Bander kongsi : Kolam ikan milik bersama dan dimamfaatkan hasilnya dengan

Menjual ikanya untuk kepentingan bersama Bale : Merupakan sarana fisik untuk tempat istirahat Pacekklik : Tidak punya uang

Kuta : Kampung

Manjae : Keluarga- keluarga muda yang baru berumah- tangga Dalihan natolu : Filsafat hidup kekerabatan (tungku nan tiga)

Partuturon : Menentukan kedudukan dalam hubungan kekerabatan/silsilah

Raja parhata : Sebutan lain dalam pengertian sempit adalah juru bicara dalam upacara

perkawinan Batak Toba

Marserak : Menyebar (pindah dari kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri)

Mangombo : Pindah secara musiman

Marjojo : Merupakan kegiatan menjual barang dagangan yang dilakukan secara

berkeliling kedaerah-daerah tertentu

Lulu anak lulu tano : Suka akan anak (supaya gabe), juga suka akan tanah Gabe : Banyak anak (keturunan)

Sihol mardongan : Suka akan berkawan/berteman Onan : Pajak/pasar

Marhoda boban : Kuda sebagai alat pengangkut hasil pertanian Padati : Menggunakan kerbau sebagai alat

Manisir : Membajak sawah Sitarulang bau : Malas bekerja

Tano : Tanah

Menoto : upacara merintis lahan Merkottas : Upacara pembakaran lahan

Menghabbami : Upacara menjelang menanam padi Menanda tahun : Mengusir hama


(5)

Memerre kembaen : Syukuran panen Tendi page : Roh padi

Sinimataniari : Dewa Matahari

Di sisada rube : Di salah satu desa/ kampung Bonaniari : Marga asal nenek (istri kakek) Tulang : Saudara laki-laki ibu

Bona tulang : Tulang kandung dari bapak Tulang takkas : Tulang saudara

Tulang narobot : Ipar dari tulang

Iboto ni ama niba : Saudara perempuan bapak

Hela : Menantu

Namarsaoppu : Segenap keturunan dari kakek yang sama

Umpasa : Salah satu tradisi lisan yang dapat dikelompokkan ke dalam bentuk

puisi lama

Ulos : Sejenis pakaian yang berbentuk selembar kain. Culture lag : Ketertinggalan kebudayaan

Message : Pesan

Marga-marga yang tinggal di desa Simanduma

1. Situmorang 21. Munthe 40. Matanari 2. Sihite 22. Lubis

3. Sitinjak 23. Simamora 4. Manalu 24. Samosir 5. Naibaho 25. Haloho 6. Banjarnahor 26. Togatorop 7. Sinurat 27. Silitonga 8. Pasaribu 28. Sitanggang 9. Malau 29. Sinaga 10.Nainggolan 30. Simanullang 11.Nadeak 31. Simarmata 12.Capah 32. Limbong 13.Lumbanggaol 33. Siregar 14.Sihotang 34. Sagala 15.Raja Gukguk 35. Tamba 16.Simbolo 36. Siringoringo


(6)

17.Silalahi 37. Hutajulu 18.Siboro 38. Sihombing 19.Girsang 39.Pandianggan