teori hierarki norma hukum hans kelsen

TEORI TENTANG HIERARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh: Ikhsan Fatah Yasin

Ide Dasar
Perlunya dibuat peraturan perundang-undangan

secara berjenjang terinspirasi dari teori jenjang
norma hukum (stufentheorie) yang digagas oleh
Hans Kelsen. Dia berpendapat bahwa norma
hukum berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki. Norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi, demikian seterusnya hingga sampai pada
norma yang tidak bisa ditelusuri lebih lanjut yang
ia namakan sebagai norma dasar (Grundnorm).

Teori Hans Kelsen dikembangkan oleh

muridnya yang bernama Hans Nawiasky.

Menurutnya, selain berjenjang-jenjang,
norma hukum dari suatu negara juga
berkelompok-kelompok. Pengelompokan
tersebut terdiri atas empat kelompok besar:
1. Norma fundamental negara
(Staatsfundamentalnorm)
2. Aturan pokok negara (Staatsgrundgesetz)
3. Undang-undang formal (Formell Gesetz)
4. Aturan pelaksana dan aturan otonom
(Verordnung & Autonome Satzung)

Teori tersebut kita aplikasikan dalam UU No. 12 tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa sumber
segala sumber hukum negara adalah Pancasila.
Pancasila inilah yang disebut Norma Dasar (Grundnorm)
oleh Hans Kelsen dan Norma Fundamental Negara
(Statfundamentalnorm)
menurut Hans Nawiasky.
Selanjutnya,
teori

perjenjangan
hukum
tersebut
digunakan dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;

Hans Kelsen menyebut sistem perjenjangan

norma memiliki karakter dinamis. Sebuah
norma hukum menjadi absah jika ia diciptakan

dengan cara tertentu yang ditentukan oleh
norma hukum yang lebih tinggi. Hingga pada
akhirnya cara pembentukan norma ini dapat
kita temukan dalam Norma Dasar.
Meskipun berkarakter dinamis, sebuah norma
hukum juga mengandung karakter statis.
Karena isinya merupakan perluasan dari
norma hukum di atasnya.

MAKNA NORMA STATIS
● Adalah sistem yang melihat norma pada
isinya, sebuah norma absah berdasarkan
kekuatan isinya. Suatu norma umum dapat
ditarik menjadi norma-norma khusus.
● Isi norma yang khusus/lebih rendah dapat
dilacak
kebenaranya
pada
norma
yang

umum/lebih tinggi
● Pada intinya aspek statis ini mengharuskan isi
sebuah norma memiliki kesamaan dengan norma
di atasnya, bentuknya merupakan kekhususan
dari norma di atasnya yang masih umum.

CONTOH
Diperbolehkanya calon independen dalam

sebuah Pilkada adalah penjabaran dari norma
umum dalam konsitusi pasal 27 dan 28 D
yang menjamin persamaan semua warga
Negara di hadapan hukum

MAKNA NORMA DINAMIS
Adalah system yang melihat pada berlakunya

suatu norma atau dari cara pembentukanya atau
penghapusanya.
Sebuah norma akan memberikan suatu otoritas

kepada yang akan menciptakan norma baru
Pada intinya, dalam aspek dinamis ini norma
dasar memberikan kewenangan kepada sebuah
organ untuk membentuk norma baru, kemudian
norma yang dibuat organ tersebut memberikan
kewenangan kepada organ dibawahnya untuk
membentuk norma lagi.

CONTOH
Pasal 20 ayat 2 UUD 1945 menyatakan “Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama”.
Dari sini kita dapat memahami bahwa sebuah

undang-undang yang dibuat oleh DPR dan
Presiden sah karena UUD 1945 menyatakan
demikian.

KESIMPULAN

Dari teori perjenjangan norma hukum

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah harus bersumber atau
memiliki dasar hukum dari peraturan yang
lebih tinggi.
2. Materi muatan suatu peraturan
perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sehingga

jika
suatu
undang-undang
bertentangan dengan UUD 1945, undangundang tersebut dapat dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 C ayat 1 UUD
1945)

Jika peraturan di bawah undang-undang
bertentangan dengan Undang-Undang, maka
dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
(Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945)