Resistensi dan Fleksibilitas Penduduk
83 cukup panjang sehingga petani
belum perlu mencari atau men- datangkan pakan ternak dari luar
daerah. Pakan pada umumnya dibudidayakan sendiri di pematang
galengan berupa rumput kolon- jono dan pohon turi. Selain itu,
jerami, glaerecidae.sp, dan seresah tebu juga merupakan bahan pakan
ternak yang relatif mudah didapat.
Seperti halnya sapi, peternak kambing jenis Jawa mengalami
pula dampak positif. Bibit kambing mudah didapat, pakan ternak
cukup tersedia di pekarangan dan tegalan, dan harga jual mengalami
kenaikan yang cukup tinggi pada masa krisis. Hampir setiap rumah
tangga mempunyai ternak kambing sebagai tabungan. Budi daya ternak
lainnya yang sedang berkembang di Gunung Kidul adalah katak
lembu bull-frog. Pada masa krisis harganya mencapai Rp 14.000,00
per kilogram. Di zona selatan Gunung Kidul, nelayan-nelayan
misalnya di Sadeng, Kec. Rongkop, Kemadang di Kec. Tepus, Renean di
Kecamatan Saptosari mendapat keuntungan besar dari kenaikan
harga ikan, udang, kepiting, dan lobster. Lobster yang dalam kondisi
normal berharga sekitar Rp 14.000,00 ketika krisis meningkat
menjadi Rp 400.000,00. Booming ini terjadi 4 bulan lalu, berlangsung
selama satu bulan sekitar Maret— April 1998. Akhir-akhir ini, meski-
pun harganya masih cukup tinggi, harga lobster relatif telah
mengalami penurunan menjadi sekitar Rp 75.000,00.
Dampak krisis moneter di sektor peternakan mempunyai bentuk
yang berbeda untuk skala dan jenis usaha yang berbeda. Peternak
tradisional yang skala usahanya kecil rumah tangga tidak terpe-
ngaruh krisis moneter dan bahkan dalam banyak hal diuntungkan
oleh krisis. Sedangkan peternak ayam skala besarmodern, seperti
PT. Agrifood di Semanu justru mengalami kebangkrutan yang
mengakibatkan terjadinya pe- ngurangan pekerja dan PHK.
Sumber utama kebangkrutan ter- sebut adalah tingginya harga pakan
dan obat-obatan untuk ternak. Pakan dan obat-obatan ini pada
umumnya diimport. Pakan ternak Charoen Pockphand, misalnya,
diimport dari Thailand. Hal ini mempertegas kenyataan bahwa
usaha-usaha skala besar kurang mempunyai kemandirian seperti
ditunjukkan oleh ketergantungan struktur usahanya terhadap faktor
eksternal, terutama kandungan import yang rentan terhadap
pengaruh fluktuasi ekonomi makro seperti perubahan nilai tukar
rupiah yang masih cukup tinggi.
c. Industri dan Perdagangan
Seperti halnya dampak krisis terhadap sektor peternakan, bentuk
dampak krisis terhadap industri cukup bervariasi menurut jenis dan
Tukiran dan Agus Sutanto
84 skala usaha. Secara umum,
pengusaha skala menengah dan besar mengalami dampak yang
kurang menguntungkan. Usaha industri batu keprus, misalnya,
telah mengurangi skala produksi dari pengoperasian 4 mesin
menjadi 2 mesin. Demikian pula pada skala industri kecil dan
kerajinan rumah tangga terdapat perbedaan dampak. Industri pande
besi dan cor alumunium, karena terkendala mahalnya bahan baku,
mengalami penurunan produksi secara drastis, meskipun peluang
permintaan pasar lokal tersedia. Bahan baku untuk para perajin
pande besi mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu dari harga
Rp 7.000,00 per kg menjadi Rp 13.000,00. Demikian pula, industri
pengolahan tempe dan tahu banyak memanfaatkan kedelai import dari
Taiwan, Thailand, dan USA. Selain beralih ke kedelai lokal, banyak
yang melakukan penurunan produksi karena mahalnya bahan
baku. Kedelai lokal selama ini banyak terserap untuk usaha
industri tahu. Menurut Dinas Perindustrian, usaha pengolahan
tahu-tempe mengalami pengurang- an produksi sekitar 15 persen.
Dampak positif berupa pening- katan pendapatan justru dirasakan
oleh usaha industri kecil dan kerajinan rakyat pengolah bahan
baku setempat, terutama yang mampu menjangkau pasar luar
negeri, seperti kerajinan anyaman bambu. Di wilayah lain Kabupaten
Gunung Kidul, produk-produk kerajinan dengan kandungan lokal
local content 100 persen seperti produk kerajinan kayu mengalami
keuntungan yang cukup berarti. Produk-produk seperti loro-blonyo
ukuran orang yang terbuat dari kayu mahoni diekspor ke
Singapura
dengan harga
Rp750.000,00 per pasang. Begitu pula produk kayu lainnya, seperti
miniatur buaya dan patung tradisional mengalami transaksi
yang cukup besar sekitar Rp 780 juta rupiah untuk memenuhi
permintaan konsumen di Canada. Kerajinan rakyat batu ornamen
bahkan baru mampu menyuplai 40 persen peluang eksport. Keter-
batasan ini, antara lain, karena kurangnya tenaga terampil,
kesulitan pengambilan bahan baku, dan kenaikan suku cadang yaitu
mata gergaji akibat pengaruh krisis moneter.
Hambatan usaha industri kerajinan di Kecamatan Semanu
adalah sifatnya yang musiman seasonal. Secara umum hambatan
ini berlaku pula untuk keseluruhan daerah di Gunung Kidul. Konteks
musiman ini digambarkan oleh aktivitas industri kerajinan yang
sangat dipengaruhi oleh kegiatan di pertanian. Ketika kegiatan pertani-
an memasuki masa tanam, khusus- nya ketika musim hujan ber-
langsung, para perajin akan mengesampingkan usaha industri
Resistensi dan Fleksibilitas Penduduk
85 kerajinan dan lebih memusatkan
kegiatannya pada usaha pertanian. Pola ini sudah berlangsung lama
karena pengadaan bahan makanan menjadi prioritas utama. Setelah
kegiatan ini selesai, baru mereka bekerja di sektor industri, walau-
pun hasil dari kegiatan industri ini lebih menguntungkan.
Bentuk krisis yang dirasakan oleh usaha perdagangan adalah
adanya penurunan daya beli, yang berarti pula penurunan jumlah
pembeli dan transaksi jual-beli. Pembeli di Kecamatan Semanu
dipandang telah semakin melaku- kan penghematan dalam belanja.
Pembelian jumlah item perdagang- an cenderung semakin sedikit
sehingga perputaran jumlah item barang dagangan menjadi sangat
lambat. Bentuk dampak lainnya di perdagangan adalah menurunnya
jumlah penghutang. Penduduk cenderung tidak lagi mudah
berhutang dengan pertimbangan merasa sulit mengembalikan
hutang, yang akhirnya akan menambah beban rumah tangga.
Hal yang demikian juga dialami oleh usaha bank informal seperti
bank plecit, yang menurun drastis jumlah peminjaman uang.
Praktek tukar barang barter pada umumnya telah berlangsung
lama di Semanu, dan pada masa krisis ini, praktek barter semakin
menguat. Dalam barter ini, penduduk membawa barang hasil
bumi seperti gaplek, kacang panjang, atau jagung ke kios atau
warung untuk ditukarkan dengan barang-barang yang dibutuhkan.
Barang yang ditukar pada umumnya lebih tinggi nilainya
daripada barang yang diambil sehingga pembeli tidak perlu
menyediakan uang tambahan. Jika nilai barang yang ditukarkan masih
lebih tinggi daripada barang yang diambil, penduduk akan memper-
oleh pengembalian uang.
Krisis juga telah mendorong penduduk, khususnya yang ter-
PHK dan mempunyai pesangon, untuk membuka usaha dagang
warung, baik di rumah maupun di pasar. Usaha-usaha baru tersebut
juga mengalami dampak krisis seperti disebutkan di atas yaitu
kurangnya daya beli masyarakat dan menurunnya jumlah pembeli.
Meskipun kondisinya sulit dan pendapatan yang diperoleh relatif
kecil, alternatif berdagang dipilih sebagai survival strategy karena
dipandang sebagai usaha yang tidak memerlukan banyak per-
syaratan dan keahlian easy entry. Sebagian usaha berdagang ini
dilakukan di luar daerah Gunung Kidul, terutama di kota-kota besar
seperti Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jakarta, dan daerah
pinggirannya.
Tukiran dan Agus Sutanto
86
d. Ketenagakerjaan