TINJAUAN DAYA DUKUNG TANAH PADA PONDASI TIANG PANCANG PEMBANGUNAN PLTU LAMPUNG 2x100 MW DESA TARAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TINJAUAN DAYA DUKUNG TANAH PADA PONDASI TIANG
PANCANG PEMBANGUNAN PLTU LAMPUNG 2x100 MW DESA
TARAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
IRENE ANNE ELFIANI AGUNG
ABSTRAK
Pondasi tiang termasuk dalam salah satu kategori dari pondasi dalam. Pondasi tiang,
digunakan untuk tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung
bebannya dan tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Kapasitas daya
dukung pondasi tiang didapatkan dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang
diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut (friction bearing
capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau gaya adhesi antara pondasi tiang
dan tanah sekelilingnya.
Untuk mendapatkan nilai daya dukung, dilakukan pengumpulan data tanah dan data
struktur terlebih dahulu. Dari data yang terkumpul akan mendapatkan perhitungan daya
dukung tanah dengan menggunakan perhitungan beberapa metode.
Pada perhitungan daya dukung ujung tiang dapat menggunakan metode Mayerhof dimana
didapat nilai sebesar 348,5085 ton, metode Terzaghi didapat nilai sebesar 306,4934 ton,
dan metode Vesic sebesar 356,6522 ton. Sedangkan pada perhitungan daya dukung friksi
penulis menggunakan metode α-Tomlinson didapat nilai sebesar 1264,4897 ton, metode
λ-Vijayvergiya & Foch sebesar 1098,59β0 ton, dan metode -Burland sebesar 1123,2058.

Perbedaan masing - masing perhitungan disebabkan oleh perbedaan nilai koefisien yang
berbeda – beda dalam tiap metode.
Kata kunci : Daya Dukung, Pondasi Tiang

PILE FOUNDATION BEARING CAPACITY ANALYSIS of 2x100 MW
LAMPUNG POWER PLANT CONSTRUCTION AT TARAHAN VILLAGE
SOUTH LAMPUNG
By
IRENE ANNE ELFIANI AGUNG
ABSTRACT
Pile included in one of the categories of deep foundations. Piles, used for the soil
foundation at a depth that is normally not capable of supporting its load and hard ground
lies at a depth. Bearing capacity of pile derived from the tip (end bearing capacity) and
bearing capacity is obtained from pressure bearing capacity of the pile and sliding or
blanket (frictionbearing capacity) from the carrying capacity of the friction or adhesion
force between the pile and the surrounding soil.
To get the value of carrying capacity, ground data collection and data structure must be
obtained first. From the data collected will get the soil bearing capacity calculations
using several methods of calculation.
In the calculation of bearing capacity of the pile can be obtained using methods

Mayerhof where 348.5085 tons, Terzaghi method obtained a value of 306.4934 tons, and
Vesic method of 356.6522 tons. While the authors friction bearing capacity calculations
using α- Tomlinson obtained a value of 1β64.4897 tons, the method λ-Vijayvergiya &
Foch of 1098.59β0 tons, and -Burland method of 1123.2058. Differences each caused
by different calculation coefficient wheter values are different in each method.
Keywords: Bearing Capacity, Pile Foundations

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Irene Anne Elfiani Agung, lahir di Bandar
lampung pada tanggal 02 September 1988. Penulis merupakan anak kedua dari 4
(empat) bersaudara dari pasangan Bapak Idris Arsyad, BSc, S.E dan Ibu Sri
Elliyati, S.Pd, M.M.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak – Kanak (TK) di TK Dharma
Wanita Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1994, Sekolah Dasar (SD)
Negeri 2 Palapa Bandar Lampung lulus pada tahun 2000, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMP Negeri 25 Bandar Lampung yang selesai pada tahun
2003, lalu melanjutkan Sekolah Menegah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2006.
Pada tahun 2006, penulis tercantum sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Sipil

Universitas Lampung. Pada tahun 2010, penulis melakukan Kerja Praktek di
Proyek Pembangunan Jalan Lintas Timur pada Agustus 2010.

PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin...
Teriring do’a dan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah mengabulkan seua doa
dan memberikan kelancaran serta kemudahan dalam segala langkah yang ku
tempuh.
Papi dan mami, yang tak pernah lelah untuk selalu mendoakan dan mendukung atas
segala langkah yang ditempuh selama ini. Karena semua kemudahan dan kelancaran
ini teriring dari do’a kalian berdua. Terima kasih atas segala hal yang telah
dilakukan. Maaf untuk semua ketidaksempurnaan.
Kiyai, Teh Rima, Andra, Adek Anna, Aziza dan Abidzar kalian luar biasa. Membuat
rumah menjadi suatu tempat yang paling menakjubkan diseluruh bagian dunia
manapun .
Angga Pramana Novel, terima kasih untuk semua semangat,pengertian dan
kesabaran selama ini.
Dan semua sahabat yang tak dapat diucapkan satu persatu.

MOTO HIDUP


“Manusia sempurna bukan manusia yang tanpa salah, tapi manusia yang bisa
belajar dari kesalahannya untuk mencapai sebuah kesempurnaan”
(Anonymous)
“Always be yourself and never be anyone else even if they look better than you”
(Anonymous)
“Parents are the greatest gift in a life”
(Irene Anne Elfiani Agung)
“Keluargamu adalah alasan bagi kerja kerasmu, maka janganlah sampai engkau
menelantarkan mereka karena kerja kerasmu”
(Irene Anne Elfiani Agung)
“Hendaklah salah seorang dari kalian senantiasa meminta kebutuhannya kepada
Allah, sampai pun ketika meminta garam, sampai pun meminta tali sendalnya
ketika putus”
(HR. At-Tirmidzi)
“Berdoalah..!!!Bukan hanya untuk hajat kita dipenuhi, tetapi karena banyak yang
perlu kita syukuri”
(Anonymous)
“Hidup ini menakjubkan. Sayang sekali kalau hidup bagimu hanya sekedar
menghirup Oksigen”

(Pidi Baiq)
“The best sword that you have is a limitiess patience, because God is never wrong
in giving the substance”
(Irene Anne Efiani Agung)

SANWACANA

Assallamualaikum Wr Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Sang Penguasa Alam Semesta,
karena atas izin dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Tinjauan Daya Dukung Tanah pada Pondasi Tiang Pancang Pembangunan PLTU
lampung 2x100 MW Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan
pada jurusan Teknik Sipil di Universitas Lampung.

Skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan
dari pihak-pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Universitas Lampung dan penguji utama, atas kesediaannya meluangkan waktu
untuk hadir diruang sidang menguji dan memberikan masukan serta saran dan
kritiknya selama proses penyelesaian skripsi ini.
i

3. Bapak Ir. Setyanto, M.T., selaku pembimbing utama atas segala bimbingan, saran
dan perhatian yang luar biasa selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Iswan, S.T., M.T., selaku pembimbing kedua atas wawasan pengetahuan,
bimbingan dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kedua orang tuaku, Idris Arsyad B.Sc, S.E dan Sri Eliyati S.Pd, M.M yang paling
kucintai, untuk segala do’a, dukungan dan semangat yang diberikan.
6. Kiyai, Teh Rima, Andra dan Adek Anna serta Aziza dan Abidzar yang telah
banyak memberikan bantuan kepada penulis baik bantuan moril maupun materil,
nasehat, dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Angga Pramana Novel, atas segala dukungan, kesabaran, cinta dan kasih sayang
serta semangat yang telah luar biasa diberikan.
8. Hadi dan Andre, terima kasih atas kerja samanya selama satu tahun terakhir. Trio
terakhir, tapi semoga kita sukses yang paling pertama.
9. Citra, Angga dan Yogi, sahabat - sahabat luar biasa yang selalu memberikan

semangat dan dukungan tanpa henti sehingga penyelesaian skripsi ini
10. Seluruh rekan seperjuangan Teknik Sipil angkatan 2006 Non Reguler :
Candra,Welli, Huga, Kadek, Asep, Irul, Mirza, Rino, Mas Hartono, Citra, Fadly,
Ferry, Qodry, Bosong, Laory, Andri, Dicky atas segala dukungan, bantuan, dan
kebersamaannya.
11. Teman-teman seperjuangan Teknik Sipil 2004, 2005, 2007, dan 2008. Terima
kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga hubungan pertemanan ini tetap
terjaga.

ii

12. Semua teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Nia, Benk, Desi, Inggar,
Yulia, Tari, Rika, Deti, Jojo dan Bolo. Terima kasih atas bantuan yg diberikan
selama ini, terutama untuk dukungan morilnya.
13. Semua rekan – rekan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, terima kasih banyak atas
segala support, pembelajaran dan izin yang pernah diberikan.
14. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis masih mengharapkan masukan berupa kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan yang berarti untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang Teknik Sipil.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 19 Januari 2015
Penulis,

Irene Anne Efiani Agung

iii

DAFTAR ISI

SANWACANA ……………………………………………………………

i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...viii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………… x
DAFTAR NOTASI ……………………………………………………….. xi

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang ………………………………………….

1

1.2

Rumusan Masalah ……………………………………… 2

1.3

Tujuan Penelitian ……………………………………….


3

1.4

Batasan Masalah ………………………………………..

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tanah …………………………………………………… 4

2.2

Klasifikasi Tanah ……………………………………….

6

2.2.1 Klasifikasi Tanah Menurut USCS ..……………...


8

2.2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO ……………………. 11
2.3

Kuat Geser Tanah ……………………………………… 14
iv

2.4

Pondasi Tiang ………………………………………….. 14

2.5

Kapasitas Daya Dukung Friksi ………………………… 16

2.6

Kapasitas Daya Dukung Ujung ………………………... 16

2.7

Dasar Perencanaan Pondasi Tiang …………………….. 17

2.8

Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Data Lapangan ..

18

2.8.1 Kapasitas Daya Dukung Hasil Sondir ………...... 18
a Metode Aoki dan De Alencar ………..……… 19
b Metode Langsung …………………………….. 21
2.8.2 Kapasitas Daya Dukung Hasil SPT ……………… 22
a Metode Mayerhof ……………………………. 22
2.9

Kapasitas Daya Dukung Data Laboratorium ………….. 24
2.9.1 Kapasitas Dari Data Parameter Kuat Geser Tanah 24

2.10

2.11

Metode Perhitungan Daya Dukung Ujung ……………. 27
1

Metode Mayerhof ………………………………. 27

2

Teori Terzaghi ………………………………….. 29

3

Metode Vesic …………………………………… 31

Metode Perhitungan Daya Dukung Friksi ……………. 32
1

Metode α – Tomlinson ………………………….

2

Metode λ – Vijayvergiya & Foch ………………. 34

3

Metode

– Burland …………………………….

33

36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Data Umum …………………………………………… 37

3.2

Data Yang Diperlukan ………………………………… 37

3.3

Metode Pengumpulan Data ……………………………. 38
v

3.4

Bagan Alir Perencanaan ……………………………….. 39

BAB IV PEMBAHASAN
4.1

Perhitungan Pra Loading Test …………………………. 39
4.1.1 Data Tiang Pancang ……………………………... 39
4.1.2 Data Tanah ………………………………………. 40

4.2

Perhitungan Berdasarkan Hasil Pengujian di Laboratorium
………………………………………………………….. 42
4.2.1 Daya Dukung Ujung …………………………….. 42
1 Teori Mayerhof ………………………………. 42
2 Teori Terzaghi ………………………………… 46
3 Teori Vesic ………………………………….… 47
4.2.2 Daya Dukung Friksi ……………………………… 48
1 Metode α – Tomlinson ……………………….. 48
2 Metode λ – Vijayvergiya & Foch …………….. 50
3 Metode

4.3

– Burland ………………………….. 51

Perhitungan Berdasarkan SPT …………………………. 54
4.3.1 Metode Mayerhof ……………………………….. 54
1 Menentukan Nilai Nb ………………………… 54
2 Penentuan Luas Penampang Ujung Tiang ……. 55
3 Penentuan Nilai N Rata – Rata ……………….. 55
4 Penentuan Luas Penampang Selimut Tiang As . 56
5 Penentuan Kapasitas Daya Dukung Batas …… 56

4.4

Pembahasan Perhitungan ………………………………. 56

vi

4.4.1 Pembahasan Perhitungan Statis Daya Dukung Aksial
……………………………………………………. 57
1 Daya Dukung Ujung Tiang …………………… 57
2 Daya Dukung Friksi ………………………….. 59
BAB V

PENUTUP
5.1

Kesimpulan …………………………………………….. 61

5.2

Saran …………………………………………………… 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar
2.1

Halaman

Nilai nilai batas atterberg untuk sub kelompok tanah (Hary
Christady,199β) …………………………………………………… 12

2.2

Faktor Nq* (Vesic,1967) ………………………………………….. 26

2.3

Grafik Daya Dukung Tanah Mayerhof ………………….………... 29

2.4

Grafik hubungan Ø dan Nc, Nq, N menurut Terzaghi (194γ) ……. 30

2.5

Korelasi α – Tomlinson …………………………………………… 34

2.6

Koefisien λ – Vijayvergiya & Foch …………………………......... 36

3.1

Bagan Alir Perencanaan …………………………………………… 39

x

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1

Sistem Klasifikasi USCS ………………………………………….. 9

2.2

Klasifikasi Tanah USCS ………………………………………….. 10

2.3

Faktor Keamanan Untuk Bangunan ………………………………. 18

2.4

Faktor Empirik Fb & Fs ………………………………………….. 20

2.5

Nilai Empirik untuk Tipe Tanah ………………………………….. 20

2.6

Koefisien Daya Dukung Terzaghi ………………………………… 31

2.7

Indek Ketegaran Tanah …………………………………………… 32

2.8

Harga Koefisien Daya Dukung Vesic …………………………….. 32

4.1

Nilai SPT …………………………………………………………. 41

4.2

Perhitunga Friksi α – Tomlinson …………………………………. 49

4.3

Perhitungan Friksi λ – Vijayvergiya & Foch …………………….. 51

4.4

Perhitungan Friksi

4.5

Perhitungan Kombinasi …………………………………………… 53

4.6

Luas Daerah ………………………………………………….…… 55

4.7

Perhitungan Daya Dukung Ujung ………………………………… 57

– Burland …………………………………… 52

viii

4.8

Perhitungan Daya Dukung Friksi …………………………………. 59

ix

DAFTAR NOTASI

Kh

=

Modulus of Horizontal Subgrade Reaction

Bp

=

Dimensi Pondasi Tiang

Ep

=

Modulus Elastisitas Pondasi Tiang

Ip

=

Momen Inersia Penampang Pondasi Tiang

T

=

Faktor Kekakuan Tiang (m)

E

=

Modulus Elastisitas Tiang (ton/m2)

I

=

Inersia Penampang Tiang (m4)

nh

=

Koefisien Modulus Tanah (KN/m3)

Ap

=

Luas Penampang Tiang (m2)

c

=

Kohesi (kg/cm2)

Nc’

=

Faktor Daya Dukung Tanah Dibawah Ujung Tiang

L

=

Panjang Tiang (m)

B

=

Dimensi Tiang Penampang

Ø

=

Sudut Geser Dalam (°)

L/B

=

Perbandingan Kedalaman Kritis

Nc, Nq, N

=

Koefisien Daya Dukung Terzaghi

=

Berat Isi Tanah Dibawah Ujung Tiang (ton/m3)

xi

Qe

=

Daya Dukung Ujung Tiang Ton (ton)

q

=

Σ ( .h)

aq dan a

=

Faktor Bentuk Penampang

Qs

=

Daya Dukung Gesek Tiang (ton)

as

=

Keliling tiang, dimana fs bekerja (m)

fs

=

Nilai Tahanan Gesek (ton/m2)

n

=

Jumlah Lapisan yang Ditinjau

qi

=

Tekanan Vertikal Lapisan Tanah yang Ditinjau (ton/m2)

λi

=

Koefisien Tanpa Dimensi dari Vijayvergiya & Foch

hi

=

Tinggi Lapisan yang Ditinjau (m)

cui

=

Kekuatan Geser Tak Terdrainase (ton/m2)

qc

=

Perlawanan Statis Konus (kg/cm2)

N

=

Nilai Rata – Rata N-SPT

Qult

=

Daya Dukung Batas (ton)

qu

=

Intensitas Daya Dukung Ujung Tiang (t/m2)

Ap

=

Luas Penampang Ujung Tiang (m²)

as

=

Keliling tiang (m)

li

=

Tebal Lapisan yang Ditinjau (m)

fi

=

Intensitas Gaya Geser Maksimum Lapisan Tanah (t/m2)

xii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jaman menuntut manusia dalam penggunaan sarana dan prasarana
yang baik dan memadai. Listrik merupakan keperluan manusia yang paling
mendasar pada saat ini, oleh karena itu pembangunan pembangkit listrik sangat
dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan manusia akan kegiatan sosialnya. Dalam
pembangunan pembangkit listrik dibutuhkan sebuah jetty (dermaga) untuk
mempermudah pendistribusian batu bara sebagai bahan bakar utama sebuah
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Sebagai salah satu bagian yang sangat penting, jetty harus dapat memenuhi
kepentingan sesuai dengan kapasitas yang diperlukan. Kapaistas suatu jetty dapat
terpenuhi apabila kekuatan dan ketahanannya dapat mencapai kekuatan sesuai
dengan kapasitas yang telah direncanakan. Kekuatan suatu struktur jetty harus
melalui perencanaan yang baik dengan meninjau semua gaya – gaya yang bekerja
dan beban yang dipikul oleh struktur tersebut dan semua sarana tersebut dibangun
diatas tanah.

1

Pada perencanaan pembangunan jetty sering digunakan pondasi tiang, hal ini
disebabkan oleh beberapa pertimbangan yang lebih menguntungkan penggunaan
pondasi tiang dibandingkan dengan jenis pondasi lainnya,
antara lain :
1.

Meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke
tanah pendukung yang kuat.

2.

Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang
cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan
tanah di sekitarnya.

3.

Untuk menahan gaya – gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring, yang
bisa saja disebabkan oleh benturan kapal dan gelombang air laut.

Dengan berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini untuk meninjau daya
dukung pondasi tiang pada jetty akibat beban vertical yang dihitung secara teoritis
pada proyek pembangunan PLTU Lampung 2 x 100 MW.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini penulis ingin mengetahui kapasitas daya
dukung pondasi tiang pada pembangunan jetty PLTU Lampung 2x100 MW akibat
beban vertikal.

2

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah meninjau daya dukung tanah pada pondasi
tiang akibat beban vertikal atau aksial.

1.4 Batasan Masalah

Melihat dari luasnya pembahasan dalam pembangunan jetty, maka penulis dalam
penelitian ini membatasi beberapa masalah yaitu :
1.

Daya dukung tanah pada pondasi tiang yang diperhitungkan akibat beban
vertikal atau aksial.

2.

Jenis tiang dan kondisi tanah yang digunakan merupakan pada pekerjaan
pembangunan jetty pada proyek PLTU Lampung 2x100 MW Dusun
Sibalang Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral – mineral padat yang
tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan – bahan organik yang
telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong
diantara partikel – partikel padat tersebut (Das, 1988). Selain itu dalam arti lain
tanah merupakan akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah
ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig,
1991)

Tanah merupakan bahan bangunan yang paling berlimpah di dunia dan di
beberapa tanah tersebut merupakan bahan bangunan pokok yang dapat diperoleh
di daerah setempat (Canonica,1991).
Tanah juga merupakan kumpulan – kumpulan dari bagian – bagian yang padat
dan tidak terikat anatara satu dengan yang lain, diantaranya material organik
rongga – rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).

4

Sedangkan tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefiniskan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh
(sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).
Tanah menurut Bowles (1989) adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut :
1.

Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih
besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai
250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

2.

Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

3.

Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,
berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).

4.

Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara
sungai.

5.

Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.

6.

Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm.

5

Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua
bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai
dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah,
sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam
bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam
mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyataanpernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai
asal geologis dari tanah.

2.2 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang
mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan
perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam
urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah
untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk
menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya

6

dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang
lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian
untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan
tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).
Klasifikasi tanah pada dasarnya dibuat untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat – sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah
yang begitu beragam, system klasifikasi secara umum mengelompokkan tanah ke
dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem
klasifikasi bukan merupakan system identifikasi untuk menentukan sifat – sifat
mekanis dan geoteknis tanah.
Klasifikasi tanah diperlukan antara lain bagi hal – hal sebagai berikut :
1.

Perkiraan hasil eksplorasi tanah (persiapan log-bor tanah dan peta tanah, dan
lain – lain).

2.

Perkiraan standar kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing.

3.

Perkiraan pemilihan bahan (penentuan tanah yang harus disingkirkan,
pemilihan tanah dasar, bahan tanah timbunan, dan lain – lain).

4.

Perkiraan persentasi muat dan susut.

5.

Pemilihan jenis konstruksi dan peralatan untuk konstruksi (pemilihan cara
penggalian dan rancangan penggalian).

6.

Perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi.

7.

Rencana pekerjaan/pembuatan lereng dan tembok penahan tanah dan lain –
lain. (pemilihan jenis konstruksi dan perhitungan tekanan tanah.)

7

Untuk menentukan dan mengklasifikasi tanah, diperlukan suatu pengamatan di
lapangan dan suatu percobaan lapangan yang sederhana. Tetapi jika sangat
mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan – kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan pengamatan perorangan, akan menjadi sangat besar.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara
sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus berdasarkan
suatu hasil analisa mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah berbutir halus
diadakan berdasarkan percobaan konsistensi.

Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah
adalah Unified Soil Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat
– sifat indek tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan
indek plastisitasnya. Disamping itu, terdapat system lainnya yang juga dapat
digunakan dalam identifikasi tanah seperti yang dibuat oelh American Association
of State Highway and Transportation Officials Classfication (AASHTO), British
Soil Clasification System (BSCS) dan United State Departement of Agriculture
(USDA).

2.2.1 Klasifikasi Tanah menurut USCS
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System (USCS)
diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh
United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of
Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah.

8

Dalam bentuk sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan
geoteknik. Sistem klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua
kategori utama yaitu :
a.

Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200
(F200 50%

H

Gambut

Pt

(Sumber : Bowles, 1989)

9

Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah berdasarkan USCS

GM

Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau

GC

Kerikil berlempung,
campuran kerikil-pasirlempung

Pasir bersih
(hanya pasir)
Pasir
dengan butiran
halus
Lanau dan lempung batas cair ≥ 50% Lanau dan lempung batas cair ≤ 50%

Pasir≥ 50% fraksi kasar
lolos saringan No. 4

Tanah berbutir halus
50% atau lebih lolos ayakan No. 200

Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran
tertahan saringan No. 200

SW

SP

Pasir bergradasi-baik , pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung
butiran halus
Pasir bergradasi-buruk, pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung
butiran halus

SM

Pasir berlanau, campuran
pasir-lanau

SC

Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung

ML

CL

OL

MH

CH

OH

Tanah-tanah dengan
kandungan organik sangat
PT
tinggi
Sumber : Hary Christady, 1996.

Lanau anorganik, pasir halus
sekali, serbuk batuan, pasir
halus berlanau atau
berlempung
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai
dengan sedang lempung
berkerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau,
lempung “kurus” (lean
clays)
Lanau-organik dan lempung
berlanau organik dengan
plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir
halus diatomae, atau lanau
diatomae, lanau yang elastis
Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung
“gemuk” (fat clays)

Kriteria Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP,
SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan
No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel

Kerikil bersih
(hanya kerik

GP

Nama Umum
Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir,
sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran
halus
Kerikil bergradasi-buruk
dan campuran kerikil-pasir,
sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran
halus

Cu = D60 > 4
D10
Cc = (D30)2
Antara 1 dan 3
D10 x D60

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
GW
Batas-batas
Bila batas
Atterberg di
Atterberg berada
bawah garis A
didaerah arsir
atau PI < 4
dari diagram
Batas-batas
plastisitas, maka
Atterberg di
dipakai dobel
bawah garis A
simbol
atau PI > 7
Cu = D60 > 6
D10
Antara 1 dan 3
Cc = (D30)2
D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
SW

Batas-batas
Bila batas
Atterberg di
Atterberg berada
bawah garis A
didaerah arsir
atau PI < 4
dari diagram
Batas-batas
plastisitas, maka
Atterberg di
dipakai dobel
bawah garis A
simbol
atau PI > 7
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang
terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang
di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan
dua simbol.
60

Batas Plastis (%)

Simbol

GW

Kerikil dengan
Butiran halus

Kerikil 50%≥ fraksi kasartertahan saringan No. 4

Divisi Utama

50

CH

40

CL

30

Garis A
CL-ML

20
4
0 10

ML

20

30

ML atau OH

40 50

60 70 80

Batas Cair (%)
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)

Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai
dengan tinggi
Peat (gambut), muck, dan
tanah-tanah lain dengan
kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat
dilihat di ASTM Designation D-2488

10

2.2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of

State Highway and

Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami beberapa
kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang diajukan
oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type
Road of the Highway Research Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO
model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah
guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
a.

Ukuran butir
Kerikil

: bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 75 mm
dan tertahan pada saringan diameter 2 mm (No. 10).

Pasir

: bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm
dan tertahan pada saringan diameter 0,0075 mm
(No. 200).

Lanau Lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,0075
mm (No. 200).
b.

Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastisitas (PI) sebesar 10 atau kurang. Nama
berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai
indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

11

c.

Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam contoh
tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tetapi persentasi dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus
dicatat.

Sistem klasifikasi AASTHO membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir yang 35 % atau kurang dari jumlah butiran
tanah tersebut lolos ayakan No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-1, A-2,
dan A-3. Tanah berbutir yang lebih dari 35 % butiran tanah tersebut lolos ayakan
No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran
dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan
lempung.
Gambar 1 menunjukkan rentang dari batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI)
untuk tanah data kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7.

Gambar 2.1. Nilai-nilai batas attergberg untuk subkelompok tanah (Hary
Christady,1992)

12

2.3 Kuat Geser Tanah
Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi
pada saat terbebani. Keruntuhan geser (shear failure) tanah terjadi bukan
disebabkan karena hancurnya butir – butir tanah tersebut.
Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh :
a. Pada tanah berbutir halus (kohesif), misalnya lempung. Kekuatan geser
yang dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara
butir – butir tanah (c soil).
b. Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir – butir tanah sehingga sering disebut sudut
gesek dalam (φ soil).
c. Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar
(c dan φ soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena
kohesi) dan gesekan antara butir – butir tanah (karena φ).

2.4 Pondasi Tiang
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang berfungsi meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya (Setyanto, 1999). Ada
dua klasifikasi, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal adalah
pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti : pondasi telapak,
pondasi memanjang dan pondasi rakit. Pondasi dalam adalah pondasi yang
meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relative jauh
dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang.

13

Pondasi tiang (pile foundation), digunakan untuk tanah pondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada
kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula bila pondasi bangunan terletak pada
tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan pada
timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar.
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, sebagai berikut :
a. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau
berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga
terjadi perpindahan volume tanah yang relative besar. Termasuk dalam
tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton
prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
b. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti
tiang kategori pertama, hanya volume tanah yang dipindahkan saat
pemancangan relative kecil, contohnya tiang beton berlubang dengan
ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) terdiri dari tiang yang
dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah.
Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah tiang bor, yaitu tiang
beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran
tanah (pipa baja diletakkan dalam lubang dan dicor beton).
Pada saat ini telah banyak digunakan berbagai tipe pondasi dalam. Penggunaan
disesuaikan dengan besarnya beban, kondisi lokasi/lingkungan dan lapisan tanah.
Nama dari tipe – tipe pondasi sangat beragam dan bergantung pada individu yang

14

mendefinisikannya.

Klasifikasi

tiang

yang

didasarkan

pada

metode

pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Tiang pancang (driven pile), tiang dipasang dengan cara membuat bahan
berbentuk bulat atau bujursangkar memanjang yang dicetak lebih dulu dan
kemudian atau ditekan ke dalam tanah.
b. Tiang bor (drilled shaft), tiang dipasang dengan cara mengebor tanah lebih
dulu sampai kedalaman tertentu, kemudian tulangan baja dimasukkan
dalam lubang bor dan kemudian diisi/dicor dengan beton.
c. Kaison (caisson), suatu bentuk kotak atau silinder telah dicetak lebih dulu
dimasukkan ke dalam tanah, pada kedalaman tertentu, dan kemudian diisi
beton. Kadang – kadang kaison juga disebut sebagai tiang bor yang
berdiameter/lebar besar, sehingga kadang – kadang membingungkan
dalam penyebutan.
Berdasarkan tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban
yang diterimanya ketanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis
pondasi yang akan menerima beban yang bekerja, yaitu :
a. Bila ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat dukung
tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ketanah dasar
pondasi melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut End/Point Bearing Pile.
b. Bila tiang pancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi (jenis tanah
pasir), maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan
gesekan antara tiang dan tanah sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut
Friction Pile.

15

c. Bila tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh
pelekatan antara tanah sekitar dan permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut
Adhesive Pile.

2.5 Kapasitas Daya Dukung Friksi (Friction Bearing Capacity)
Bila lapisan tanah keras,letaknya sangat dalam sehingga pemancangan tiang
sampai lapisan tanah keras sangat sukar dilaksanakan, maka dapat menggunakan
tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan pelekatan antara tiang dengan
tanah. Hal ini sering terjadi bila pemancangan tiang pada lapisan tanah lempung,
maka perlawanan pada ujung tiang akan jauh lebih kecil daripada perlawanan
akibat gesekan antara tiang dan tanah.

2.6 Kapasitas Daya Dukung Ujung (End Bearing Capacity)
Tiang yang tertahan pada ujungnya dihitung berdasarkan pada tahanan ujung tiang
yang dipancang sampai lapisan tanah keras. Lapisan tanah keras dapat berupa
lempung sampai pada batu-batuan tetap yang sangat keras. Untuk menentukan
gaya perlawanan lapisan tanah keras tersebut terhadap ujung tiang dilakukan
dengan Alat Sondir atau SPT. Dengan alat ini dapat diketahui kedalaman tiang
yang harus dipancang dan daya dukung lapisan tanah keras tersebut pada ujung
tiang.
Besarnya gaya perlawanan tanah pada ujung tiang,akan sangat tergantung pada
sifat dan kemampuan tanah disekitar ujung tiang. Bila tanah pada ujung tiang
terdiri dari batu-batu yang sangat keras maka kapaitas daya dukung ujung tiang

16

akan sangat tergantung pada kekuatan bahan (material) tiang itu sendiri,
sedangkan bila lapisan tanah pada ujung tiang terdiri dari lapisan tanah yang
relatif lunak, maka daya dukung ujung tiang sangat tergantung pada sifat
kepadatan lapisan tersebut.

2.7 Dasar Perencanaan Pondasi Tiang Pancang
Perencanaan pondasi tiang pancang dilakukan sesuai prosedur berikut ini
(Nakazawa,1989) :
a.

Mula mula, setelah dilakukan pemeriksaan tanah di bawah permukaan,
penyelidikan disekeklilingnya dan penyelidikan terhadap bangunan disekitar
letak pondasi, maka diameter, jenis dan panjang tiang dapat diperkirakan.

b.

Menghitung daya dukung tiang pancang tunggal yang diizinkan untuk tiang
pancang tunggal.

c.

Bila daya dukung tiang pancang tunggal sudah diperkirakan, maka daya
dukung yang diizinkan untuk seluruh tiang harus diperiksa.

d.

Menghitung reaksi yang didistribusikan kepada setiap tiang, juga
menetapkan jumlah tiang secara tepat.

e.

Setelah beban pada kepala tiang dihitung, pembagian momen lentur dan
gaya geser pada tiang dalam arah yang lebih mendetail dan bagian – bagian
tiang dapat dilakukan.

f.

Jika detail perencanaan tubuh tiang selesai, maka tumpuan harus diperiksa
terhadap reaksi pada kepala tiang.

17

Tabel 2.3. Nilai Faktor Kemanan untuk Bangunan
Jenis
Beban
BT
BT-BS
Waktu
Gempa

Jembatan Jalan Raya
Tiang
Tiang
Pendukung
Geser
3
4
2

3

Jembatan
Kereta Api
3
1,5

Konstruksi Dermaga
Tiang
Tiang
Pendukung
Geser
> 2,5
>1,5

>2,0

(Sumber : Nakazawa,1989)

2.8 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang berdasarkan Data Lapangan

2.8.1 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil sondir
Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)
seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini
test yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan test tersebut dapat dipercaya
dilapangan dengan pengukuran terus menerus dari permukaan tanah – tanah dasar.
CPT atau sondir ini dapat juga mengkalsifikasikan lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan
pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan
kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum
pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang
pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
Qu =

Qb + Qs

=

qb.Ab + f . As ……………. (2.1)

Dimana :
Qu

=

Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

Qb

=

Kapasitas tahanan di ujung tiang.

18

Qs

=

Kapasitas tahanan kulit

qb

=

Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab

=

Luas di ujung Tiang.

f

=

Satuan tahanan kulit persatuan luas.

As

=

Luas kulit tiang pancang.

Perencanaan pondasi tiang pancang dengan sondir diklasifikasikan atas beberapa
metode, diantaranya :

a. Metode Aoki dan De alencar
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit
dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai
berikut :
qb =

qca (base)
Fb

…………………………………….(2.2)

dimana :
qca (base)

=

Perlawanan konus rata – rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D
dibawah ujung tiang dan Fb adalah factor empiric tahanan
ujung tiang tergantung tipe tiang.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
F=

qc (side)

s
Fs

…………………………..(2.3)

dimana :
qc (side)

=

Perlawanan konus rata – rata pada masing lapisan
sepanjang tiang.

19

Fs

=

Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe
tiang.

Fb

=

Faktor empirik tahan ujung tiang yang tergantung pada tipe
tiang.

Tabel 2.4. Faktor empirik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang
Tiang Bor
Baja
Beton Pratekan

Fb

Fs

3,5
1,75
1,75

7,0
3,5
3,5

Sumber : Titi & Farsakh, 1999

Tabel 2.5. Nilai empirik untuk tipe tanah
Tipe Tanah

αs
(%)

Pasir

1,4

Pasir
Kelanauan

2,0

Pasir
Kelanauan
dengan
Lempung
Pasir
Berlempung
dengan
Lanau
Pasir
Berlempung

2,4

2,8

3,0

Tipe Tanah
Pasir
Berlanau
Pasir
Berlanau
dengan
Lempung
Lanau
Lanau
Berlempung
dengan
Pasir
Lanau
Berlempung

αs
(%)
2,2

2,8

Tipe Tanah
Lempung
Berpasir
Lempung
Berpasir
dengan
Lanau

αs
(%)
2,4

2,8

3,0

Lempung
Berlanau
dengan Pasir

3,0

3,0

Lempung
Berlanau

4,0

3,4

Lempung

6,0

Sumber : Titi & Farsakh, 1999

Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 % , nilai αs untuk lanau = 3.0 % dan
nilai αs untuk lempung = 1,4 %.

20

b.

Metode Langsung

Metode langsung dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya, Mayerhoff,
Tomlinson dan Begemann.
Daya dukung pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Qu =

qc . Ap + JHL . Kt

…………………………..(2.4)

dimana :
Qu

=

Kapasitas daya dukung tiang pancang

Qc

=

Tahanan

ujung sondir

(perlawanan

penetrasi

konus

pada

kedalaman yang ditinjau).
dapat digunakan faktor koreksi Meyerhoff :
qc 1

=

Rata – rata PPK (qe) 8D diatas ujung tiang.

qc 2

=

Rata – rata PPK (qe) 4D diatas ujung tiang.

JHL

=

Jumlah Hambatan Lekat.

Kt

=

Keliling tiang.

Ap

=

Luas Penampang tiang.

Daya dukung ijin pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Qu ijin =

qc. Ap JHL.Kt

3
5

……………………(2.5)

dimana :
Qu ijin =

Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang.

Qc

=

Tahanan ujung sondir dengan memakai faktor koreksi Begemann.

JHL

=

Jumlah Hambatan Lekat (total friction).

Kt

=

Keliling tiang.

Ap

=

Luas penampang tiang.

21

3

=

Faktor keamanan untuk daya dukung tiang.

5

=

Faktor keamanan untuk gesekan pada selimut tiang.

Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir (harga tekan konus)
bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qc untuk daya
dukung diujung tiang kurang tepat. Suatu rentang disekitar ujung tiang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan daya dukungnya.
Menurut Mayerhoff :


qp

=

qc

qp

=

(2/3-3/2) qc

Untuk keperluan praktis
…….……………………..(2.6)

dimana :
qp

=

Tahanan ujung ultimate.

qc

=

Harga rata-rata tahanan ujung konus dalam daerah 2D dibawah
ujung tiang.

2.8.2 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Standart Penetration
Test (SPT)
Berdasarkan data yang didapat dari pelaksanaan Standart Penetration Test yang
dilakukan dapat didesain suatu tipe pondasi dalam. Pada hal ini penulis hanya
membahas dengan menggunakan metode Mayerhof.

a.

Metode Mayerhof

Pada tahun 1965, Mayerhof membandingkan hasil antara pengujian penetrasi
baku dan pengujian penetrasi statis. Berdasarkan perbandingan tersebut, mayerhof

22

menyimpulkan bahwa pergeseran dari penetrasi statis,penetrasi dinamis dan
penetrasi pengujian baku menunjukkan perubahan yang relative saa sesuai dengan
pertambahan kedalaman. Menurut Mayerhof, hubungan antara perlawanan statis
konus (qc) dengan jumlah pukulan per cm (N) seperti yang dinyatakan dengan
persamaan berikut :
qc = 4.N
dengan :
qc = Perlawanan statis konus (kg/cm2)
N = Jumlah pukulan per cm.
Rumusan berikut berlaku untuk tanah pasir halus. Berdasarkan data hasil uji SPT,
besarnya daya dukung batas tiang pada lapisan pasir dan lempung hanya
dinyatakan dengan rumus berikut :
1. Untuk tiang pancang beton kayu pada lapisan pasir
Qult =

� � .�′
5

Ap.40.N

2. Untuk tiang pancang baja pada lapisan pasir
Qult =

� � .�′
10

Ap.40.N

3. Untuk tiang pancang beton dan kayu pada lapisan lempung
Qult =

� � .�′
2�5

Ap.40.N

4. Untuk tiang pancang baja pada lapisan lempung
Qult =

� � .�′
2�10

Ap.40.N

Dengan :
Qult

= Daya dukung batas (ton)

As

= Keliling tiang (m)

23

Ap

= Luas penampang ujung tiang (m²)

N’

= Nilai rata – rata N-SPT sepanjang tiang

N

= Nilai rata – rata N-SPT berjarak 4D diatas ujung tiang sampai
ujung tiang.

Nilai pancang yang nilai perpindahannya kecil (Small Displacement) yaitu pipa
baja dan profil H, maka faktor friksinya harus dikalikan dengan 0,5.
Daya dukung batas untuk tiang bor (non displacement) pada tanah granural
biasanya diambil 1/2 - 1/3 dari daya dukung batas tiang pancang beton dan diambil
sekitar ¾ jika tiang bor tersebut tertanam pada tanah lempung.

2.9

Kapasitas

Daya

Dukung

Tiang

Pancang

Berdasarkan

Data

Laboratorium

2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Parameter Kuat
Geser Tanah
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melalui beberapa percobaan akan
didapatkan nilai berat isi tanah ( ), nilai kohesif tanah (c), serta nilai sudut geser
tanah (φ).
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan perumusan
sebagai berikut :
a.

Daya dukung ujung pondasi tiang pancang (end bearing).
● Untuk tanah kohesif :

24

…………………………..(2.10)

=

Ap . cu . Nc*

Qp

=

Tahanan ujung per satuan luas (Ton).

Ap

=

Luas penampang tiang (m2).

cu

=

Koefisien Undrained (Ton/m2).

Nc*

=

Faktor daya dukung tanah, untuk pondasi tiang pancang

Qp
Dimana :

Nc* = 9 (Whitaker and Cooke, 1996).
Untuk mencari nilai cu (koefisien undrained), dapat digunakan persamaan
dibawah ini :
α* - 0,21 + 0,25 .

pa
≤1
cu

……………………………(2.11)

Dimana :



α*

=

Faktor adhesi =

0,4

pa

=

Tekanan atmosfer

= 1,508 ton/ft2 = 101,3 KN/m2

Untuk tanah non-kohesif :
Qp

=

Ap . q’ (Nq* – 1)

…………………..(2.10)

Dimana :
Qp

=

Tahanan ujung per satuan luas (Ton).

Ap

=

Luas penampang tiang pancang (m2).

Nq*

=

Faktor daya dukung tanah.

Vesic (1967) mengusulkan korelasi antara φ dan Nq* seperti terlihat pada
gambar dibawah ini :

25

Gambar 2.2. Faktor Nq* (Vesic, 1967)

b.

Daya dukung selimut tiang pancang (skin friction)
Qs

=

fi . Li . p

………………..(2.12)

Dimana :
fi

=

Tahanan satuan selimut tiang pancang (ton/m2).

Li

=

Panjang lapisan tanah (m).

p

=

Keliling tiang (m)

Qs

=

Daya dukung selimut tiang (ton)

● Pada tanah kohesif :
f

=

αi* . cu ………………………………(2.13)

Dimana :
αi *

=

Faktor adhesi , 0,55 (Reese & Wright, 1977).

cu

=

Koefisien undrained (ton/m2).

26

● Pada tanah non – kohesif :
f

=

Ko . σv’ . tan δ ……………………….(2.14)

Dimana :
Ko

=

Koefisien tekanan tanah

=

1 – sin φ

σv’

=

Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)

σv’

=

γ . L’

L’

=

15 D

D

=

Diameter

δ

=

0,8 . φ

2.10 Metode Perhitungan Daya Dukung Ujung (End Bearing Capacity)
Kapasitas maksimum tahanan ujung dari sebuah tiang pancang dapat dihitung
dengan menggunakan data pengujian laboratorium maupun data pengujian
penetrasi. Jika menggunakan data labratorium maka perhitungan kapasitas
ultimate tahanan ujung dapat menggunakan beberapa cara, yaitu :
1.

Metode Meyerhoff
Untuk tanah pada umumnya, kapasitas daya dukung menurut Meyerhoff
adalah sebagai berikut :
Ppu

=

Ap (C . Nc + η . q’ . Nq)

...... (2.15)

Dimana :
Ppu

=

Kapasitas ultimate tahan ujung tiang (kg/cm2).

Ap

=

Luas penampang tiang pancang (cm2).

C

=

Kohesi tanah (kg/cm2).

27

Nc

=

Faktor kapasitas daya dukung, tergantung pada sudut geser
tanah (ϴ).

Nq

=

Faktor kapasitas daya dukung, tergantung pada harga L/B >
1