PENGARUH VARIASI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT TANGGUH BAJA K-460 (EFFECT OF TEMPERING VARIATION TO MICROSTRUCTURE AND TOUGHNESS OF STEEL K-460)

(1)

Oleh Mardalena 0817041042

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

i

PENGARUH VARIASI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT TANGGUH BAJA K-460

Oleh MARDALENA

Telah dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Variasi Tempering terhadap Struktur mikro dan Sifat Tangguh Baja K-460”. Pengujian mikro menggunakan alat mikroskop optik, dan pengujian ketangguhan baja dilakukan dengan menggunakan alat uji impak charpy dengan menggunakan variasi tempering yaitu 450ºC dan 550ºC. Hasil pengujian mikro untuk sampel yang tidak mengalami perlakuan panas, terdapat fasa ferrit dan sementit. Sedangkan pada baja yang mengalami perlakuan panas untuk quenching dan tempering, baja yang diquenching menunjukan fasa martensit yang berbentuk jarum dimana pada fasa ini terjadi karena adanya proses pendinginan secara cepat yang membuat atom-atom bergerak dan tidak sempat berdifusi. untuk mikro yang mengalami proses tempering memperlihatkan struktur karbida speroidit, dimana ketika berada pada temperatur yang tinggi atau pemanasan sampai disekitar temperatur kritis A1 yaitu 723ºC, dan dalam waktu yang lama maka sementit yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere). Pada hasil uji impak memperlihatkan bahwa hasil terbaik didapatkan pada hasil tempering 550ºC yaitu dengan nilai ketangguhan 0,08 J/mm2, dan hasil ketanguhan terendah terdapat pada baja yang mengalami quenching yaitu dengan nilai ketangguhan 0,04 j/mm2.


(3)

ii

EFFECT OF TEMPERING VARIATION TO MICROSTRUCTURE AND TOUGHNESS OF STEEL K-460

By MARDALENA

The research has been carried out about “Effect of Tempering Variation To Microstructure and Toughness Steel Of K-460”. Micro testing used optic microscopy and toughness testing used charpy impact testing with variation of tempering were 450 and 550 oC. The results of micro testing for sample without heating treatment including ferrit and cementite phase. The sample result occured by heating treatment of quenching revealed martensite phase which has needle shaped, this phase occurred because of rapid cooling process that makes the atoms move and no diffuse. Whereas the result of sample occured by heating treatment of tempering shown the structure of speroidit carbide, when it is located at a high temperature or warming up around the critical temperature A1 is 723 º C, and for a long time so cementite that had plate shaped will crumble into small balls (sphere). The impact testing results showed the best result obtained at 550 oC tempering with toughness value of 0.08 J/mm2 and the lowest value of toughness obtained at steel is quenched with toughness value of 0.04 j/mm2.


(4)

(5)

(6)

x DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HDUP ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja ... 5

2.1.1 Klasifikasi baja ... 6

2.1.2 Baja paduan ... 7

2.1.3 Unsur paduan pada baja ... 8


(7)

xi

2.3 Diagram Fasa Fe-Fe3C ... 11

2.4 Pendinginan ... 14

2.5 Perlakuan Panas ... 15

2.5.1 Hardening ... 19

2.5.2 Lama waktu pemanasan ... 21

2.5.3 Normalizing ... 22

2.5.4 Quenching ... 23

2.6 Sifat Fisik Baja ... 23

2.7 Pengujian Impak... 25

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

3.2 Alat dan Bahan ... 30

3.2.1Peralatan ... 30

3.2.2 Bahan ... 31

3.3 Prosedur Penelitian... 31

3.3.1 Persiapan sampel ... 31

3.3.2 Preparasi sampel ... 32

3.3.3 Perlakuan panas ... 32

3.3.4 Pengujian impak charpy ... 32

3.3.5 Struktur mikro ... 33

3.4 Diagram alir penelitian ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil preparasi bahan ... 35

4.2 Hasil komposisi kimia ... 38

4.3 Uji ketangguhan ... 40

4.4 Hasil uji struktur mikro ... 43

4.4.1 Hasil uji mikro tanpa pemanasan ... 44

4.4.2 Hasil mikro dengan proses perlakuan panas ... 45

4.5 Jenis-jenis patahan ... 47

4.5.1 Jenis-jenis yang didapat setelah pengujian impak ... 47

V. KESIMPULAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(8)

(9)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan dunia industri merupakan salah satu pendorong perkembangan material, yang kemudian melatarbelakangi dilakukannya berbagai riset untuk menghasilkan material baru maupun modifikasi dari jenis material yang sudah ada (Anonimous A, 2010).

Baja merupakan salah satu material yang mampu memenuhi sebagian dari kebutuhan manufaktur yang sifatnya dapat direkayasa sesuai dari kemampuan baja tersebut (Barney, dkk, 2003).

Dewasa ini perkembangan produk baja di dunia semakin berkembang, Sehingga memaksa kita untuk selalu mengembangkan konsep-konsep ilmu yang telah ada, seperti bagaimana mendapatkan suatu baja dengan sifat kekerasan dan ketangguhan yang baik (Wijaya, 2011).

Aplikasi baja ini sering banyak digunakan untuk alat perkakas seperti poros, bahan pasak dan sebagainya. untuk itu diharapkan memiliki kekuatan dan ketangguhan yang baik, agar pada saat digunakan dapat menahan beban dan bertahan dalam waktu pengoperasian. Oleh sebab itu perlu dilakukan perlakuan panas yang diikuti dengan pemanasan tempering untuk menghasilkan kualitas


(10)

bahan yang baik (Wilyanto, 2009). Tujuan dari penemperan adalah untuk meningkatkan keuletan dan mengurangi kerapuhan. Namun, pengaruh dari suhu tempering ini akan menurunkan tingkat kekerasan dari logam (Harun, 1986).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan baja K-460 sebagai material yang akan diuji. Alasan yang melandasi penulis menggunakan baja K-460 karena baja tersebut banyak dipergunakan dalam bidang teknik industri. Baja ini memiliki kekerasan yang tinggi sehingga cocok untuk komponen yang membutuhkan kekerasan, keuletan, maupun ketahanan terhadap gesekan (Djaprie, dkk, 1990).

Pengembangan sifat mekanik khususnya dibidang industri, telah banyak dilakukan oleh para peneliti, salah satunya yang dilakukan Haryadi pada tahun 2006, dalam penelitiannya Haryadi meneliti tentang pengaruh suhu tempering terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan struktur mikro pada baja K-460. Peneliti tersebut menggunakan variasi suhu tempering 100, 200, 300, dan 400ºC dengan lama waktu penahanan 60 menit dan menggunakan pengujian kekerasan dan kuat tarik. Pada penelitian tersebut menunjukan bahwa hasil kekerasan baja, kekuatan tarik dan struktur mikro dipengaruhi suhu tempering, ketika suhu tempering dinaikan kekerasan dan kekuatan tariknya akan menurun. Pada baja yang telah dikeraskan umumnya bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan, sehingga untuk menghasilkan suatu produk yang menuntut keuletan dan tahan terhadap gesekan perlu dilakukan proses pemanasan ulang atau tempering, oleh sebab itu untuk mengetahui keuletan dari suatu bahan peneliti menggunakan suhu 450 dan 550ºC dengan menggunakan uji impak.


(11)

Dalam penelitian ini, pengujian baja K-460 dilakukan dengan menggunakan uji impak. Pengujian baja K-460 ini dipanaskan pada suhu 800 ºC dengan lama pemanasan selama 30 menit Baja dipanaskan lalu didinginkan dengan proses quenching dengan menggunakan media pendingin oli. Setelah itu melakukan proses tempering dengan suhu 450 dan 550ºC dengan waktu penahanan 60 menit setelah itu melakukan pengujian impak. Pengujian ini dilakukan agar mendapatkan ketangguhan yang diinginkan.

1.2Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh suhu pemanasan dan quenching terhadap sifat tangguh baja K-460?

2. Bagaimana pengaruh variasi suhu tempering dan pendinginan quenching terhadap struktur mikro baja K-460?

3. Bagaimana pengaruh variasi suhu tempering dan pendinginan normalizing terhadap struktur mikro baja K-460?

4. Bagaimana sifat tangguh baja K-460 yang mengalami proses heat treatment dengan tempering?

1.3Batasan masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja K-460.


(12)

3. Suhu pemanasan yang digunakan pada penelitian ini adalah 800ºC dengan lama pemanasan 30 menit.

4. Variasi suhu tempering yang digunakan pada penelitian ini adalah 450 dan 550ºC.

5. Pengujian yang dilakukan adalah uji impak dan struktur mikro. 6. Media quenching yang digunakan adalah media pendingin oli.

1.4Tujuan penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas dengan media quenching oli terhadap sifat tangguh baja K-460.

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu tempering setelah proses quenching terhadap struktrur mikro.

3. Mengetahui jenis patahan yang didapat setelah pengujian impak.

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan ketangguhan yang diinginkan dalam pengolahan baja.

2. Dapat memberikan informasi kepada dunia industri dalam perlakuan panas K-460 untuk pengembangan produk yang lebih baik.

3. Dengan adanya variasi suhu tempering kita dapat meningkatkan ketangguhan baja K-460.

4. Untuk diri sendiri, diharapkan dapat menambah wawasan tentang proses tempering terhadap uji ketangguhan.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bagian kedua dalam tulisan ini yaitu tinjauan pustaka. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori pendukung penelitian yaitu: Baja, Klasifikasi Baja, Baja Paduan, Unsur Paduan pada Baja, Baja K-460, Diagram fasa Fe-Fe3C, Pendinginan,Perlakuan Panas (heat treatment), Hardening, Lama Waktu Pemanasan,Normalizing,Quenching, Sifat Fisik Baja, dan Pengujian Impak Charpy.

2.1Baja

Baja adalah logam paduan besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon (C) sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,2 –2,1% dari berat grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengerasan pada kisi kristal atom besi. Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon lebih kecil 1,7 %, sedangkan besi mempunyai kadar karbon lebih besar dari 1,7 %. Baja mempunyai unsur-unsur lain sebagai pemadu yang dapat mempengaruhi sifat dari baja. Penambahan unsur-unsur dalam baja karbon dengan satu unsur atau lebih, bergantung pada karakteristik baja karbon yang akan dibuat(Anonimous, 2010).

Walaupun baja dapat didefinisikan sebagai campuran karbon dan besi, tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu jenis baja pun yang hanya terdiri dari dua elemen,


(14)

Karena proses pembuatan dan sifat-sifat alamiah dari bahan-bahan mentah yang digunakan, semua baja mengandung bahan lain yang tidak murni dalam jumlah kecil yang bervariasi, seperti posfor, belerang, mangan, dan silikon,bercampur dengan elemen-elemen sisa lainnya.Kotoran-kotoran ini tidak mungkin dapat dihilangkan seluruhnya dari logam (Surdia, 1999).

Menurut Suherman, (1987)Pada 723ºC baja mulai menunjukkan perubahan struktur dan baja melebur pada 1550ºC . Menurut Van Vlack, (1991) mengingat pentingnya peran karbon dalam baja, dalam berbagai cara identifikasi baja dicantumkan kadar karbonnya. Digunakan penomoran empat digit, dua digit terakhir menyatakan kadar karbon dalam perseratusan persen. Dua digit pertama menunjukkan jenis elemen paduan yang ditambahkan pada besi dan karbon.Kandungan karbon dalam baja sekitar 0,1-1,7% sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Persentase dari unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi sifat dasar dari logam baja yang dihasilkan (Bradbury, 2002).Produk baja sangat banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri. Hal ini meliputi 95% dari seluruh produksi logam baja. Untuk penggunaan tertentu baja merupakan satu-satunya logam yang memenuhi persyaratan teknis maupun ekonomi. Sebelum baja digunakan perlu diketahui komposi dari unsur-unsur baja tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Amanto, 1999).

2.1.1 Klasifikasi baja

Menurut komposisi kimianya baja dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: baja karbondan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon masih mengandung


(15)

sejumlah unsurlain tetapi masih dalam batas-batas tertentu yang tidak banyak berpengaruh pada sifatdasar baja. Unsur-unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari prosespembuatan besi/baja seperti mangan dan silikon dan beberapa unsur pengotoran,seperti belerang, posfor, oksigen, nitrogen dan lain-lain yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil. Baja dengan kadar mangan kurang dari 0,8%, silikon kurang dari 0,5 danunsur lain yang sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja ditambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer/mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat. Baja karbon dapat digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut. Penggolongan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja ini disebut baja ringan (mild steel) atau baja perkakas, baja karbonrendah bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendahberkisar 0,05-0,3%. Baja ini mempunyai sifat seperti lunak, mudah dibentuk, dilas, dan dikerjakan dengan mesin sehingga dapat dijadikan mur, baut, batang tarik dan perkakas silinder (Alexander, 1991).

b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Stell)

Baja karbon menengah mengandung karbon 0,3 – 0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon menengah digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif,batang torak, rantai, pegas dan lain-lain.


(16)

c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6 – 1,5% dibuat dengan cara menggerindra permukaannya, misalnya bor dan batang dasar. Ini digunakan untuk peralatan mesin-mesin barat, batang pengontrol dan lain-lain(Alexander, 1991).

2.1.2 Baja Paduan

Pada umumnya baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan unsur khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibden akan menghasilkan baja yang tahan terhadap panas (Harun,dkk, 1986).

Baja paduan digunakan karena adanya keterbatasan baja karbon saat dibutuhkan sifat-sifat yang spesial dari pada logam khususnya baja. Keterbatasan dari baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifatspesial yang diperoleh dari pencampuran meliputi sifat kelistrikan, magnetis


(17)

dan koefisien spesifik dan pemuaian panas serta tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto, 1999).

2.1.3 Unsur Paduan Pada Baja

Unsur-unsur paduan pada baja adalah sebagai berikut: 1. Unsur Campuran Dasar Karbon

Unsur karbon adalah unsur campuran yang paling penting dalam pembentukan baja. Jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan utama penambahan unsur lain ke dalam baja adalah untuk mengubah pengaruh dari karbon. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secara perlahan-lahan pada suhu kamar dalam bentuk sebagai berikut :

a). Larut dalam besi untuk membentuk larutan pada ferit yang mengandung karbon di atas 0,006 pada temperatur sekitar 725 ºC. Ferit bersifat lunak, tidak kuat dan kenyal.

b). Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sebagai sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.

2. Unsur Campuran Lain

Di samping campuran kimia dan besi, juga terdapat unsur-unsur campuran lainnya yang jumlah persentasenya dikontrol. Unsur-unsur tersebut adalah posfor, sulfur, mangan dan silikon. Pengaruh unsur tersebut pada baja adalah sebagai berikut :


(18)

a) Unsur posfor

Unsur posfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mengandung unsur fosfor sekitar 0,05 % mempunyai titik cair yang rendah tetap menghasilkan sifat yang keras dan rapuh.

b) Unsur Sulfur

Unsur sulfur membahayakan sulfida yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Kandungan sulfur harus dijaga agar serendah-rendahnya sekitar 0,05%.

c) Unsur Silikon

Silikon membuat baja tidak stabil, pada kandungan silikon sekitar 0,1-0,3 % menghasilkan lapisan grafit yang menyebabkan baja tidak kuat. d) Unsur Mangan

Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur ketika Baja mengandung mangan lebih dari 1% maka akan menghasilkan mangan sulfida dan diikuti pembentukan besi sulfida (Amstead, 1993).

2.2Baja K-460

Penggunaan dari masing-masing baja umumnya berbeda-beda berdasarkan kandungan karbon pada baja tersebut. Baja karbon rendah digunakan untuk kawat, baja profil, sekrup, ulir dan baut. Baja karbon sedang digunakan untuk rel kereta api, poros roda gigi, dan suku cadang yang berkekuatan tinggi, atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, milling cutter, reamers, tap dan bagian-bagian yang harus tahan gesekan (Sriatie, 1990). Ada teori yang mengatakan bahwa alat potong


(19)

seperti pisau, lebih baik menggunakan bahan baja dengan kandungan karbon tinggi. Baja karbon tinggi memiliki sifat yang sangat kuat terhadap gesekan dan sulit dibentuk mesin. Sifat lainnya yakni kurangnya sifat liat (Harahap, 2008).

Baja K-460 merupakan baja produk BOHLER, baja ini mengandung karbon (C) = 0,95%, Mangan (Mn) = 1%, Chrom (Cr) = 0,5%, Vanadium (V) = 0,1%, dan Wolfram (W) = 0,5%. Baja K-460 termasuk jenis baja karbon tinggi yaitu antara (0,70 < 0,95 < 1,40). Berbagai macam penelitian yang telah dilakukan membuat peneliti memilih bahan baja perkakas K-460, karena termasuk dalam golongan baja karbon tinggi. Temperatur pengerasan dapat dilakukan pada temperatur 800oC. Proses temper atau proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan dilakukan pada temperatur 130, 150, 350, dan 450oC dengan waktu pemanasan selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Hal ini dilakukan dengan upaya agar didapatkan pisau dengan kekuatan dan ketangguhan yang tinggi.

Selain temperatur temper, waktu tahan pemanasan baja perlu diperhatikan pula. Penelitian sebelumnya menggunakan waktu tahan selama 60 menit. Waktu yang dipergunakan tidak terlalu lama karena tidak baik apabila baja saat proses pengerjaan mengalami pemanasan hingga mencapai temperatur yang terlalu tinggi atau waktu tahan terlalu lama. Hal tersebut dapat membuat sifat mekanis baja menjadi kurang baik (Haryadi, 2006).


(20)

2.3Diagram Fasa Fe-Fe3C

Diagram fasa merupakan diagram yang digunakan sebagai peta yang menunjukkan fasa yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan seimbang. diagram fasa digunakan untuk membantu dalam memprediksi transformasi fasa dan menghasilkan struktur yang seimbang atau tidak, sertamerepresentasikan hubungan antara komposisi dan temperatur kuantitas fasa pada kesetimbangan seperti tampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram fase Fe-Fe 3C.


(21)

Gambar 2.Skema Fe3-C dan mikro struktur pada tiap fasa.

Beberapa fasa yang terdapat dalam diagram fasadapat dijelaskan sebagai berikut:

1.Ferrit

Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotektoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Austenit

Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi.


(22)

Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN.

3. Sementit

Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC.

4. Perlit

Pearlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

5. Bainit

Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit.

6. Martensit

Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.


(23)

2.4Pendinginan

Apabila baja didinginkan dengan kecepatan pendinginan yang tinggi dari daerah austenit dan tidak menyentuh hidung kurva transformasi isothermal maka akan diperoleh suatu fasa baru yang disebut martensit. Martensit merupakan struktur dalam keadaan lewat jenuh dari kelarutan atom-atom karbon tidak lebih dari 0,025%. Sedangkan didalam struktur martensit kelarutan atom-atom karbon tersebut kurang lebih sama dengan jumlah kelarutan atom-atom didalam austenit.keadaan seperti ini terjadi karena proses transformasi yang terjadi sangat cepat sehingga atom-atom karbon didalam austenit tidak sampai berdifusi (Callister, 2007). Gambar 3 dibawah menunjukan pendinginan quenching pada baja.

Gambar 3. Skema pendinginan Quenching.

Pada skema pendinginan quenching, pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit. Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur


(24)

mikro perlit dan bainit. Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.

25 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses mengubah sifat mekanis logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa mengubah komposisi kimia. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat setelah perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan bagian logam atau sebagian dari logam. Perlakuan panas biasanya menggunakan pemanasan atau pendingian hingga suhu ekstrim, untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti pengerasan atau pelunakan baja. Perlakuan panas yang umum digunakan yaitu normalisasi, hardening, tempering, dan lain-lain (Suherman, 1987). Pengerasan baja dilakukan dengan proses pemanasan dan pendinginan. Pada saat pendinginan mengalami transformasi martensit yang dapat meningkatkan kekerasan. Proses pengerasan ini tanpa mempengaruhi sifat-sifat yang lain (Amstead , 1999).

Secara umum, proses perlakuan panas adalah:

Memanaskan logam/paduannya sampai pada suhu tertentu (heating temperature).

Mempertahankan pada suhu pemanasan tersebut dalam waktu tertentu (holding time).


(25)

Perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan kuat tarik, kekerasan, keuletan,menghilangkan tegangan internal (internal stress), dan menghaluskan ukuran butir kristal. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir. Adapun siklus dari perlakuan panas terdiri dari 3 tingkat utama sepertiterlihat pada Gambar 4 dibawah ini:

suhu

holding time

Pendinginan Heating temperatur

waktu

Gambar 4. Siklus perlakuan panas (Hardiananto, 2010).

Untuk meningkatkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui.Hal ini dikarenakan perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (Viego, 2010).

Perlakuan panas pada baja dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemanasan pada suhu rendah

Pemanasan pada suhu rendah tidak akan menghasilkan suatu perubahan dalam struktur baja, namun hanya akan menghasilkan perubahan kecil pada sifat mekaniknya. Apabila dalam pengerjaan ini dihasilkan suatu permukaan


(26)

baja yang keras, maka dapat dihilangkan dengan cara penuangan. Pengerjaan penuangan dapat dilakukan didalam mesin perkakas.

2. Pemanasan dalam suhu tinggi

Apabila baja dipanaskan terus-menerus yang mengakibatkan suhu pemanasan naik dan mencapai suhu tertentu, maka terjadi pembentukan butiran-butiranbaru yang bentuk dan ukurannya kecil dan halus. Pembentukan butiran dapat terjadi walaupun ukuran original sebelumnya besar dan kasar, karena perubahan terjadi sebelum pengerjaan dingin. Proses tersebut dikenal pengkristalan kembali. Temperatur pengkristalan kembali untuk beberapa logam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pengkristalan kembali pada beberapa logam.

Jenis Logam

Temperatur (ºC) Pengkristalan

Kembali

Titik Cair

Wolfram 1.200 3.410

Molibdeum 900 2.620

Nikel 600 1.458

Besi 450 1.535

Kuningan 400 900-1.050

Perunggu 400 900-1.050

Tembaga 200 1.083

Perak 200 960

Alumunium 150 660

Magnesium 150 651

Seng 70 419

Timbal 20 327

Timah 20 232

3. Pemanasan secara terus-menerus

Pada pemanasan baja yang dilakukan secara terus menerus, terjadi lainnya (terutama unsur karbon) oleh butiran-butiran besi yang menghasilkan suatu struktur yang berbentuk kasar. Proses tersebut dikenal sebagai proses


(27)

pertumbuhan butiran (grain growh). Jadi, pemanasan pada suhu tinggi akan menyebabkan terjadi pertumbuhan butiran melalui pengkristalan kembali pada baja yang mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran butiran-butiran. Selain itu, pertumbuhan butiran-butiran akan terjadi terus-menerus selama dilakukan pendinginan. Pengkristalan kembali dan perumbuhan butiran yang terjadi terhadap baja akibat perlakuan panas,berpengaruh pada sifat-sifat mekanik baja.Proses yang dilakukan dalam perlakuan panas terdiri dari pelunakan(annealing), penormalan (normalizing), pengerasan (hardening) dan menemper (tempering).

a. Pelunakan (annealing) merupakan proses pemanasan yang diikuti dengan pendinginan perlahan-lahan di dalam tungku.

b. Normalisasi dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan butir yang halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan diikuti dengan pendinginan secara bebas didalam udara luar supaya terjadi perubahan ukuran butiran-butiran.

c. Pengerasan (hardening) merupakan perlakuan panas pada baja dari titik kritis atas kemudian dilakukan pendinginan cepat (quenching).

d. Menemper (tempering) merupakan pemanasan kedua dimana baja dipanaskan sampai di bawah titik kritis bawah kemudian dilakukan pendinginan.


(28)

2.5.1 Hardening

Untuk memenuhi tuntutan fungsi seperti harus keras, tahan gesekan atau beban kerja yang berat, maka baja harus dikeraskan melalui proses pengerasan. Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Prinsip kerjanya yaitu dengan cara memanaskan baja sampai titik temperatur austenite kemudian didinginkan secara memdadak / quenching dengan kecepatan pendinginan diatas kecepatan pendinginan kritis agar terjadi pembentukan martensit dan diperoleh kekerasan yang tinggi. Besarnya Temperatur pemanasan austenit tergantung dari jenis baja, dan biasanya tiap-tiap produsen sudah mengeluarkan diagram suhunya masing-masing (margono, 2009).

Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan, dan strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan, holding time, laju pendinginan yang dilakukan, dan ketebalan sampel. Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai struktur austenit, karena hanya austenit yang dapat bertransformasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maka setelah di quenching akan diperoleh struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit (Van Vlack dan Djaprie, 1992).

Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening terhadap kekerasan baja yaitu oksidasi oleh oksigen. Selain berpengaruh terhadap besi, oksigen berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu pada benda kerja dapat berbentuk lapisan oksidasi


(29)

selama proses hardening. Pencegahan kontak dengan udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan dengan cara menambah temperatur lebih tinggi karena bahan yang terdapat dalam baja akan bertambah kuat terhadap oksigen. Jadi, semakin tinggi temperatur, semakin mudah untuk melindungi besi terhadap oksidasi ( Yamada, 2007).

Bila bentuk benda tidak teratur, benda harus dipanaskan perlahan-lahan agar tidak mengalami distorsi atau retak. Makin besar potongan benda, makin lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil pemanasan yang merata. Pada perlakuan panas ini, panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu. Bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam sehingga dapat diperoleh struktur yang merata (Schonmetz, 1985).

Benda dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya menghasilkan permukaan yang kurang keras meskipun kondisi perlakuan panas tetap sama. Hal ini disebabkan karena terbatasnya panas yang merambat di permukaan. Oleh karena itu kekerasan di bagian dalam akan lebih rendah daripada bagian luar. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet (Schonmetz, 1985).

2.5.2 Lama Waktu Pemanasan (Holding time temperature)

Lama waktu penahanan suhu dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan.Pada proses hardening dengan menahan temperaturnya pada


(30)

waktu tertentu, maka akan diperoleh pemanasan yang homogen dan unsure austenitenya homogen. Pedoman untuk menentukan lama waktu penahanan suhu dari berbagai jenisbaja:

1. Baja Kontruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah

Pada baja karbon dan baja paduan rendah yang mengandung karbida mudah larut, diperlukan lama waktu penahanan, 5 - 15 menit setelah mencapai suhu pemanasannya dianggap sudah memadai.

2. Baja Kontruksi dari Baja Paduan Menengah

Baja ini dianjurkan menggunakan lama waktu penahanan suhu 15 - 25 menit dan tidak bergantung ukuran benda kerja.

3. Alat Baja Campuran Rendah (Low Alloy Tool Steel)

Memerlukan lama waktu penahanan suhu tetap, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda atau 10 – 30 menit.

4. Baja Campuran Kromium Tinggi (High Alloy Chrome Steel)

Baja ini membutuhkan lama waktu penahanan suhu yang paling panjang dibandingkan semuajenis baja perkakas, selain itu juga bergantung pada suhu pemanasan dan kombinasi suhu holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda dengan minimum 10 menit,maksimum 10 jam.

5. Alat Baja Kerja Panas (Hot Work Tool Steel)

Baja ini mengandung karbida yang dapat terlarut pada 1000ºC. Pada suhu ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, oleh sebab itu lama waktu penahanan suhu harus dibatasi 15 – 30 menit.


(31)

6. Baja Kecepatan Tinggi (High Speed Steel)

Jenis baja ini memerlukan suhu pemanasan yang sangat tinggi yaitu 1200 – 1300ºC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir, lama waktu penahanan suhu diambil hanya beberapa menit saja (Daniel, dkk, 1985).

2.5.3 Normalizing

Normalizing adalah proses pemanasan pada suhu austenit dan didinginkan di udara terbuka. Normalizing biasanya diterapkan pada baja karbon rendah dan baja paduan untuk menghilangkan pengaruh pengerjaan bahan sebelumnya, menghilangkan tegangan dalam, dan memperoleh sifat-sifat fisik yang diinginkan (Adriansyah, 2007).

2.5.4 Quenching

Quenching merupakan pendinginan secara cepat suatu logam dengan pencelupan pada media pendingin. Kekerasan maksimum dapat terjadi dengan mendinginkan secara mendadak sampel yang telah dipanaskan sehingga mengakibatkan perubahan struktur mikro. Laju quenching tergantung pada beberapa faktor yaitu temperatur medium, panas spesifik, panas pada penguapan, konduktivitas termal medium, viskositas, dan agritasi/aliran media pendingin (Piyarto, 2008).


(32)

2.6 Sifat fisik baja

Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi bahan bangunan yang sangat berharga. Beberapa sifat baja yang penting adalah kekuatan, kelenturan, keuletan, kekerasan dan ketangguhan, oleh sebab itu, kita perlu mengetahui sifat struktur atomnya dengan cara melakukan pengujian metalografi.

1. Struktur mikro

Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat, struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut. Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Pengujian makro (Macroscope Test)

Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5 hingga 50 kali.

b. Pengujian mikro (Microscope Test)

Pengujian mikro ialah proses pengujian terhadap bahan logam yang bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus.


(33)

2. Komposisi kimia

Pengujian komposisi kimia adalah suatu pengujian untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat pada logam dari suatu benda uji. Komposisi kimia dari logam sangat penting untuk menghasilkan sifat logam yang baik. Spectrometer adalah alat yang mampu menganalisa unsur-unsur logam induk dan campurannya dengan akurat, cepat dan mudah dioperasikan. Prinsip dasar dari kandungan unsur dan komposisinya yang diketahui pada alat ini adalah apabila suatu logam dikenakan energi listrik atau panas maka kondisi atom-atomnya akan menjadi tidak stabil (Yogantoro, 2010).

27. Pengujian impak (impact charpy)

Menurut Dieter (1986), uji impak merupakan salah satu jenis pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan ketangguhan material terhadap pembebanan yang diberikan secara tiba-tiba. Spesimen yang digunakan dalam uji impak ini memiliki ukuran dan bentuk standar, yaitu seperti yang terlihat pada gambar berikut:


(34)

Parameter yang diperoleh dari alat uji impak adalah energi impak yakni besar energi yang diserap untuk mematahkan benda kerja (spesimen). Harga impak adalah energi impak tiap satuan luas penampang di daerah takikan.Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.

Karakteristik Harga Impak (HI) material:

Material ulet mempunyai HI yang besar dan material getas mempunyai HI yang kecil.Adapun yang mempengaruhi harga impak suatu material adalah sebagai berikut:

1. Bentuk takikan

Dalam percobaan uji impak ini, terdapat 4 jenis takikan yang umum digunakan, yaitu:

a. Takikan-V

Gambar 6.Takikan V(Dowling, 1993).

b. Takikan-U


(35)

c. Takikan-I

Gambar 8. Takikan I (Dowling, 1993).

d. Takikan-Keyhole

Gambar 9. Takikan Keyhole(Dowling, 1993).

Dari keempat jenis takikan diatas, takikan V memiliki HI terkecil, karena spesimen yang menggunakan takikan ini lebih mudah dipatahkan dari 3 jenis takikan yang lain(Dowling, 1993)

2. Kecepatan pembebanan

Semakin cepat hammer diayunkan, maka semakin kecil pula energi yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, sehingga harga impak juga semakin kecil.

3. Temperatur

Pengaruh temperatur terhadap harga impak baja berdasarkan metode charpy bergantung pada temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile)


(36)

sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Namun untuk beberapa jenis material, memiliki rentangan temperatur untuk berubah dari ulet menjadi getas.Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikitsehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah(Willyanto, 2009).

4. Kadar Karbon

Kadar karbon mempengaruhi harga impak material karena semakin keras material, maka semakin getas pula material tersebut, sehingga harga impaknya akan semakin kecil.

Ada 2 jenis patahan yaitu patah getas dan patah ulet. Adapun ciri-ciri dari masing-masing patahan ini adalah sebagai berikut:

1. Patah Getas:

- Energi impak kecil - Temperatur rendah


(37)

- Terjadi pada batas butir 2. Patah Ulet:

- Energi impak besar - Temperatur Tinggi - Bekas patahan berserabut - Terjadi pada butir

Prosedur uji impak dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: 1. Metode Izod

Metode Izod ini dilakukan dengan cara meletakkan spesimen dalam posisi vertikal dan pembebanan dilakukan dari arah depan takikan seperti yang terlihat pada gambar.

Gambar 10.Skema standar pengujian metode Izod (Dowling, 1993). 2. Metode Charpy

Pembebanan yang dilakukan pada metode charpy ini dilakukan dari belakang takikan dengan posisi spesimen pada alat uji adalah horizontal seperti yang terlihat pada Gambar 11.


(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan selesai. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat yaitu preparasi sampel di Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung (Unila), uji komposisi di PT. Bhinneka Bajanas Bohler Bandung serta uji impak dan struktur mikro di Laboratorium Teknik Material Institute Teknologi Bandung (ITB).

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alat pemotong sampel yang berfungsi untuk memotong baja K-460 sesuai dengan ukuran sampel yang digunakan.

2. Tungku pemanas nabertherm berfungsi untuk memanaskan sampel pada suhu tertentu yang sesuai dengan yang diinginkan.

3. mesin uji impact charpyberfungsi untuk mengetahui nilai ketangguhan dari suatu benda uji, dimana ketangguhan merupakan ketahan bahan terhadap beban kejut yang diterima.


(39)

4. Kertas amplas berfungsi untuk menghaluskan permukaan baja K-460 yang akan dihaluskan dari permukaan yang kasar sebelumnya.

5. Mesin poles Struers Labopol-25 berfungsi unuk menghilangkan goresan-goresan setelah dilakukannya proses pengamplasan.

6. Kain poles berfungsi utuk mempermudah menghilangkan goresan-goresan ketika dilakukan pemolesan.

7. Alat pengering Wigo Faifun1100 berfungsi untuk mengeringkan sampel yang sudah dipoles.

8. Mikroskop Optik Olympus berfungsi untuk melihat struktur mikro dari baja K-460 yang sedang diteliti.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini baja K-460, alkohol 96%, larutan etanol, resin, hardener, diamon pasta,dan larutan nital.

3.3 Prosedur percobaan

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut:

3.3.1 Persiapan sampel

Menyiapkan baja K-460 dan memberi tanda pada baja yang akan digunakan pada penelitian sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan yaitu dengan ukuran sampel masing-masing 10x10 mm.


(40)

3.3.2 Preparasi sampel

Preparasi sampel yang dilakukan yaitu memotong baja K-460 yang telah disiapkan dan ditandai sesuai ukuran. Pada penelitian kali ini pemotongan sampel dilakukan sebanyak 12 spesimen.

3.3.3 Perlakuan panas

Peralakuan panas merupakan suatu proses pemanasan terhadap baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas yang diterapkan dalam penelitian ini, dilakukan dengan beberapa tahapan. Dalam prakteknya perlakuan panas tempering dilaksanakan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Masing-masing spesimen baja dipanaskan sampai suhu austenit yaitu 800ºC selama 30 menit.

b. Kemudian di quenching atau didinginkan kedalam cairan oli selama beberapa detik.

c. Setelah proses quenching masing-masing spesimen dilakukan penemperan dengan suhu yang berbeda yaitu 450 dan 550ºC dengan lama waktu penahanan 60 menit.

d. Kemudian dilakukan pendinginan dengan udara terbuka.

3.3.4 Pengujian impact charpy

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ketangguhan yang dimiliki oleh suatu material sehingga hasil yang didapat dari pengujian ketangguhan terhadap suatu


(41)

material dapat diajuka sebagai acuan standar ketangguhan yang dimiliki oleh material tersebut.

3.3.5 Struktur mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui susunan fasa Pada suatu benda uji atau spesimen. Struktur mikro dan sifat paduannya dapat diamati denga berbagai cara bergantung pada sifat yang dibutuhkan. Salah satu cara megamati struktur mikro yaitu dengan teknik metallografi dengan menggunakan alat mikroskop optik. Adapun langkah-langkah untuk mengamati struktur mikro adalah sebagai berikut:

a. Memotong sampel sesuai dengan ukuran alat uji stuktur mikro. b. Sampel yang potong kemudian dimounting.

c. Melakukan proses pengamplasan pada sampel dengan tingkat kehalusan amplas: 100, 220, 400, 600, 1000, dan 2000.

d. Melakukan pemolesan pada sampel dengan menggunakan kain poles yang ditempelkan pada piringan yang berputar pada mesin poles yang sebelumnya telah diolesi diamon pasta.

e. Melakukan pengetsaan dimana permukaan sampel dicelupkan kedalam larutan nital selama beberapa detik dan kemudian dibersihkan dengan air dan alkohol setelah itu dikeringkan dengan Wigo Faifun. Setelah sampel benar-benar kering, kemudian dilakukan pengamatan struktur mikro dengan pembesaran 20 x dan 50 x dengan menggunakan alat mikroskop optik olympus.


(42)

3.4 Diagram alir penelitian

Gambar 12 menunjukan diagram alir proses pengaruh variasi tempering terhadap struktur mikro dan sifat tangguh baja K-460.

Gambar 12. Diagram alir penelitian. Studi literatur

Baja K-460 Preparasi bahan

Austenisasi 800ºC, 30 menit Pembuatan spesimen

Tempering Quenching oli

Temperatur 450ºC, HT 60 Menit 45

Temperatur 550ºC, HT 60 Menit

Pengujian

Uji mikro Uji impak

Data

Pembahasan

Kesimpulan Raw material


(43)

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil struktur mikro tanpa pemanasan didapat fasa ferlit dan sementit. 2. Dari hasil uji ketangguhan bahwa semakin besar temperatur tempering maka semakin besar pula ketangguhan yang didapat yaitu untuk temper 450 ºC dengan rata-rata nilai ketangguhan sebesar 0,07 J/mm2, sedangkan untuk temper 550 ºC didapat rata-rata nilai sebesar 0,08 J/mm2.

3. Pada hasil raw material baja memiliki nilai ketangguhan yang sangat tinggi yaitu dengan rata-rata 0,21 J/mm2 dan ketika baja diquenching baja mengalami penurunan drastis yaitu dengan rata-rata nilai impak sebesar 0,04 j/mm2 dan ketika baja diberi perlakuan temper baja tersebut memiliki ketangguhan yang meningkat kembali yaitu berkisar 0,07 J/mm2 dan 0,08 J/mm2.

4. Pada struktur mikro yang ditempering, kedua baja tersebut tidak memiliki hasil struktur mikro yang jauh berbeda, mungkin dikarenakan suhu tempering yang diberikan tidak terlalu jauh sehingga hasil strukturnya pun hampir sama.


(44)

5. Dari hasil penampang patahan baja yang didapat, bahwa baja yang mengalami proses quenching memiliki sifat yang getas atau rapuh, dan baja yang mengalami proses tempering memiliki penampang patahan yang bersifat ulet.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2007. Pengaruh Temperatur Pada proses Heat Treatment Untuk Meningkatkan Ketahanan Aus Baja Karbon rendah Pada pena pegas daun. Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Vol. 3, No. 1, Politeknik Negeri Medan.

Alexander, W. O. 1991. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: Erlangga.

Amanto, H. dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: Erlangga. Hal 63-87. Amstead, B.H. 1993. Teknologi Mekanik. Edisi ketujuh, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Anonimous, A. 2011. http://www.scribd.com/doc/52699097/diagram-ttt/. Diakses:

16 maret 2013. Pukul 19.45 WIB.

Anonimus, B. 2010. http://mantatulanginsinyur.blogspot.com/2010/07/Diagram-kesetimbangan -fe-fe3c.html. Diakses: 16 maret 2013. Pukul 09.16 WIB. Anonimous, C. 2012. http://www.scribd.com/doc/52699097/diagram-ttt/. Diakses:

16 maret 2013. Pukul 10.14 WIB.

Barney E, and Klamechi. 2003. Material and Processes in Manufacturing. Ninth Edition, John Weley & Sons, Inc. Jakarta.

Bradbury, E. J. 1990. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Jakarta: Erlangga. Callister, J.R., and William, D. 2007, Materials Science and Enginering. An

Introduction, John willey dan sons, New York. Pp 124-125.

Dieter, G. E, Sriatie dan Djaprie. 1987. Metalurgi Mekanik Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Dowling, N. 1993. Mechanical Behavior of Materials. Prentice Hal 1-15. George F.Vander Voort. Metal Handbook Ninth Edition. ASM Metal Park.


(46)

Harahap. 2008. Penentuan Persentase Pembentukan Fasa Austenit pada Transformasi Bainit Baja Mangan dengan Validasi Microhardness dan Macrohardness pada Temperatur 500 oC’. PhD Thesis. Universitas Sumatera Utara: Medan.

Haryadi, G. 2006. Pengaruh suhu tempering terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan miko pada baja K-460.Jurnal Teknik Mesin FT-UNDIP. Vol. 8, No. 2, Hal 1-8.

Hardiananto. 2010. Siklus dari perlakuan panas. Jakarta: Erlangga.

Harun, A.R dan George, L. 1986. Teori dan praktek kerja logam. Jakarta: Erlangga.

Piyarto. 2008. Tugas Akhir : Pengaruh Proses Quenching dan Tempering Pada Material SCMnCr 2 untuk Memenuhi Standar JIS G 5111, UMS, Surakarta.

Ohio. 1979. Failure Analysis and Pevention. American Society for Metals. Vol. 2, 9th Edition.

Schonmetz, dan Alois K. G. 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam. Bandung: Aksara.

Suherman, W. 1987. Perlakuan Panas. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Sugeng, Margono. 2009. Peningkatan Mutu Baja Pegas Daun Dengan Metode Proses Heat treatment. UPN Veteran. Jakarta.

Surdia, T. 1999. Pengetahuan bahan teknik. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suherman, W. 1987. Perlakuan Panas. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Suizta, Viego K. 2010. Pengaruh Proses Laku Panas Quenching dan Partitioning Terhadap Umur Lelah Baja Pegas Daun JIS SUP 9A dengan Metode Reversed Bending. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Sriatie and Dieter, G. E. 1986. Mechanical Metallurgy. SI ed., Mc Graw Hill,


(47)

Wijaya, A. dan Chandra. 2011. Rancang Bangun Alat charpy dan bentuk pengujian untuk bahan perkakas. Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. Vol. 3, No.2, pp 75-76.

Willyanto, 2009. Optimasi Proses Tempering Baja AISI 4140 Untuk Peningkatan Sifat Mekanik Roller Speed Reduser. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra.

Wiryosumarto, H dan Okumura, T. 1986. Teknologi Pengelasan Logam. cetakan ke-3, PradnyaParamita, Jakarta.

Yogantoro, A. 2010. Penelitian pengaruh variasi temperature pemanasan low tempering pada medium carbon steel produksi pengecoran batur- klaten terhadap stuktur mikro, kekerasan, dan ketangguhan. (Toughness), (Skripsi), Jurusan teknik mesin, Fakultas teknik universitas muhammadiyah surakarta.


(1)

struktur mikro dan sifat tangguh baja K-460.

Gambar 12. Diagram alir penelitian. Studi literatur

Baja K-460 Preparasi bahan

Austenisasi 800ºC, 30 menit Pembuatan spesimen

Tempering Quenching oli

Temperatur 450ºC, HT 60 Menit

45

Temperatur 550ºC, HT 60 Menit

Pengujian

Uji mikro Uji impak

Data Pembahasan Kesimpulan Raw material


(2)

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil struktur mikro tanpa pemanasan didapat fasa ferlit dan sementit. 2. Dari hasil uji ketangguhan bahwa semakin besar temperatur tempering

maka semakin besar pula ketangguhan yang didapat yaitu untuk temper 450 ºC dengan rata-rata nilai ketangguhan sebesar 0,07 J/mm2, sedangkan untuk temper 550 ºC didapat rata-rata nilai sebesar 0,08 J/mm2.

3. Pada hasil raw material baja memiliki nilai ketangguhan yang sangat tinggi yaitu dengan rata-rata 0,21 J/mm2 dan ketika baja diquenching baja mengalami penurunan drastis yaitu dengan rata-rata nilai impak sebesar 0,04 j/mm2 dan ketika baja diberi perlakuan temper baja tersebut memiliki ketangguhan yang meningkat kembali yaitu berkisar 0,07 J/mm2 dan 0,08 J/mm2.

4. Pada struktur mikro yang ditempering, kedua baja tersebut tidak memiliki hasil struktur mikro yang jauh berbeda, mungkin dikarenakan suhu

tempering yang diberikan tidak terlalu jauh sehingga hasil strukturnya pun hampir sama.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2007. Pengaruh Temperatur Pada proses Heat Treatment Untuk Meningkatkan Ketahanan Aus Baja Karbon rendah Pada pena pegas daun. Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Vol. 3, No. 1, Politeknik Negeri Medan.

Alexander, W. O. 1991. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: Erlangga.

Amanto, H. dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: Erlangga. Hal 63-87. Amstead, B.H. 1993. Teknologi Mekanik. Edisi ketujuh, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Anonimous, A. 2011. http://www.scribd.com/doc/52699097/diagram-ttt/. Diakses:

16 maret 2013. Pukul 19.45 WIB.

Anonimus, B. 2010. http://mantatulanginsinyur.blogspot.com/2010/07/Diagram-kesetimbangan -fe-fe3c.html. Diakses: 16 maret 2013. Pukul 09.16 WIB. Anonimous, C. 2012. http://www.scribd.com/doc/52699097/diagram-ttt/. Diakses:

16 maret 2013. Pukul 10.14 WIB.

Barney E, and Klamechi. 2003. Material and Processes in Manufacturing. Ninth Edition, John Weley & Sons, Inc. Jakarta.

Bradbury, E. J. 1990. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Jakarta: Erlangga. Callister, J.R., and William, D. 2007, Materials Science and Enginering. An

Introduction, John willey dan sons, New York. Pp 124-125.

Dieter, G. E, Sriatie dan Djaprie. 1987. Metalurgi Mekanik Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Dowling, N. 1993. Mechanical Behavior of Materials. Prentice Hal 1-15. George F.Vander Voort. Metal Handbook Ninth Edition. ASM Metal Park.


(5)

Haryadi, G. 2006. Pengaruh suhu tempering terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan miko pada baja K-460.Jurnal Teknik Mesin FT-UNDIP. Vol. 8, No. 2, Hal 1-8.

Hardiananto. 2010. Siklus dari perlakuan panas. Jakarta: Erlangga.

Harun, A.R dan George, L. 1986. Teori dan praktek kerja logam. Jakarta: Erlangga.

Piyarto. 2008. Tugas Akhir : Pengaruh Proses Quenching dan Tempering Pada Material SCMnCr 2 untuk Memenuhi Standar JIS G 5111, UMS, Surakarta.

Ohio. 1979. Failure Analysis and Pevention. American Society for Metals. Vol. 2, 9th Edition.

Schonmetz, dan Alois K. G. 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam. Bandung: Aksara.

Suherman, W. 1987. Perlakuan Panas. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Sugeng, Margono. 2009. Peningkatan Mutu Baja Pegas Daun Dengan Metode Proses Heat treatment. UPN Veteran. Jakarta.

Surdia, T. 1999. Pengetahuan bahan teknik. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suherman, W. 1987. Perlakuan Panas. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Suizta, Viego K. 2010. Pengaruh Proses Laku Panas Quenching dan Partitioning Terhadap Umur Lelah Baja Pegas Daun JIS SUP 9A dengan Metode Reversed Bending. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Sriatie and Dieter, G. E. 1986. Mechanical Metallurgy. SI ed., Mc Graw Hill,


(6)

Wijaya, A. dan Chandra. 2011. Rancang Bangun Alat charpy dan bentuk pengujian untuk bahan perkakas. Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. Vol. 3, No.2, pp 75-76.

Willyanto, 2009. Optimasi Proses Tempering Baja AISI 4140 Untuk Peningkatan Sifat Mekanik Roller Speed Reduser. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra.

Wiryosumarto, H dan Okumura, T. 1986. Teknologi Pengelasan Logam. cetakan ke-3, PradnyaParamita, Jakarta.

Yogantoro, A. 2010. Penelitian pengaruh variasi temperature pemanasan low tempering pada medium carbon steel produksi pengecoran batur- klaten terhadap stuktur mikro, kekerasan, dan ketangguhan. (Toughness),

(Skripsi), Jurusan teknik mesin, Fakultas teknik universitas muhammadiyah surakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tempering Pada Baja Api 5LX-52 Terhadap Mikro Struktur dan Kekerasan

0 8 1

Pengaruh Tempering Pada Baja Api 5LX-52 Terhadap Mikro Struktur dan Kekerasan

0 19 1

PENGARUH LAMA PEMANASAN, PENDINGINAN SECARA CEPAT DAN TEMPERING TERHADAP SIFAT TANGGUH BAJA PEGAS DAUN AISI NO. 9260

13 115 48

EFFECT OFHEAT TREATMENT, PENGARUH PERLAKUAN PANAS, VARIASI SUHU TEMPERING DAN LAMA WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA PEGAS DAUN KARBON SEDANG (TEMPERINGTEMPERATUREVARIATIONSANDHOLDING TIMEONHARDNESSANDMICROSTRUCTURE OFMEDIUMCARBON

6 71 61

PENGARUH PROSES PEMANASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN TERHADAPNILAI KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA KARBON SEDANG (EFFECT PROCESS OF HEATING WITH VARIATIONS OF COOLING MEDIA TO THE VALUE OF HARDNESS AND MICROSTRUCTURE THROUGH MEDIUM CARBON STEEL

10 104 48

TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING , MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN (TOUGHNESS).

0 1 5

TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING , MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN (TOUGHNESS).

2 13 91

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING DAN WAKTU TAHAN TEMPERING PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP NILAI IMPAK BAJA EMS-45.

0 0 18

ANALISA PENGARUH KECEPATAN POTONG PROSES PEMBUBUTAN BAJA AMUTIT K 460 TERHADAP UMUR PAHAT HSS

0 3 13

ANALISA REKONDISI BAJA PEGAS DAUN BEKAS SUP 9A DENGAN METODE QUENCH-TEMPER PADA TEMPERATUR TEMPERING 460 C TERHADAP KEKRASAN DAN KEKUATAN TARIK

0 0 83