Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Dan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu Dan Ubi Jalar) Di Sumatera Utara Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, daerah penelitian ini dipilih
secara sengaja (purposive). Daerah ini memiliki 25 kabupaten dan 8 kota dengan
mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah penghasil ubi kayu dan
ubi jalar serta merupakan sentra produksi pangan diteliti dan memiliki populasi
penduduk yang cukup besar.
3.2. Metode Penentuan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range
tahun 2001-2015 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical
Package for Sosial Science) dan berupa data sekunder.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah menggunakan data sekunder.
Data Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh peneliti dari
Biro Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara, Dinas Ketahanan Pangan dan
Peternakan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Sumatera Utara dan berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan
penelitian ini.

27

Universitas Sumatera Utara

28

3.4. Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan segera ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis,
dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Metode
analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar Provinsi Sumatera Utara dengan
model regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat
analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis
antara lebih dari 2 peubah. Model regresi linier berganda yang memiliki variebel
penduga lebih dari satu, yaitu Xi sampai dengan Xn.
Tujuan penelitian 1, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara maka akan diuji dengan

menggunakan regresi, dengan persamaan sebagai berikut:
• Ketersediaan Ubi Kayu
Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + μ
Keterangan:
Y

= Ketersediaan Ubi Kayu (Ton)

a0

= Konstanta intersep

X1

= Luas panen Ubi kayu (Ha)

X2

= Harga ubi kayu (Rp/kg)


X3

= Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4

= Konsumsi ubi kayu (Ton)

μ

= Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi

Universitas Sumatera Utara

29

Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu
di Provinsi Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent
cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi
variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).
Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
kayu secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan
ubi kayu.
H1 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
kayu secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi
kayu.
Pengambilan keputusan:
Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0
Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1
Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
kayu secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.
H1 : Luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
kayu secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.
Pengambilan keputusan :
Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1

Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0

Universitas Sumatera Utara

30

• Ketersediaan Ubi Jalar
Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + μ
Keterangan:
Y

= Ketersediaan Ubi jalar (Ton)

a0

= Konstanta intersep

X1

= Luas panen Ubi jalar (Ha)


X2

= Harga ubi jalar (Rp/kg)

X3

= Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4

= Konsumsi ubi jalar (Ton)

μ

= Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi
Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi jalar
di Provinsi Sumatera Utara

Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent
cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi
variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).
Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
jalar secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan
ubi jalar.
H1 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
jalar secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ubi
jalar.

Universitas Sumatera Utara

31

Pengambilan keputusan:
Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0
Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1
Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi

jalar secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.
H1 : Luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi
jalar secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar.
Pengambilan keputusan :
Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1
Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0
Dan tujuan penelitian 2, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara maka akan diuji dengan
menggunakan regresi, dengan persamaan sebagai berikut:
• Konsumsi Ubi Kayu
Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + μ
Keterangan:
Y2

= Konsumsi ubi kayu (Ton)

b0

= Konstanta intersep


X1

= Harga ubi kayu (Rp/kg)

X2

= Harga tepung (Rp/kg)

X3

= Produksi ubi kayu (Ton)

X4

= Pendapatan perkapita (Rp)

Universitas Sumatera Utara

32


μ

= Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi
Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi kayu di
Sumatera Utara
Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent
cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi
variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).
Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita
secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi kayu.
H1 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu dan pendapatan perkapita
secara serempak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi kayu.
Pengambilan keputusan:
Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0
Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1
Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu, dan pendapatan perkapita

tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.
H1 : Harga ubi kayu, harga tepung, produksi ubi kayu, dan pendapatan perkapita
berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi kayu.
Pengambilan keputusan :
Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1
Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0

Universitas Sumatera Utara

33

• Konsumsi Ubi Jalar
Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4+ μ
Keterangan:
Y2

= Konsumsi ubi jalar (Ton)

b0

= Konstanta intersep

X1

= Harga ubi jalar (Rp/kg)

X2

= Harga tepung (Rp/kg)

X3

= Produksi ubi jalar (Ton)

X4

= Pendapatan perkapita (Rp)

μ

= Random error

a1-a4 = Koefisien variabel regresi
Uji statistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ubi jalar di
Sumatera Utara
Koefisien Determinasi (R2) yang bertujuan melihat apakah variabe independent
cukup memberi arti terhadap variabel independentnya, dengan kata lain variasi
variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya sebesar (R2).
Secara serempak (Uji F) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita
secara serempak tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi jalar.
H1 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar dan pendapatan perkapita
secara serempak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi jalar.
Pengambilan keputusan:
Jika F-hitung > F –tabel atau signifikansi < 0,05 = terima H1 tolak H0
Jika F-hitung < F –tabel atau signifikansi > 0,05 = terima H0 tolak H1

Universitas Sumatera Utara

34

Secara parsial (Uji t) hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar, dan pendapatan perkapita
tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.
H1 : Harga ubi jalar, harga tepung, produksi ubi jalar, dan pendapatan perkapita
berpengaruh nyata terhadap konsumsi ubi jalar.
Pengambilan keputusan:
Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi < 0,05 = tolak H0 ; terima H1
Jika t-hitung < t-tabel atau signifikansi > 0,05 = tolak H1 ; terima H0
3.5. Interpretasi Hasil
3.5.1. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk
lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti
distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau
menceng ke kanan.
Uji normalitas pada multivariat sebenarnya sangat kompleks, karena harus
dilakukan pada seluruh variabel secara bersama-sama. Namun, uji ini bisa juga
dilakukan pada setiap variabel, dengan logika bahwa jika secara individual
masing-masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara bersama-sama
(multivariat) variabel-variabel tersebut juga bisa dianggap memenuhi asumsi
normalitas (Santoso, 2010).

Universitas Sumatera Utara

35

3.5.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang
linear antar variable bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa
metode, diantaranya adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF.
• Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau
nilai VIF melebihi 10.
• Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.
(Gujarati, 2007).
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi Y= f(X1, X2, .... Xi) + ɛi juga memprasyaratkan nilai εi memiliki
varians yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Varian dari
ɛi dinyatakan dalam nilai σ2. Jika nilai σ2 bersifat konstan dari satu pengamatan ke
pengamatan lainnya, maka kondisi ini disebut dengan homoskedastis. Sedangkan
jika nilai σ2 berbeda dari satu pengamatan dengan pengamatan lainnya maka
disebut heteroskedastis atau non-heteroskedastis. Untuk keperluan ini maka perlu
dilakukan uji heteroskedastisitas dari model regresi yang kita bangun.
Indikasi suatu model mengalami heteroskedastisitas adalah nilai ε1 membentuk
hubungan yang signifikan dengan variabel prediktornya. Dalam hal ini, nilai ε1
dapat berkolerasi positif atau berkolerasi negatif dengan variabel prediktornya.
Dengan adanya heteroskedastisitas ini maka akurasi model dapat mengalami
penurunan pada nilai variabel prediktor yang semakin besar (jika terjadi korelasi
positif) atau pada nilai variabel predictor yang semakin kecil (jika terjadi korelasi
negatif) (Nawari, 2010).

Universitas Sumatera Utara

36

3.5.4. Uji Autokorelasi
Autokolerasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam
beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai
objek atau ruang (spatial correlation). Uji autokorelasi terutama digunakan untuk
data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model
regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian
serial korelasi dengan metode Durbin-Waston.
3.6. Defenisi Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian
tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan
operasional sebagai berikut:
3.6.1. Defenisi
1.

Ketersediaan ubi kayu adalah jumlah ubi kayu yang tersedia untuk
dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

2.

Ketersediaan ubi jalar adalah jumlah ubi jalar yang tersedia untuk dikonsumsi
oleh masyarakat Sumatera Utara.

3.

Luas panen ubi kayu merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada
musim tertentu.

4.

Luas panen ubi jalar merupakan luas areal lahan yang akan dipanen pada
musim tertentu.

5.

Harga ubi kayu adalah harga ubi kayu yang berada di Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

37

6.

Harga ubi jalar adalah harga ubi jalar yang berada di Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara.

7.

Konsumsi ubi kayu adalah jumlah konsumsi ubi kayu yang diperoleh dari
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan.

8.

Konsumsi ubi kayu adalah jumlah konsumsi ubi kayu yang diperoleh dari
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan.

9.

Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk yang diperoleh dari BPS yang
merupakan perhitungan jumlah penduduk dipertengahan setiap tahunnya.

10. Harga Tepung adalah harga tepung yang diperoleh dari BPS.
11. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah pangan yang harus disediakan
semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk.
12. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau
mengubah bentuk pangan.
13. Pendapatan perkapita adalah hasil dari PDRB dibagi jumlah penduduk.
14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
3.6.2. Batasan Operasional
1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu tahun 2001 sampai 2015
meliputi ketersediaan dan konsumsi makanan berpati (ubi kayu dan ubi jalar)
di Sumatera Utara
2. Penelitian dilakukan dalam wilayah Sumatera Utara
3. Waktu penelitian dimulai tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara

38

Universitas Sumatera Utara

39

BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak dan Keadaan Geografis Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia, terletak
di bagian barat Indonesia dengan garis 10-40 Lintang Utara (LU) dan 980-1000
Bujur Timur (BT) dan Sumatera Utara merupakan provinsi terluas ke-7 di
Indonesia. Secara administratif Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan daerah
perairan dan hamparan laut serta dua provinsi lain dengan batasan wilayah sebagai
berikut:
• Utara

: berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

• Timur

: berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka

• Selatan

: berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat

• Barat

: berbatasan dengan Samudera Hindia

Adapun Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km2, sebagian besar
berada di daerah daratan Sumatera dan sebagaian kecil berada di daerah Pulau
Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil di bagian barat maupun
maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Menurut luas kabupaten/ kota yang
paling luas yaitu Kabupaten Mandailing Natal dengan luasnya sebesar 6.620,70
km2 sama dengan sekitar 9,24% dari total luas Sumatera Utara, lalu diikuti dengan
luas Kabupaten Langkat sebesar 6.263,29 km2 atau sekitar 8,74% dari total luas
Sumatera Utara, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau
sekitar 6,09% dari total luas Sumatera Utara. Sedangkan luas daerah terkecil
adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02% dari total luas
wilayah Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

39

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara di bagi ke dalam 3
kelompok wilayah atau kawasan yaitu Kawasan Pantai Barat, Kawasan Dataran
Tinggi dan Kawasan Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat diantaranya adalah
Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias
Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Sibolga, kota Padang
Sidempuan dan Kota Gunung Sitoli.
Sedangkan Kawasan Dataran Tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten
Karo, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten
Samosir dan Kota Pematang Siantar. Dan di bagian Kawasan Pantai Timur
meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten
Labuhan Batu Utara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten
Serdang Bedagai, Kabupaten Langkat, Kota Tebing tinggi, Kota Tanjung Balai,
Kota Binjai dan Kota Medan. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu
6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat serta terdiri dari 25
kabupaten dan 8 kota dengan 421 kecamatan yang meliputi 653 kelurahan dan
5.175 desa.
4.2. Kondisi Iklim
Provinsi Sumatera Utara dilalui oleh garis khatulistiwa, karena demikian Provinsi
Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggi permukaan
daratan Provinsi Sumatera Utara cukup bervariasi, sebagian daerahnya datar,
hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas hingga

39

Universitas Sumatera Utara

40

mencapai 34,20C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai,
beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu
minimalnya bisa mencapai 150C.
Sama seperti Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai
musim kemarau dan musim penghujan. Biasanya musim kemarau terjadi pada
bilan Januari sampai dengan bulan Juli dan pada musim penghujan biasanya
terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember, diantar kedua musim
tersebut terdapat musim pancaroba. Kelembaban udara Provinsi Sumatera Utara
rata-rata 78%-91% dengan curah hujan sebanyak 800-4000 mm/tahun dan
penyinaran matahari 43%.
4.3. Kondisi Demografi
Berdasarkan hasil pencacahan lengkap sensus penduduk (SP) tahun1990
penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus)
berjumlah 10.26 juta jiwa, angka ini membuat Provinsi Sumatera Utara
merupakan Provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pada hasil sensus penduduk 2000
jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa sedangkan
pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar 12.982.204
jiwa. Berdasarkan hasil SUPAS tahun 2015 yang dilaksanakan pada bulan Mei
2015, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara tercatat sebanyak 13.923.262
jiwa.

Universitas Sumatera Utara

41

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015
Jumlah
Kepadatan
Luas Wilayah
Penduduk
Penduduk
Kabupaten/Kota
(km2)
(jiwa)
(jiwa/km2)
Kabupaten
01. Nias
1.842,51
136.115
74
02. Mandailing Natal
6.134,00
430.894
70
03. Tapanuli Selatan
6.030,47
275.098
46
04. Tapanuli Tengah
2.188,00
350.017
160
05. Tapanuli Utara
3.791,64
293.399
77
06. Toba Samosir
2.328,89
179.704
77
07. Labuhan Batu
2.156,02
462.191
214
08. Asahan
3.702,21
706.283
191
09. Simalungun
4.369,00
849.405
194
10. Dairi
1.927,80
279.090
145
11. Karo
2.127,00
389.591
183
12. Deli Serdang
2.241,68
2.029.308
905
13. Langkat
6.262,00
1.013.385
162
14. Nias Selatan
1.825,20
308.281
169
15. Humbang Hasudutan
2.335,33
182.991
78
16. Pakpak Bharat
1.218,30
45.516
37
17. Samosir
2.069,05
123.789
60
18. Serdang Berdagai
1.900,22
608.691
320
19. Batu Bara
922,20
400.803
435
20. Padang Lawas Utara
3.918,05
252.589
64
21. Padang Lawas
3.892,74
258.003
66
22. Labuhanbatu Selatan
3.596,00
313.097
87
23. Labuhannatu Utara
3.570,98
351.097
98
24. Nias Utara
1.202,78
133.897
111
25. Nias Barat
473,73
84.917
179
Kota
01.
Sibolga
41,31
86.519
2.094
02.
Tanjung Balai
107,83
167.012
1.549
03.
Pematang Siantar
55,66
247.411
4.445
04.
Tebing Tinggi
31,00
156.815
5.059
05.
Medan
265,00
2.210.624
8.342
06.
Binjai
59,19
264.687
4.472
07.
Padang Sidimpuan
114,66
209.796
1.830
08.
Gunung Sitoli
280,78
135.995
484
Sumatera Utara
72.981,23
13.937.797
191
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016
Pada tabel 4.1. tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 total jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar 13.937.797 jiwa. Daerah yang

Universitas Sumatera Utara

42

memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu Kota Medan sebesar 2.210.624
jiwa atau sekitar 15,86% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara
sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat memiliki jumlah penduduk paling sedikit di
Sumatera Utara yaitu sebesar 45.516 jiwa atau 0,32% dari jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Utara. Kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara sebesar
191 jiwa/km2, angka kepadatan penduduk paling besar di Sumatera Utara yaitu
Kota Medan sebesar 8.342 jiwa/km2 sementara angka kepadatan penduduk yang
paling rendah yaitu Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 37 jiwa/km2.

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara Tahun 2005-2015
Kabupaten/Kota
2012
2013
2014
2015
Kabupaten
01. Nias
132.860
133.388
135.319
136.115
02. Mandailing Natal
410.931
413.475
426.382
430.894
03. Tapanuli Selatan
268.095
268.824
273.132
275.098
04. Tapanuli Tengah
318.908
324.006
342.902
350.017
05. Tapanuli Utara
283.871
286.118
290.864
293.399
06. Toba Samosir
174.865
175.069
178.568
179.704
07. Labuhan Batu
424.644
430.718
453.630
462.191
08. Asahan
677.876
681.794
699.720
706.283
09. Simalungun
830.986
833.251
844.033
849.405
10. Dairi
273.394
276.238
277.575
279.090
11. Karo
358.823
363.755
382.622
389.591
12. Deli Serdang
1.845.615
1.886.388
1.984.598
2.029.308
13. Langkat
976.885
978.734
1.005.965
1.013.385
14. Nias Selatan
294.069
295.968
305.010
308.281
15. Humbang Hasudutan
174.765
176.429
181.026
182.991
16. Pakpak Bharat
41.492
42.144
44.520
45.516
17. Samosir
121.594
121.924
123.065
123.789
18. Serdang Berdagai
604.026
605.583
606.367
608.691
19. Batu Bara
381.023
382.960
396.479
400.803
20. Padang Lawas Utara
229.064
232.746
247.286
252.589
21. Padang Lawas
232.166
237.259
251.927
258.003
22. Labuhanbatu Selatan
284.809
289.655
307.171
313.097
23. Labuhanbatu Utara
335.459
337.404
347.465
351.097
24. Nias Utara
128.533
129.053
132.735
133.897
25. Nias Barat
82.701
82.854
84.419
84.917
Kota
01.
Sibolga
85.852
85.981
86.166
86.519
02.
Tanjung Balai
157.175
158.599
164.675
167.012
03.
Pematang Siantar
236.947
237.434
245.104
247.411
04.
Tebing Tinggi
147.771
149.065
154.804
156.815
05.
Medan
2.122.804
2.123.210
2.191.140
2.210.624
06.
Binjai
250.252
252.263
261.490
264.687
07.
Padang Sidimpuan
198.809
204.615
206.496
209.796
08.
Gunung Sitoli
128.337
129.403
134.196
135.995
Sumatera Utara
13.215.401 13.326.307 13.766.851 13.937.797
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2013-2016
Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara semakin meningkat dari tahun ke tahun dalam kurun
waktu empat tahun (2012-2015). Jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

44

begitu juga ditahun-tahun sebelumnya berada di Provinsi Sumatera Utara, yakni
sebesar 13.937.797 jiwa.
4.4. Deskripsi Variabel
4.4.1. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu dan ubi
jalar. Keadaan ketersediaan ubi kayu dan ubu jalar di Provinsi Sumatera Utara
dalam kurun waktu 15 tahun yakni pada tahun 2001-2015 dapat dlihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.3. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun
2001-2015
Ketersediaan Ubi Kayu
Ketersediaan Ubi Jalar
Tahun
(Ton)
(Ton)
2001
507.519
118.183
2002
441.819
118.170
2003
411.995
135.660
2004
464.961
117.295
2005
509.796
115.728
2006
452.450
102.712
2007
438.573
117.641
2008
736.771
114.188
2009
1.007.284
140.140
2010
905.571
179.389
2011
1.091.711
191.103
2012
1.171.520
186.583
2013
1.518.221
116.671
2014
1.383.346
146.622
2015
1.619.495
122.362
Total
12.660.858
2.022.447
Rataan
844.057
134.830
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2002-2016
Berdasarkan Tabel 4.3. terlihat bahwa jumlah ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar
sangat berbeda, ketersediaan ubi kayu jauh lebih besar daripada ketersediaan ubi
jalar. Pada ketersediaan ubi kayu pada tahun 2001-2015, terlihat ketersediaan
paling tinggi pada tahun 2015 yaitu sebanyak 1.619.495 ton sedangkan

Universitas Sumatera Utara

45

ketersediaan yang paling rendah pada tahun 2003 sebesar 411.996 ton. Sementara
itu pada ketersediaan ubi jalar pada tahun 2001-2015 yang memiliki ketersediaan
yang paling tinggi yaitu tahun 2011 sebanyak 191.103 ton dan ketersediaan yang
paling rendah pada tahun 2006 sebanyak 102.712 ton. Adapun rataan ketersediaan
ubi kayu sebesar 844.057 ton selama 15 tahun terakhir dan rataan ketersediaan ubi
jalar sebesar 134.830 ton.
4.4.2. Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara
Selain sebagai salah satu sentra produksi ubi kayu dan ubi jalar, Provinsi
Sumatera Utara juga salah satu Provinsi sebagai mengkonsumsi ubi kayu dan ubi
jalar juga. Hal ini merupakan karena ubi kayu dan ubi jalar merupakan komoditi
yang terdapat karbohidrat yang tinggi serta memiliki harga yang lebih terjangkau
dibandingkan beras.
Tabel 4.4. Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun
2001-2015
Konsumsi Ubi Kayu
Konsumsi Ubi Jalar
Tahun
(Ton)
(Ton)
2001
90.966,97
34.347,07
2002
187.183,78
40.280,05
2003
187.868,30
40.427,36
2004
191.549.09
41.219,42
2005
239.137,55
23.420,69
2006
245.283,78
24.022,64
2007
141.178,08
20.534,99
2008
112.424,77
17.085,43
2009
99.192,96
10.462,27
2010
228.616,61
16.617,22
2011
82.552,65
13.103,59
2012
165.588,97
21.937,56
2013
143.924,11
23.987,35
2014
132.161,76
126.655,02
2015
202.098,05
41.813,39
Total
2.258.178,34
495.914,05
Rataan
161.298,45
33.060,94
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2016

Universitas Sumatera Utara

46

Berdasarkan tabel 4.4. dapat dilihat bahwa konsumsi ubi kayu lebih tinggi
daripada konsumsi ubi jalar, hal tersebut dapat dilihat dari data konsumsi lima
belas tahun terakhir. Konsumsi ubi kayu paling tinggi terjadi pada tahun 2006
yaitu sebesar 245.283,78 ton sedangkan konsumsi ubi jalar paling tinggi pada
tahun 2014 yaitu sebesar 126.655,02 ton. Sementara itu konsumsi ubi kayu paling
terendah dalam lima belas tahun terakhir pada tahun 2011 yaitu sebesar 82.552,65
ton dan konsumsi ubi jalar paling rendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 10.462,27
ton. Dengan demikian rataan konsumsi ubi kayu pada lima belas tahun terakhir
sebesar 161.298,45 ton hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ubi kayu lebih
tinggi dari pada konsumsi ubi jalar rataannya sebesar 33.060,94 ton.
4.4.3. Luas Panen Ubi Kayu dan Ubi Jalar
Adapun luas panen ubi kayu dan ubi jalar dapa dilihat pada tabel 4.5. berikut ini:
Tabel 4.5. Luas Panen Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun
2001-2015
Luas Panen Ubi Kayu
Luas Panen Ubi Jalar
Tahun
(Ha)
(Ha)
2001
41.233
12.464
2002
36.119
12.405
2003
33.452
14.280
2004
37.313
12.227
2005
40.717
12.014
2006
35.996
10.630
2007
34.812
12.129
2008
37.941
10.316
2009
38.611
12.359
2010
32.402
14.874
2011
37.929
15.466
2012
38.749
14.595
2013
47.141
9.101
2014
42.062
11.130
2015
47.837
8.952
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2002-2016

Universitas Sumatera Utara

47

Luas Panen ubi kayu dan ubi jalar mengalami fluktuasi selama lima belas tahun
terakhir. Adapun luas panen ubi kayu terluas pada tahun 2015 yaitu seluas 47.837
Ha dan luas panen ubi kayu yang paling terendah pada tahun 2010 yaitu seluas
32.402 Ha. Sementara itu pada luas panen ubi jalar paling tinggi pada lima belas
tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 seluas 15.466 Ha dan luas panen terendah
pada tahun 2015 yaitu seluas 8.952 Ha.
4.4.4. Harga Ubi Kayu dan Ubi Jalar
Harga ubi kayu dan ubi jalar selalu mengalami fluktuasi. Harga ubi kayu dan ubi
jalar yang paling tinggi yaitu pada tahun 2015. Harga ubi kayu sebesar Rp. 2.865
dan ubi jalar sebesar Rp. 4.153. Adapun perubahan-perubahan harga ubi kayu dan
ubi jalar di provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6. Harga Ubi Kayu dan Ubi Jalar Tahun 2001-2015 di Provinsi
Sumatera Utara
Harga Ubi Kayu
Harga Ubi Jalar
Tahun
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
2001
609
852
2002
603
1.033
2003
711
1.125
2004
1.079
1.311
2005
979
1.754
2006
1.091
1.454
2007
1.394
1.893
2008
1.624
1.961
2009
1.820
2.352
2010
1.730
2.428
2011
2.197
3.200
2012
2.052
3.431
2013
2.242
3.714
2014
2.573
3.788
2015
2.865
4.153
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Universitas Sumatera Utara

48

4.4.5. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Sumatera Utara mengalami fluktuasi selama 15 tahun
terakhir. Adapun jumlah penduduk paling tinggi yakni pada tahun 2015 sebesar
13.937.797 jiwa, dan jumlah penduduk terendah berada pada tahun 2001 yakni
sebesar 11.647.958 jiwa. Adapun perkembangan jumlah penduduk di Sdumatera
Utara Tahun 2001-2015 dapat dilihat pada tabel 4.7. dibawah ini:
4.7. Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Tahun
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2001
11.647.958
2002
11.783.503
2003
11.991.182
2004
12.123.360
2005
12.326.678
2006
12.643.494
2007
12.834.371
2008
13.042.317
2009
13.248.386
2010
12.982.204
2011
13.103.596
2012
13.215.401
2013
13.326.307
2014
13.766.851
2015
13.937.797
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016
4.4.6. Pendapatan Perkapita
Pendapatan penduduk di Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun selama 15 tahun terakhir, dimulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun
2015. Pendapatan penduduk tersebut diperoleh dari pendapatan regional (PDRB)
menurut harga berlaku di Provinsi Sumatera Utara. Adapun pendapatan penduduk
paling tinggi pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp. 15.150.364,48 dan terendah
berada pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp. 6.741,91. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.8. di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

49

Tabel 4.8. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Pendapatan Perkapita
Tahun
(Rp)
2001
6.741,91
2002
7.482,94
2003
8.672,09
2004
9.741,56
2005
11.326.51
2006
12.684,53
2007
14.166,62
2008
16.813,29
2009
18.381,01
2010
21.108,50
2011
23.778,38
2012
31.109,35
2013
34544,18
2014
37.913,90
2015
41.019,54
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016
4.4.7. Harga Tepung
Adapun harga tepung cenderung selalu naik setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di
lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9. Harga Tepung di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Harga Tepung
Tahun
(Rp/kg)
2001
3.038
2002
3.714
2003
3.702
2004
3.702
2005
4.304
2006
4.637
2007
5.308
2008
7.546
2009
7.823
2010
8.392
2011
8.481
2012
8.344
2013
8.948
2014
8.813
2015
8.792
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2016

Universitas Sumatera Utara

50

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Ketersediaan Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi
Jalar) di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Adapun ketersedian ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2001-2015 (selama 15 tahun) mengalami fluktuasi dan tidak stabil. Untuk
ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar didapat dari produksi. Ketersediaan ubi kayu
dan ubi jalar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Ketersediaan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun
2001-2015
Ketersediaan Ubi kayu
Ketersediaan Ubi Jalar
Tahun
(Ton)
(Ton)
2001
507.519
118.183
2002
441.819
118.170
2003
411.995
135.660
2004
464.961
117.295
2005
509.796
115.728
2006
452.450
102.712
2007
438.573
117.641
2008
736.771
114.188
2009
1.007.284
140.140
2010
905.571
179.389
2011
1.091.711
191.103
2012
1.171.520
186.583
2013
1.518.221
116.671
2014
1.383.346
146.622
2015
1.619.495
122.362
Total
12.660.858
2.022.447
Rataan
844.057
134.830
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2016
Adapun kondisi ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara
dapat dilihat dari grafik berikut:

50

Universitas Sumatera Utara

51

Ketersediaan Ubi kayu dan Ubi Jalar
1.800.000
1.600.000
1.400.000
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
0

Ubi Kayu

2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015

Ubi Jalar

Gambar 5.1. Grafik Ketersediaan Ubi kayu dan Ubi Jalar di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Pada gambar 5.1. dapat dilihat bahwa ketersediaan ubi kayu dan ubi jalar di
Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktiatif dan cenderung meningkat pada
beberapa tahun. Peningkatan ketersediaan ubi kayu yaitu pada tahun 2003 sampai
tahun 2005, tahun 2007 sampai tahun 2009, tahun 2010 sampai tahun 2013 dan
pada tahun 2014 sampai tahun 2015. Sedangkan ketersediaan ubi jalar mengalami
peningkatan poada tahun 2002 sampai tahun 2003, tahun 2006 sampai tahun 2007
dan tahun 2008 sampai tahun 2011.
5.2. Perkembangan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di
Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Adapun konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2001-2015 (selama 15 tahun) mengalami fluktuasi dan tidak stabil. Untuk
konsumsi ubi kayu dan ubi jalar didapat dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Sumatera Utara. Konsumsi ubi kayu dan ubi jalar dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

52

5.2. Konsumsi Ubi kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara Tahun 2001-2015
Konsumsi Ubi kayu
Konsumsi Ubi Jalar
Tahun
(Ton)
(Ton)
2001
90.966,97
34.347,07
2002
187.183,78
40.280,05
2003
187.868,30
40.427,36
2004
191.549.09
41.219,42
2005
239.137,55
23.420,69
2006
245.283,78
24.022,64
2007
141.178,08
20.534,99
2008
112.424,77
17.085,43
2009
99.192,96
10.462,27
2010
228.616,61
16.617,22
2011
82.552,65
13.103,59
2012
165.588,97
21.937,56
2013
143.924,11
23.987,35
2014
132.161,76
126.655,02
2015
202.098,05
41.813,39
Total
2.258.178,34
495.914,05
Rataan
161.298,45
33.060,94
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2016
Adapun kondisi konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Sumatera Utara dapat
dilihat dari grafik berikut:

300.000,00

Konsumsi Ubi kayu dan Ubi Jalar

250.000,00
200.000,00
150.000,00

Ubi Kayu
Ubi Jalar

100.000,00
50.000,00

0,00

Gambar 5.2. Grafik Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2001-2015

Universitas Sumatera Utara

53

5.3.

Hasil Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ketersediaan Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di Provinsi
Sumatera Utara

5.3.1. Ketersediaan Ubi Kayu
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi ketersediaan ubi kayu adalah luas panen ubi kayu (X1), harga ubi
kayu (X2), jumlah penduduk (X3) dan konsumsi ubi kayu (X4) dari variabelvariabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap
ketersediaan ubi kayu sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan
bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu
dapat menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi kayu
di Sumatera Utara adalah luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk,
dan konsumsi ubi kayu.
Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik yang harus dipenuhi, yaitu:
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS
seperti berikut:

Gambar 5.3. Grafik Normal Plot Ketersediaan Ubi kayu
Berdasarkan gambar 5.3. dapat dilihat tampilan grafik normal plot titik-titik yang
menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis

Universitas Sumatera Utara

54

diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai
karena telah memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan
SPSS seperti berikut:

Gambar 5.4. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Ubi kayu
Dari gambar 5.4. grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5.4. terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta
tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,1 atau
nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti
berikut:
Tabel 5.3. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Ubi kayu
Varibel
Tolerance
Luas Panen Ubi kayu
0,608
Harga Ubi kayu
0,047
Jumlah Penduduk
0,054
Konsumsi Ubi kayu
0,885
Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 6

VIF
1,645
21,372
18,557
1,130

Adapun kriteria uji sebagai berikut,


Jika toleransi ≤ 0,1 dan VIF ≥ 10: terjadi multikolinieritas

Universitas Sumatera Utara

55



Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa faktor atau variabel luas panen ubi
kayu (X1), harga ubi kayu (X2), jumlah penduduk (X3), dan konsumsi ubi kayu
(X4), masing-masing memiliki nilai VIF-nya sebesar 0,608; 0,047; 0,054; 0,885.
Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 1,645; 21,372; 18,557;
1,130. Dari perhitungan diatas luas panen ubi kayu (X1) dan konsumsi ubi kayu
(X4) tidak terjadi multikolinieritas, sedangkan harga ubi kayu (X2) dan jumlah
penduduk (X3) terjadi multikolinieritas.
Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model
Ketersediaan ubi kayu di pengaruhi variabel antara lain adalah luas panen ubi
kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu. Untuk menguji
pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier
berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun
secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.4. Hasil Analisis Ketersediaan Ubi kayu di Sumatera Utara
Koefisien Regresi
T Hitung
Signifikan
Variabel
(Constant)
2,097
0,850
0,415
X1= Luas Panen Ubi kayu
21,946
2,246
0,048
X2= Harga Ubi kayu
722,900
3,341
0,007
X3= Jumlah Penduduk
-0,255
-1,219
0,251
X4= Konsumsi Ubi kayu
0,140
0,209
0,839
R2
0,938
Uji F
F Hitung
38,015
0,000
F Tabel
3,478
T Tabel
2,228
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 6
Setelah melihat F hitung diketahui bahwa variabel bersifat liniear, sehingga dapat
dibentuk persamaan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

56

Y = 2,097 + 21,946 X1 + 722,900 X2 – 0,255 X3 + 0,140 X4 + μ
Keterangan:
Y

= Ketersediaan Ubi kayu (Ton)

X1

= Luas panen Ubi kayu (Ha)

X2

= Harga ubi kayu (Rp/Kg)

X3

= Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4

= Konsumsi ubi kayu (Ton)

μ

= Random error

berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah
yang akan diteliti adalah masalah pertama dengan hipotesis yang sudah
ditentukan.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Dari tabel 5.4 diperoleh nilai R2 sebesar 0,938 yang berarti 93,8% variasi variabel
terikat yaitu ketersediaan ubi kayu telah dapat dijelaskan oleh variasi variabel
bebas yaitu luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi
ubi kayu sedangkan sisanya 6,2% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
2. Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar
38,015 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar
3,478 pada tingkat signifikasi sebesar 0,05. Dengan demikian F hitung > F tabel
dan sig F (0,000) < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya luas
panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu secara
serempak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

57

3. Uji T (Uji Parsial)
Dari tabel 5.4. dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah luas panen ubi
kayu, harga ubi kayu, jumlah penduduk dan konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara
sebagai berikut:
a. Pengaruh Luas Panen Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu
Koefisien regresi luas panen ubi kayu sebesar 21,946 dapat diartikan bahwa
terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara luas panen ubi kayu
dengan ketersediaan ubi kayu. Jika luas panen ubi kayu naik sebesar 1000 Ha,
maka jumlah ketersediaan ubi kayu akan akan bertambah sebanyak 21.946 ton.
Hal tersebut sesuai dengan hukum penawaran dimana, luas panen merupakan
salah satu faktor ketersediaan maka semakin tinggi luas panen maka semakin
tinggi ketersediaan suatu barang (Daniel, 2002).
Nilai T hitung variabel luas panen ubi kayu yang diperoleh adalah 2,246 dan nilai
T tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung
sebesar 0,048 maka sig. T (0,048) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak
dan H1 diterima yang artinya variabel luas panen ubi kayu secara parsial
berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.
b. Pengaruh Harga Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu
Koefisien regresi harga ubi kayu sebesar 722,900 dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan yang berbanding lurus (positif) antara harga ubi kayu dengan
ketersediaan ubi kayu. Jika harga ubi kayu naik sebesar Rp.1000, maka
ketersediaan ubi kayu akan bertambah sebanyak 722.900 ton. Hal ini sesuai
dengan hukum penawaran, pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu

Universitas Sumatera Utara

58

barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh
produsen/penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah
barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual (Daniel, 2002).
Nilai T hitung variabel harga ubi kayu yang diperoleh adalah 3,341 dan nilai T
tabel sebesar 2,228 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung
sebesar 0,007 maka sig. T (0,007) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak
dan H1 diterima yang artinya variabel harga ubi kayu secara parsial berpengaruh
nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.
c. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu
Koefisien regresi jumlah penduduk sebesar -0,255 dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara jumlah penduduk dengan
ketersediaan ubi kayu. Jika jumlah penduduk naik sebesar 1000 jiwa, maka
ketersediaan ubi kayu akan berkurang sebanyak 255 ton. Semakin banyak jumlah
penduduk maka konsumsi meningkat dan ketersediaan barang tersebut akan
berkurang, hal ini terjadi dimana permintaan meningkat namun penawaran
berkurang (Daniel, 2002).
Nilai T hitung variabel jumlah penduduk yang diperoleh adalah -1,219 dan nilai T
tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung
sebesar 0,251 maka sig. T (0,251) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0
diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel jumlah penduduk secara parsial
tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.

Universitas Sumatera Utara

59

d. Pengaruh Konsumsi Ubi Kayu Terhadap Ketersediaan Ubi Kayu
Koefisien regresi konsumsi ubi kayu sebesar 0,140 dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan yang berbanding lurus (positif) antara konsumsi ubi kayu dengan
ketersediaan ubi kayu. Jika konsumsi ubi kayu naik sebesar 1000 ton, maka
ketersediaan ubi kayu akan bertambah sebanyak 140 ton. Hal ini terjadi dimana
permintaan bertambah dan penawaran juga bertambah (Sugiarto, 2007).
Nilai T hitung variabel konsumsi ubi kayu yang diperoleh adalah 0,209 dan nilai
T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung
sebesar 0,839 maka sig. T (0,839) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0
diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel konsumsi ubi kayu secara parsial
tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi kayu.
5.3.2. Ketersediaan Ubi Jalar
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi ketersediaan ubi jalar adalah luas panen ubi jalar (X1), harga ubi
jalar (X2), jumlah penduduk (X3) dan konsumsi ubi jalar (X4) dari variabelvariabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap
ketersediaan ubi jalar sebagai variabel dependen (variabel terikat). Dengan
bantuan program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Dengan begitu
dapat menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ubi jalar
di Provinsi Sumatera Utara adalah luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah
penduduk, dan konsumsi ubi jalar.
Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik yang harus dipenuhi, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

60

Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS
seperti berikut:

Gambar 5.5. Grafik Normal Plot Ketersediaan Ubi Jalar
Berdasarkan gambar 5.5. dapat dilihat tampilan grafik normal plot titik-titik yang
menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis
diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai
karena telah memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan
SPSS seperti berikut:

Gambar 5.6. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Ubi Jalar
Dari gambar 5.6. grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5.6. terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta
tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.

Universitas Sumatera Utara

61

3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,1 atau
nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti
berikut:
Tabel 5.5. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Ubi Jalar
Varibel
Tolerance
Luas Panen Ubi Jalar
0,831
Harga Ubi Jalar
0,137
Jumlah Penduduk
0,133
Konsumsi Ubi Jalar
0,895
Sumber : Analisis data sekunder dari lampiran 7

VIF
1,203
7,309
7,533
1,117

Adapun kriteria uji sebagai berikut,


Jika toleransi ≤ 0,1 dan VIF ≥ 10: terjadi multikolinieritas



Jika toleransi > 0,1 dan VIF < 10: tidak terjadi multikolinieritas

Berdasarkan tabel 5.5, dapat dilihat bahwa faktor atau variabel luas panen ubi
jalar (X1), harga ubi jalar (X2), jumlah penduduk (X3), dan konsumsi ubi jalar
(X4), masing-masing memiliki nilai VIF-nya sebesar 1,203; 7,309; 7,533; 1,117.
Dari perhitungan diatas tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10.
Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,831; 0,137; 0,133;
0,895. Dari perhitungan diatas tidak terdapat nilai Tolerance-nya yang lebih kecil
dari 0,1 dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala
multikolinearitas di dalam model persamaan ini.
Uji Kesesuaian (Test Goodness Of Fit) Model
Ketersediaan ubi jalar di pengeruhi variabel antara lain luas panen ubi jalar, harga
ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar. Untuk menguji pengaruhnya,
maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan

Universitas Sumatera Utara

62

menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial.
Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.6. Hasil Analisis Ketersediaan Ubi Jalar di Sumatera Utara
Koefisien Regresi
T Hitung
Signifikan
Variabel
(Constant)
-123.341,998
-1,610
0,138
X1= Luas Panen Ubi Jalar
13,142
14,956
0,000
X2= Harga Ubi Jalar
13,943
3,578
0,005
X3= Jumlah Penduduk
0,005
0,822
0,430
X4= Konsumsi Ubi Jalar
-0,007
-0,116
0,910
R2
0,969
Uji F
F Hitung
78,130
0.000
F Tabel
3,478
T Tabel
2,228
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 7
Setelah melihat F hitung diketahui bahwa variabel bersifat liniear, sehingga dapat
dibentuk persamaan sebagai berikut:
Y = -123.341,998 + 13,142 X1 + 13,943 X2 + 0,005 X3 - 0,007 X4 + μ
Keterangan:
Y

= Ketersediaan Ubi Jalar (Ton)

X1

= Luas Panen Ubi Jalar (Ha)

X2

= Harga Ubi Jalar (Rp/kg)

X3

= Jumlah penduduk (Juta jiwa)

X4

= Konsumsi Ubi Jalar (Ton)

μ

= Random error

berdasarkan persamaan tersebut maka dalam penelitian ini identifikasi masalah
yang akan diteliti adalah masalah 1 dengan hipotesis yang sudah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

63

1. Koefisien Determinasi (R2)
Dari tabel diperoleh nilai R2 sebesar 0,969 yang berarti 96,9% variasi variabel
terikat yaitu ketersediaan ubi jalar yang diminta dapat dijelaskan oleh variasi
variabel bebas yaitu luas panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan
konsumsi ubi jalar sedangkan sisanya 3,1% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan ke dalam model.
2. Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar
78,130 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar
3,478 pada tingkat signifikasi sebesar 0,05. Dengan demikian F hitung > F tabel
dan sig F (0,000) < 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak yang artinya luas
panen ubi jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar secara
serempak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan ubi jalar di Sumatera Utara.
3. Uji T (Uji Parsial)
Dari tabel 5.6. dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah luas panen ubi
jalar, harga ubi jalar, jumlah penduduk dan konsumsi ubi jalar di Sumatera Utara
sebagai berikut:
a. Pengaruh Luas Panen Ubi Jalar Terhadap Ketersediaan Ubi Jalar
Koefisien regresi luas panen ubi jalar sebesar 13,142 dapat diartikan bahwa
terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara luas panen ubi jalar
dengan ketersediaan ubi jalar. Jika luas panen ubi jalar naik sebesar 1000 Ha,
maka ketersediaan ubi jalar akan bertambah sebanyak 13.142 ton. Hal tersebut
sesuai dengan hukum penawaran dimana, luas panen merupakan salah satu faktor

Universitas Sumatera Utara

64

ketersediaan maka semakin tinggi luas panen maka semakin tinggi ketersediaan
suatu barang (Daniel, 2002).
Nilai T hitung variabel luas panen ubi jalar y