Pengantar ekonomi makro

Kecepatan dan Persamaan Jumlah
Kita dapat mengambil perspektif lain tentang teori jumlah uang dengan
memperhatikan pertanyaan berikut : Berapa kali dalam setahun uang kartal digunakan untuk
membayar barang dan jasa yang baru di produksi? Jawaban atas pertanyaan ini diberikan
dengan sebuah variabel yang dinamakan dengan velositas uang (velocity of money). Dalam
ilmu fisika, istilah velositas merujuk pada kecepatan gerak sebuah benda. Dalam ilmu
ekonomi, velositas uang merujuk pada kecepatan sebuah mata uang bergerak di dalam
ekonomi dari dompet ke dompet.
Untuk menghitung velositas uang, kita membagi nilai nominal keluaran (PDB
nominal) dengan jumlah uang. Jika P adalah tingkat harga (deflator PDB), Y adalah jumlah
keluaran (PDB riil), dan M adalah jumlah uang sehingga kecepatan adalah
V = (PxY) / M
Untuk menjelaskan rumus ini, bayangkan sebuah perekonomian sederhana yang
hanya memproduksi pizza. Anggaplah bahwa perekonomian tersebut memproduksi 100 pizza
dalam satu tahun, pizza tersebut dijual dengan harga sebesar $10 per pizza, dan jumlah uang
di dalam perekonomian adalah $50. Dengan demikian, velositas uang adalah
V= ($10 x 100) / $50
= 20
Dalam perekonomian ini, orang menghabiskan total $ 1.000 pertahun untuk pizza.
Karena pengeluaran sebesar $1.000 ini hanya menggunakan uang $50, setiap mata uang lokal
(pada contoh ini, dolar AS) harus berpindah tangan rata-rata sebanyak 20 kali pertahun.

indeks (1975 = 100)

5000
4000
3000
2000
1000
0
1980
-1000

1985

1990

1995

2000

2005


-2000
Tahun

Dengan sedikit penyusunan ulang dengan aljabar, persamaan ini menjadi
M x V = P xY
Persamaan ini menyatakan bahwa jumlah uang (M) dikali dengan velositas uang (V)
sama dengan harga keluaran (P) dikalikan dengan jumlah keluaran (Y). Persamaan ini
dinamakan persamaan jumlah (quantity equation) karena menghubungkan jumlah uang (M)
dengan nilai nominal keluaran (PxY). Persamaan jumlah memperlihatkanbahwa peningkatan

pada jumlah uang di dalam sebuah perekonomian pasti dicerminkan dalam salah satu dari
tiga variabel lain: tingkat harga pasti naik, jumlah keluaran pasti naik, atau kecepatan yang
pasti turun.
Dalam banyak kasus, velositas uang relatif stabil. Sebagai contoh, figur 3
memperlihatkan PDB nominal, jumlah uang (seperti diukur dengan M2), dan kecepatan uang
dalam perekonomian Malaysia sejak tahun 1975. Walaupun velositas uang tidak selalu tetap,
velositas uang tidak berubah secara tetap. Sebaliknya, jumlah uang yang beredar dan PDB
nominal selama periode ini naik secara substansial. Jadi, untuk beberapa tujuan, asumsi
velositas tetap merupaka perkiraan yang baik.

Sekarang, kita mempunyai semua unsur yang diperlukan untuk menjelaskan tingkat
harga keseimbangan dan tingkat inflasi. Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut.
1. Velositas relatif stabil seiring berjalannya waktu
2. Karena velositas stabil, ketika bank sentral mengubah jumlah uang (M), hal ini
menyebabkan perubahan-perubahan yang sebanding pada nilai nominal keluaran
(PxY)
3. Keluaran barang dan jasa dalam perekonomian (Y) ditentukan oleh persedian
faktor (tanaga kerja, modal fisik, modal manusia, dan sumber daya alam) dan
teknologi yang produksi yang tersedia. Secara khusus, karena bersifat netral uang
tidak mempengaruhi keluaran.
4. Dengan keluaran (Y) ditentukan oleh persediaan faktor dan teknologi, saat bank
sentral mengubah jumlah uang yang beredar (M) dan menyebabkan perubahan
yang proporsional pada nilai nominal keluaran (PxY), perubahan-perubahan ini
dicerminkan dalam perubahan-perubahan tingkat harga (P).
5. Oleh karena itu, saat bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan
sangat cepat, hasilnya adalah tingkat inflasi yang tinggi.
Pajak Inflasi
Apabila inflasi mudah untuk dijelaskan, mengapa ada negara-negara yang mengalami
hiperinflasi? Maksudnya, mengapa bank sentral negara-negara ini memilih untuk mencetak
begitu banyak uang yang nilainya pasti turun dengan cepat seiring berjalannya waktu?

Jawabannya adalah pemerintah negara-negara tersebut sedang membuat uang sebagai
salah satu cara untuk membiayai pengeluaran mereka. Ketika pemerintah ingin membangun
jalan, membayar gaji petugas polisi, atau memberikan bantuan kepada masyarakat miskin
atau para lanjut usia, pertama pemerintah harus mengumpulkan dana yang diperlukan.
Biasanya, pemerintah melakukan hal ini dengan memungut pajak, seperti pajak penghasilan
dan pajak penjualan, dan meminjam dana dari publik dengan menjual surat obligasi
pemerintah. Namun, pemerintah juga dapat membiayai pengeluaran hanya dengan mencetak
uang yang dibutuhkannhya.
Ketika pemerintah menambah penghasilan dengan mencetak uang, pemerintah
dikatakan memungut pajak inflasi (inflation tax). Namun, pajak inflasi tidak sama seperti

pajak lain karena tidak ada yang menerima tagihan dari pemerintah untuk pajak ini. Pajak
inflasi ini lebih tidak ketara. Ketika pemerintah mencetak uang, tingkat harga naik, dan nilai
di dalam dompet Anda akan menjadi turun. Jadi, pajak inflasi seperti pajak yang dikenakan
kepada semua orang-orang yang memegang uang.
Pentingnya pajak inflasi berbeda-beda di setiap negara. Di negara-negara industri
pada tahun-tahun belakangan ini, pajak inflasi menjelaskan kurang dari tiga persen
pengeluaran pemerintah. Di negara-negara Asia, seperti Singapura dan Malaysia, dengan
inflasi harga konsumen yang rendah, rata-rata 2 persen dan 3 persen untuk masing-masing
negara, sejak 1980, pemerintah negara-negara ini tidak menggunakan pencetakan uang untuk

membiayai pengeluaran pemerintah. Di negara-negara Asia lain seperti Indonesia dan
Filipina, negara-negara yang memiliki tingkat inflasi cukup tinggi, dengan rata-rata 11 persen
dan 10 persen untuk masing-masing negara, pajak inflasi telah digunakan secara luas.
Hampir semua hiperinflasi memiliki pola yang sama. Pemerintah memiliki
pengeluaran yang tinggi, penerimaan pajak tidak cukup, dan keterbatasan kemampuan untuk
meminjam. Akibatnya, pemerintah beralih pada pencetakan uang untuk membiayai
pengeluaran. Peningkatan besar dalam jumlah uang menyebabkan inflasi besar. Inflasi
berakhir ketika pemerintah melakukan perbaikan fiskal seperti pemotongan pengeluaran
pemerintah yang mengurangi perlunya pajak inflasi.
Efek Fisher
Berdasarkan prinsip kenetralan moneter, kenaikan pada tingkat pertumbuhan uang
menaikkan tingkat inflasi, tetapi tidak memengaruhi variabel riil manapun. Aplikasi penting
prinsip ini berkaitan dengan efek uang terhadap suku bunga. Suku bunga adalah variabel
yang penting untuk dipahami oleh para ekonom perekonomian makro karena variabel ini
menghubungkan ekonomi saat ini dengan ekonomi pada masa depan melalui efek-feknya
terhadap tabungan dan investasi.
Untuk memahami hubungan antara uang, inflasi, dan suku bunga, ingat perbedaan
antara suku bungan nominal dengan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah suku bunga
yang Anda ketahui dari bank Anda. Jika Anda memiliki rekining tabungan, misalnya, suku
bunga nominal menunjukkan berapa banayak uang yang dihasilkan oleh rekening bank Anda

seiring berjalannya waktu. Suku bunga riil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan
tingkat inflasi.
Suku bunga riil = Suku bunga nominal – Tingkat inflasi
Sebagai contoh, jika bank menentukan suku bunga nominal 3 persen per tahun maka nilai riil
dari tabungab naik 4 persen per tahun.
Kita dapat menuliskan kembali persamaan ini untuk menunjukkan bahwa suku bunga
nominal adalah jumlah dari suku bunga riil dan tingkat inflasi.
Suku bunga nominal = Suku bunga riil + Tingkat inflasi

Cara kita melihat suku bunga nominal ini bermanfaat karena berbagai kekuatan
ekonomi menentukan setiap bagian pada sisi kanan persamaan ini. Seperti telah dibahas
sebelumnya, penawaran dan permintaan untuk dana pinjaman menentukan suku bunga riil.
Lebih lanjut, berdasarkan teori uang, kenaikan pada jumlah uang yang beredar menentukan
tingkat inflasi.

Persen (per tahun)

Sekarang, mari perhatikan bagaimana pertumbuhan jumlah uang yang beredar
memengaruhi suku bunga. Dalam jangka panjang ketika uang netral, sebuah perubahan pada
pertumbuhan uang seharusnya tidak akan memengaruhi suku bunga riil. Suku bunga riil

merupakan variabel riil. Agar suku bunga riil tidak dipengaruhi, suku bunga nominal harus
disesuaikan seiring dengan perubahan pada tingkat inflasi. Jadi, ketika bank sentral
menaikkan tingkat pertumbuhan uang, hasilnya adalah tingkat inflasi lebih tinggi dan suku
bunga nominal tinggi. Penyesuaian suku bunga nominal dengan tingkat inflasi dinamakan
dengan efek Fisher (Fisher effect), yang diberi nama dari ekonom Irving Fisher (1867-1947)
yang pertama kali menelitinya.
5000
4000
3000
2000
1000
0
1980
-1000

1985

1990

1995


2000

2005

-2000
Tahun

Ingatlah bahwa analisis kita terhadap efek Fisher ini mempertahankan perspektif
jangka panjang. Efek Fisher tidak berlaku dalam jangka pendek mengingat inflasi tidak dapat
diantisipasi. Suku bunga nominal adalah merupakan pembayaran atas pinjaman, dan biasanya
ditentukan ketika pinjaman pertama kali dilakukan. Jika inflasi tidak diduga oleh peminjam
dan pemberi pinjaman, suku bunga nominal yang telah ditentukan tidak dapat mencerminkan
kenaikan harga. Lebih tepatnya, efek Fisher menyatakan bahwa suku bunga nominal
menyesuaikan dengan inflasi yang diduga. Inflasi yang diduga bergerak dengan nominal
menyesuaikan dengan inflasi yang diduga. Inflasi yang diduga bergerak dengan inflasi yang
sebenarnya dalam jangka panjang, tetapi tidak dalam jangka pendek.
Efek Fisher penting untuk memahami perubahan sepanjang waktu pada suku bunga
nominal. Figur 5 memperlihatkan suku bunga nominal dan tingkat inflasi pada ekonomi
Malaysia sejak tahun 1975. Hubungan yang dekat diantara kedua variabel ini cukup jelas.

Selain pada periode resesi di tengah dekade 1980-an, suku bunga nominal naik selama
dekade 1970-an dan 1980-an karena inflasi juga sedang naik pada waktu itu. Hal serupa, suku
bunga nominal turun selama akir dekade 1990-an karena bank sentral Malayasia berhasil
mengendalikan inflasi.
BEBAN-BEBAN INFLASI

Pada akhir tahun1970-an, ketika inflasi global relatif tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun
belakangna ini, masalah inflasi mendominasi perdebatan tentang kebijaka ekonomi.
Walaupun inflasi menurun sejak tahun 1990-an, inflasi masih menjadi variabel ekonomi
makro yang sangat diperhatikan. Penelitian menemukan bahwa inflasi adalah istilah ekonomi
yang paling banyak disebutkan dalam berita surat kabar, jauh lebih sering dari istilah-istilah
populer lainnya, seperti pengangguran dan produktivitas.
Inflasi diawasi dengan saksama dan banyak dibahas karena dianggap sebagai masalah
ekonomi yang serius. Namun, apakah hal ini benar? Dan jika benar, mengapa demikian?
Turun Daya beli? Kekeliruan Mengenai Inflasi
Jika Anda bertanya kepada orang biasa mengapa inflasi itu tidak baik, ia akan berkata bahwa
jawabannya sudah jelas: inflasi menurunkan daya beli uang yang telah ia peroleh dengan
susah payah. Saat harga naik, setiap unit pendapatan hanya akan mampu membeli barang dan
jasa dengan jumlah yang lebih sedikit. Jadi, tampaknya inflasi secara langsung menurunkan
standar hidup.

Namun, pemikiran lebih lanjut mengungkapkan adanya kekeliruan dalam jawaban ini.
Ketika harga naik, para pembeli barang dan jasa membayar lebih banyak untuk barang dan
jasa yang mereka beli. Namun, pada saat yang sama para penjual dan barang dan jasa
memperoleh lebih banyak uang untuk barang dan jasa yang mereka jual. Karena sebagian
besar orang memperoleh penghasilan dengan menjual jasa mereka, seperti tenaga mereka,
inflasi pada pendapatan berjalan seiring dengan inflasi harga. Jadi, inflasi sendiri tidak
mengurangi daya beli riil masyarakat.
Orang tidak percaya pada kekeliruan ini karena mereka tidak mengakui prinsip
kenetralan moneter. Seorang pekerja yang menerima kenaikan upah 10 persen cenderung
memandang bahwa kenaikan tersebut sebagai imbalan dari kemampuan dan usahanya. Ketika
tingkat inflasi sebesar 6 persen mmengurangi nilai riil dari kenaikan upah itu menjadi hanya
4 persen, pekerja tersebut mungkin merasa dicurangi haknya. Sebenarnya seperti yang telah
dibahas pada bab tentang produksi dan pertumbuhan, pendapatan riil ditentukan oleh
variabel-variabel riil, seperti modal fisik, modal manusia, sumber daya alam, dan teknologi
produksi yang tersedia. Pendapatan nominal ditentukan oleh faktor-faktor tersebut dan oleh
tingkat harga keseluruhan. Jika bank sentral ingin menurunkan tingkat inlasi dari 6 persen
menjadi nol, kenaikan upah tahunan pekerja tersebut akan berkurang dari 10 persen menjadi
4 persen. Ia mungkin tidak terlalu merasa dirampok oleh inflasi, tetapi pendapatan nyata
pekerja ini tidak akan naik dengan cepat.
Jika pendapatan nominal cenderung sama dengan kenaikan harga, lalu mengapa

inflasi menjadi masalah? Ternyata tidak ada jawaban tunggal atas pertanyaan ini. Akan tetapi,
para ekonom telah mengidentifikasi beberapa kerugian akibat inflasi. Setiap kerugian ini
menunjukkan bagaimana pertumbuhan yang tetap pada jumlah uang yang beredar sebenarnya
memengaruhi variabel riil.
Biaya Sol Sepatu
Telah kita bahas sebelumnya, inflasi seperti halnya pajak yang dipungut dari para
pemegang uang. Pajak sendiri bukanlah sebuah kerugian bagi masyarakat: pajak hanya

perpindahan sumber daya dari rumah tangga ke pemerintah. Namun, sebagian besar pajak
mendorong orang untuk berperilaku menghindari pajak, dan dorongan yang menyimpang ini
menyebabkan kerugian beban baku bagi masyarakat secara keseluruhan. Seperti pajak-pajak
lain, pajak inflasi juga menyebabkan menyebabkan kerugian beban baku karena orang-orang
menyia-nyiakan sumber daya yang terbatas dengan mencoba untuk menghindari pajak.
Bagaimana cara seseorang menghindari pembayaran pajak inflasi? Karena inflasi
mengikis nilai riil uang di dalam dompet Anda, Anda dapat menghindari pajak inflasi dengan
memegang uang lebih sedikit. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan lebih
sering pergi ke bank. Sebagai ilustrasi, daripada menarik $200 setiap empat minggu, Anda
dapat menarik $50 setiap minggu. Dengan lebih sering mengunjungi bank, anda dapat
menyimpan lebih banyak kekayaan Anda dalam rekening tabungan yang menghasilkan bunga
dan lebih sedikit di dalam dompet Anda, dimana inflasi mengikis nlai.
Besarnya biaya pengangguran nilai uang yang Anda pegang disebut biaya sol sepatu
(shoeleather cost) akibat inflasi karena dengan lebih banyak berkunjung ke bank
menyebabkan sepatu Anda lebih cepat rusak. Tentu saja istilah ini jangan diartikan secara
harfiah: kerugian sebenarnya dari pengurangan nilai tabungan uang bukanlah kerusakan pada
sepatu Anda, melainkan waktu dan kenyamanan yang harus anda korbankan agar Anda
memegang lebih sedikkit uang daripada yang Anda inginkan jika tidak ada inflasi.
Biaya sol sepatu ini mungkin tampak sepele. Namun sebenarnya, memang demikian
di negara-negara yang hanya mengalami inflasi sedang pada tahun-tahun ini. Akan tetapi,
kerugian ini menjadi besar di negara-negara yang mengalami hiperinflasi. Berikut ini
deskripsi pengalaman sesorang di Bolivia selama hiperinflasi yang terjadi di negara itu
(dilaporkan pada tanggal 13 Agustus 1985, terbitan The Wall Streer Journal, hlm. 1)
Ketika Edgar Miranda memperoleh upah bulanan sebagai guru sebesar 25 juta
peso, ia segera mengambilnya. Setiap jam, nilai peso menurun. Jadi, sementara
istrinya begegas pergi ke pasar untuk membeli persediaan beras dan mi untuk satu
bulan, Edgar pergi dengan sisa uang pesonya untuk menukarkan uang peso tersebut
menjadi dolar di pasar gelap.
Miranda mempraktikkan aturan pertama bagaimana bertahan hidup di tengan
inflasi yang paling tidak terkendali di dunia saat ini. Bovilia merupakan sebuah studi
kasus tentang bagaimana inflasi yang tidak terkendali dapat menggoyahkan
masyarakat. Kenaikan harga sangatlah tinggi sehingga angka yang dihasilkan hampir
tidak masuk akal. Dalam periode enam bulan, misalnya, harga membumbung tinggi
dengan tingkat tahunan 38.000 persen. Namun, menurut perhitungan resmi, inflasi
tahun lalu mencapai 2.000 persen dan tahun ini diduga mencapai 8.000 persen
meskipun perkiraan lain memiliki kisaran berkali-kali lebih tinggi. Bagaimanapun
juga, tingkat inflasi Bovilia jauh lebih tinggi daripada Israel yang 370 persen dan
Argentina yang sebesar 1.100 persen dua kasus inflasi parah lainnya.
Lebih mudah memahami apa yang terjadi pada upah Miranda yang berusi 38 tahun itu
jika ia tidak segera menukarkannya menjadi mata uang lain seperti dolar AS. Pada
hari ia menerima upah 25 juta peso, satu dolar AS bernilai 500.000 peso. Jadi, ia

menerima sebesar $50. Hanya beberapa hari berikutnya, dengan nilai doalr sebesar
900.000, ia hanya menerima $27.
Seperti yang diperlihatkan oleh kisah ini, biaya sol sepatu akibat inflasi dapat menjadi
penting. Dengan tingkat inflasi yang tinggi, Miranda tidak memiliki kenyamanan memegang
uang lokal sebagai alat penyimpanan nilai. Ia justru terpaksa segera mengubah uang pesonya
menjadi barang atau mata uang dolar AS yang memberikan bentuk penyimpanan nilai yang
lebih stabil. Waktu dan tenaga yangdihabioskan oleh Miranda untuk mengurangi jumlah uang
yang disimpannya merupakan bentuk penghabisan sumber daya. Jika saja pemegan
kekuasaan moneter menerapkan kebijakan yang rendah inflasi, Miranda akan dengan senang
hati memegang uang peso dan ia dapat menggunakan waktu dan tenaganya untuk hal yang
lebih produktif. Sebenarnya, tidak lama setelah artikel ini ditulis, tingkat inflasi di Bovilia
menurun secara substansial dengan adanya kebijakan monoter yang lebih ketat.