Gambaran Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Yang Berobat Kembali Di Kota Surabaya (Descriptions Of Patients Drop Out Tuberculosis Treatment For The ReTreatment In Surabaya City)

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

Gambaran Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Yang Berobat Kembali
Di Kota Surabaya
(Descriptions Of Patients Drop Out Tuberculosis Treatment For The ReTreatment In Surabaya City)
Lutfi Fajar Nuraidah, Irma Prasetyowati, Yunus Ariyanto
Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Jember 68121
e-mail: lutfifajar95@gmail.com
Abstract
Surabaya City is a town in East Java which has the highest number of TB cases. In the treatment
of TB is very possible occurrence of drop out. In East Java dropout rate is still quite high at
nearly 948 cases. In the Surabaya City, there are around 120 cases in 2015 and only 22 patients
were treated after a drop out. It is quite dangerous because the medication that has been done
irregularly would give a worse effect than no treatment. The purpose of this study was to
determine what factors affect patients drop out of treatment of TB to seek treatment back in the
city of Surabaya. The method used in this research is descriptive qualitative. The results of the
study explained that the things that cause people to drop out was a drug's side effects felt by the
patient, the prohibition his family and the distance to health services far enough. Having dropped
out of treatment for TB patients eventually decide for treatment back to various factors such as

the motivation of the patient, age, sex, knowledge, family support, distance to health services
closer and visits from health worker capable of affecting the patient to be treated back. The
solution that can be given are activate and increase visite TB program so the problem of drop
out TB can be solved, increase awareness of patient about treatment and support from the family.
Keywords: TB, drop out, re-treatment

Abstrak
Kota Surabaya adalah Kota di Jawa Timur yang memiliki kasus TB terbanyak. Dalam pengobatan
TB sangat memungkinkan terjadinya drop out. Di Jawa Timur angka drop out masih cukup tinggi
yakni hampir 948 kasus. Di Kota Surabaya terdapat sekitar 120 kasus pada tahun 2015 dan hanya
22 penderita yang berobat kembali setelah drop out. Hal ini membahayakan karena pengobatan
yang dilakukan dengan tidak teratur akan memberikan efek yang lebih buruk dari pada tidak
diobati sama sekali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi penderita drop out pengobatan TB untuk berobat kembali di Kota Surabaya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa hal yang menyebabkan penderita drop out adalah efek samping obat, larangan
dari pihak keluarga dan jarak ke pelayanan kesehatan yang jauh. Setelah drop out dari pengobatan
TB penderita memutuskan untuk berobat kembali dengan berbagai faktor diantaranya adalah
motivasi dari penderita, usia, jenis kelamin, pengetahuan, dukungan keluarga, jarak ke pelayanan
kesehatan yang semakin dekat dan kunjungan dari petugas Puskesmas. Saran yang dapat diberikan

antara lain mengaktifkan dan meningkatkan program kunjungan TB mangkir agar masalah drop
out pengobatan TB di Kota Surabaya dapat terselesaikan, peningkatan kesadaran penderita akan
pentingnya pengobatan dan dukungan dari pihak keluarga.
Kata kunci: TB, drop out, berobat kembali

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit
infeksi
menular
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila
tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan

komplikasi
berbahaya
hingga
kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak
5000 tahun SM, namun kemajuan dalam penemuan
dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam 2
abad terakhir [1]. WHO menyatakan bahwa TB
adalah pembunuh nomor dua di dunia setelah
HIV/AIDS. WHO menyebutkan pada tahun 2013, 9
juta penduduk dunia menderita TB dan 1,5 juta
diantaranya meninggal dunia karena penyakit
tersebut. TB terjadi 95% di negara berkembang dan
negara dengan pendapatan rendah hingga menengah.
Indonesia adalah satu negara berkembang, dan
Indonesia menempati urutan kedua setelah India
dalam hal jumlah penderita kasus baru TB di dunia
yakni sebanyak 0,4 sampai 0,5 juta penduduk [2].
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013
prevalensi TB di Indonesia berdasarkan diagnosis
sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata

lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia
terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh
tenaga kesehatan. Penyakit TB paru ditanyakan pada
responden untuk kurun waktu ≤ 1 tahun berdasarkan
diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan
melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau
keduanya. Provinsi di Indonesia yang menduduki
urutan pertama dalam hal kasus baru adalah Jawa
Barat yang kemudian disusul Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Sumatera Utara [3]. Pada tahun 2013
total kasus di Jawa Timur sebanyak 42.381 kasus,
sedangkan pada tahun 2014 turun menjadi 41.088
kasus. Kabupaten/Kota yang kasus baru TB paling
tinggi di Jawa Timur adalah Kota Surabaya.
Penderita drop out TB ialah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif. Masalah yang di timbulkan oleh drop
out TB adalah resistensi obat yaitu kemunculan strain
resisten obat selama kemoterapi, dan penderita
tersebut merupakan sumber infeksi untuk individu

yang tidak terinfeksi [4]. Angka drop out tidak boleh
lebih dari 10% karena akan menghasilkan proporsi
kasus retreatment yang tinggi di masa yang akan
datang yang disebabkan karena ketidak-efektifan dari
pengendalian TB [5]. Indonesia pada tahun 2011
memiliki angka drop out TB diatas batas yang telah
di tetapkan oleh Depkes RI yakni 11% dari total
kasus yang ada. Kondisi ini cukup stagnan dari tahun
2009 yakni sebesar 12% kemudian turun pada tahun
2010 menjadi 11% [6]. Di Jawa Timur angka drop
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

out ini mencapai 4% yakni 948 kasus pada tahun
2011. Hal ini cukup membahayakan karena
pengobatan yang telah dilakukan dengan tidak teratur
akan memberikan efek yang lebih buruk dari pada
tidak diobati sama sekali.
Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya
drop out adalah pengetahuan, motivasi, peran PMO,
akses, dukungan keluarga, jarak, motivasi penderita,

dan efek samping obat [7]. Beberapa penderita drop
out TB ini ada yang berobat kembali dan banyak
yang tidak berobat kembali. Berdasarkan WHO
report tahun 2013 di Indonesia pada tahun 2012
hanya 11% dari penderita drop out yang berobat
kembali, sedangkan yang lain tidak berobat kembali.
Angka drop out yang kemudian berobat kembali di
Jawa Timur hanya sebesar 5% atau 45 dari 948 yang
dinyatakan drop out. Berdasarkan data laporan
triwulan tiga TB di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur tahun 2015 terdapat 5% dari penderita yang
drop out kemudian berobat kembali. Dari 5% yang
berobat kembali 22 diantaranya berada di Kota
Surabaya, dan 23 lainnya tersebar di kota – kota dan
kabupaten lainnya dengan rata-rata 2-3 kasus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penderita
untuk berobat kembali sangat perlu untuk diketahui
agar semakin banyak penderita drop out untuk
berobat kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui apa saja faktor yang

mempengaruhi penderita drop out pengobatan TB
untuk berobat kembali berdasarkan faktor internal
dan faktor eksternal. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi penderita drop out pengobatan TB
untuk berobat kembali di Kota Surabaya.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan
pendekatan
kualitatif. Sasaran dalam penelitian ini adalah
penderita drop out pengobatan TB yang sudah
berobat kembali di Kota Surabaya, pemegang
program TB Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan
Keluarga penderita drop out pengobatan TB yang
sudah berobat kembali di Kota Surabaya.
Fokus penelitian yang dibahas secara

mendalam dalam penelitian ini adalah riwayat
pengobatan TB setelah di diagnosis hingga
pengobatan sebelum drop out, drop out pengobatan
TB, dan pengobatan setelah drop out yang meliputi
faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor
internal tersebut adalah adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status social ekonomi,
pengetahuan
penderita,
motivasi
penderita,
sedangkan faktor eksternal yang ditelti dalam

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

penelitian adalah dukungan keluarga, PMO, dan jarak
ke pelayanan kesehatan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara mendalam (in-depth
interview) dan dokumentasi, dan triangulasi.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah triangulasi sumber.

Hasil Penelitian
Riwayat Pengobatan Sebelum Drop Out
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa
cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung
atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan
pemeriksaan biakan kuman TB. diagnosis yang harus
ditegakkan terlebih dahulu adalah pemreriksaan
mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja atau hanya dengan uji
tuberkulin saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga
dapat
menyebabkan
underdiagnosis
atau

overdiagnosis [1].
Seluruh dari informan utama mengetahui
bahwa mereka menderita TB ketika sudah jatuh sakit
dan memriksakan ke pelayanan kesehatan. Tidak ada
satupun dari informan yang mengetahui dari hasil
penjaringan suspek atau screening. Keterlambatan
diagnosis ini akan menyebabkan keparahan penyakit
hingga kematian yang tak bisa dihindari. Hal ini
tentunya tidak sesuai dengan strategi yang sudah
ditetapkan.
Pengobatan yang dijalani oleh informan
sebelum drop out cukup beragam, ada beberapa
informan yang hanya minum obat ketika merasakan
sakit atau timbul gejala batuk, dan ada pula yang
hanya meminum obat selama berbulan-bulan
kemudian berhenti minum obat ketika sudah tidak
dirasakan gejala. Semua informan menjalani
pengobatanya secara tidak teratur, dan tidak
dihabiskan selama 6 bulan.
Faktor

Yang Mempengaruhi
Drop Out
Pengobatan Tuberkulosis
Drop out selama menjalani pengobatan TB
merupakan salah satu penyebab kegagalan
pengobatan yang bisa mengakibatakan terjadinya
resistensi obat Semua informan utama dalam
penelitian ini memutuskan untuk berhenti berobat
atau drop out dari pengobatannya karena meraskan
efek samping obat yang sangat mengganggu. Efek
samping yang dirasakan antara lain mual, muntah,
dan gangguan pada tulang serta sendi.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

Disamping efek samping obat yang
dirasakan, informan juga mengaku bahwa mereka
memutuskan untuk berhenti berobat karena ada
larangan dari pihak keluarga. Keluarga informan
melarang penderita TB untuk melakukan pengobatan
dalam jangka waktu lama. Keluarga cenderung
menyuruh penderita menghentikan pengobatannya
ketika sudha tidak timbul gejala yang dirasakan.
Tidak hanya disebabkan oleh efek samping
obat dan larangan dari pihak keluraga, tiga dari enam
informan utama mengaku bahwa akses ke pelayanan
kesehatan juga menjadi salah satu penyebab
penderita TB memutuskan untuk menghentikan
pengobatannya.
Faktor yang Mempengaruhi Penderita Drop Out
Pengobatan Tuberkulosis Untuk Berobat Kembali
Faktor Internal Penderita
Usia
Tabel 1. Informan berdasarkan usia
No.

Informan

Usia (tahun)

1.

Informan 1

57

2.

Informan 2

65

3.

Informan 3

60

4.

Informan 4

54

5.

Informan 5

38

6.

Informan 6

26

Jumlah

6

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat mengenai
komposisi informan berdasarkan usia. Informan
dengan usia termuda adalah 26 tahun dan tertua
adalah usia 65 tahun. Jika dilihat berdasarkan
kelompok usia maka dapat diketahui bahwa 4
informan tersebut masuk dalam usia yang tidak
produktif (>54 tahun), dan hanya 2 yang masih dalam
kelompok usia produktif.
Jenis Kelamin
Tabel 2. Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
No.

Informan

Jenis Kelamin

1.

Informan 1

Perempuan

2.

Informan 2

Perempuan

3.

Informan 3

Perempuan

4.

Informan 4

Laki-laki

5.

Informan 5

Perempuan

6.

Informan 6

Perempuan

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

Jumlah

6

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa
sebagian besar informan adalah perempuan yakni
sebanyak 5 orang (83%) dan laki-laki sebanyak 1
orang (17%). Hal ini menunjukkan bahwa penderita
yang berobat kembali jauh lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2015
menyatakan bahwa jumlah penderita drop out
pengobatan di Kota Surabaya, jauh lebih banyak
terjadi pada laki-laki yakni dengan perbandingan 2:1
atau sebanyak 120 kasus pada laki-laki dan pada
perempuan terjadi 60 kasus. Dari data tersebut dapat
diasumsikan bahwa laki-laki jauh lebih banyak yang
drop out akan tetapi hanya sedikit yang berobat
kembali jika dibandingkan dengan penderita
perempuan.
Tingkat Pendidikan
Tabel 3. Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No.

Informan

Tingkat Pendidikan

1.

Informan 1

SD

2.

Informan 2

SD

3.

Informan 3

SD

4.

Informan 4

SMA

5.

Informan 5

SD

6.

Informan 6

SD

Jumlah

6

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat mengenai
proporsi informan berdasarkan tingkat pendidikan.
Informan yang lulus SD sebanyak 5 orang (83%), dan
sisanya 1 orang (17%) merupakan lulusan SMA.

keberhasilan, semakin tinggi motivasi maka semakin
besar kemauan seseorang untuk sembuh dengan cara
melakukan pengobatan TB.
Semua informan dalam penelitian ini terdorong
melakukan pengobatan kembali setelah drop out
karena motivasi yang tinggi terhadap pengobatan TB.
Motivasi tersebut timbul dalam diri penderita untuk
berobat kembali agar sembuh dari penyakit TB
meskipun terdapat efek samping obat yang dialami.
Faktor Eksternal
PMO
Tugas utama seorang PMO sebenarnya
adalah agar mencegah terjadinya resistensi obat
melalui penderita menelan obat secara teratur sesuai
anjuran. PMO juga memiliki peran untuk mengawasi
pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan dan memberikan dorongan kepada
penderita agar mau berobat secara teratur.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
keenam informan utama tidak memiliki PMO yang
menemani penderita TB selama pengobatannya.
Meskipun tanpa adanya PMO ternyata beberapa dari
informan ini mengaku bahwa salah satu yang
menyebabkan mereka untuk berobat kembali setelah
drop out adalah kunjungan dari petugas Puskesmas
ke rumah penderita.
Jarak ke Pelayanan Kesehatan
Salah satu penyebab penderita memutuskan
untuk drop out dari pengobatan TB adalah jarak ke
pelayanan kesehatan yang cukup jauh. Sebagian
besar informan akan lebih memilih fasilitas
pelayanan kesehatan yang dekat dengan rumahnya.
Setelah drop out dari pengobatan TB dan terdapat
pelayanan kesehatan yang jauh lebih dekat daripada
pelayanan kesehatan sebelumnya maka penderita
memutuskan untuk kembali berobat.

Pengetahuan Penderita tentang Pengobatan TB
Pengetahuan tentang TB merupakan bagian
penting dalam promosi kesehatan untuk mencapai
masyarakat yang berperilaku hidup sehat sehingga
terhindar dari penyakit TB. Pengetahuan merupakan
dasar yang dimiliki seseorang sebelum melakukan
sebuah tidakan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, dapat digambarkan bahwa
keenam informan utama memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pengobatan TB. Pengetahuan yang
dimiliki oleh masing-masing informan utama berbeda
antar informan.

Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga ini juga merupakan
dukungan yang kontinu karena dapat mengontrol
lebih intens dan keluarga merupakan komponen yang
paling dekat dengan penderita sehingga hubungan
saling percaya dan sikap terhadap pengobatan dapat
dipengaruhi oleh keluarga. Dari enam informan tiga
informan mengaku bahwa mereka memulai
pengobatannya kembali karena mendapatkan
dukungan dari pihak keluarganya.

Motivasi Penderita
Motivasi merupakan penggerak, manusia akan
lebih cepat dan terdorong melakukan suatu tindakan
ketika ada motivasi. Motivasi merupakan kunci

Pembahasan
Riwayat Pengobatan Sebelum Drop Out
Keenam informan utama mengetahui bahwa
mereka terkena penyakit TB ini ketika mereka jatuh
sakit dan akhirnya memeriksakan penyakit tersebut
ke
pelayanan
kesehatan.
Apabila
terjadi

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

keterlambatan diagnosis TB ini dapat menyebabkan
keparahan bahkan kematian yang tak bisa dihindari.
Strategi utama pengendalian global pasca 2015 yang
dilakukan salah satunya adalah diagnosis TB sedini
mungkin bagi kelompok beresiko tinggi. Akan tetapi
dalam kenyataannya masih banyak dari penderita TB
yang belum bisa terdeteksi secara dini. Sehingga
masih perlu evaluasi dari pelaksanan strategi tersebut
oleh pemerintah.
Respon yang diberikan oleh informan
selama pengobatan sebelum akhirnya drop out, ada
yang hanya diminum ketika informan tersebut
merasakan sakit dan ada pula yang meminum obat
tersebut selama berbulan-bulan kemudian berhenti
mengkonsumsi obat tersebut. Apabila selama
pengobatan TB tidak dilakukan secara teratur dan
tuntas maka akan memperberat pengobatan dan bisa
menjadi agen penyebar penyakit TB tersebut.
Pengobatan yang tidak teratur ini dapat menyebabkan
kegagalan (failure) pengobatan TB.
Faktor yang Mempengaruhi Penderita Drop Out
Informan mengaku bahwa penderita TB
memutuskan untuk berobat karena efek samping obat
yang dialami oleh penderita TB. Terjadinya efek
samping obat ini mengakibatkan responden merasa
enggan dan takut untuk melanjutkan pengobatan TB
secara berkala. Efek samping yang paling banyak
dialami ialah mual dan muntah setelah
mengkonsumsi obat. Salah satu dari informan juga
mengaku bahwa mengalami gangguan atau kesakitan
di tulang dan juga sendi yang menyebabkan penderita
TB kesulitan berjalan. Penelitian yang dilakukan [9]
juga menyatakan bahwa ketika penderita TB
merasakan efek samping obat, penderita enggan
untuk memeriksakan keluhan tersebut dan
diasumsikan bahwa efek samping obat membuat
penderita TB berhenti dari pengobatannya.
Disamping disebabkan oleh efek samping
obat yang dialami oleh penderita TB, penyebab drop
out dari penderita TB adalah larangan dari keluarga
penderita untuk melakukan pengobatan TB. Hal ini
menggambarkan
bahwa
tingkat
pengetahuan
penderita dan juga keluarga penderita TB masih
rendah sehingga menyebabkan penderita TB tersebut
memutuskan untuk berhenti berobat. Penderita TB
dengan motivasi keluarga rendah memiliki risiko 36
kali untuk drop out dari pengobatan TB. Hal ini
menggambarkan bahwa pengaruh dari keluarga
cukup besar oleh karena itu perlu dilaksanakan
penyuluhan dan juga peningkatan pengetahuan
kepada keluarga penderita agar kejadian seperti yang
dialami oleh salah satu informan tidak terulang
kembali [7].
Tidak hanya disebabkan oleh efek samping
obat dan larangan dari pihak keluarga, tiga dari enam
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

informan utama mengaku bahwa akses ke pelayanan
kesehatan juga menjadi salah satu penyebab
penderita TB memutuskan untuk menghentikan
pengobatannya. Jarak yang cukup jauh dan biaya
untuk sampai ke pelayanan kesehatan merupakan
kesulitan akses yang dialami oleh informan. Hal ini
sesuai dengan yang hasil penelitian bahwa jarak
dapat mempertinggi risiko terhadap kejadian drop
out pengobatan TB. Sebagian besar informan akan
lebih memilih fasilitas pelayanan kesehatan yang
dekat dengan rumahnya [7].
Faktor yang Mempengaruhi Penderita Drop Out
Pengobatan Tuberkulosis Untuk Berobat Kembali
Faktor Internal Penderita
Usia
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
bahwa 4 informan tersebut masuk dalam usia yang
tidak produktif (>54 tahun). Hal ini selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmansyah (2012)
yang menyatakan bahwa kelompok penderita yang
tidak produktif (>54 tahun) memiliki probabilitas
survival yang relative lebih baik daripada kelompok
produktif.
Seseorang yang sudah memasuki usia lanjut akan
kesulitan untuk patuh minum obat, dari ke 6 informan
hampir 70% nya adalah usia lanjut dan tetap
melakukan pengobatannya [9]. Hal ini juga berbeda
yang menyebutkan bahwa pada usia 40-60 tahun
banyak yang tidak patuh terhadap penatalaksanaan
pengobatan [10].
Berdasarkan kenyatan yang ada di lapangan
bahwa meskipun sudah memasuki usia yang lebih tua
lebih banyak yang tetap melanjutkan pengobatan TB
kembali setelah drop out. Hal ini dapat dikarenakan
penderita sudah sadar dan ingin sembuh dari penyakit
TB. Selain itu dapat pula disebabkan karena usia
yang sudah tidak lagi produktif memiliki waktu yang
jauh lebih luang dan lebih banyak dibandingkan
dengan usia yang produktif.
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian
besar informan adalah perempuan yakni sebanyak 5
orang (83%) dan laki-laki sebanyak 1 orang (17%).
Hal ini menunjukkan bahwa penderita yang berobat
kembali jauh lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Apabila dibandingkan
dengan jumlah penderita drop out di Kota Surabaya
jauh lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan
perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal ini sesuai
bahwa laki-laki memiliki kesadaran yang kurang
untuk melakukan pengobatan TB dan beranggapan
bahwa jika berhenti dari pengobatan penyakit tidak
akan parah [8]. Hal ini juga sesuai bahwa perempuan

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

memiliki probabilitas survival yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan laki-laki dalam hal pengobatan
TB [11].
Berdasarkan kenyataan di lapangan bahwa
perempuan
cenderung
lebih
memperhatikan
kesehatannya
sehingga
perempuan
memiliki
kecenderungan untuk berobat kembali setelah drop
out dari pengobatan TB. Laki-laki cenderung cepat
bosan untuk minum obat, dan jauh lebih memikirkan
kesibukan pekerjaan.
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil peneitian dapat diketahui
bahwa informan yang lulus SD sebanyak 5 orang
(83%), dan sisanya 1 orang (17%) merupakan lulusan
SMA. Hal ini selaras dengan penelitian yang
menyebutkan bahwa pendidikan tidak berhubungan
dengan seseorang memutuskan untuk berhenti
ataupun menjalankan pengobatannya [12].
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka akan semakin terbuka dengan
informasi tentang pengobatan dan mempengaruhi
keteraturan pengobatan [13]. Sedangkan dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa meskipun
dengan pendidikan yang rendah, mereka tetap dapat
terbuka terhadap informasi sehingga memutuskan
untuk kembali berobat. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan bukan merupakan
alasan yang kuat mengapa informan memutuskan
untuk kembali berobat.
Pengetahuan Penderita tentang Pengobatan TB
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti, dapat digambarkan bahwa keenam
informan utama memiliki pengetahuan yang cukup
tentang pengobatan TB. Pengetahuan yang dimiliki
oleh masing-masing informan utama berbeda antar
informan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
[14]. Pengetahuan merupakan dasar yang dimiliki
seseorang sebelum melakukan sebuah tidakan.
Apabila pengetahuan mereka baik tentang
pengobatan TB dan memiliki sikap positif maka
kemungkinan besar akan melakukan tindakan
pengobatan sehingga meningkatkan kesadaran
penderita untuk menyelesaikan pengobatan nya.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan kesadaran penderita untuk
menjalani program pengobatan secara teratur [8].
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

Informan mendapatkan informasi tentang pengobatan
TB dari berbagai sumber, sumber utamanya adalah
petugas Puskesmas yang melakukan KIE kepada
penderita ketika melakukan kunjungan ke rumah
penderita. Kunjungan ini bertujuan untuk mengajak
penderita berobat kembali dengan cara memberikan
KIE dan motivasi kepada penderita. Program ini
sudah berjalan hampir selama 6 tahun
Motivasi Penderita
Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam
diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan. Melakukan keteraturan berobat
membutuhkan motivasi yang tinggi dalam diri
seseorang [15].
Motivasi dapat timbul dari dalam diri
seseorang ataupun dari lingkungan, akan tetapi
motivasi terbaik datang dari diri sendiri bukan
pengaruh dari lingkungan/motivasi intrinsic [16].
Semua informan dalam penelitian ini terdorong
melakukan pengobatan kembali setelah drop out
karena motivasi yang tinggi terhadap pengobatan TB.
Motivasi tersebut timbul dalam diri penderita untuk
berobat kembali agar sembuh dari penyakit TB
meskipun terdapat efek samping obat yang dialami.
Penderita mengaku bahwasannya sudah tidak ingin
menderita TB lagi karena banyak menyita waktu
informan. Penderita mengaku bahwa mereka selalu
mengambil obat ke pelayanan kesehatan karena tidak
mau sampai telat minum obat. Ketaatan penderita
dalam melakukan pengobatan merupakan salah satu
faktor penentu yang cukup penting dalam hal
keberlangsungan pengobatan TB. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara motivasi penderita dengan
kemungkinan drop out penderita TB [7]. Motivasi
yang rendah akan mengakibatkan penderita TB untuk
menghentikan pengobatannya. Akan tetapi apabila
motivasi penderita tinggi maka pengobatan TB bisa
dilakukan secara teratur dan rutin.
Faktor Eksternal
PMO
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, keenam informan utama tidak memiliki
PMO yang menemani penderita TB selama
pengobatannya. Pengobatan TB harus melakukan
beberapa prinsip salah satunya adalah dilakukannya
pengawasan langsung oleh seorang PMO untuk
menjamin kepatuhan pasien dalam minum obat [17].
Meskipun peran PMO begitu penting, dalam
kenyataan di lapangan penderita drop out pengobatan
TB tetap kembali berobat meskipun tanpa adanya
dukungan dari PMO.

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

Hal ini sesuai dengan teori pengobatan bahwa
kepatuhan minum obat jauh lebih penting
dibandingkan dengan keberadaan PMO karena pada
penderita yang secara teratur mentaati waktu minum
obat dan kontrol lebih menunjukkan keinginan atau
kesadaran yang datang dari pasien untuk ikut serta
mencapai keberhasilan pengobatan [17].
Meskipun tidak memiliki PMO ternyata
penderita TB mengaku bahwa ada kunjungan yang
dilakukan oleh petugas Puskesmas ke rumah
penderita. Kunjungan ini merupakan salah satu
program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Surabaya guna memberikan motivasi dan KIE kepada
penderita sehingga mereka mau berobat kembali.
Program ini ditujukan untuk menangani kasus-kasus
TB mangkir atau bagi penderita TB yang belum
menyelesaikan pengobatannya.
Jarak Ke Pelayanan Kesehatan
Salah satu penyebab penderita memutuskan
untuk drop out dari pengobatan TB adalah jarak ke
pelayanan kesehatan yang cukup jauh. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang menyebutkan bahwa jarak
dapat mempertinggi risiko terhadap kejadian drop
out pengobatan TB [7]. Sebagian besar informan
akan lebih memilih fasilitas pelayanan kesehatan
yang dekat dengan rumahnya. Setelah drop out dari
pengobatan TB dan terdapat pelayanan kesehatan
yang jauh lebih dekat daripada pelayanan kesehatan
sebelumnya maka penderita memutuskan untuk
kembali berobat.
Dengan adanya perubahan jarak yang
menjadi semakin dekat dibandingkan tempat
pengobatan sebelumnya maka hal ini menjadi salah
satu faktor yang mampu menyebabkan seseorang
berobat kembali. Apabila jarak ke pelayanan
kesehatan semakin dekat hal ini mampu
memudahkan penderita untuk mengakses pelayanan
kesehatan.
Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga yang baik adalah salah
satu faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan
pengobatan pada penderita dengan penyakit kronik
[18]. Dukungan keluarga ini pula mampu menjadi
salah satu pertimbangan saat penderita akan memulai
rencana pengobatan. Dukungan keluarga ini juga
merupakan dukungan yang kontinu karena dapat
mengontrol lebih intens dan keluarga merupakan
komponen yang paling dekat dengan penderita
sehingga hubungan saling percaya dan sikap terhadap
pengobatan dapat dipengaruhi oleh keluarga. Dari
enam informan tiga informan mengaku bahwa
mereka memulai pengobatannya kembali karena
mendapatkan dukungan dari pihak keluarganya.
Berdasarkan kenyataan di lapangan hendaknya
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

keluarga juga mampu memberikan dukungan seperti
selalu mengingatkan penderita agar menelan obat
secara teratur, pengertian terhadap penderita yang
sedang sakit dan memberi semangat agar tetap rajin
berobat sehingga dapat menunjang keberhasilan
pengobatan TB yang dijalani.

Simpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian
ini adalah pengobatan penderita TB sebelum drop
out dijalani dengan tidak teratur. Faktor yang
mempengaruhi penderita TB untuk drop out dari
pengobatan TB diantaranya adalah efek samping
obat, larangan dari pihak keluarga dan akses ke
pelayanan kesehatan yang sulit. Setelah drop out
penderita memutuskan untuk berobat kembali,
bebrapa hal yang mempengaruhinya adalah usia yang
tidak lagi produktif, jenis kelamin, pengetahuan
tentang pengobatan TB, motivasi penderita,
kunjungan petugas Puskesmas, dukungan keluarga,
dan jarak ke pelayanan kesehatan yang jauh lebih
dekat dibandingkan pelayanan kesehatan sebelum
drop out
Adapun saran yang ditawarkan oleh peneliti
agar semakin banyak penderita drop out untuk
berobat kembali adalah Dinas Kesehatan Kota
Surabaya perlu meningkatkan dan mengaktifkan
kunjungan TB mangkir, dan perlu adanya kerjasama
dengan seperti puskesmas, dokter, kader, paguyuban,
dan PKK. Bagi penderita hendaknya meningkatkan
kesadaran bahwa pengobatan TB harus dijalankan
secara tuntas dan rutin agar tidak terjadi resistensi
obat. Bagi Keluarga penderita terus memberi
dukungan agar penderita menjalankan pengobatannya
hingga selesai dan dinyatakan sembuh, dan bersedia
menjadi PMO apabila penderita belum memiliki
PMO. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan
penelitian dengan topik yang sama menggunakan
metode yang lebih tinggi yaitu metode analitik.

Daftar Pustaka
[1] Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis.Jakarta: Kemenkes
RI. 2014
[2] WHO. Global Tuberculosis Report 2014. France
: WHO. 2015
[3] Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2014
[4] Kusumo, D. Diagnosis dan Terapi Kedokteran.
Jakarta: Salemba Merdeka. 2010
[5] Depkes RI. 2011

Nuraidah, et al, Gambaran Determinan Penderita Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Untuk…….

[6] WHO. Global Tuberculosis Report 2013.
Geneva:WHO. 2014
[7] Fauziayah, N. Faktor yang Berhubungan dengan
Drop Out Pengobatan pada Penderita TB Paru di
BP4 Salatiga. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. 2010
[8] Nugroho, R.A. Studi Kualitatif Faktor Yang
Melatarbelakangi Drop Out Pengobatan
Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru (BP4) Tegal. Semarang : Universitas
Negeri Semarang. 201
[9] Joniyansah. 2009. Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita
TB
Paru
[serial
online]
http://syopian.net/blog/?p=1091
[10] Nurwidji. Hubungan Motivasi Kesembuhan
dengan Kepatuhan Penatalaksanaan Pengobatan
pada Pasien TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Mojosari Mojokerto. Medica
Majapahit. 2013:5(2)
[11] Rahmansyah, A. Faktor – faktor yang
Berhubungan dengan Drop Out (DO) pada
Penderita TB Paru di Rumah Sakit Paru
Palembang Tahun 2010. Depok : Universitas
Indonesia. 2012.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016

[12] Sangadah, U. Analisis Faktor Penyebab
Terputusnya Pengobatan Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Kebumen. Depok: Universitas Indonesia. 2012
[13] Widjaja, T dkk. Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan
Berobat Pasien TB Paru Dewasa Di RS
Immanuel Bandung Dengan DOTS Dan RS
Mitra Idaman Banjar Tanpa DOTS. Universitas
Kristen Maranatha. 201
[14] Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan & Ilmu
Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007
[15] Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan & Ilmu
Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2003
[16] Dewy, I. Gambaran Motivasi dan Tingkat
Penegtahuan Mengenai Kanker Payudara pada
Perempuan yang Melakukan Mamografi.
Depok: Universitas Indonesia. 2012
[17] Adiwidia, K. Gambaran Tingkat Pengetahuan
Pasien TB Paru Rencana Pulang tentang
Penyakit TB Paru di Ruang Rawat Inap RS.
Paru DR. M. Goenawan Partowidigdo. Depok:
Universitas Indonesia. 2012
[18] Fachmi, U. Manajemen Penyakit Berbasis
Wilayah. Jakarta: UI Press; 2010