BAB II Status Trofik

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Air

2.1.1 Umum
Secara kimia, air terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen
dengan rumus kimia Air adalah H2O. Air bisa berwujud cair, padat, gas dan uap
air. Bila dilihat secara terpisah, Hidrogen dan oksigen adalah dua unsur yang unik.
Hidrogen dan oksigen bila secara terpisah dapat bereaksi dan menghasilkan energi
panas yang besar, sedangkan setelah bergabung dan membentuk molekul air,
justru bersifat sebaliknya yakni bersifat mendinginkan.
Lebih dari 70% permukaan bumi kita ini ditutupi oleh air, yang berwujud
samudera, danau, sungai dan sebagainya. Sisanya merupakan wilayah daratan.
Keberadaan air di alam ini sangat dinamis, bergerak dari satu tempat ke tempat
lain, berubah wujud dari cair ke gas atau padat dan sebaliknya. Pergerakan air di
alam ini sering disebut dengan istilah “siklus hidrologi”.
Dengan adanya siklus hidrologi dari air ini, maka air dapat memperbaharui

dirinya sendiri dan terus-menerus ada, akan tetapi dari masa ke masa jumlah
penggunaan air mengalami peningkatan yang tajam, hal ini dikarenakan pesatnya
jumlah penduduk di bumi setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk ini akan
mempengarui aktivitas manusia dalam memanfaatkan air di muka bumi, fakta
yang ada saat ini, manusia tidak lagi memperhatikan lingkungan yang mereka
huni, akibatnya karakter dari air yang dapat memperbaharui diri menjadi
berbanding terbalik dan tidak sejalan dengan aktivitas manusia yang tidak
mementingkan lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia. Perilaku ini
mengakibatkan kuantitas air semakin menurun dan begiu pula sama halnya
dengan mutu atau kualitas air yang mengalami penurunan pula.
Terdapat beberapa klasifikasi mengenai kualitas air yang dimanfaatkan
untuk peruntukan tertentu dalam kehidupan, diantaranya air tercemar dan air tidak
tercemar. Air dinyatakan tercemar apabila terdapat ganguan terhadap kualitas air
sehingga air tersebut tidak dapat di gunakan untuk tujuan penggunaannya.Yang
dimaksud dengan air tercemar air adalah air yang telah di masuki makhluk hidup
(mikro organisme), zat atau energi akibat kegiatan manusia sehingga kualitas air

8

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebababkan air tidak berfungsi sesuai

dengan peruntukannya.
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan
timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisika, kimiawi
maupun biologis sehingga mengganggu kesehatan eksistensi manusia, dan
aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran disebut
bahan pencemar atau polutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran adalah :
1. Jumlah penduduk;
2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu;
3. Jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis sumberdaya alam;
4. Teknologi yang digunakan.
2.1.2 Sumber-Sumber Air
Untuk daerah tropis dan sub tropis sumber air yang pokok adalah dari
hujan, sedangkan untuk daerah yang sedang adalah dari salju. Tetapi hujan bukan
merupakan satu-satunya sumber air bagi kehidupan. Terdapat 4 macam sumber air
minum di Bumi ini, diantaranya :
1. Air Laut
Air yang dijumpai di dalam alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan
sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju, dan hujan. Air laut mempunyai sifat
asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut 3%. Dengan

keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.
2. Air Hujan
Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran
udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain
sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,

9

misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota
dan sebagainya.
Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air permukaan itu
akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri. Udara yang mengandung
oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang
terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama
dalam perjalanan, O2 akan meresap ke dalam air permukaan.

Air permukaan ada 3 macam yaitu:
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat
mencukupi.
b. Air Rawa
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zatzat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam
air yang menyebabkan warna kuning coklat.
c. Air Danau dan / atau Waduk
Danau

merupakan

bagian

permukaan

bumi


yang

berupa

cekungan/ledok atau lembah (basin) yang luas dan digenangi air serta
terletak ditengah-tengah daratan. Air yang menggenangi danau bisa berasal
dari mata air, air tanah, air sungai yang berpelepasan atau bermuara di
danau tersebut dan bisa juga berasal dari air hujan. Di Indonesia danau
juga sering disebut setu, tasik, ranu , atau tao. Sumber air danau berasal
dari air hujan , aliran sungai dan air tanah. Air yang mengisi danau
biasanya air tawar, contohnya di Indonesia antara lain , Danau Toba di
Sumatera Utara dan Danau Poso di Sulawesi Tengah.
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air untuk berbagai
kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia.
Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan lalu dialiri air

10

sampai waduk tersebut penuh dan sering juga disebut danau buatan yang

besar. Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, komponen tata
air waduk umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga
volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal
air diketahui dengan pasti. Sebagian besar waduk di Indonesia
mendapatkan aliran air dari sungai, mata air, maupun air hujan namun
akan menimbulkan bahaya ketika debit air yang ada melebihi dari
kapasitas yang seharusnya.
4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari permukaan yang merembes ke
dalam tanah, yang terdapat di dalam ruang-ruang butir antara butir-butir tanah
di dalam lapisan bumi. Suatu saat air ini akan memenuhi lapisan tanah yang
keras dan kuat, maka air ini akan keluar permukaan sebagai mata air.
Air tanah terbagi antara:
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan bertahan, demikian pula dengan sebagian
bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat
kimia (garam-garam yang larut) karena melalui lapisan tanah yang
mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan
tanah. Lapisan tanah ini berfungsi sebagai saringan. Disamping

penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada
muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah lapisan rapat air, air yang
terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan
sebagai air minum melalui sumur-sumur dangkal.
b. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah
dalam, tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
digunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga dalam suatu
kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.
Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena
penyaringanya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan dari unsur-

11

unsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui
tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah, karena mengandung
Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.
c. Mata air
Mata Air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak

terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah
dalam.
.2

Pencemaran Air
Definisi pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai peruntukannya (Permenneg LH No.01 Pasal 1, 2010)
Pencemaran air yang disebabkan oleh manusia dapat timbul dari bermacammacam kegiatan, baik sengaja maupun tidak, dan pada umumnya berpengaruh
besar bagi lingkungan akibat dari pencemaran oleh makhluk hidup. Pencemaran
apabila tidak dicegah atau dikurangi pada dasarnya akan membahayakan dan
merugikan bagi manusia dari segi kesehatan maupun segi kehidupan sosial atau
kelangsungan makhluk hidup.
Definisi lain dari pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti danau/waduk, sungai, lautan dan air tanah akibat
aktivitas manusia maupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa
bumi juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air. Pencemaran
air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbedabeda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.

Pencemaran air berdampak bagi organisme dan tanaman di dalam badan
air. Dalam banyak kasus efek ini merusak tidak hanya populasi dan spesies
individu namun juga komunitas biologi alami. Pencemaran air merupakan
masalah global yang memerlukan evaluasi segera dan kebijakan sumber air pada
semua level. Hal ini dianggap juga sebagai penyebab utama penyakit dan
kematian.

12

Bahan yang menyebabkan pencemaran air adalah bahan-bahan kimia,
pathogen, dan perubahan fisik seperti kenaikan suhu, dan perubahan warna, serta
bahan pencemar lainnya. Bahan pencemar kimia ini terbagi menjadi 2 macam,
yaitu :
a. Bahan pencemar air organik, contohnya :
 Deterjen
 Desinfektan produk yang digunakan untuk pembersihan air
minum secara kimia, seperti chloroform.
 Sampah pembuangan makanan termasuk lemak, dan minyak.
 Insektisida dan Herbisida
 Petroleum hydrocarbon, termasuk bahan bakar minyak (bensin,

solar, dll.)
 Sampah semak-semak dan pepohonan yang berasal dari
penebangan hutan.
 Senyawa organik volatile (VOCs), seperti dalam industri
pelarut.
 Pelarut Chlorinated.
 Perchlorate.
 Berbagai senyawa kimia yang digunakan pada kosmetik dan
kebersihan pribadi.
 Dll.
b. Bahan pencemar anorganik, contohnya :
 Asam

yang

disebabkan

oleh

bahan


industri

terutama

sulfurdioksida
 Amonia dari sampah pengolahan makanan.
 Sampah kimia akibat produk industri.
 Pupuk yang mengandung penyubur seperti, nitrat dan pospat
yang sering digunakan di dalam aliran pengairan di
persawahan.
 Logam berat dari kendaraan bermotor.
 Dll.

13

Pencemaran yang disebabkan oleh limbah pertanian seperti pupuk organic
dengan kandungan nitrogen dan fosfat yang larut dalam air dapat menyuburkan
lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air
tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian
waduk, waduk akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya. Sama
halnya seperti kandungan abu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan gunung
berapi akan menyisakan endapan-endapan debu yang mengandung beberapa unsur
hara tanaman, baik mengendap pada sungai-sungai yang terdistribusi masuk ke
dalam waduk maupun abu vulkanik yang langsung masuk ke dalam waduk.
Kandungan lumpur dari endapan abu vulkanik yang meningkat di dalam
air mengurangi jumlah cahaya yang masuk yang diperlukan untuk berfotosintesis.
Unsur hara yang masuk berlebihan ke ekosistem perairan dapat menyebabkan
pertumbuhan yang sangat cepat dari algae atau tanaman air, sehingga
menyebabkan berkurangnya bentuk kehidupan lainnya seperti ikan dan kerangkerangan.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :
1. Adanya perubahan suhu Air.
Adanya perubahan suhu ini pada umumnya terjadi akibat adanya
limbah industri dalam hal proses pendinginan air untuk menghilangkan
panas dari mesin – mesin yang dipakai. Air yang menjadi panas tersebut
kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut di
buang ke sungai, maka air sungai akan menjadi panas, air sungai yang
suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air
lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan
dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen
untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang
secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin
sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
2. Perubahan pH atau konsentrasi Ion Hidrogen.
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa,

14

tergantung pada besar

kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion

Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal
akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari
pH normal.
3. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air.
Bahan buangan atau limbah yang berupa bahan organic dan
anorganik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan
air limbah dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air
dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak
bening dan jernih.
Pencemaran air tidak mutlak harus bergantung pada warna air.
Karena bahan buangan yang memberikan warna belum tentu berbahaya
dari buangan yang tidak berwarna, seringkali zat-zat beracun justru
terdapat pada bahan buangan yang tidak berwarna sehingga air tetap
tampak jernih.
Bau yang keluar dari dalam air dapat berasal dari bahan buangan
atau limbah industri atau dapat pula berasal dari degradasi bahan buangan
oleh mikroba yang hidup di dalam air. Mikroba di dalam air akan
mengubah bahan buangan organic, terutama gugus protein, secara
degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau.
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada
umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air yang berasa
pada umumnya berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi
maka berarti telah terjadi pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah
konsentrasi Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti
oleh perubahan pH air.
4. Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut.
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya
bahan buangan yang bebentuk padat. Bahan buangan yang berbentuk
padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai
dan yang dapat larut sebagaian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum
sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan

15

koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan
menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Sedangkan
sinar matahari dibutuhkan mikroorganisme untuk proses fotosintesis.
Karena

tidak

ada

sinar

matahari,

mikroorganisme

tidak

dapat

berfotosintesis dan kehidupannya akan terganggu.
Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan
buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang
terlarut dalam air akan melakukan degradasi bahan organik tersebut
sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan
oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain
yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Jika bahan buangan
berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat
tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut
banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada
umumnya bersifat racun, seperti Cd,Cr,Pb.
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan
buangan dari kegiatan industri atau lainnya yang dibuang ke air
lingkungan, baik sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan yang
harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut
berkembang biak. Pada perkembang biakan mikroorganisme ini tidak
menutup kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut berkembang pula.
Mikroba pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai penyakit.
2.2.1 Akibat Terjadinya Pencemaran Air
Pengaruh pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni

air

minum,

meracuni

makanan

hewan,

menjadi

penyebab

ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau atau waduk, pengrusakan hutan
akibat hujan asam,dsb. Manahan ( 2005 ) dalam Asus Maizar (2011) menyebutkan
bahwa pengaruh pencemaran perairan terhadap parameter fisika, kimia, dan
biologis perairan adalah :
1. Parameter Fisika
-

Mengganggu transmisi sinar matahari ke dalam sungai

16

-

Pengaruh psikologi dan estetika

-

Membutuhkan proses pengolahan untuk menghilangkannya

2. Parameter Kimia
-

Mengurangi kandungan oksigen dalam air dan dapat menyebabkan
kondisi septik

-

Bersifat racun/karsinogen pada manusia dan hewan

-

Menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi

-

Menurunkan kandungan oksigen dan menyebabkan bau

-

Merusak estetika lingkungan

3. Parameter Biologis
-

Menimbulkan bau dan merusak estetika

-

Dapat menimbulkan penyakit

2.3 Analisis Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai kadar parameter air yang dianalisis secara
teliti sehingga menunjukkan mutu dan karakteristik air. Mutu dan karakteristik air
ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat bahan yang terkandung didalamnya. Bahanbahan tersebut, baik padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tidak terlarut, secara
alamiah mungkin sudah terdapat di dalam air dan diperoleh selama air mengalami
siklus hidrologi. Dengan demikian mutu dan karakteristik air ditentukan oleh
kondisi lingkungan dimana air itu berada. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan
sumber daya alam dan lingkungan sering menimbulkan bahan sisa atau buangan
yang mempunyai kecenderungan pada peningkatan jumlah dan kandungan bahanbahan di dalam air. Bahan – bahan ini apabila tidak ditangani secara baik dapat
menimbulkan permasalahan pencemaran, lebih-lebih apabila lingkungan tidak
mempunyai daya dukung yang cukup untuk menetralisir dan mengurangi beban
pencemar.
2.3.1

Parameter Fisika Pada Status Trofik
Salah satu derajat kekotoran air dipengaruhi oleh sifat fisik air, yang dapat

dilihat dengan mata dan dirasakan secara langsung. Dalam standar persyaratan
status trofik perairan terdapat parameter fisika berupa cahaya atau kecerahan
yang dijelaskan berikut ini :

17

1. Cahaya / Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual
dengan menggunakan secchi disk. secchi disk dikembangkan oleh
Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat
kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan
dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi

serta

ketelitian

orang

yang

melakukan

pengukuran.

Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.
kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan oleh
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang terlarut ( misalnya lumpur dan pasir halus ) maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme.
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan.
Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu :
a. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis
(densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran
massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi tingkat
kesesuaian perairan sebagai habitat bagi suatu organism akuatik,
karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan
maksimum bagi kehidupannya.
b. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan
air.
Cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku organisme akuatik.
Algae planktonik menunjukkan respon yang berbeda terhadap perubahan
intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya menyebabkan ceratium
hirudinella (Dinoflagellata) melakukan pergerakan vertikal pada kolom air
dan blue green algae (Cyanopyta) mengatur volume vakuola gas untuk
melakukan pergerakan secara vertikal pada kolom air, sedangkan

18

zooplankton melakukan migrasi vertical harian. (Jeffries dan Mills, 1996
dalam Effendi, 2003 ).
Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten
menyerap cahaya biru dan hijau, fikoeritrin menyerap warna hijau, dan
fikosianin menyerap cahaya kuning. ( Cole, 1988 dan Moss, 1993 dalam
Effendi, 2003 ).
2.3.2

Parameter Kimia Pada Status Trofik
Kandungan bahan kimia yang terdapat di dalam air menentukan tingkat

bahaya keracunan yang ditimbulkan. Semakin besar jumlah zat kimia yang
terkandung maka semakin terbatas pula penggunaan air tersebut, serta parameter
kimia ini dapat menentukan tingkat status trofik dari perairan, bahan kimia yang
mempangaruhi status trofik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
A. Nitrogen
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer
bumi mengandung sekitar 78 % gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil.
Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari wilayah
pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif maupun dari kegiatan
domestik.
1. Amonia
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.
Ion amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak
digunakan dalam proses produksi urea, industry bahan kimia (asam nitrat,
amonium, fosfat, amonium nitrat, dan amonium sulfat ), serta industri
bubur kertas dan kertas (pulp dan paper ). Sumber amonia di perairan
adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen
anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati)
oleh mikroba dan jamur. proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi.
Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob,
yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga

19

menghasilkan gas amonia dan gas-gas lainnya, misalnya N2O, NO2,NO,
dan N2 ( Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi 2003).
Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme
juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah
reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah
industri, dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke
badan air melalui erosi tanah. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan
normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan
dengan gas amonium. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia
membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat
terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga
mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang
melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan
meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke
atmosfir juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan
suhu.
Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+).
Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4+)
dapat terionisasi. hubungan antara kadar amonia total dan amonia bebas
pada berbagai pH dan suhu ditunjukkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Persentase (%) Amonia Bebas (NH3) terhadap Amonia Total
Suhu (0C)
26
28
0,6
0,7
0,95
1,10
1,50
1,73
2,35
2,72
3,68
4,24
5,71
6,55
8,75
10,0

30
0,81
1,27
2,00
3,13
4,88
7,52
11,4

32
0,95
1,50
2,36
3,69
5,72
8,77
13,2

0
14,9

1
16,9

2
19,4

0
8
19,4
21,8
8,62.1 Lanjutan
Tabel
2
3
pH
Suhu (0C)

6
24,4

6
27,6

5

8

pH
7,0
7,2
7,4
7,6
7,8
8,0
8,2
8,4

13,2

20

8,8
9,0
9,2
9,4
9,6
9,8
10,0
10,2

26
27,6

28
30,6

30
33,9

32
37,7

4
37,7

8
41,2

0
44,8

6
49,0

1
48,9

3
52,6

4
56,3

2
60,3

6
60,3

5
63,7

0
67,1

8
70,7

3
70,6

9
73,6

2
76,3

2
79,2

7
79,2

3
81,5

9
83,6

9
85,8

5
85,8

7
87,5

8
89,0

5
90,5

2
90,5

2
91,7

5
92,8

8
93,8

6

5

0

4

Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003

Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter
(McNeely et al.,1979 dalam Effendi, 2003 ). Kadar amonia bebas yang
tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaliknya tidak lebih dari
0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,02 mg/liter, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam
Effendi,2003).Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri,
dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. kadar amonia yang tinggi juga
dapat ditemukan pada dasar danau atau waduk yang mengalami kondisi
tanpa oksigen (anoxic).
2. Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. senyawa ini
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung

21

pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri
Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter.
Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun
amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitratnitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter.
Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar
nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi

(pengayaan)

perairan,

yang

selanjutnya

menstimulir

pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Kadar nitrat
dalam air tanah dapat mencapai 100 mg/liter. Air hujan memiliki kadar
nitrat sekitar 0,2 mg/liter. Pada perairan yang menerima limpasan air dari
daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat
mencapai 1000 mg/liter. Kadar nitrat untuk keperluan air minum
sebaiknya tidak melebihi 10 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 dalam
Effendi, 2003).
Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan
perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter,
perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 -5 mg/liter, dan perairan
eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 – 50 mg/liter
(Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).
B. Fosfor
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan
polifosfat ) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor
anorganik yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan dalam tabel 2.2. Fosfor
membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat
tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
algae akuatik (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).
Tabel 2.2 Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan

22

Nama Senyawa Fosfor
Ortofosfat :

Rumus Kimia

1. Trinatrium fosfat

Na3PO4

Tabel 2.2 Lanjutan
Nama Senyawa Fosfor

Rumus Kimia

Na2HPO4
2. Dinatrium fosfat
3. Mononatrium fosfat
4. Diamonium fosfat

NaH2PO4
(NH3)2HPO4

Polifosfat :
1. Natrium heksametafosfat
2. Natrium tripolifosfat
3. Tetranatrium pirofosfat

Na3(PO3)6
Na5P3O10
Na4P2O7

Sumber : Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi,2003

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan
(Dugan, 1972 dalam Effendi,2003). Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan
unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak
terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah
mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi
dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas nagi tumbuhan dan algae
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Jones dan
Bachmann(1976) dalam Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi,2003
mengemukakan korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a.
Hubungan antara kadar fosfor total dan klorofil a tersebut ditunjukkan dalam
persamaan (2-2) sebagai berikut :
Log (Klorofil a) = - 1,09 + 1,46 Log Pt ………………………………………(2-2)
dengan : Klorofil a
Pt

= Konsentrasi klorofil a (mg/m3).
= Fosfor total (mg/m3).

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah
bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1988). Ortofosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk
ortofosfat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor.
Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik

23

mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri
(Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. pada saat
terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi
ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan,
sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown, 1987 dalam
Effendi, 2003).
Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat
maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut
soluble reactive phosphorus, misalnya ortofosfat. Fosfor organik banyak terdapat
pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Oleh karena itu, pada
perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga
kadar fosfor total, di samping ortofosfat (Mackereth et al.,1989 dalam
Effendi,2003).
Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah terus – menerus, akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang
dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif
kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena sumber
fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber
alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, misalnya fluorapatite
[Fe(PO4)3F],

hydroxylapatite

[Ca5(PO4)3OH],

strengite

[Fe(PO4)2H2O],

whitlockite [Ca3(PO4)2], dan berlinite (AlPO4). Selain itu, fosfor juga berasal dari
dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri
dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari daerah
pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan konstribusi yang cukup
besar bagi keberadaan fosfor. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus
Fosfor yang terdapat dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam
penyediaan energi. Dalam suatu ekosistem, Fosfor akan membentuk suatu
rangkaian interaksi yang kompleks seperti terlihat pada Gambar 1. Dalam perairan
Danau, keberadaan Fosfor dalam badan air ditentukan oleh 3(tiga) faktor yaitu :
(1) faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar dimana masuknya Fosfor melalui
aliran air (water inflow), (2) faktor internal yaitu yang berasal dari sedimen, (3)

24

faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota danau (Sigee, 2004 dalam
http://repository.usu.ac.id ).

Gambar 2.1 Siklus Fosfor dalam Perairan Danau atau Waduk
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/

Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2
mg/liter dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar
antara 0,005 – 0,02 mg/liter P-PO4, sedangkan pada air tanah biasanya sekitar 0,02
mg/liter P-PO4 (UNESCO/WHO/UNEP,1992 dalam Effendi, 2003). Kadar fosfor
dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/liter, meskipun pada perairan
eutrof. Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd,
1988 dalam Effendi,2003).
Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan
nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom).
Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang
selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga
kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup
mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi
kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih
(luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat
perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat tumbuh selama

25

beberapa waktu selama periode kekurangan pasokan fosfor. Selama defisiensi
fosfor algae juga dapat memanfaatkan fosfor organik dengan bantuan enzim
alkalin fosfat yang berfungsi memecah senyawa organofosfor. Keberadaan enzim
alkalin fosfat akan meningkat jika terjadi defisiensi fosfor di perairan (Boney,1989
dalam Effendi,2003).
Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga,
(Vollenweider dalam Wetzel,1975 dalam Effendi,2003), yaitu:
1. perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 – 0,01 mg/liter
2. perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 – 0,03 mg/liter
3. perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 – 0,1 mg/liter
Sedangkan berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan
menjadi tiga, (Yoshimura dalam Liaw, 1969 dalam Effendi, 2003), yaitu :
1. Perairan dengan tingkat kesuburan rendah, memiliki kadar fosfat total berkisar
antara 0 – 0,02 mg/liter.
2. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang, memiliki kadar fosfat total berkisar
antara 0,02 – 0,05 mg/liter.
3. Perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0,051 –
0,1 mg/liter.
2.3.3

Parameter Klorofil Pada Status Trofik

a. Klorofil
Klorofil (dari bahasa Inggris, chlorophyll) atau zat hijau daun (terjemah
langsung dari bahasa Belanda, bladgroen) adalah pigmen yang dimiliki oleh
berbagai organisme dan menjadi salah satu molekul berperan utama dalam
fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau pada daun tumbuhan hijau dan alga
hijau, tetapi juga dimiliki oleh berbagai alga lain, dan beberapa kelompok
bakteri fotosintetik. Molekul klorofil menyerap cahaya merah, biru, dan ungu,
serta memantulkan cahaya hijau dan sedikit kuning, sehingga mata manusia
menerima warna ini. Pada tumbuhan darat dan alga hijau, klorofil dihasilkan
dan terisolasi pada plastida yang disebut kloroplas.
Klorofil memiliki beberapa bentuk. Klorofil-a terdapat pada semua
organisme autotrof. Klorofil-b dimiliki alga hijau dan tumbuhan darat.
Klorofil-c dimiliki alga pirang, alga keemasan, serta diatom (Bacillariophyta).

26

Klorofil-d dimiliki oleh alga merah (Rhodophyta). Selain berbeda rumus
kimia, jenis-jenis klorofil ini juga berbeda pada panjang gelombang cahaya
yang diserapnya.
Meskipun bervariasi, semua klorofil memiliki struktur kimia yang
bermiripan, yaitu terdiri dari porfirin tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan
ion magnesium di pusatnya dan "ekor" terpena. Kedua gugus ini adalah
kromofor ("pembawa warna") dan berkemampuan mengeksitasi elektron
apabila terkena cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari
suatu perairan. Tinggi rendahnya klorofil-a di perairan sangat dipengaruhi oleh
faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat). Kandungan
klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran standing stock
fitoplankton yang dapat dijadikan petunjuk produktivitas primer suatu
perairan. Semakin tinggi kandungan klorofil-a fitoplankton dalam suatu
perairan, berarti semakin tinggi pula produktivitas perairan tersebut, sehingga
daya dukung terhadap komunitas penghuninya semakin tinggi. Sebaran dan
tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan kondisi
hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan
mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, dan nutrien
terutama nitrat dan fosfat.
2.4

Penggolongan Air Sesuai Peruntukannya
Klasifikasi mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 pasal 8 ayat 1
ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :
1. Air Kelas Satu.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2. Air Kelas Dua.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.

27

3. Air Kelas Tiga.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Air Kelas Empat.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2.5

Metode Status Trofik Perairan Waduk/Danau
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan perairan yang diakibatkan

oleh limbah fosfat (PO3-). Deinisi dasarnya adalah pencemaran air yang
disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem perairan.
Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada
dalam rentang 35- 100 μg/l. Sejatinya, eutrofikasi

merupakan suatu proses

alamiah, waduk mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif
bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada
kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas
modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa
dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika
eutrofikasi menjadi masalah di sebagian besar waduk atau danau di muka bumi,
sebagaimana dikenal lewat fenomena algae bloom.
Definisi lain mengenai Eutrofikasi merupakan pengkayaan (enrichment)
air dengan nutrient/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer
perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu artificial atau cultural eutrophication dan
natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural)
eutrophication apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh
aktivitas manusia; dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika
peningkatan unsur hara di perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia,
aktivitas alam. ( Effendi,2003)

28

Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk diklasifikasikan berdasarkan
eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air.
Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen
(N). Sedangkan beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin)
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen
tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki
badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi
empat kategori status trofik (PerMNLH Nomor 28 tahun 2009), yaitu:
a. Oligotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.
b. Mesotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan
kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan
adanya indikasi pencemaran air.
c. Eutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh
peningkatan kadar N dan P.
d. Hipereutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang
mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan
air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N dan P.
Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung nitrogen dan fosfor
masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi proses
eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar fosfor, nitogen
membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor
(UNEP-IETC/ ILEC : 2001). Klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang
diperlukan untuk fotosintesis. Parameter klorofil-a mengindikasikan kadar
biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa.
Berikutnya mengenai kriteria status trofik danau menurut PerMNLH Nomor
28 tahun 2009 terdapat pada tabel berikut ini :

29

Tabel 2.3 Kriteria Status Trofik Danau/Waduk
Status
Trofik
Oligotrof
Mesotrof
Eutrof
Hipereutrof

Kadar Rata-

Kadar Rata-

Kadar Rata-

Kecerahan

rata Total –N

rata Total – P

rata Khlorofil a

Rata-rata

(µg/l)
≤650
≤750
≤1900
>1900

(µg/l)