Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang & Penurunan Konsolidasi Pada Proyek Pembangunan Jembatan Sei Deli - Belawan

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG & PENURUNAN KONSOLIDASI PADA PROYEK PEMBANGUNAN

JEMBATAN SEI DELI - BELAWAN

( Studi Kasus )

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh:

SAHAT MAROLOP TUA MANULLANG 100424020

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa yang telah melimpahkan nikmat dan karunianya kepada penulis , sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG & PENURUNAN KONSOLIDASI PADA PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN SEI DELI - BELAWAN” ini disusun guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Terimakasi yang teristimewa, penulis ucapkan kepada orangtua tercinta, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, materiil, maupun doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Istri tercinta yang telah setia mendampingi penulis, yang dengan sabar memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini, juga buat anugerah yang begitu indah seorang putri cantik. Semoga dengan selesainya Tugas Akhirini dapat memberikan jalan hidup yang lebih baik buat keluarga kecil penulis, Amin. 3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku dosen pembimbing utama yang telah


(3)

4. BapakProf.Dr.Ir. Roesyanto,MSCE, sebagai pembanding dan penguji; 5. BapakIr. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, sebagai pembanding dan penguji; 6. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai sekretaris Jurusan Teknik Sipil;

7. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;

9. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan;

10.Pimpinan dan seluruh Staff PT. BangunMitraAbadi, sebagai Pelaksana proyek yang telah memberi bimbingan kepada penulis;

11.Terimakasih juga penulis ucapkan kepadarekan-rekan mahasiswaextensen ‟10 yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna, untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaa tbagi kita semuanya.

Medan, Juni 2015 Penulis,

SAHAT MAROLOP TUA MANULLANG NIM :100424020


(4)

ABSTRAK

Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam didalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda – beda.

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang pada proyek pembangunan jembatan sei deli – belawan medan.Kapasitas daya dukung kelompok tiang dihitung berdasarkan nilai effisiensi, dimana dihitung pula daya dukung tiang berdasarkan data lapangan yaitu data SPT, data PDA, dan data kalendering. Serta menghitung gaya lateral dan penurunan konsolidasi tiang.

Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhoff Qu= 161,160 ton pada abutment 1, Qu = 183,80 ton pada abutment 2 dan Qu = 245,43 ton pada pier untuk data SPT, Qu = 194,300 ton pada abutment 1, Qu = 163,600 ton pada abutment 2, Qu = 205,700 ton pada pier untuk data PDA dan Qu = 202,404 ton dan Qu = 190,623 ton pada abutment 1, Qu = 200,751 ton dan Qu = 195,167 ton pada abutment 2, Qu = 215,739 ton dan Qu = 184,191 ton pada pier untuk data kalendering. Gaya lateral ijin menurut metode Broms menurut rumus H = 43,59 kN dan menurut grafik H = 35,83 kN. Penurunan konsolidasi yang terjadi adalah sebesar 16,83 cm = 0,1683 m. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data SPT dan PDA karena lebih actual.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR NOTASI... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.Tujuan ... 3

1.3.Manfaat ...3

1.4.PembatasanMasalah ... 4

1.5.MetodePengumpulan Data ... 5

1.6.SistematikaPenulisan ...5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1.TinjauanUmum ...7


(6)

2.2.1. Standard Penetration Test (SPT) ... 10

2.2.2. PenyelidikanLapangandenganBorMesin (Machine Boring) ... 12

2.1.PondasiTiang... 12

2.2.KlasifikasiPondasiTiang ... 13

2.3.PenggolonganPondasiTiangPancang ... 14

2.4.AlatTiangPancang ... 26

2.5.MetodePelaksanaanPondasiTiangPancang ...28

2.6.KapasitasDayaDukungTiangPancang ... 33

2.8.1. KapasitasDayaDukungTiangPancangdariHasil SPT ... 33

2.8.2. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA) ...39

2.8.3. KapasitasDayaDukungTiangPancangdari HasilKalendering ... 44

2.9. TiangPancangKelompok (Pile Group) ... 46

2.9.1. Jarakantartiangdalamkelompok ...49

2.10.Perhitunganpembagiantekananpadatiangpancangkelompok ... 51

2.10.1. Kelompoktiangpancang yang menerimabeban normalsentris ... 51


(7)

2.10.2. Kelompoktiangpancang yang menerimabeban

normaleksentris ... 52

2.10.3. Kelompoktiang yang menerimabeban normal sentriesdan momen yang bekerjapadaduaarah ... 53

2.9. TiangMendukungBeban Lateral ... 54

2.11.1. Tiang Ujung Jepit dan Ujung Bebas ... 54

2.11.2. Metode Broms ... 54

2.10.KapasitasKelompokdanEffisiensiTiangPancang ... 65

2.11.PembebananJembatan ... 70

2.13.1. Beban Primer ... 70

2.13.1.1BebanMati ... 70

2.13.1.2BebanMatiTambahan ... 70

2.13.1.3BebanPejalan Kaki ... 70

2.13.1.4BebanLaluLintas ...71

2.13.1.4.1 Beban “D” ... 72

2.13.1.4.β Beban “T” ... 75


(8)

2.13.2.1. BebanAkibat Gaya REM ... 76

2.13.2.2. BebanAkibatPengaruhTemperatur ... 77

2.13.2.3. BebanAngin ... 78

2.13.2.4. BebanGempa ... 79

2.13.3. BebanKhusus ... 82

2.13.3.1. Gaya Sentrifugal ... 82

2.13.3.2. GesekanPadaPerletakan ... 83

2.13.3.3. PengaruhGetaran ... 83

2.13.4. KombinasiBeban ... 83

2.9. PenurunanKonsolidasiPondasiTiang (settlement) ... 85

2.14.1.Konsolidasi Tanah ... 86

2.14.2. Konsolidasi 1-D Terzaghi ... 87

2.14.3. NilaiIndeksKompressi (CC) ... 88

2.14.4. PenurunanPondasi ... 90

2.14.5. PenurunanKelompokTiang ... 92

2.10.FaktorKeamanan ... 94

BAB III. DATA PROYEK ... 96


(9)

3.2. PenjelasanProyek... 96

3.3. Data TeknisTiangPancang ... 97

3.4. MetodePengumpulan Data ... 98

3.5. MetodeAnalisis ... 98

3.6. LokasiTitik SPT, PDA, danKalendering ... 99

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 90

4.1. MenghitungKapasitasDayaDukungTiangPancangdari Data SPT ... 101

4.2. Menghitungkapasitasdayadukungtiangpancangdari PDA Test ... 107

4.3. Menghitungkapasitasdayadukungtiangpancang dari data Kalendering ... 110

4.4. Menghitung kapasitas kelompok tiang berdasarkan effisiensi ... 117

4.4.1. Metode Converse – Labarre ... 117

4.4.2. Metode Los Angeles Group ... 119

4.5. Menghitung Beban yang Bekerja Pada Abutment 1&2 ... 122

4.6. Mengitung Distribusi Beban pada Tiang Pancang ... 139

4.7. Perhitungan Gaya Lateral Ijin ... 146


(10)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 152 5.1. Kesimpulan ... 152 5.2. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1. Hubungan N dengan kepadatan relatif pada tanah pasir

(Terzaghi dan peck 1948)... 37

II.2. Effisiensi jenis alat pancang ... 45

II.3. Karakteristik alat pancang diesel hammer ... 45

II.4. Kecepatan angin rencana, Vw ... 78

II.5. Koefisien seret, Cw ... 78

II.6. Faktor Kepentingan ... 81

II.7. Faktor Tipe Bangunan ... 81

II.8. Persentase tegangan kerja yang diijinkan ... 84

II.9 Nilai Cc untuk bermacam-macam jenis tanah ... 89

IV.1. Deskripsi jenis tanah dengan bor mesin pada titik (BH-01) ... 102

IV.2. Perhitungan daya dukung tiang pancang pada titik (BH-01) ... 102

IV.3. Deskripsi jenis tanah dengan bor mesin pada titik (BH-02) ... 104

IV.4. Perhitungan daya dukung tiang pancang pada titik (BH-02) ... 104

IV.5. Deskripsi jenis tanah dengan bor mesin pada titik (BH-03) ... 106

IV.6. Perhitungan daya dukung tiang pancang pada titik (BH-03) ... 106

IV.7. Hasil pengujian PDA untuk tiang : P4B ... 108

IV.8. Hasil pengujian PDA untuk tiang : P3B ... 109

IV.9. Hasil pengujian PDA untuk tiang : P4B ... 110

IV.10. Perhitungan beban tiang maksimum pada abutment 1&2... 140


(12)

V.1. Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang (Qu) ... 152 V.2. Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang (Qa) setelah dibagi

dengan faktor keamanan ... 152 V.3. Kapasitas ijin berdasarkan Metode Converse – Labarre ... 153 V.4. Kapasitas ijin berdasarkan Metode Los Angeles Group ... 153


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Tiang pancang beton precast concrete pile(Bowles, J. E., 1991) ... 16

2.2. Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991) ... 16

2.3. TiangpancangCast in place pile (Sardjono, 1991) ... 17

2.4. Tiangpancangbaja (Sardjono, 1991) ... 19

2.5. Skema pemukul tiang (Hardiyatmo, H. C., 2002) ... 27

2.6. Pengangkatan tiang dengan dua tumpu ... 30

2.7. Pengangkatan tiang dengan satu tumpu ... 31

2.8. Penetrasi dengan SPT ... 35

2.9. Skema urutan uji penetrasi standar (SPT) ... 36

2.10. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b)Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991) ... 48

2.11. Jarak antar tiang dalam kelompok (Bowles, J. E., 1991) ... 49

2.12. Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H. S., 1988) ... 50

2.13.Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang Sumber : Sardjono Hs, 1988 ... 51

2.14.Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang Sumber : Sardjono Hs, 1988 ... 52

2.15.Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y Sumber : Sardjono Hs, 1988 ... 53

2.16. Mekanisme keruntuhan tiang pendek dan tiang panjang ... 56


(14)

2.18. Tiang ujung jepit dalam tanah kohesif (Broms, 1964a) ... 58

2.19. Tiang ujung bebas pada tanah granuler ... 61

2.20. Tahanan Lateral ultimit tiang dalam tanah granuler ... 62

2.21. Tiang ujung jepit dalam tanah granuler ... 64

2.22. Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang ... 66

2.23. Daerah friksionpadakelompoktiangdaritampaksamping ... 67

2.24. Daerah friksionpadakelompoktiangdaritampakatas ... 67

2.25. Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang ... 69

2.26. Pembebanan untuk pejalan kaki. ... 71

2.27. Beban Lajur “D” . ... 72

2.28. Besar intensitas beban berdasarkan panjang bentang yang dibebani ... 73

2.29. Penyebaran beban “D” pada arah melintang jembatan. . ... 74

2.30. Pembebanan Truk “T” ... 75

2.31. Faktor Beban Dinamis (FBD) untuk BGT, pembebanan lajur “D”. . . ... 76

2.32. Gaya rem per lajur 2,75 meter keadaan batas ultimate (KBU). . . ... 77

2.33. Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis . . ... 80

2.34. Wilayah gempa Indonesia untuk perioda ulang 500 tahun . . ... 81

2.35. Gaya sentrifugal. . . ... 82

2.36. Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan . ... 85

2.37. Grafik e – log P . . ... 88

2.38. Penurunan tanah sebesar “S” . . ... 90

3.1. PetaKesampaianLokasi ... 96

3.2. Bagan alir penelitian ... 99


(15)

4.1. Denahtiangpancangabutmen 1 & 2 ... 139 4.2. Denahtiangpancang pier ... 142


(16)

DAFTAR NOTASI Qp = Dayadukungujungtiangpondasi SPT Qs = Dayadukungtahanangeserselimut SPT N-SPT = Harga SPT Lapangan

Li = Panjanglapisantanah( m ) D = Diameter tiangpancang p = Kelilingtiangpancang Cu = KohesiUndrained (kN/m2)

α = Koefisienadhesiantartanahdalamtiang Pu = Kapasitasdayadukung ultimate kalendering Pa = Kapasitasdayadukungijinkalendering Ab = Luastiangpancang

= Efisiensialatpancang E = Energialatpancang

V =Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. Qi =Beban aksial pada tiang ke-i.

V =Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. My =Momen terhadap sumbu y.

∑x2

=Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang. P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

= Jumlah beban vertikal (ton) N = Jumlah tiang pancang

Mx = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm) My = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)


(17)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m) Yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2) = Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2) Eg = Efisiensikelompoktiang

m = Jumlahbaristiang

n‟ = Jumlahtiangdalamsatubaris = Arc tg d/s, dalamderajat s = Jarakpusatkepusattiang( m )

n =

Kh =

Ep = Modulus elastisitaspondasi (kg/cm2) Ip = Momeninersiatampangpondasi( cm4) My = Momenmaksimumpondasitiang

nh = Koefisienvariasi modulus Terzaghi ( tanahlempungterkonsolidasilunak = 3518kN/m3)

Cc = Indekskompressi Eo = Angkaporimula-mula

σ‟0 = Tekananefektiflapanganmula-muladitinjauditengah-tengahlapisan.


(18)

ABSTRAK

Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam didalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda – beda.

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang pada proyek pembangunan jembatan sei deli – belawan medan.Kapasitas daya dukung kelompok tiang dihitung berdasarkan nilai effisiensi, dimana dihitung pula daya dukung tiang berdasarkan data lapangan yaitu data SPT, data PDA, dan data kalendering. Serta menghitung gaya lateral dan penurunan konsolidasi tiang.

Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhoff Qu= 161,160 ton pada abutment 1, Qu = 183,80 ton pada abutment 2 dan Qu = 245,43 ton pada pier untuk data SPT, Qu = 194,300 ton pada abutment 1, Qu = 163,600 ton pada abutment 2, Qu = 205,700 ton pada pier untuk data PDA dan Qu = 202,404 ton dan Qu = 190,623 ton pada abutment 1, Qu = 200,751 ton dan Qu = 195,167 ton pada abutment 2, Qu = 215,739 ton dan Qu = 184,191 ton pada pier untuk data kalendering. Gaya lateral ijin menurut metode Broms menurut rumus H = 43,59 kN dan menurut grafik H = 35,83 kN. Penurunan konsolidasi yang terjadi adalah sebesar 16,83 cm = 0,1683 m. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data SPT dan PDA karena lebih actual.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah, jadi tanah itu selalu berperan pada setiap pekerjaan teknik sipil. (Suyono Sosrodarsono and Kazuto Nakazawa Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi).

Pembangunan suatu konstruksi, pertama sekali yang dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur bawah) baru kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas. Pembangunan suatu pondasi sangat besar fungsinya pada suatu konstruksi. Secara umum pondasi didefenisikan sebagai baangunan bawah tanah yang meneruskan beban yang berasal dari berat bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ke tanah yang ada disekitarnya.

Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka pondasi dibedakan menjadi pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), (Das 1995). Dikatakan pondasi dalam apabila perbandingan antara kedalaman pondasi (D) dengan diameternya (B) adalah lebih besar sama dengan

10 (D/B ≥ 10). Sedangkan pondasi dangkal apabila D/B ≤ 4. Pada pondasi dalam dibedakan atas 2, yaitu pondasi end bearing dan pondasi floating. Pondasi ujung


(20)

tiang (end bearing) adalah sistem pondasi yang ujung tiang pancangnya menyentuh tanah keras, sehingga beban aksial seluruhnya disalurkan pada tanah keras. Sedangkan pondasi mengambang (floating) adalah sistem pondasi yang tidak menyentuh tanah keras sehingga beban aksial yang diterima disalurkan pada tanah sekitar tiang pancang akibat gesekan (friction) antara tiang pancang dan tanaah sekitar tiang pancang.

Untuk hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini kepada permasalahan pondasi dalam, yaitu tiang pancang dengan menggunakan data SPT, PDA, dan Kalendering, serta perhitungan penurunan pondasi tiang kelompok pada jembatan Sei Deli Belawan, Medan Labuhan-Sumatera Utara.

Pada perencanaan pondasi tiang kelompok, kemampuan menahan beban lateral dan aksial harus diperhitungkan dengan baik agar dapat menghasilkan suatu struktur pondasi yang kuat dan efisien. Untuk perencanaan beban aksial saja dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan statika sederhana, namun bila struktur tanah yang berlapis-lapis akan mengakibatkan respon tanah yang tidak linear, sehingga menambah kesulitan dalam merencanakan pembebanan aksial dan lateral pada tiang pancang kelompok. Tiang pancang berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga. Ada dua metode yang biasa digunakan dalam menentukan kapasitas daya dukung tiang pancang yaitu dengan menggunakan metode statis dan metode dinamis.

Perencanaan pondasi tiang pancang mencakup rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dengan berbagai tahapan yang meliputi studi kelayakan dan perencanaan teknis. Semua itu dilakukan supaya menjamin hasil akhir suatu


(21)

konstruksi yang kuat, aman serta ekonomis. Banyak permasalahan yang terjadi pada saat proses pemancangan mulai dari awal pemancangan sampai akhir pemancangan, sebagai contoh adalah pada saat alat pancang mengangkat tiang pancang sering terjadi patah dan retak-retak ditengah, ini akibat kurang baiknya tulangan yang ada pada tiang pancang dalam menahan tegangan tarik yang terjadi. Pondasi tiang tersebut perlu diperkuat agar kokoh sampai siap dipancang dan harus diperkuat untuk menahan tekanan selama pemancangan. Dan biasanya panjang pracetak (pre cast) bervariasi, hal ini bertujuan agar dapat disesuaikan dengan kedaan dilapangan. Untuk menghindari terjadinya kerusakan atau keruntuhan, suatu pondasi tiang pancang baik tunggal maupun tiang kelompok haruslah mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul konstruksi yang ada diatasnya.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

a. Menghitung dan membandingkan daya dukung pondasi tiang pancang dari hasil SPT (Standart Penetration Test), berdasarkan PDA (Pile Driving Analyzer) dan berdasarkan dari data kalendering;

b. Menghitung kapasitas kelompok ijin tiang berdasarkan effisiensi. c. Menghitung daya dukung horizontal menurut metode Broms. d. Menghitung penurunan yang terjadi pada pondasi kelompok. 1.3. Manfaat

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembanding kelak jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.


(22)

b. Terutama bagi penulis sendiri sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman agar mampu melaksanakan kegiatan yang sama pada saat bekerja atau terjun ke lapangan.

c. Dapat membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama.

d. Dapat menganalisis data jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sejenis.

1.4. Pembatasan Masalah

Pada pelaksanaan proyek Pembangunan Jembatan Sei Deli Belawan Medan Labuhan-Provinsi Sumatera Utara, terdapat banyak permasalahan yang dapat ditinjau dan dibahas, maka didalam Penulisan Tugas Akhir ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu pembatasan masalah. Yang bertujuan menghindari kekaburan serta penyimpangan dari masalah yang dikemukakan sehingga semua sesuatunya yang dipaparkan tidak menyimpang dari tujuan semula. Walaupun demikian, hal ini tidaklah berarti akan memperkecil arti dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini, melainkan hanya karena keterbatasan belaka. Namun dalam penulisan laporan ini permasalahan yang ditinjau hanya dibatasi pada :

a. Perhitungan penurunan hanya pada tiang pancang yang ditinjau. b. Perhitungan daya dukung horizontal hanya ditinjau pada tiang pancang

tunggal dengan menggunakan Metode Broms.

c. Hanya ditinjau pada jenis tiang pancang beton pracetak.

d. Hanya meninjau penurunan konsolidasi primer, karena lapisan tanah pada dasar pondasi di dominasi oleh lempung.


(23)

1.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

a. Metode observasi

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis pondasi tiang pancang diperoleh dari hasil lokasi proyek pembangunan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan.

b. Pengambilan data

Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari PT. BMA (Bangun Mitra Abadi) selaku Kontraktor pelaksana berupa data hasil SPT (Standart Penetration Test), data hasil PDA (Pile Driving Analyzer), data hasil Kalendering dan gambar struktur.

c. Melakukan studi keperpustakaan

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau untuk penulisan Tugas Akhir ini.

1.6. Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5(lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut : Bab I: Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang, tujuan,manfaat, pembatasan masalah, dan metode pengumpulan data.


(24)

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisi mengenai dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir, penjelasan umum mengenai defenisi tanah, penggolongan pondasi tiang pancang, kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil SPT (Standart Penetration Test) , dari hasil PDA (Pile Driving Analyzer), dan dari hasil Kalendering. Tiang pancang kelompok, penurunan tiang dan penurunan yang diizinkan.

Bab III : Data Proyek

Berisi mengenai struktur bangunan proyek Pembangunan Jembatan Sei Deli Belawan Medan Labuhan-Provinsi Sumatera Utara, Data teknis tiang pancang, Cara analisis, lokasi titik sondir, SPT (Standart Penetration Test).

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan dilokasi proyek dan selanjutnya dilakukan pengolahan untuk kepentingan analisis yang menghasilkan desain.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari analisa yang dilakukan dan saran-saran berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, J. E., 1991).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).

Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.


(26)

Tiang Pancang umumnya digunakan :

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial. 7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).


(27)

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.

Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi.

Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.

Penyelidikan lapangan pada umumnya terdiri dari boring seperti hand boring atau machine boring, SPT (Standard Penetration Test), CPT (Cone Penetration Test), DCP (Dynamic Cone Penetration), PMT (Pressumeter Test), DMT (Dilatometer Test), Sand Cone Test, dll.

Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Jenis penyelidikan akan berbeda untuk bangunan tinggi, galian dalam (deep excavation), timbunan (fill),


(28)

terowongan (tunneling), jalan raya (highway), bendungan, dll. Penyelidikan tanah yang dilakukan harus memenuhi standard-standard yang telah diakui secara internasional seperti yang biasa digunakan di Indonesia yakni ASTM (American Society for Testing and Material).

2.2.1. Penyelidikan Lapangan dengan Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;


(29)

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;

4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm; 5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box; 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;


(30)

2.2.2. Penyelidikan Lapangan dengan Bor Mesin (Machine Boring)

Jenis pengeboran yang dilakukan dalam proyek ini adalah jenis pengeboran yang mengunakan bor mesin. Besar daya mesin yang diperlukan bergantung pada tipe auger, ukuran auger dan jenis tanah yang akan dipenetrasi. Pengeboran yang dilakukan dalam proyek ini adalah untuk menentukan profil lapisan tanah terhadap kedalaman dan juga untuk menentukan sifat-sifat fisis tanah meliputi : jenis tanah, warna tanah, tingkat plastisitas tanah, serta juga untuk pengambilan sampel tanah dalam tabung untuk dilakukan pengujian di laboratorium. Lebih terperinci penyelidikan dengan pengeboran ini bertujuan : o Untuk mengevaluasi keadaan tanah secara visual terperinci

o Untuk mengambil sampel layer demi layer sampai kedalaman yang diinginkan untuk dideskripsi

o Untuk mengambil sampel tak terganggu (undisturbed) dan sampel terganggu (disturbed) untuk diselidiki di laboratorium

o Untuk melaksanakan test penetrasi SPT yang digunakan untuk menduga kedalaman tanah keras.

2.3. Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya vertikal/tegak lurus ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup


(31)

untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Selain itu, pondasi jenis ini juga dapat digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas terutama pada bangunan bertingkat tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angina. Tiang-tiang juga digunakan untuk untuk mendukung bangunan dermaga (Hardiyatmo, 2003). Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang-tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu.

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus/vertikal di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

2.4. Klasifikasi Pondasi Tiang

Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas :

1. Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan


(32)

memukul kepala tiang dengan menggunakan palu jatuh (drop hammer), diesel hammer, dan penekan secara hidrolis (hydrolic hammer)

2. Tiang Bor

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

2.5. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain :

A. Tiang pancang kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air


(33)

tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.1).


(34)

Gambar 2.1 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.2). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.


(35)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas. 2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.3 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang pancang baja

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya


(36)

bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.

a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;

b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air;

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya β0” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.


(37)

Gambar 2.4 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)

D. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.


(38)

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing. 2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.


(39)

d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut. e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile. Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut: a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga

sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.


(40)

c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.


(41)

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli. d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.


(42)

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah.

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah


(43)

c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.


(44)

2.6. Alat Tiang Pancang

Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.6a sampai dengan 2.6d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil

B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.5a).


(45)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.5 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.5b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.


(46)

D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.5c).

E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi (Gambar 2.5d).

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahap pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut : A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.


(47)

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.

5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok. 6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang

berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang

1. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

2. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

3. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

4. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.


(48)

kepala tiang

permukaan tanah bantalan

titik angkat (garis rantai) Kabel baja pengangkat

5. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

6. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan. B. Proses Pengangkatan Tiang

1. Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan )

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik ( PT. Wika Beton ) ke trailer ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama. Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar.


(49)

2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama seperti pada Gambar


(50)

C. Proses Pemancangan Tiang

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.

3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.

4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.

5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang. D. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b. Umur beton telah memenuhi syarat

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan


(51)

2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

2.8. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang

2.8.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Standard Test Penetration (SPT) terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.

Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk


(52)

memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya.

A. Pekerjaan Pengujian SPT

Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut 1. Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor

2. Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan

3. Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari bekasbekas pengeboran.

4. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.

5. Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman pengujian yang diinginkan.

6. Beri tanda pada mata bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm dan 45 cm.


(53)

Gambar 2.8 Penetrasi dengan SPT

B. Prosedur Pengujian SPT

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.

2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelum ya (kira-kira 75 cm).

3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm. 5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang

pertama.

6. Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan ketiga.


(54)

7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm 15 cm pertama dicatat N1

15 cm kedua dicatat N2 15 cm ketiga dicatat N3

Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.

8. Bila niali N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter.

9. Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.

Gambar 2.9 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan N dengan kepadatan relatif pada tanah pasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :


(55)

Tabel 2.1 Hubungan N dengan kepadatan relatif pada tanah pasir (Terzaghi dan peck 1948)

Angka penetrasi

Kepadatan Relatif Dr

standar (SPT) (%)

<4 sangat tidak padat 4 - 10 tidak padat 10 – 30 kepadatan sedang

30 – 50 padat >50 sangat padat

Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan I

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini:

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar merupakan bukan nilai yang teliti. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.

C. Rumus perhitungan daya dukung dari hasil SPT 1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).

Untuk tanah pasir dan kerikil :


(56)

Untuk tahanan geser selimut tiang adalah: Qs = 2 N-SPT . p. L

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :

Qp = 9 . Cu . Ap ... …(2.2) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = α . cu . p . Li Cu = N-SPT . 2/3 . 10

Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

fs = 50

r

N60 ... …(2.3)

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

fs = 100

r

N60 ... …(2.4)

dan :

Psu = As . fs ... …(2.5) dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2. N60 = Nilai SPT N60.

As = Luas selimut tiang.


(57)

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : QS = 2 . N-SPT . p . Li ... …(2.6) dimana :

Li = Panjang lapisan tanah, m. p = Keliling tiang, m.

2.8.2. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA)

Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang tekan hidrolik tunggal yang dilakukan di lapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokassinya.

Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang-gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statistik tiang diuji, berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method).

Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang tekan hidrolik precast piles, steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri, sehingga sangat praktis dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat


(58)

menguntungkan, karena proses pengujian sangaat ssingkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1 – 3 jam).

Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunakan ditentukan sebesar 1 % dari perkiraan daya dukung ijin tiang. Sebagai contoh : untuk daya dukung ijin tiang direncanakan 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jjatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berupa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang. Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dari rekaman 1 gelombang tumbukan saja.

Terbatasnya berat palu yang dipakai untuk pengujian tiang dengan PDA, meneeybabkan pengujian tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi dengan digunakannya palu berbobot sangat besar yaitu 11,50 ton (tersedia juga bobot 25 ton) untuk berbagai proyek menyebabkan hasil pengujian menjadi lebih akurat.

A. Prosedur pengujian daya dukung tiang dengan PDA  Gelombang akibat tumbukan (impact wave)

Pengujian Dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan gelombang sesuai dengan kebutuhan pengujian. Pengujian PDA tiang tekan hidrolik menggunakan alat tumbuk Drop Hammer 3,5 ton dan 4,5 ton.


(59)

 Instrumen PDA

a. Strain Transducer dan Accelometer

Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelometer ( dipasang masing-masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak bekerjanya instrument pada saat penumbukan ), berfungsi merubah regangan dan percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5 W – 2 W dari ujung atas kepala tiang, Dimana W = lebar penampang tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik.

b. Computer Laptop PDA

Hasil pengukuran direkam dengan alat komputer PDA type PAK dari GRL USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.  Pemasangan Instrumen PDA

Sesuai ketentuan ASTM D 4945-96 maka pemasangan instrument strain transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh yang akan terjadi selama penumbukan. Sehingga pengaruh faktor momen dapat diabaikan, untuk mendapatkan nilai N aksial sebesar mungkin.


(60)

Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA dengan mencatat hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pengeboran lubang pada tiang untuk pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer.

 Pelaksanaan Pengujian PDA

Tiang tekan hidrolik uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX) relative cukup tinggi.

Kualitas rekaman cukup baik tergantung pada beberapa faktor, yaitu : a. Pemasangan instrumen terpasang dengn cukup kuat pada tiang beton; b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang yang

digunakan.

Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen strain transducer dan accelometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang tekan hidrolik dilapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahann ujung, tegangan tiang dan lainnya.

B. Efisiensi Tumbukan Hammer

Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energy hammer mencapai 50 % sampai dengan 63 % dari energy potensial yang tersedia.


(61)

C. Tegangan Tiang

Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang terjadi pada tiang tekan hidrolik yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat pelaksanaan pengujian dilaksanakan.

D. Daya Dukung Tiang

Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisa daya dukung tiang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAP pada tiang uji.

E. Langkah Analitis, Pengambilan Kesimpulan dan Rekomendasi

Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan menggunakan Analysis Case Pile Wave Equation Program (CAPWAP), satu paket dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil rekaman PDA dan modelisasi tanah serta parameternya (Dumping factor, Quake, Material tiang) dan secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang dihasilkan.

Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versi beban dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui kurva penurunan tiang versus beban dari beban uji statik.

Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu diingat bahwa daya dukung ultimate tiang tekan hidrolik tersebut adalah daya dukung ultimate tanah pendukung tiang tekan hidrolik tunggal, pada saat


(62)

pengetesan dilakukan daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tekan tiang hidrolik tunggal maka efisiensi kelompok tiang harus diperhitungkan sesuai denganjumlah, jarak dan susunan kelompok tiang tekan hidrolik yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan penerunan (differential settlement) secara longterm perlu dihitung lebih mendalam sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.

2.8.3. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Kalendering

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil kalendering ada dua metode Danish Formula dan Metode Gates.

Danish Formula banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walau pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah :

... …(2.7) Dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

� = Efisiensi alat pancang.

E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan yang diambil dari kalendering dilapangan. A = Luas penampang tiang pancang.


(63)

Tabel 2.2 Effisiensi jenis alat pancang

Sumber : Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady, 2006

Tabel 2.3 Karakteristik alat pancang diesel hammer

Type Tenaga Hammer Jumlah Berat Balok Besi Panjang

kN-m Kip-ft Kg-m Pukulan/menit kN Kips Kg

K-150 379,9 280 3872940 45 - 60 147,2 33,11 15014,4 K-60 143,2 105,6 1460640 42 - 60 58,7 13,2 5987,4 K-45 123,5 91,1 1259700 39 - 60 44 9,9 4480 K-35 96 70,8 979200 39 - 60 34,3 7,7 3498,6 K-25 68,8 50,7 701760 39 - 60 24,5 5,5 2499 Sumber : Buku Katalog KOBE Diesel Hammer

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah : 1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang

tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai;

2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayudengan tujuan agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang ke kertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang;

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil;

4. Hasil kalendering pemancangan tiang diambil pada 10 pukulan terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik pukulan (s).

Jenis Alat Pancang Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer) 0,75 - 1,00

Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0,75 - 0,85

Pemukul aksi double (double acting hammer) 0,85

Pemukul diesel (diesel


(64)

Metode gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan di lapangan dengan cepat. Metode ini digunakan dengan rumus :

... (2.8)

... (2.9) dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang. Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang. a = Konstanta.

b = Konstanta. eh = Effisiensi baru

Eb = Effisiensi alat pancang.

s = banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering di lapangan. SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

2.9. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group).

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok tiang sangat bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya.


(65)

Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group) sebagai dasar kolom untuk menyebarkan beban pada beberapa tiang pancangdalam kelompok tersebut.

Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.


(66)

2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

Gambar 2.10 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)


(67)

2.9.1 Jarak antar tiang dalam kelompok

Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. adalah:

S ≥ β,η D S ≥ γ D

Gambar 2.11 Jarak antar tiang dalam kelompok (Bowles, J. E., 1991) dimana :

S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing) D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.10) akan menyebabkan :

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.


(68)

2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.


(69)

2.10. Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok 2.10.1.Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris

Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah :

Gambar 2.13 Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang Sumber : Sardjono Hs, 1988

N = n V

... (2.10)

dimana :

N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang. V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. n = banyaknya tiang pancang


(70)

2.10.2. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris

Gambar 2.14 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang Sumber : Sardjono Hs, 1988

Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :

Qi = .2

x x M n

V y i

 ... (2.11)

dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang

nomor-i.

My = Momen terhadap sumbu y.

∑x2


(71)

2.10.3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah

Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.15 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y Sumber : Sardjono Hs, 1988

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut :

Qi = .2 .2 y

y M x

x M n

V y i x i   

 ... (2.12)

Dimana :

P1 =Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

= Jumlah beban vertikal (ton)

N = Jumlah tiang pancang

Mx = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm) My = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)


(1)

A0 = (8,512 + 12 m) X (3,506 + 12 m) = 20,512 m X 15,506 m =318,059 m2

A1 = (20,512 + 13,8) m X (15,506 + 13,8) m = 1005,547 m2 A2 = (20,512 + 26,2) m X (15,506 + 26,2) m = 1948,171 m2 Berat isi pasir = 15,98 – 9,8 = 6,18 kN/m3

Berat isi lempung berlanau = 16,15 – 9,8 = 6,35 kN/m3 Berat isi pasir halus = 16,02 – 9,8 = 6,22 kN/m3 Berat isi lempung I = 15,88 – 9,8 = 6,08 kN/m3 Berat isi lempug II = 16,26 – 9,8 = 6,46 kN/m3

Nilai dari pada penurunan (Sc) tanah menurut Terzaghi dapat diketahui dengan mengetahui indeks pemampatan (Cc) dengan rumus sebagai berikut :

Maka ;


(2)

Jadi, penurunan konsolidasi total kelompok tiang : Sctotal = Sc1 + Sc2

Sctotal = 3,50 cm + 1,50 cm Sctotal = 5,00 cm

Dengan memperhatikan koreksi penurunan konsolidasi untuk tanah lempung overkonsolidasi = 0,7 (Hary Christady Hardiyatmo,2003), diperoleh :


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada Proyek Pembangunan Jembatan Sei Deli yang berlokasi di Belawan, Medan Labuhan-Provinsi Sumatera Utara maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil perhitungan daya dukung ultimit tiang pada kedalaman 36,00 m berdasarkan data SPT, data PDA dan data kalendering pada saat pemancangan dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel V.1 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang (Qu) No

Data Kalendering Data SPT

Data PDA (ton) Titik 1 Titik 2 Metode Mayerhoff

(ton) (ton) (ton)

1 202,404 190,623 171,630 194,300

2

200,751 195,167 198,290 163,600

3 215,739 184,191 272,480

205,700 Tabel V.2 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang (Qa) setelah dibagi

dengan faktor keamanan No

Data Kalendering Data SPT

Data PDA (ton) Titik 1 Titik 2 Metode Mayerhoff

(ton) (ton) (ton)

1 67,468 63,541 64,46 77,72

2

66,917 65,056 73,52 65,44

3 71,913 61,397 98,17

82,28


(4)

2. Hasil perhitungan daya dukung kapasitas ijin kelompok tiang (pile group) berdasarkan effisiensi tiang / kelompok :

Tabel V.3 Kapasitas ijin berdasarkan Metode Converse – Labarre

No

Metode Converse – Labarre

Data Kalendering Data SPT

Data PDA (ton) Titik 1 Titik 2

Metode Mayerhoff

(ton) (ton) (ton)

1 780,875 735,423 746,109 899,531

2 774,497 752,958 850,932

757,403

3 1198,991 1023,659 1636,797 1371,838

Tabel V.4 Kapasitas ijin berdasarkan Metode Los Angeles Group

No

Metode Los Angeles Group

Data Kalendering Data SPT

Data PDA (ton) Titik 1 Titik 2

Metode Mayerhoff

(ton) (ton) (ton)

1 832,892 784,413 795,811 959,453

2 826,090 803,116 907,617

807,857


(5)

3. Dari perhitungan dengan metode Broms diperoleh gaya horizontal ijin pada pondasi untuk satu tiang yaitu Hijin= 35,83 KN.

4. Hasil perhitungan penurunan konsolidasi kelompok tiang di ijinkan sebagai berikut :

 Penurunan pada lapisan lempung I menurut Terzaghi Sc1 = 3,50 cm

 Penurunan pada lapisan lempung II menurut Terzaghi Sc2 = 1,50 cm

 Penurunan konsolidasi total adalah : Sctotal = 5,00 cm = 0,05 m

 Koreksi penurunan konsolidasi Sctotal = 0,7 x 5,00 cm = 3,5 cm

5.2. Saran

Dari hasil perhitungan dan kesimpulan diatas penulis memberi saran sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan perhitungan hendaknya kita memperoleh data teknis yang lengkap, karena data tersebut sangat menunjang dalam membuat rencana analisa perhitungan, sesuai dengan standar dan syarat-syaratnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Sosarodarsono, S. dan Nakazawa, K., 1983, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Bowlesh, J. E., 1991, Analisa dan Desain Pondasi, Edisi keempat Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Sarjono, H.S., 1988, Pondasi Tiang Pancang, Jilid 1, Penerbit Sinar Jaya Wijaya, Surabaya.

Irsyam, Masyhur, MSE.,Ph.D, Rekayasa Pondasi, ITB, Bandung

Hardiyatmo, H. C., 1996, Teknik Pondasi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hardiyatmo, H. C., 2002, Teknik Pondasi 2, Edisi Kedua, Beta Offset, Yogyakarta.

Das, M. B., 1984, Principles of Foundation Engineering Fourth Edition, Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Manoppo, j, Fabian., Pengaruh jarak antar tiang pada daya dukung tiang pancang kelompok di tanah lempung lunak akibat beban vertikal

(Pacific journal, juli 2009)

Pertiwi, D,2006. Jurnal. Korelasi Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Dengan Menggunakan Data-Data Sondir Dan Jack In Pile.