0414051032

(1)

ABSTRAK

Oleh

Buyung Rizwandi Syah

Jerami padi adalah salah satu limbah agroindustri yang dapat dikonversi menjadi bioetanol. Bioetanol merupakan sumber energi alternatif bahan bakar. Jerami padi harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa sebelum dikonversi menjadi bioetanol. Perlakuan awal asam menggunakan asam sulfat diterapkan pada penelitian ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran bahan baku dan lama pemanasan yang tepat pada perlakuan awal (pretreatment) jerami padi untuk menghasilkan glukosa optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut jerami padi dikeringkan dan dikecilkan ukurannya (40 mesh), (0,5 cm), (2,5 cm). Kemudian, jerami padi dianalisis kadar selulosa, hemiselulosa, dan ligninnya terlebih dahulu sebelum digunakan untuk penelitian. Setelah dianalisis, jerami padi dihidrolisis menggunakan aquades dan H2SO4(0,05 0,5 M) pada suhu 100oC selama 15-60 menit.


(2)

Buyung Rizwandi Syah Hasil glukosa optimal 0,126 g/L diperoleh dari jerami padi berukuran 0,5 cm yang dihidrolisis dalam air pada suhu 100oC selama 30 menit; sedangkan jerami padi berukuran 0,5 cm yang dihidrolisis dalam larutan H2SO40,05 M selama 45 menit pada suhu 100oC menghasilkan glukosa sebesar 0,137 g/L.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Ukuran bahan baku jerami padi 0,5 cm adalah ukuran bahan baku yang terbaik untuk menghidrolisis selulosa/hemiselulosa jerami padi menjadi gula reduksi. 2. Perlakuan terbaik yang menghasilkan gula reduksi pada perlakuan awal

(pretreatment) dalam larutan aquades adalah pemanasan jerami padi 0,5 cm dalam larutan aquadest pada suhu 100oC selama 30 menit. Dengan perlakuan ini gula reduksi yang dihasilkan adalah 0,126 g/L.

3. Perlakuan terbaik yang menghasilkan gula reduksi pada perlakuan awal (pretreatment) menggunakan asam adalah pemanasan jerami padi 0,5 cm dalam larutan H2SO40,05 M pada suhu 100oC selama 45 menit. Dengan perlakuan ini gula reduksi yang dihasilkan adalah 0,137 g/L.

5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk tahapan proses produksi bioetanol selanjutnya yaitu fermentasi dan pemurnian (distilasi).


(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan energi semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan energi ini meningkat disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan manusia khususnya di negara berkembang (Karakashev et al.,2007). Pada saat sekarang 98% kebutuhan energi di dunia untuk

transportasi dipenuhi dengan bahan bakar minyak (BBM) (Gomezet al.,2008). Penggunaan BBM mempunyai beberapa kelemahan antara lain BBM dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, ketersediaannya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, perlu dicari energi alternatif pengganti BBM.

Salah satu energi alternatif pengganti BBM adalah bioetanol. Bioetanol sebagai pengganti BBM telah mulai diterapkan di beberapa negara khususnya Amerika Serikat (USA) dan Brasil yang merupakan negara penghasil bioetanol terbesar di dunia (Antoniet al.,2007). Saat sekarang USA menggunakan biji jagung dan Brasil menggunakan gula tebu atau molasses sebagai bahan baku bioetanol. Hal ini mengakibatkan harga gula dan jagung naik karena gula dan jagung juga digunakan sebagai bahan pangan dan pakan.

Untuk menghindari konflik penggunaan jagung atau gula tebu sebagai bahan baku bioetanol atau bahan pangan dan pakan, maka perlu menggunakan biomasa limbah agroindustri yang mengandung selulosa sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Limbah agroindustri yang mengandung selulosa seperti


(5)

2 bagasse tebu dan jerami padi persediannya berlimpah dan harganya murah

(Badger, 2002). Indonesia, khususnya Lampung kaya akan jerami padi. Jumlah produksi gabah pada tahun 2007 adalah 57.160.000 ton gabah kering giling (Media, 2008). Dalam produksi padi, setiap ton gabah menghasilkan 5 ton jerami padi (Agustina, 2007 di dalam IPB, 2008). Ini berarti produksi jerami Indonesia pada tahun 2007 adalah 5 x 57.160.000 ton = 285.800.00 ton/th.

Pengolahan jerami menjadi bioetanol bukan hal yang mudah. Batang jerami yang kaya selulosa tidak mudah diuraikan oleh mikroba yang biasa dipakai dalam proses pembuatan bioetanol. Jerami padi perlu diberi perlakuan awal untuk mengkonversi selulosa, dan hemiselulosa yang ada di dalam jerami padi tersebut menjadi gula sederhana seperti glukosa, hexosa, dan xilosa. Gula sederhana yang dihasilkan kemudian difermentasi oleh ragi untuk menghasilkan bioetanol.

Perlakuan awal terhadap biomasa agroindustri merupakan tahap sangat penting dalam produksi bioetanol dari limbah agroindustri. Teknik perlakuan awal biomasa limbah agroindustri yang banyak mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa (lignoselulosa) dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Taherzadehet al

(2007) menggolongkan perlakuan awal lignoselulosa menjadi 3 kelompok besar yaitu (1) perlakuan awal fisik, (2) perlakuan awal kimia dan (3) perlakuan awal biologis.

Perlakuan awal pemanasan (temperatur tinggi) dapat membantu mempercepat proses hidrolisis selulosa/hemiselulosa menjadi glukosa. Pada penelitian ini teknik perlakuan awal yang digunakan adalah perlakuan awal secara fisik dan kimia (fisikokimia) yang menggunakan pengecilan ukuran (40 mesh), (0,5 cm), (2,5 cm), pemanasan 100oC, dan asam sulfat (H2SO4).


(6)

3 Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi perlakuan awal

(pretreatment) yang efektif dan efisien untuk menghasilkan gula reduksi yang optimal dari bahan baku jerami padi.

1.3 Kerangka Pemikiran

Secara umum jerami padi dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Isroi, 2008) yang secara skematis di

gambarkan pada gambar 1. Menurut Isroi (2008) selulosa ini berbentuk serat-serat yang terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat dari perlindungan lignin dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong-potong menjadi gula. Salah satu langkah penting dalam biokonversi jerami padi menjadi etanol untuk memecah perlindungan lignin adalah dengan perlakuan awal (pretreatment).

Gambar 1. Skematik makro dan mikrofiblil dalam serat selulosa bahan

lignoselulosa dan pengaruh perlakuan awal terhadap hasil bioetanol Sumber: Taherzadeh and Karimi, 2008.

Biomasa lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tanpa perlakuan pretreatment, terutama karena lignin dalam dinding sel tanaman membentuk


(7)

4 barrieryang bersifat melawan aktivitas enzim (Sewaltet al., 2007). Pretreatment yang ideal akan mengurangi kandungan lignin dan kristalinitas selulosa serta meningkatkan area permukaan untuk aktivitas enzim (Krishna and Chowdary 2000).

Pretreatmentdapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Hamelinck et al.(2005) menyatakan gula yang diperoleh tanpapretreatmentkurang dari 20%, sedangkan denganpretreatmentdapat meningkat menjadi 90%. Tujuan dari pretreatmentadalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula (Mosieret al., 2005). Tujuanpretreatmentsecara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Gambar skema rusaknya lignin setelahpretreatmentbiomasa lignoselulosa

Sumber: (Mosieret al., 2005).

Adanya senyawa pengikat lignin inilah yang menyebabkan jerami padi sulit untuk dihidrolisis (Iranmahboobet al., 2002). Oleh sebab itu, proses


(8)

5 pretreatmentdan hidrolisis aquades dan asam digunakan untuk memecah ikatan lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kemudian setelah lignin terpecah, larutan asam sulfat tersebut akan menembus dinding-dinding selulosa sehingga menyebabkan rusaknya struktur kristal selulosa. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa yang kemudian akan difermentasi dengan mikroba menjadi bioetanol.

Perlakuan awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakuan awal secara fisikokimia yaitu dengan pengecilan ukuran bahan baku jerami padi (40 mesh, 0,5 cm, 2,5 cm), pemanasan pada temperatur 100oC, dan hidrolisis bahan baku jerami padi dalam larutan aquades dan asam sulfat (H2SO4). Proses perlakuan awal menggunakan aqudes pada temperatur 100oC dengan lama

pemanasan yaitu 15, 30, 45, 60 menit. Proses perlakuan awal menggunakan asam sulfat (H2SO4) dengan konsentrasi (0,05M), (0,25M) dan (0,5M) pada temperatur 100oC dengan lama pemanasan yaitu 15, 30, 45, 60 menit. Konsentrasi larutan asam sulfat (H2SO4) dan lama pemanasan yang digunakan berdasarkan dari penelitian terdahulu yaitu Hera Yulianingsih (2010). Larutan asam sulfat encer yang digunakan dalam pemanasan akan memecah ikatan lignin. Apabila selulosa, hemiselulosa, dan lignin terus terdegradasi maka akan terbentuk

senyawa-senyawa lain (Gambar 3) yang dapat menghambat proses fermentasi. Sehingga, perlu dibatasi waktu perendaman dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan. Temperatur tinggi juga dapat membantu mempercepat proses hidrolisis


(9)

6

Gambar 3. Gula sederhana hasil degradasi selulosa dan hemiselulosa secara asam serta produk samping hasil degradasi lanjut gula sederhana

Sumber: Palmquist and Hahn-Hageral, 2008.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perlakuan awal

(pretreatment) menggunakan larutan aquades dan asam sulfat (H2SO4), yang bertujuan untuk memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa jerami padi sebelum dilakukan fermentasi. Perlakuan awal (pretreatment) tersebut diharapkan memberikan glukosa yang dapat diubah menjadi etanol pada saat fermentasi berlangsung, sehingga diperoleh suatu produk etanol.

Penemuan paket teknologi produksi bioetanol dari biomassa limbah agroindustri merupakan pintu awal menuju produksi bioetanol baik dalam skala kecil dan besar yang mudah dan murah dan penanganan biomassa limbah

agroindustri di Lampung yang sampai sekarang masih merupakan masalah besar terutama masalah pencemaran lingkungan.


(1)

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan energi semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan energi ini meningkat disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan manusia khususnya di negara berkembang (Karakashev et al.,2007). Pada saat sekarang 98% kebutuhan energi di dunia untuk

transportasi dipenuhi dengan bahan bakar minyak (BBM) (Gomezet al.,2008). Penggunaan BBM mempunyai beberapa kelemahan antara lain BBM dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, ketersediaannya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, perlu dicari energi alternatif pengganti BBM.

Salah satu energi alternatif pengganti BBM adalah bioetanol. Bioetanol sebagai pengganti BBM telah mulai diterapkan di beberapa negara khususnya Amerika Serikat (USA) dan Brasil yang merupakan negara penghasil bioetanol terbesar di dunia (Antoniet al.,2007). Saat sekarang USA menggunakan biji jagung dan Brasil menggunakan gula tebu atau molasses sebagai bahan baku bioetanol. Hal ini mengakibatkan harga gula dan jagung naik karena gula dan jagung juga digunakan sebagai bahan pangan dan pakan.

Untuk menghindari konflik penggunaan jagung atau gula tebu sebagai bahan baku bioetanol atau bahan pangan dan pakan, maka perlu menggunakan biomasa limbah agroindustri yang mengandung selulosa sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Limbah agroindustri yang mengandung selulosa seperti


(2)

bagasse tebu dan jerami padi persediannya berlimpah dan harganya murah (Badger, 2002). Indonesia, khususnya Lampung kaya akan jerami padi. Jumlah produksi gabah pada tahun 2007 adalah 57.160.000 ton gabah kering giling (Media, 2008). Dalam produksi padi, setiap ton gabah menghasilkan 5 ton jerami padi (Agustina, 2007 di dalam IPB, 2008). Ini berarti produksi jerami Indonesia pada tahun 2007 adalah 5 x 57.160.000 ton = 285.800.00 ton/th.

Pengolahan jerami menjadi bioetanol bukan hal yang mudah. Batang jerami yang kaya selulosa tidak mudah diuraikan oleh mikroba yang biasa dipakai dalam proses pembuatan bioetanol. Jerami padi perlu diberi perlakuan awal untuk mengkonversi selulosa, dan hemiselulosa yang ada di dalam jerami padi tersebut menjadi gula sederhana seperti glukosa, hexosa, dan xilosa. Gula sederhana yang dihasilkan kemudian difermentasi oleh ragi untuk menghasilkan bioetanol.

Perlakuan awal terhadap biomasa agroindustri merupakan tahap sangat penting dalam produksi bioetanol dari limbah agroindustri. Teknik perlakuan awal biomasa limbah agroindustri yang banyak mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa (lignoselulosa) dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Taherzadehet al

(2007) menggolongkan perlakuan awal lignoselulosa menjadi 3 kelompok besar yaitu (1) perlakuan awal fisik, (2) perlakuan awal kimia dan (3) perlakuan awal biologis.

Perlakuan awal pemanasan (temperatur tinggi) dapat membantu mempercepat proses hidrolisis selulosa/hemiselulosa menjadi glukosa. Pada penelitian ini teknik perlakuan awal yang digunakan adalah perlakuan awal secara fisik dan kimia (fisikokimia) yang menggunakan pengecilan ukuran (40 mesh), (0,5 cm), (2,5 cm), pemanasan 100oC, dan asam sulfat (H2SO4).


(3)

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi perlakuan awal (pretreatment) yang efektif dan efisien untuk menghasilkan gula reduksi yang optimal dari bahan baku jerami padi.

1.3 Kerangka Pemikiran

Secara umum jerami padi dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Isroi, 2008) yang secara skematis di

gambarkan pada gambar 1. Menurut Isroi (2008) selulosa ini berbentuk serat-serat yang terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat dari perlindungan lignin dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong-potong menjadi gula. Salah satu langkah penting dalam biokonversi jerami padi menjadi etanol untuk memecah perlindungan lignin adalah dengan perlakuan awal (pretreatment).

Gambar 1. Skematik makro dan mikrofiblil dalam serat selulosa bahan

lignoselulosa dan pengaruh perlakuan awal terhadap hasil bioetanol Sumber: Taherzadeh and Karimi, 2008.

Biomasa lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tanpa perlakuan pretreatment, terutama karena lignin dalam dinding sel tanaman membentuk


(4)

barrieryang bersifat melawan aktivitas enzim (Sewaltet al., 2007). Pretreatment yang ideal akan mengurangi kandungan lignin dan kristalinitas selulosa serta meningkatkan area permukaan untuk aktivitas enzim (Krishna and Chowdary 2000).

Pretreatmentdapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Hamelinck et al.(2005) menyatakan gula yang diperoleh tanpapretreatmentkurang dari 20%, sedangkan denganpretreatmentdapat meningkat menjadi 90%. Tujuan dari pretreatmentadalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula (Mosieret al., 2005). Tujuanpretreatmentsecara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Gambar skema rusaknya lignin setelahpretreatmentbiomasa lignoselulosa

Sumber: (Mosieret al., 2005).

Adanya senyawa pengikat lignin inilah yang menyebabkan jerami padi sulit untuk dihidrolisis (Iranmahboobet al., 2002). Oleh sebab itu, proses


(5)

pretreatmentdan hidrolisis aquades dan asam digunakan untuk memecah ikatan lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kemudian setelah lignin terpecah, larutan asam sulfat tersebut akan menembus dinding-dinding selulosa sehingga menyebabkan rusaknya struktur kristal selulosa. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa yang kemudian akan difermentasi dengan mikroba menjadi bioetanol.

Perlakuan awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakuan awal secara fisikokimia yaitu dengan pengecilan ukuran bahan baku jerami padi (40 mesh, 0,5 cm, 2,5 cm), pemanasan pada temperatur 100oC, dan hidrolisis

bahan baku jerami padi dalam larutan aquades dan asam sulfat (H2SO4). Proses

perlakuan awal menggunakan aqudes pada temperatur 100oC dengan lama

pemanasan yaitu 15, 30, 45, 60 menit. Proses perlakuan awal menggunakan asam sulfat (H2SO4) dengan konsentrasi (0,05M), (0,25M) dan (0,5M) pada temperatur

100oC dengan lama pemanasan yaitu 15, 30, 45, 60 menit. Konsentrasi larutan

asam sulfat (H2SO4) dan lama pemanasan yang digunakan berdasarkan dari

penelitian terdahulu yaitu Hera Yulianingsih (2010). Larutan asam sulfat encer yang digunakan dalam pemanasan akan memecah ikatan lignin. Apabila selulosa, hemiselulosa, dan lignin terus terdegradasi maka akan terbentuk

senyawa-senyawa lain (Gambar 3) yang dapat menghambat proses fermentasi. Sehingga, perlu dibatasi waktu perendaman dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan. Temperatur tinggi juga dapat membantu mempercepat proses hidrolisis


(6)

Gambar 3. Gula sederhana hasil degradasi selulosa dan hemiselulosa secara asam serta produk samping hasil degradasi lanjut gula sederhana

Sumber: Palmquist and Hahn-Hageral, 2008.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perlakuan awal

(pretreatment) menggunakan larutan aquades dan asam sulfat (H2SO4), yang

bertujuan untuk memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa jerami padi sebelum dilakukan fermentasi. Perlakuan awal (pretreatment) tersebut diharapkan memberikan glukosa yang dapat diubah menjadi etanol pada saat fermentasi berlangsung, sehingga diperoleh suatu produk etanol.

Penemuan paket teknologi produksi bioetanol dari biomassa limbah agroindustri merupakan pintu awal menuju produksi bioetanol baik dalam skala kecil dan besar yang mudah dan murah dan penanganan biomassa limbah

agroindustri di Lampung yang sampai sekarang masih merupakan masalah besar terutama masalah pencemaran lingkungan.


Dokumen yang terkait

0414051032

0 4 9