BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Sosial Ekonomi - NOVIA ANDRIYANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Sosial Ekonomi Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh

  pemerintah Indonesia memang telah menghasilkan kemajuan dibeberapa sektor-sektor ekonomi namun selain itu juga tidak bisa dipungkiri selama pembangunan yang telah dilaksanakan menghasilkan beberapa hal yang kurang baik salah satunya adalah terciptanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia, dimana di satu sisi ada sebagian masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang tinggi akan tetapi ada juga sebagian (bahkan lebih banyak jumlahnya) masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikan dan pendapatannya masih rendah, bahkan banyak dari masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari (Waluyo, 2006).

  Menurut Norpirin (2000), ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik individu maupun masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang ada dasarnya bersifat tidak terbatas).

  Soegiyanto (2008) menyebutkan bahwa peranan wanita dalam kehidupan sosial dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan pembangunan.

  Pada awalnya peranan wanita di daerah pedesaan hanya menekankan pada peranan sebagai ibu yang mengurus rumah tangga, kemudian sebagai akibat

  9 adanya pembangunan, peranan wanita meluas dalam kehidupan ekonomi dan masyarakat, yang berdampak positif dalam mengatasi kemiskinan.

  Soegiyanto juga mengatakan peranan wanita dalam kehidupan sosial yang menjadi perhatian adalah peranan di dalam keluarga dan masyarakat. Secara konseptual, peranan sosial wanita adalah kedudukan dan fungsi wanita di dalam keluarga dan masyarakat. Di dalam keluarga, kedudukan dan fungsi wanita adalah sebagai wakil kepala keluarga yang memiliki fungsi ekspresif yang terdiri dari fungsi sebagai pemangku keturunan, pendidikan anak, pendamping suami dan fungsi pengurus tatalaksana rumah tangga. Kemudian di dalam masyarakat, wanita memiliki kedudukan sebagai anggota kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai pengelola masyarakat baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, keagamaan dan budaya.

  Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang (2008), status sosial ekonomi dalam kemasyarakatan mencakup tiga faktor, yaitu : pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

1. Tingkat pendidikan

  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan (Nurswanto, 2008).

  Menurut Fattah (1996) dalam Soegiyanto (2008), pendidikan adalah suatu proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku di dalam masyarakat tempat hidup. Sedangkan dari sudut pandang lain, pendidikan adalah sesuatu yang dimiliki atau telah dicapai seseorang setelah proses pendidikan berlangsung. Dari pengertian tersebut menunjukkan adanya tiga ciri pokok dari pendidikan, yaitu: pendidikan memiliki tujuan yang jelas, dilakukan dengan usaha yang sistematis, dan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

  Nurswanto (2008) mengatakan bahwa pada fase anak-anak pengaruh tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi tingkat pendidikan anak. Karena pada umumnya lingkungan terseringnya adalah dengan orang tua. Karena anak sangat bergantung dengan orang tua. Kecuali sang anak dalam kondisi jauh atau waktunya sangat sedikit dengan orang tua. Umumnya berlaku pada orang tua yang super sibuk walau pendidikan tinggi, maka sang anak akan terpengaruh oleh lingkungan mayoritasnya tanpa orang tua terutama peran seorang ibu.

  Pada kebanyakan keluarganya, ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya. Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan berpengaruh terhadap perkembangan dan watak anaknya di kemudian hari. Peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah sumber dan pemberi rasa kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan pendidik dalam segi emosional (Purwanto, 2002).

2. Pekerjaan

  Selain pendidikan, pekerjaan juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang. Hal ini penting karena pekerjaan menentukan seseorang dalam masyarakat. Bagi seseorang dengan bekerja dapat memepengaruhi peningkatan sosial ekonomi mereka, karena dengan bekerja akan mendapat imbalan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Anonim, 2003).

  Jenis pekerjaan adalah jenis kegiatan/pekerjaan yang digeluti dan merupakan sumber pendapatan utama kepala keluarga. Dalam melakukan suatu pekerjaan atau aktifitas sangat membutuhkan energi atau tenaga. Jenis pekerjaan yang lebih banyak membutuhkan energi atau tenaga yaitu jenis pekerjaan seperti buruh bangunan, buruh pelabuhan, tukang becak, nelayan akan memerlukan energi lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis pekerjaan kantoran seperti karyawan dan PNS (Anonim, 2003).

  Menurut Novaria (2000) dalam Handayani (2007), seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan pendapatan bagi keluarganya yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, apabila tidak bekerja maka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bekerja untuk perempuan sering kali bukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

3. Pendapatan

  Menurut Rustam (2002), pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi.

  Rustam juga mengemukakan bahwa definisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode, dan menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode. Secara garis besar pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.

  Berdasarkan standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) Banyumas pendapatan masyarakat Banyumas dibagi 2 kelompok yaitu pendapatan

  ≥ Rp. 612. 500 dan < Rp. 612. 500 (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah, 2009).

B. Paritas Ibu

  Menurut para ahli kependudukan bahwa banyak faktor yang dapat menentukan banyak sedikitnya paritas. Mereka menggolongkan menjadi dua faktor yaitu faktor demografis dan non demografis. Distribusi umur, jumlah wanita menikah, lama perkawinan, jumlah anak, dan mortalitas merupakan faktor demografis. Sedangkan faktor sosial, pendidikan, ekonomi dan lingkungan merupakan faktor non demografis. Freedman berpendapat bahwa paritas merupakan hasil interaksi yang kompleks antara sistem sosial, biologi dan sistem lingkungan (Soegiyanto, 2008) .

  Paritas adalah hasil reproduksi dari seorang wanita yang dimanifestasikan oleh banyaknya anak yang dilahirkan hidup selama masa reproduksi, yaitu umur 15-49 tahun (United Nations, 1959) dalam Soegiyanto (2008). Tanda-tanda bayi lahir hidup antara lain adanya gerakan badan, bernapas, dan denyut jantung, menjadi amat penting dalam pengukuran paritas karena peristiwa lahir mati (still birth) tidak diperhitungkan sebagai suatu peristiwa kelahiran.

  Istilah yang erat kaitannya dengan paritas adalah fekunditas (fecundity). Fekunditas sering diterjemahkan dengan "kesuburan" merupakan lawan dari kata sterilitas. Fekunditas adalah kemampuan fisiologis seorang wanita untuk menghasilkan anak lahir hidup (Hatmadji, 1981) dalam Soegiyanto (2008). Seorang wanita yang secara fisiologis subur (fecund) tidak selalu mampu melahirkan anak hidup. Ketidakmampuan tersebut dapat karena faktor yang disengaja maupun tidak disengaja.

  Menurut Holsinger dan Kasarda (1976) dalam Soegiyanto (2008), berpendapat bahwa wanita dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih terbuka terhadap media massa yang banyak memuat penjelasan tentang keluarga berencana. Meluasnya pendidikan juga telah mendorong tumbuhnya gerakan emansipasi wanita yang lebih menekankan kualitas dari pada kuantitas dalam mendewasakan anak. Emansipasi wanita telah mendorong turunnya paritas melalui kegiatan ekonomi di luar rumah.

  Menurut Cochrane (1978) dalam Soegiyanto (2008), dengan suatu model ekonomi tentang paritas penduduk bahwa pendidikan mempengaruhi paritas melalui tiga variabel, yaitu: kemampuan biologis untuk melahirkan anak (the biological supply of children), melalui permintaan akan anak (the

  

demand for children ) dari suami isteri, dan melalui variabel pengaturan

kelahiran (the regulation fertility).

C. Perkembangan Anak

  Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,sebagai hasil dari proses pematangan. Ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ- organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

  Perkembangan pribadi manusia menurut psikologi berlangsung sejak terjadinya konsepsi sampai mati, yaitu sejak terjadinya sel bapak-ibu (konsepsi) sampai mati individu senantiasa mengalami perubahan- perubahan atau perkembangan (Fadliyanur, 2008).

  Perkembangan seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan (nature vs nurture). Setiap individu adalah makhluk yang unik dan setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik yang khas. Faktor bawaan mencakup ciri-ciri fisik, kecerdasan, bakat, temperamen (yang akan menentukan bagaimana seseorang bertindak, bereaksi, bersikap dari situasi satu ke situasi lain yang sifatnya relatife menetap) (Tedjasaputra, 2009).

  Menurut Tedjasaputra (2009), faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen, gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat), psikososial (kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orang tuanya.

  Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Kuhlen dan Thomshon (1956) dalam Yusuf (2007) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu : 1) sistem syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; 2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; 3) kelenjar endokrin yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan 4) struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi, berat dan proposi.

  Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord (Wijaya, 2008).

1. Perkembangan fisik

  Perkembangan fisik meliputi gerakan-gerakan motorik yang terdiri dari : a. Perkembangan motorik kasar Disebut motorik kasar bila gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot otot yang lebih besar. Contohnya gerakan telungkup, gerakan berjalan, gerakan berlari (Wijaya, 2008).

  Menurut Parentingislami (2008), motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.

  b. Perkembangan motorik halus Disebut motorik halus bila hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot otot kecil, karena itu tidak begitu memerlukan tenaga. Gerakan halus ini memerlukan koordinasi yang cermat. Contohnya gerakan mengambil benda dengan hanya ibu jari dan telunjuk, gerakan memasukkan benda kecil ke dalam lubang, membuat prakarya (Wijaya, 2008).

  Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Sebagai contoh, kemamapuan menyusun balok, menggunting, memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menulis. Motorik halus dapat dilatih maka anak-anak yang perkembangan motorik halusnya kurang biasanya disebabkan oleh kurangnya stimulasi dari lingkungan. Latihan menulis, meremas-remas lilin misalnya, bisa dilakukan untuk mengembangkan motorik halus (Indiarti, 2007).

  Keterlambatan perkembangan motorik halus anak pada usia perkembangan, biasanya akan mempengaruhinya pada saat ia besar.

  Termasuk, pada saat memasuki usia sekolah. Misalnya, belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti memegang sendok dengan benar saat makan, memasang kancing, dan memegang pensil dengan sempurna. Efeknya akan mempengaruhi performa dan kemandiriannya dalam melakukan sejumlah aktivitas yang seharusnya bisa dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, perlu diberikan stimulus yang tepat sejak dini. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan stimulus sesuai dengan usianya. Banyak anak-anak yang akhirnya di identifikasikan mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halusnya. Hal itu akan tampak semakin jelas seiring pertambahan usianya. Misalnya, pada usia 2 tahun kemampuannya dalam meraih, mengambil, dan memegang sesuatu masih juga belum spesifik, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan anak di bawah 1 tahun (Anonim, 2005).

  Menurut Efriyani dalam Kurniawan (2008), keterlambatan perkembangan motorik halus dapat diakibatkan oleh dua faktor.

  Pertama, faktor organis artinya anak memang memiliki masalah dengan organ tubuhnya, misalnya karena ada ketidaksesuaian antara kemampuan visual dan motoriknya. Bila demikian adanya, anak harus dikonsultasikan kepada dokter anak untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut. Sementara, faktor kedua adalah stimulasi yang kurang pada saat anak memiliki keinginan mengeskplorasi dunia disekelilingnya. Tapi dari sejumlah kasus, faktor keterlambatan perkembangan motorik halus lebih banyak diakibatkan oleh kurangnya stimulus. Untuk itu, peran lingkungan termasuk orang tua sangat menentukan perkembangan motorik halus anak.

  Keterampilan-keterampilan motorik halus pada anak usia 1-2 tahun menurut Rosenblith (1992) dalam Santrock (2002) bahwa bayi mengalami kesulitan mengendalikan keterampilan motorik halus pada saat lahir, walaupun mereka memilki banyak komponen penting yang kelak menjadi gerakan lengan, tangan, dan jari tangan yang terkoordinasi dengan baik. Perkembangan perilaku seperti meraih dan menggenggam semakin baik selama 2 tahun pertama kehidupan. Pada mulanya bayi hanya memperlihatkan gerakan bahu dan siku yang kasar, tetapi kemudian memperlihatkan pergelangan tangan, perputaran tangan, dan koordinasi ibu jari dan jari telunjuk tangan. Kematangan koordinasi tangan-mata sepanjang 2 tahun pertama kehidupan tercermin dalam penimgkatan keterampilan motorik halus.

2. Perkembangan psikis

  Pada usia 1-2 tahun termasuk pada fase oral. Fase oral ini berlangsung sejak bayi lahir sampai usia 1-2 tahun. Pada fase ini, mulut merupakan pusat kenikmatan bagi bayi. Karena itu bayi senang menyusu dan mengisap (Yuwielueninet, 2008).

3. Perkembangan kognitif

  Menurut teori piaget yang dirancang oleh Jean Piaget membagi perkembangan intelegensi anak menjadi 3 tahapan, yakni : 1) tahap sensori motorik (0-2 th); 2) tahap pra operasional (2-7 th); 3) tahap operasional (7- keatas). Pada tahap sensori motorik anak sudah bisa menikmati gerakan demi gerakan, dalam taraf belajar menguasai dan mengkoordinasikan ketrampilan motorik (otot) kasar dan halus. Permainan akan merangsang anak mulai mempraktekkan dan mengendalikan gerakannya serta menggali pengalaman dalam menggunakan panca indranya, mengembangkan penglihatan, mendengar suara, mengecap rasa serta merasakan sentuhan dengan benda dan pengaruh yang bisa ditimbulkan. Jadi sejak usia 1-2 tahun, ketika sudah bisa beraksi atau berkomunikasi terhadap keadaan sekitarnya misalnya, gerakan tangan atau mimik ortunya, pada usia itu anak diperkenalkan/diberi mainan. Maka dari itu orang tua akan punya banyak kesempatan untuk mengembangkan minat dan ketrampilan anak (Anonim, 2009).

  4. Perkembangan kepribadian Menurut Ericson masa bayi ditandai adanya kecenderungan trust

  

mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak

  mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis (Sukmadinata, 2008).

  Menurut Wijaya (2008), dari penelitian sebelumnya data hasil penelitian cross sectional tersebut tidak merupakan data yang representatif dari perubahan dalam diri seorang anak. Walaupun dalam banyak hal perkembangan motorik milestone tidak selamanya mengikuti suatu perubahan kronologi yang ketat, data dari hasil penelitian tersebut dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengestimasi perkembangan motorik pada umur anak tertentu. Apabila dibandingkan dengan negara-negara Barat, maka perkembangan motorik milestone pada anak Indonesia tergolong rendah. Di Amerika, anak mulai berjalan pada umur 11,4–12,4 bulan11, dan anak-anak di Eropa antara 12,4–13,6 bulan12. Sedangkan di Indonesia, pada sampel yang diteliti adalah 14,02 bulan. Informasi yang cukup untuk menerangkan perbedaan tersebut belum ada, namun besar kemungkinan bahwa faktor gizi, pola pengasuhan anak, dan lingkungan ikut berperan. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan suatu kesimpulan bahwa pemberian stumulasi untuk mengembangkan kemampuan motorik merupakan hal yang penting.

  Menurut Teori Imogene King menjelaskan bahwa dalam sistem teori ini terdapat tiga level operasi perilaku menurut “dynamic interacting

  

system ”, yaitu : (1) individu-individu, (2) kelompok, (3) masyarakat. King

  membangun kerangka kerja konseptual yang terdiri dari sistem terbuka yang meliputi 3 bagian. Kesadaran dinamis komplek tingkah laku manusia dalam tingkah laku keperawatan yang membuat formulasi kerangka kerja konseptual yang mencerminkan sistem personal, interpersonal, dan sosial sebagai domain keperawatan. Masing-masing dari tiga komponen tersebut menggunakan manusia sebagai elemen dasar karena sebagai individu, manusia menukar materi, energi dan informasi dengan individu lain dan lingkungan. Individu–individu berada dalam sistem personal, dan king memberikan contoh “sistem sosial” sebagai pasien dan perawat. King percaya bahwa sangat perlu untuk memahami konsep-konsep “perception”,

  

self, body image , pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan space untuk

  memahami manusia sebagai orang. Sistem-sistem interpersonal, atau kelompok, dibentuk ketika dua atau lebih individu berinteraksi, sebagai contoh pembentukan dyad (dua orang) atau triad (tiga orang). Keluarga, ketika berperan sebagai kelompok kecil, akan dilihat dalam area ini sebagai sebuah sistem. Memahami sistem ini mensyaratkan konsep-konsep atas peran, interaksi, komunikasi, transaksi dan stress. Sistem interaksi akhir berisi kelompok dengan kepedulian dan kepentingan yang sama dalam masyarakat disebut sistem sosial. Sistem keagamaan, pendidikan, dan kesehatan ada disini. King mendefinisikan pertumbuhan dan perkembangan sebagai perubahan terus menerus dalam diri individu secara selular, molekular, dan tingkat-tingkat aktifitas perilaku kondusif untuk menolong individu-individu bergerak menuju kedewasaan (Tomey, 2006).

D. Kerangka Teori

  • Keagamaan -

  • Perception (persepsi)
  • Kesehatan 2.
  • Self (keakuan)
  • Keluarga -
  • Pertumbuhan dan perkembangan
  • Waktu dan ruang
  • Interaksi -
  • Transaksi -

  • Body image (Citra diri)

  • Pasien -

Gambar 2.1 Kerangka teori “sistem interaksi dinamis” dari Imogene King (Tomey, 2006).

  “Dinamic interacting system” dari King :

1. Sistem Sosial (masyarakat)

  Pendidikan

  Sistem Interpersonal (kelompok)

  Peran

  Komunikasi

  Stress 3. Sistem Personal (individu)

  Perawat

E. Kerangka Konsep

  Status Sosial Ekonomi : 1.

  Pendidikan

2. Pekerjaan

  Perkembangan Motorik Halus 3. Pendapatan

  Paritas Ibu

Gambar 2.2 Kerangka konsep hubungan status sosial ekonomi dan paritas ibu terhadap perkembangan motorik halus pada anak.

F. Hipotesis a.

  Ada hubungan antara status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan) ibu terhadap perkembangan motorik halus pada anak usia 1-2 tahun.

  b.

  Ada hubungan antara paritas ibu terhadap perkembangan motorik halus pada anak usia 1-2 tahun.