ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN (Studi Putusan Nomor: 06-KPMIII-16ALI2017)

  ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN (Studi Putusan Nomor: 06-K/PM/III-16/AL/I/2017) Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum

  Pada Fakultas Syariah dan Hukum (UIN) Alauddin Makassar

  Oleh :

KARMAN JAYA NIM.10400114254 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2018

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Karman Jaya NIM : 10400114254 Tempt /Tgl. Lahir : Sinjai,14 Juli1997 Jurusan : Ilmu Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum Alamat : Jl. Mamoa Raya No.22 Judul :ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN HAKIM

  PADA TINDAK PIDANA KESUSUILAAN (STUDI KASUS NOMOR :06-K/PM III-16/AL/ I/2017). Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau di buat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Samata, Maret 2018 Penulis

KARMAN JAYA

  NIM. 1040114254

  DAFTAR ISI

  JUDUL ..................................................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................vi PENGESAHAN SKRIPSI………………………………………………………...

  ABSTRAK…………………………………………………………………………. BAB

  I PENDAHULUAN

  A. LatarBelakang. ......................................................................................1

  B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ..................................................5

  C. RumusanMasalah ..................................................................................7

  D. KajianPustaka........................................................................................7

  E. TujuandanKegunaanPenelitian .............................................................8 BAB

  II TINJAUAN TEORITIS

  A. TinjauanTentang Tindak Pidana Militer .............................................10

  1. Pengertian Hukum Pidana Militer ...............................................10

  2. Penyelesaian Hukum acara Pidana pada pengadilan Militer.......13

  B. Tindak Pidana......................................................................................16

  1. Pengertian Tindak Pidana............................................................18

  2. Unsur unsurTindak Pidana ..........................................................20

  3. Jenis jenis Tindak Pidana…………………………………..…...20

  C. Tindak Pidana Kesusilaan ...................................................................21

  1. Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan .........................................21

  D. Teori Dasar Pertimbangan Putusan Hakim .......................................25

  E. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan………....26

  F. Teori Keadilan Berdasarkan Hukum Pidana………………………..30

  G. Pidana dan Pemidanaan……………………………………………..34

  H. Pidana dan Pemidanaan…………………………..…………………35

  BAB III METODE PENELITIAN A. JenisdanLokasiPenelitian...................................................................45 B. MetodePendekatan.............................................................................45 C. Sumber Data ......................................................................................46 D. MetodePengumpulan Data ................................................................47 E. MetodePengolahandanAnalisis Data .................................................47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan………………………………………………………..….50

  1.Kasus Posisi……………………………………………………….51

  2.Identitas Terdakwa………………………………………………..52

  3.Dakwaan Oditur…………………………………………………...52

  4.Tuntutan Oditur…………………………………………………...67

  5.Amar Putusan……………………………………………………..67

  6.AnalisisPenulis……………………………………...…………….68

  B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan…………………………………………...52

  1.Pertimbangan Hakim……………………………………………...72

  2.Analasis Penulis…………………………………………………...74

  BAB V PENUTUP

  A. Kesimpulan ................................................................................. ..79 B.Saran .............................................................................................. ..79

  DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP

  

ABSTRAK

Nama : Karman Jaya Nim : 10400114254

Judul : Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Hakim Pada Tindak Pidana

Kesusuilaan (Studi PutusanNomor :06-K/PM III-16/AL/ I/2017).

  Skripsi ini membahas tentang Analisis Putusan Pengadilan Milter III-16 Makassar Terhadap Seorang TNI yang Melakukan Tindak Pidana Kesusilaan (Studi kasus Nomor : 06-K/PM III-16/AL/I/2017) selanjutnya di Jabarkan kedalam beberapa sub masalah atau pertanyaan penelitian, yaitu : 1).Bagaimanakah Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kesusilan? 2).pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap tindak Pidana Kesusilaan?Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Pendekatan yang di gunakan pendekatan perundang- undangan dan pendekatan kasus.Sumber data yang di gunakan data primer dan data sekunder.Metode dalam pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi .Metode pengolahan dan analisis data yang di gunakan adalah reduksi data, penyajian data, pengambilan kesimpulan serta analisis data yang di gunakan deskriptif kualitatif.

  Hasil yang dicapai dari penelitian ini yaitu, 1).Penerapan Hukum Pidana Materil terhadap Tindak Pidana Kesusilaan dalam Putusan Nomor? Menyatakan bahwa semua unsur pasal dalam dakwaan pasal 281 ke 1 KUHP , serta keterangan saksi yang saling berkesesuaian ditambah keyakinan hakim telah terpenuhi untuk menjatuhkan pidana pada terdakwa. Namun putusan terdakwa hanya dijatuhi hukuman 3(tiga) Bulan penjara.Seharusnya terdakwa dijatuhi hukuman maksimal yakni 2(dua) tahun delapan bulan penjara penjara sesuai dengan yang di muat dalam pasal 281 ke 1 KUHP mengingat perbuatan terdakwa sudah terbukti .2).Pertimbangan Hukum Hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor 6-K/PM III- 16/AL/I/2017 didasarkan dalam beberapa unsur untuk menetapkan putusan akhir yang akan diambil. Menurut pasal 281 ke 1 KUHP telah dijelaskan secara rinci.

  Namun pertimbangan hakim memiliki kekeliruan disebabkan hakim dalam mempertimbangkan kasus tersebut tidak sesuai dengan ketentua yang berlaku di tambah dalama fakta yang terjadi dilapangan,perbuatan terdakwa dengan wanita yang bukan istri sahnya dilakukan secara berulang, sehingga wanita tersebut melahirkan anak dari terdakwa serta terdakwa pernah pula di putus oleh pengadilan militer III-16 Makassar melakukan Diserse dengan Nomor PUT/33- K/PM.III-16/AL/II/2016 dan hakim tidak menyertakan hal ini kedalam salah satu hal-hal yang memberatkan.

  Implikasi penelitian yaitu Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memberikan putusan yang setimpal dengan perbuatan terdakwa, dan memberikan putusan yang seadil-adilnya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya penegakan keadilan di Indonesia melalui Peradilan Militer untuk para Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)

  yang sekarang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Peran TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang berfungsi menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta seluruh tumpah darah bangsa.TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi.

  TNI sebagai prajurit di garda terdepan Indonesia dimata masyarakat menjadi tauladan oleh masyarakat. Oleh karena itu segala tindakan serta perbuatan yang dilakukan oleh prajurit harus sesuai dengan aturan dan menghindari perbuatan tercela apalagi melanggar disiplin militer, Kitab Undang-Undang Hukum Militer

  1 ataupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana umum.

  Berdasarkan kekuasaan kehakiman maka diadili oleh Peradilan Militer. Peran Peradilan Militer ini salah satunya sebagai sarana pembinaan bagi prajurit TNI agar citra TNI tetap baik dimata masyarakat. Rekapitulasi data perkara dari pengadilan militer inilah sebagai bukti bahwa para prajurit pun masih banyak yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Padahal para prajurit dianggap sebagai tauladan di masyarakat. Dimana segala perbuatan dari prajurit akan dinilai oleh masyarakat. Data dari Pengadilan Militer Makassar, kasus asusila termasuk dalam 4 kasus yang paling sering terjadi di lingkungan TNI dan bagi anggota TNI yang melakukan pidana diproses di peradilan tersendiri di luar peradilan umum yaitu proses di pengadilan militer yaitu tercantum dalam pasal 5 ayat (1) pada Undang-undang Nomor 31 Tahun1997 tentang peradilan militer tetapi dalam perkara kesusilaan KUHP tetab berlaku untuk TNI Sesuai dengan asas equality before the law, siapapun orang yang melanggar ketentuan dalam hukum dan apapun profesinya dapat dituntut pertanggungjawaban atas perbuatan

  2

  pelanggaran yang dilakukannya. Dalam hal perbuatan zina dilakukan oleh anggota TNI, ketentuan dalam pidana umum digunakan oleh Hukum Pidana Militer yang berarti menjadikan KUHP sebagai landasan hukum dalam menyelesaikan perkara di pengadilan. lebih tepatnya muat pada pasal 284 sampai

  3 pasal 296 KUHPidana.

  Begitupun dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt., yang tercantum dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang syari’at Islam, seperti orang yang berzina harus dicambuk 100 kali bagi pelakunya yang berstatus belum menikah atau hukuman rajam bagi pelakunya yang telah berstatus janda atau duda maupun yang sudah memiliki ikatan 2 3 Amiroeddin Sjarit,, Hukum Disiplin militer Indonesia(Jakarta:Rineka Cipts,1999),h.21 R.Soesilo KUHP.serta komentar-komentarnya (Bogor.Politea,1996),h.208.

  perkawinan, sehingga Allah swt berfirman dalam Q.S An-Nurr/24:2 tentang hukuman bagi umat muslim yang melakukan perzinahan yang berbunyi : Terjemahnya:

  “Pezina Perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya Dalam menjalankan hukum agama Allah, jika benar kamu beriman mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang

  4 yang beriman”. Sebagai warganegara, seorang prajurit TNI diwajibkan tunduk terhadap segala ketentuan baik terhadap hukum privat maupun hukum publik, khususnya dalam pelanggaran pidana yang juga termasuk dalam ranah hukum publik. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam KUH Pidana seperti pencurian, penggelapan dan khususnya pada perbuatan melanggar kesusilaan seperti dalam Sanksi yang tegas terhadap prajurit yang melanggar kesusilaan memang sudah di amanatkan dalam Surat Telegram Konfidensial (STK) Panglima TNI No.198 Tahun 2005,STK ini menyatakan bahwa setiap anggota militer yang melakukan

  5 tindak pidana kesusilaan harus di pecat dari dinas militer.

  Dalam putusan pengadilan militer III-16 Makassar telah memutus kasus tindak pidana kesusilaan di antaranya adalah putusan Nomor 78-K/PM III- 16/AD/V/2017 atas nama Terpidana Endra Setiawan hakim menjatuhkan putusan pidana penjara 8(delapan Bulan) dan di pecat dari dinas Militer karna dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan” sebelunya pengadilan militer III-16 makassar juga telah memutus kasus yang serupah nomor 95-K/PM III- 16/AD/VII/2016 dengan nama terdakwa adalah Faisal,Hakim menjatuhkan pidana pokok selama 9(Sembilan) bulan dan pidana tambahan berupa di pecat dari dinas militer.

  Dalam putusan kasus kesusilaan di atas terdapat hukuman yang hampir

  yang dipandang sebagai institusi

  sama,ini menandai akan beratnya sanski bagi TNI 5 Putusan pengadilan Militerhttps://Hukum Online.go.id,di aksespada pukul 23.01WITA 13 Oktober 2017

  

yang anggotanya harusnya sadar dan mentaati aturan hukum yang berlaku. Hukum di

Indonesia mengatur bahwa tidak ada satu orangpun warga negara Indonesia yang

kebal terhadap hukum, sekalipun dirinya adalah anggota TNI.

  Tapi di dalam putusan putusan pengadilan militer III-16 Makassar No.6

  K/PM III-16/AL/I/2017) dengan nama terdakwa A.Syarifuddin berpangkat Kapten Laut serta tugas di Lantamal VI Makassar Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana kesusilaan, sehingga Hakim memutuskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kesusilaan maka dari itu terdakwa di putuskan dengan pidana penjara 3(tiga) Bulan,melihat putusan yang di jatuhkan oleh majelis hakim maka ini berbeda dengan putusan kasus-kasus tindak pidana kesusilaan yang di putus oleh pengadilan militer III makassar khusunya dari segi sanksi atau hukumanya dari uraian di atas, mendorong keingintahuan penulis untuk mengkaji Iebih jauh tentang pidana kesusilaan pada TNI khususnya terhadap putusan hakim dalam menjatuhkan pidana, sehingga penulis memilih judul “Analisis Putusan

  

Hakim Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Studi PutusanNomor 6-

K/PMIII-16/Al/I/2017).

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus penelitian

  Fokus pada penelitian ini adalah untuk meneliti dan menganalisa putusan pengadilan serta pandangan beberapa hakim di pengadilan Militer III-16 makassar tentang tindak pidana kesusilaan yang di lakukan oleh TNI , serta pertimbangan dan hambatan yang di hadapi hakim dalam mejatuhkan hukuman kepada TNI yang melakukan tindak pidana kesusilaan

2. Deskripsi fokus

  a) Putusan Hakim Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum dan tertutup untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan suatu kasus.

  b) TNI suatu organisasi yang berperan sebagai alat pertahanan Negara kesatuan republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan Negara untuk menegakkan kedaulatanNegara dan mejalankan operasi militer untuk peran serta ikut secara aktif dalam tugas pemelihraan perdamaian regional dan internasional.

  c) Tindak Pidana Tindak pidana merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dandiancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatanyang bersifat aktif, juga perbuatan yang bersifat pasif.

  d) Kejahatan Seksual Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakanSeksual antara pria dan wanita e) Pengadilan Militer III-16 Makassar

  Pengadilan Militer III-16 Yang bertempat di Kota Makassar Provinsi Sulawesi selatang yang berwenang mengadili tindak pidana yang di lakukan oleh TNI.

  C. Rumusan Masalah

  Bertitik tolak dari beberapa masalah tindak kesusilaan di atas dan prosedurmajelis hakim dalam menjatuhkan putusan pada kasus tindak pidana kesusilaan serta merujuk pada peraturan perundang undangan yang berlaku, maka penulis menemukan beberapa masalah antara lain:

  1. Bagaimanaka Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku tindak Pidana Kesusilaan Pada Putusan Nomor : 6-K/PM III-16/AL/I/2017).?

  2. Apakah dasar pertimbangan Hukum majelis hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana kesusilaan Nomor 6-K/PM III- 16/AL/I/2017).?

  D. Kajian Pustaka

  Sri Hartati dalam skripsinya Peranan Ankum dalam Pemberhentian prajurit TNI AD secara administrasi.

  Siti sunarti dalam Tinjauan Kriminologis terhadap tindak pidana pemerkosaan yang di lakukan oleh TNI.

  Ika karnila pada skripsinya yang berjudul Penjatuhan Sanksi Pidana Oleh Pengadilan Militer Kepada Pelaku Tindak Pidana Merusak Kesopanan/Kesusilaan Di Depan Umum.

  Odi Eka Putra Pada Skripsinya Proses Penyelesaian Perkara Pidana Yang Dilakukan Olehanggota TNI(Studi Kasus Di Denpom Salatiga, Pengadilan Militer II-10 Semarang).

  Eka Wijaya Salalahi Pada skripsinya analisis yuridis terhadap tindak Pidana Perzinahan Yang Dilakukan Oleh Anggota TNI Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telahdisebutkan di atas maka tujuan dan kegnaan dari penelitian ini antara lain:

1. Tujuan penelitian

a. Untuk Mengetahui Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku

  tindak Pidana Kesusilaan Putusan Nomor : 6-K/PM

  III- 16/AL/I/2017).?

  b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hukum majelis hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana kesusilaan Nomor 6-K/PM III-16/AL/I/2017).?

2. Kegunaan penelitian

  a) Kegunaan teoritis Kegunaan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi kajian ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum pidana, dan dapat dimanfaatkan lebih lanjut baik sebagai bacaan ataupun menjadi bahan acuan dalam penelitian yang lebih lanjut dalam halmengetahui aspek-aspek yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskanperkara pidana kesusilaan yang di lakukan oleh TNI.

  b) Kegunaan praktis 1). Sebagai bahan masukan dan acuan bagi seluruh mahasiswa dan pihak-pihak yang berkompeten dibidang hukum pada umumnya dan pada hukum pidana pada khususnya. 2). Sebagai sarana untuk menambah wawasan para pembaca mengenai tindak pidana kesusilaan yang di lakukan oleh TNI.

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana Militer

1.Pengertian Hukum Pidana Militer

  Militer Hukum pidana militer adalah bagian dari hukum positif yang berlaku bagi ruang lingkup badan peradilan militer, yang menentukan dasar dasardan peraturan tentang tindakan terlarang dan diharuskan terhadap prajurit yang melanggarnya diancam dengan pidana dan menentukanpula dalam hal pelanggar mempertanggungjawabkan atas tindakannya serta menentukan juga tentang cara penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana, demi

  6 tercapainya keadilan dan ketertiban.

  Seperti diketahui bahwa Hukum Pidana Militer di sampingmerupakan bagian dari Hukum Militer juga merupakan bagian dariHukum Pidana pada umumnya.Bahkan dikatakan Hukum Pidana Militer merupakan hukum pidana

  7 Khusus (lex spesialis) dibandingkandengan Hukum Pidana Umum (lex generali).

  Kekhususan Hukum Pidana Militer didasarkan pada keberlakuaannya yang ditujukan kepada golongan justisiabel tertentu yang dalam hal ini adalah militer

  7 dan yangdisamakan serta non-militer dalam hal yang lebih khusus.

  Suatu kekhususan dari hukum Acara Pidana Militer adalahbahwa kepada para Komandan (Ankum/Papera) diberikan kewenangan tertentu dalam proses 6 penyelesaian suatu perkara pidana sejak dari tahap penyidikan sampai penuntutan

  Moch.Faisal Salam,S.H,M.H Hukum Pidana Militer ( Manda maju, 2006),h.12 perkara,bahkan sampai kepada pelaksanaan pidana. Adanya kewenangan tersebut tentunya merupakan konsekuensi logis dari ditegakkannyadasar-dasar organisasi militer.

2. Penyelesaian Menurut Hukum Acara Pada Peradilan Militer

  Hukum acara pada peradilan Militer yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 disusun berdasarkan pendekatan kesisteman dengan memadukan berbagai konsepsi hukum acara pidana nasional yang antara lain tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 dengan berbagai kekhususan acara yang bersumber dari asas dan ciri-ciri tata kehidupan Tentara Nasional Indonesia, yaitu : 1) Asas kesatuan Komando.

  Dalam kehidupan Militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan mempunyai kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya.Oleh karena itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan perkara dalam perkara pidana, sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut diatas, dalam Hukum Acara pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.

  2) Asas Komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan

berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih sehingga seorang komandan harus

bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya.

3) Asas kepentingan Militer.

  Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan militer diutamakan melebihi dari pada kepentingan golongan dan perorangan, namun khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu di seimbangkan dengan kepentingan hukum.

  Berdasarkan pendekatan kesisteman, sepanjang tidak bertentangan dengan asas dan ciri-ciri tata kehidupan angkatan bersenjata, berbagai konsepsi dan rumusan hukum acara pidana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 yaitu muatanya mencakup :

  1.) Tahap Penyidikan

  Atasan yang berhak menghukum, Polisi Militer dan Oditur adalah Penyidik.Namun kewenangan penyidikan yang ada pada atasan yang berhak menghukum tidak dilaksanakan sendiri, tetapi dilaksanakan oleh penyidik Polisi Militer dan / atau Oditur.Dalam hal penyelidikan pelaksanaanya dilakukan oleh Penyidik Polisi Militer. Atasan yang berhak menghukum dan perwira Penyerah Perkara mempunyai kewenangan penahanan, yang pelaksanaan penahananya hanya dilaksanakan di rumah

  karena dilingkungan peradilan militer hanya dikenal satu

  tahanan Militer, jenis penahanan yaitu penahanan di rumah tahanan militer.

  2.)

  Tahap penyerahan perkara Wewenang penyerahan perkara kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum ada pada perwira penyerah perkara, dalam hukum acara pidana militer, tahap penuntutan termasuk tahap penyerahan perkara,dan pelaksanaan penuntutan dilakukan oleh Oditur yang secara teknis yuridis bertanggung jawab kepada Oditur Jenderal, sedangkan secara operasional justisial bertanggung jawab kepada Perwira Penyerah Perkara.

  3.)

  Tahap pemeriksaan dalam persidangan Dalam pemeriksaan perkara pidana dikenal adanya acara pemeriksaan biasa, cepat, Khusus dan koneksitas.Acara pemeriksaan cepat adalah acara untuk memeriksa perkara lalu lintas dan angkutan umum.Acara pemeriksaan khusus adalah acara pemeriksaan pada pengadilan militer pertempuran, yang merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakir untuk perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran yang hanya dapat diajukan permintaan kasasi. Acara pemeriksaan Koneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan menteri dengan persetujuan Meteri kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim bebas menentukan siapa yang akan di periksa terlebih dahulu. Pada asasnya sidang terbuka untuk umum, kecuali untuk pemeriksaan perkara kesusilaan, sidang dinyatakan tertutup.Pada acara pemeriksaan cepat.Terhadap tindak pidana militer tertentu, Hukum Acara Pidana Militer mengenai peradilan in Absensia yaitu untuk perkara desersi. Hal tersebut berkaitan dengan kepentingan komando dalam hal kesiapan kesatuan, sehingga tidak hadirnya prajurit secara tidak sah, perlu

  9 segera ditentukan status hukumnya.

  4.)

  Pelaksanaan Putusan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali yang memuat pidana mati, wajib dengan segera dilaksanakan oleh oditur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan cara-cara sebagai berikut: 1.

  Pidana penjara dan pidana kurungan dilaksanakan dibadan- badanpermasyarakatan militer apabila ditempat kedudukan Badilmil serta Boatmil tidak terdapat badan permasyarakatan militer, maka terpidana dikirim ke Bamasmilterdekat.

  2. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, apabilaterdakwa

  dijatuhi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas TNI, makaterpidana menjalani pidananya di LPU (Lembaga Pemasyarakatan Umum) tanpamenunggu keputusan pemecatan dari pejabat administrasi yang berwenang.

  3. Pidana mati dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari presiden republik Indonesia.

  4.

  setelah diucapkan putusan pembebasan daridakwaan atau diepaskan dari segala tuntutan hukum, oditur yang bertindaksebagai penuntut umum

  5.

  jika terpidana dijatuhi hukuman pidana penjara ataukurungan dan kemudian dijatuhi pidan ayang sejenis sebelum ia menjalani pidanayang dijatuhkan terdahulu, maka pidana yang satu dan pidana yang lain harusdijalani berturut-turut berkesinambungan.

  6.

  putusan pidana denda, jangkawaktu yang diberikan kepada terpidana ialah satu bulan terhitung sejak putusanmemperoleh kekuatan hukum tetap untuk melunasinya, kecuali dalam halpelanggaran lalu lintas harus dilunasi seketika itu juga.

  7.

  apabila putusan pengadilan menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, Ka Otmilmengesahkan pelelangan barang bukti tersebut kepada kantor lelang Negara setempat dan dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah dijual, hasil lelang disetor kerekening bendahara umum negara pada bank Indonesia.

  8.

  pelaksanaanpidana mati dilakukan dengan cara ditembak sampai mati oleh regu tembak sesuaidengan ketentuan yang diatur untuk pelaksanaan pidana tambahan, Ka Otmilwajib meneruskan salinan putusan tersebut kepada instansi yang berwenangdengan permohonan dilaksanakan.

  9.

  untuk pengawasan danpengamatan pelaksanaan putusan, setiap putusan

  8 pengadilan.

B.TINDAK PIDANA

  8

1.Pengertian Tindak Pidana

  Mulya Sumaperwata,S.H,M.H Hukum Acara Peradilan Militer (Bogor :Alumnus Press,2007), h.89

  Tindak Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbasarfeit” tersebut. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaarfeit”, pengertian “strafbaarfeit” menurut Vos yang dikutip dalam bukunya Bambang Poernomo adalah suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.

  Tindak Pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif).Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in-abstrcto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkret dan pelaku tindak pidana dapat

  9 dikatakan merupakan subjek tindak pidana.

  Beberapa Sarjana mengemukakan pendapat yang berbeda dalam mengartikan istilah Strafbaar Feit, sebagai berikut :

  1. Simons: Tindak Pidana adalah kelakuan (Handeling) yang diancam dengan 9 pidana, yang berdifat melawan hukum, yang berhubungan dengan

  Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. (Jakarta: Bina kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

  2. Moeljanto: Perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

  3. Wirjono Prodjodikoro: Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

  4. Pompe: Menjelaskan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu :

  a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

  b. Definisi Menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat di hukum.

  5 Vos: Tindak Pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan undang undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya

  

10

dilarang dengan ancaman pidana.

10 Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif.(Jakarta: PT Raja Grafindo. 2012), hlm. 95.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

  Seseorang dapat dijatuhi pidana apabila orang itu telah memenuhi unsur- unsur tindak pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP, karena pada umumnya pasalpasal dalam KUHP terdiri dari unsur-unsur tindak pidana. Lamintang menjelaskan tentang unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

  a. Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

  b. Unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan–tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

  Unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh D.Simons, ahli hukum dalam pandangan monistis, yang dikutip dalam bukunya Soedarto yaitu : a. Perbuatan manusia ( positif dan negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan ).

  b. Diancam dengan pidana ( strafbaar gesteld).

  c. Melawan hukum ( onrechtmatig )

  d. Dilakukan dengan kesalahan ( met schuld in verband stand ) e. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

  Moeljanto merumuskan unsur-unsur tindak pidana tersebut sebagai berikut : 1. Perbuatan Manusia.

  2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).

  Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa semua unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada akan menyebabkan tersangka tidak dapat dihukum. Sehingga penyidik harus cermat dalam meneliti tentang adanya unsur-unsur tindak pidana tersebut.

3.Jenis-jenis Tindak Pidana

  Dengan demikian, Wiryono Projodikoro menyetujui dua jenis delik menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang di Indonesia, yaitu: \a) Kejahatan (Misdrijven)

  b) Pelanggaran (Overtredingen) Perbuatan-perbuatan pidana selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, dapat di bedakan pula antara lain : a) Delik dolus dan delik culpa Delik dolus diperlukan adanya kesengajaan misalnya Pasal 338 KUHP, sedangkan pada delik culpa, dapat dipidana bila b) Delik commissionis dan delikta commissionis. Pertama adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya pasal 362, 372 dan 378. yang kedua adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat, misal pasal 164.

  c) Delik biasa dan delik yang dikualifisir (dikhususkan). Delik yang belakangan adalah delik biasa ditambah dengan unsur-unsur lain yang memberatkan ancaman pidananya. Adakalanya unsur-unsur lain itu mengenai cara khas dalam melakukan delik biasa, adakalanya objek khas d) Delik menerus dan delik tidak menerus. Dalam delik menerus perbuatan yang dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung terus.Jadi perbuatan dilarang tidak habis ketika kelakuannya selesai dan begitu sebaliknya delik tidak

  11 menerus.

  C.Tindak Pidana Kesusilaan 1. Pengertian Tindak Pidana Kesusilaan.

  Kesusilaan dalam bahasa Belanda berarti zeden, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti morals. Kata “kesusilaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diartikan sebagai : 11

  a. Baik budi bahasanya, beradab, sopan, tertib;

  M.Yahya Harahap,S.H,Pembahasan dan permasalahan KUHP (Jakarta:sinar grafika,2013),h.56 b. Adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban; c. Pengetahuan tentang adat.

  Menurut Wirjono Prodjodikoro, kesusilaan merupakan suatu aspek dari pada moral yang memuat anasir-anasir seks seorang manusia. Kesusilaan mengenai juga adat kebiasaan yang baik, tetapi khusus yang sedikit banyak mengenai kelamin (seks) seorang manusia.Sedangkan kesopanan pada umumnya menyangkut adat kebiasaan yang baik dalam hubungan berbagai anggota masyarakat.Soesilo memberikan istilah kesopanan dalam arti kata kesusilaan (zeden eerbaarheid) yaitu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin.

  Menurut Simons yang dikutip dalam bukunya Lamintang,pengertian mengenai perbuatan melanggar kesusilaan (schenneisdereerbaarheid) adalah suatu perbuatan yang termasuk dalam pengertianhubungan seksual antara pria dengan wanita.

  Apabila dilakukan untuk membangkitkan atau memuaskan nafsu birahi, yakni karena telah dilakukan di depan umum, oleh umum dipandang sebagai suatu perbuatanyang keterlaluan dan telah membuat orang lain yang melihatnya

  12 menjadimempunyai perasaan malu atau mempunyai perasaan tidak senang.

  Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa delik kesusilaan 12 adalah delik yang berhubungan dengan kesusilaan.Definisi singkat dan sederhana Novia Hillary, jurnal upaya penanggulangan kesusilaan dengan korban anak(Bosowa,2014),h.18. itu apabila dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa jauh ruang lingkupnya ternyata tidaklah mudah, karena pengertian dan batas batas kesusilaaan itu cukup luas dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.Terlebih pada dasarnya setiap delik atau tindak pidana mengandung di dalamnya pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan, bahkan dikatakan bahwa hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal.

  Delik kesusilaan yang diatur dalam KUHP terdiri dari dua kelompok tindak pidana,yaitu kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Bab XIV Buku II KUHP dan pelanggaran kesusilaan yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHP. Kejahatan kesusilaan dalam Bab XIV Buku II KUHP diatur dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 303 KUHP. Tetapi, khusus terhadap kejahatan yang ada kaitannya dengan hubungan seks yang dikategorikan dalam hukum pidana sebagai kejahatan Tindak pidana kesusilaan yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut : 1. Pasal 281 KUHP, yaitu tentang merUsak kesusilaan di depan umum.

  2. Pasal 282 KUHP, yaitu mengatur tentang pornografi.

  3. Pasal 284 KUHP, yaitu mengatur tentang zina.

  4. Pasal 285 KUHP, yaitu mengatur tentang perkosaan.

  5.Pasal 286 KUHP, yaitu tentang persetubuhan dengan wanitapingsan, di luar

  6. Pasal 287 KUHP, yaitu bersetubuh dengan wanita yang belumdewasa.

  7. Pasal 288 KUHP, yaitu larangan bersetubuh dengan wanita di dalam perkawinan.

  8.Pasal 289 KUHP, yaitu mengatur tentang perbuatan cabul dengan kekerasan/ancaman kekerasan.

  9. Pasal 290 KUHP :

  a) Pasal 290 ke-1 KUHP, yaitu tindak pidana perbuatan cabul dengan orang pingsan.

  b) Pasal 290 ke-2 KUHP, yaitu mengenai perbuatan cabul dengan orang yang belum 15 tahun.

  c) Pasal 290 ke-3 KUHP, yaitu tindak pidana membujuk orang yang belum 15 tahun untuk dicabuli.

  10. Pasal 292 KUHP, yaitu perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa yang sejenis (homoseksual).

  11. Pasal 293 KUHP, yaitu mengenai tindak pidana denganpemberian menggerakkan orang belum dewasa berbuat cabul.

  12. Pasal 294 KUHP, yaitu tindak pidana mengenai perbuatan cabul, dengan orang yang belum dewasa yang dilakukan orang tua atauyang mempunyai hubungan.

  13. Pasal 295 KUHP, yaitu mengenai tindak pidana memudahkananak di bawah umur untuk berbuat cabul.

13 D. Teori Dasar Pertimbangan Putusan Hakim.

  Dalam memutus putusan, ada beberapa teori yang digunakan oleh hakim. Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut: 1) Teori Keseimbangan: Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara.

  2) Teori Pendekatan Seni dan Intuisi: Pejatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi,dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana.

  Penjatuhan putusan, hakim mempergunakan pendekatan seni, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.

13 R.Soesilo,KUHPserta komentar-komentarnya (Bogor.Politea,1996),h.216.

  3) Teori Pendekatan Keilmuwan: Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati- hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

  4) Teori Ratio Decindendi: Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari peraturan perundangundangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas.

  5) Teori Kebijaksanaan: teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.

  14 .

E. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Putusan.

  Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hakim adalah pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Kemudian kata “mengadili” sebagai rangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam 14 Ahmad Rifai. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif(Jakarta.:Sinar Grafika. sidang 28 suatu perkara dan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan.

  Fungsi hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan, dimana dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, di samping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.

  Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah:

  a) Keterangan Saksi

  b) Keterangan Ahli

  c) Surat

  d) Petunjuk

  15 e) Keterangan Terdakwa.

15 M.Yahya Harahap,S.H,Pembahasan dan permasalahan KUHAP (Jakarta:sinar grafika,2013),h.87

  Putusan hakim adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya. ada 3 pilihan kemungkinan keputusan yang akan dikeluarkan oleh hakim, yaitu: a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana.

  b. Putusan bebas.

  c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

  Putusan Hakim yang berkualitas adalah putusan yang didasarkan dengan pertimbangan hukum sesuai fakta yang terungkap di persidangan, sesuai undangundang dan keyakinan hakim tanpa terpengaruh dari berbagai intervensi eksternal dan internal sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara profesional kepada public (the truth and justice). Hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan hal-hal berikut : a) Faktor Yuridis, yaitu undang-undang dan Teori-teori yang berkaitan dengan kasus atau perkara.

  b) Faktor Non Yuridis, yaitu melihat dari lingkungan dan berdasarkan hati nurani dari hakim itu sendiri.

  Selanjutnya Dalam memutus putusan, ada beberapa teori yang digunakan oleh hakim.8Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara.Dalam memutus suatu perkara pidana, seorang hakim harus memutus dengan seadil-adilnya dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Van Apeldoorn, hakim haruslah:

  1. Menyesuaikan undang-undang dengan faktor-faktor konkrit, kejadian-kejadian konkrit dalam masyarakat

  2. Menambah Undang-Undang apabila perlu.

  Kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan hakim dalam mengambil keputusan. Menurut Soedarto, hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :

  1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

  2. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakuka terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana.

  3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa dapat dipidana.

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus Putusan Nomor : 969/Pid.B/2010/PN.Jr)

0 3 17

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN (Putusan Nomor: 01/ Pid. B/ 2012/ PN.DPS)

0 2 10

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Putusan Nomor: 36/Pid.Sus/2011/PN.Tgl)

0 3 11

ANALISIS PUTUSAN BEBAS OLEH MAJELIS HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN KENDARAAN DINAS DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Putusan Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK)

0 11 77

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA DI BAWAH PIDANA MINIMAL KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN TERHADAP ANAK (Studi Perkara Nomor: 168/Pid.B/2013/PN.TK)

0 7 78

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA MINIMUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (Studi Putusan Nomor: 1218PID.SUS2016PN.TJK) (Jurnal)

0 1 13

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA (Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

0 0 13

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMBEBASKAN PELAKU YANG DIDAKWA MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN (Studi Putusan Nomor: 89/Pid/2017/PT.Tjk)

0 3 14

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

0 1 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Tjk)

0 1 15