Masa Simpan Suplemen Campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik dan Kedelai Sangrai Melalui Uji Sifat Fisik dan Kontaminasi Aflatoksin

(1)

MASA SIMPAN SUPLEMEN CAMPURAN LINGZHI (

Ganoderma

lucidum

), KROMIUM ORGANIK DAN KEDELAI SANGRAI

MELALUI UJI SIFAT FISIK DAN KONTAMINASI

AFLATOKSIN

SKRIPSI EFI STYANINGRUM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010


(2)

RINGKASAN

EFI STYANINGRUM. D24062099. 2010. Masa Simpan Suplemen Campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik dan Kedelai Sangrai Melalui Uji Sifat Fisik dan Kontaminasi Aflatoksin. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS., M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr

Perbaikan pakan dengan suplementasi dapat mengatasi defisiensi dan meningkatkan kapasitas cerna pakan disebabkan adanya perbaikan metabolisme dan peran mikroba rumen yang lebih baik. Suplemen dapat berupa tumbuhan seperti jamur dan mineral. Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan salah satu jamur yang menghasilkan enzim ekstraselular yang mampu mendegradasi lignin dan selulosa dan mampu menghasilkan senyawa aktif yang mempunyai fungsi farmakologis. Kromium (Cr) merupakan mineral mikro esensial yang penting dalam metabolisme glukosa, protein dan lemak dalam jaringan otot ternak serta dalam pengaturan kolesterol darah. Selain jamur dan mineral, suplemen dapat berupa asam lemak esensial seperti CLA (Conjugated Linoleic Acid) yang dapat dibuat dari kedelai yang disangrai. Kedelai sangrai adalah sumber asam linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh yang penting untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan kesehatan. Ketersediaan suplemen selalu terkait dengan waktu, sehingga perlu dilakukan penyimpanan untuk menjamin ketersediaan secara kontinyu. Penyimpanan yang terlalu lama akan meningkatkan kadar air yang menunjang pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur dan kapang. Salah satu kapang yang tumbuh adalah Aspergillus flavus yang dapat mengakibatkan keracunan terhadap ternak karena menghasilkan aflatoksin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari lama penyimpanan suplemen campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium (Cr) organik dan kedelai sangrai ditinjau dari perubahan sifat fisik dan kontaminasi aflatoksin.

Suplemen yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas suplemen pakan untuk ternak sapi perah dan ayam petelur dengan komposisi sesuai kebutuhan dari masing-masing ternak. Pemberian G. lucidum untuk sapi perah dan ayam petelur sebanyak 5 g/50 kg BB, sedangkan pemberian Cr organik 3 ppm/kg ransum dan pemberian kedelai sangrai untuk sapi perah sebanyak 5% BK ransum dan untuk ayam petelur sebanyak 1% total lemak ransum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 5 x 5 dengan 3 ulangan. Faktor A adalah jenis suplemen ternak yaitu S0 (suplemen komersial), S1 (kedelai sangrai + Cr organik), S2 (kedelai sangrai + G. lucidum), S3 (Cr organik + G. lucidum) dan S4 (kedelai sangrai + Cr organik + G. lucidum). Faktor B adalah lama penyimpanan (0, 2, 4, 6 dan 8 minggu). Peubah yang diamati adalah kadar air, organoleptik seperti warna, tekstur dan bau, serta aflatoksin. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan. Hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis suplemen, lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan kadar air pada suplemen. Hasil organoleptik menunjukkan tidak adanya perubahan warna dan


(3)

tekstur, namun terjadi perubahan pada bau suplemen. Lama penyimpanan selama 8 minggu meningkatkan kadar air pada suplemen pakan untuk sapi perah sebesar 0,61% dan pada suplemen pakan untuk ayam petelur sebesar 1,64%. Kadar air tertinggi terdapat pada suplemen untuk sapi perah perlakuan S4L dan pada suplemen untuk ayam petelur perlakuan S2A. Hasil analisis menunjukkan suplemen yang disimpan selama 8 minggu tidak terdeteksi aflatoksin.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pemanfaatan kedelai sangrai yang mengandung asam linoleat terkonjugasi (CLA) mengindikasikan terjadinya peningkatan kadar air yang disimpan selama 8 minggu. Tekstur dari kedelai sangrai yang lebih halus menyebabkan peningkatan kadar air tersebut. Semakin lama penyimpanan menimbulkan perubahan bau yang semakin menyengat pada suplemen pakan. Secara umum, suplemen campuran Ganoderma lucidum, Cr organik dan kedelai sangrai dapat disimpan selama 8 minggu dalam kemasan plastik polietilen dan mampu mempertahankan sifat fisik serta aman dari kontaminasi aflatoksin.


(4)

ABSTRACT

Storage Periods of Feed Supplement which Contain Lingzhi (Ganoderma lucidum), Organic-Cr and Roasted Soybeans by it’s Physical

Characteristic and Aflatoxin Contamination

Styaningrum, E., D. Evvyernie and J. Jachja

The objective of this research was to observe storage periods of the supplement which contain Lingzhi (Ganoderma lucidum), organic-Cr and roastead soybeans can be stored by it’s physical characteristic and aflatoxin contamination. This experiment used 2 kinds of supplement i.e for lactation cow and layer hen. The composition of the supplement was based on the animal daily requirement. The experiment design was factorial completely randomized 5 x 5 with 3 replications. The first factor was 5 kinds of supplement, i.e S0 (commercial supplement (control)), S1 (roasted soybeans+organic-Cr), S2 (roasted soybeans+G. lucidum), S3 (organic-Cr+G. lucidum) and S4 (roasted soybeans+organic-Cr+G. lucidum), and the second factor was period of storage (0, 2, 4, 6 and 8 weeks). The supplements were put in the polietilene plastic and every two weeks were analyzed it’s moisture, aflatoxin contamination and organoleptic test such as color, texture and odor. Data were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance) and significant differences were further tested using Duncan Multiple Range Test. The results showed that the various supplement, storage time, and the interaction between both of them significantly (P<0.05) increased moisture of supplement. The odor of the supplement was changed during the storage, but there were no color and texture changing in supplement. During 8 weeks of storage increased the moisture 0.61% in lactation cow supplement and 1.64% in layer hen supplement. S4L treatment indicated the highest moisture of lactation cow supplement and S2A treatment indicated the highest moisture of layer hen supplement. There was no aflatoxin detected in all treatments. The conclusion of this experiment was feed supplement which contain Lingzhi (Ganoderma lucidum), organic-Cr and roasted soybeans can be stored for 8 weeks using polietilene plastic package and hold out their physical characteristic with no aflatoxin contamination. Keywords: aflatoxin, physical characteristic, storage, supplement


(5)

MASA SIMPAN SUPLEMEN CAMPURAN LINGZHI (

Ganoderma

lucidum

), KROMIUM ORGANIK DAN KEDELAI SANGRAI

MELALUI UJI SIFAT FISIK DAN KONTAMINASI

AFLATOKSIN

EFI STYANINGRUM D24062099

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010


(6)

Judul Skripsi : Masa Simpan Suplemen Campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik dan Kedelai Sangrai Melalui Uji Sifat Fisik dan Kontaminasi Aflatoksin

Nama : Efi Styaningrum

NIM : D24062099

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A, MS., M.Sc.) (Dr. Ir. Jajat Jachja Fahmi A, M.Agr.) NIP. 19610602 198603 2 001 NIP. 19480902 197412 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 13 September 1987 dari pasangan Bapak Sugiyanto dan Ibu Sumarniningsih. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Kramat Pela 11 Pagi Jakarta pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan pertama dimulai oleh penulis pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 11 Jakarta. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 74 Jakarta pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di kegiatan Organisasi HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi Makanan Ternak) 2007-2008 sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM).


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul: Masa Simpan Suplemen Campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik dan Kedelai Sangrai Melalui Uji Sifat Fisik dan Kontaminasi Aflatoksin di bawah bimbingan Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS., M.Sc. dan Dr. Ir Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan September 2009 – November 2009 bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari lama penyimpanan suplemen campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium organik dan kedelai sangrai ditinjau dari perubahan sifat fisik dan kontaminasi aflatoksin.

Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan untuk pembacanya.

Bogor, Juli 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Lingzhi (Ganoderma lucidum) ... 3

Kromium Organik ... 4

Conjugated Linoleic Acid (CLA) ... 5

Pengemasan ... 6

Penyimpanan ... 7

Sifat Fisik ... 8

Organoleptik ... 9

Aflatoksin ... 9

Aflatoksin Dalam Bahan Makanan ... 11

MATERI DAN METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Alat ... 13

Bahan ... 13

Suplemen ... 13

Rancangan ... 14

Perlakuan ... 14

Peubah yang diamati ... 14

Rancangan Percobaan ... 15

Model ... 15

Analisis Data ... 15

Prosedur ... 15

Pembuatan Suplemen Pakan ... 15


(10)

Penyimpanan ... 16

Uji Kadar Air ... 16

Uji Organoleptik ... 17

Uji Aflatoksin ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Keadaan Umum Penelitian... 19

Suplemen Pakan Sapi Perah ... 21

Kadar Air ... 21

Organoleptik ... 24

Suplemen Pakan Ayam Petelur ... 27

Kadar Air ... 27

Organoleptik ... 29

Kontaminasi Aflatoksin ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran... 36

UCAPAN TERIMAKASIH ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Komposisi Suplemen Perlakuan ... 14

2. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penyimpanan

(September – November 2009) ... 20 3. Rataan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah Selama Penyimpanan

(%) ... 22 4. Hasil Organoleptik Warna Suplemen Pakan Sapi Perah Selama

Penyimpanan ... 24 5. Hasil Organoleptik Tekstur Suplemen Pakan Sapi Perah Selama

Penyimpanan ... 25 6. Hasil Organoleptik Bau Suplemen Pakan Sapi Perah Selama

Penyimpanan ... 26 7. Rataan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama

Penyimpanan (%) ... 28 8. Hasil Organoleptik Warna Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama

Penyimpanan ... 30 9. Hasil Organoleptik Tekstur Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama

Penyimpanan ... 31 10.Hasil Organoleptik Bau Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Lingzhi (Ganoderma lucidum) ... 3

2. Struktur Conjugated Linoleic Acid ... 5

3. Aspergillus flavus ... 10

4. Jenis Suplemen yang digunakan dalam Penelitian ... 19

5. Grafik Hubungan antara Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah dengan Lama Penyimpanan ... 23

6. Grafik Hubungan antara Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur dengan Lama Penyimpanan ... 29


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Komposisi Suplemen Komersial Sapi Perah setiap kg Suplemen ... 43

2. Komposisi Suplemen Komersial Ayam Petelur setiap 10 kg

Suplemen ... 43 3. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah ... 44 4. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah (Faktor

A= Suplemen) ... 44 5. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah (Faktor

B= Waktu Simpan) ... 44 6. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Suplemen Pakan Sapi Perah

dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (Faktor A*Faktor B) 45 7. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur ... 46 8. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur (Faktor

A= Suplemen) ... 46 9. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur (Faktor

B= Waktu Simpan) ... 46 10.Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Suplemen Pakan Ayam

Petelur dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (Faktor A*Faktor B) ... 47 11.Hasil Regresi Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah dengan Lama

Penyimpanan ... 48 12.Hasil Regresi Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur dengan

Lama Penyimpanan ... 48 13.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Warna Suplemen Pakan Sapi

Perah ... 48 14.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Tekstur Suplemen Pakan Sapi

Perah ... 48 15.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Bau Suplemen Pakan Sapi

Perah ... 49 16.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Warna Suplemen Pakan

Ayam Petelur ... 49 17.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Tekstur Suplemen Pakan

Ayam Petelur ... 49 18.Persentase Penilaian Panelis Terhadap Bau Suplemen Pakan Ayam


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia dan monogastrik di Indonesia dan negara tropis berkembang lainnya adalah rendahnya kualitas pakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan perbaikan pakan dengan suplementasi. Suplementasi merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan menambah kandungan zat makanan tertentu dalam pakan yang bertujuan untuk melengkapi kebutuhan ternak. Suplementasi dapat bermanfaat dalam mengatasi defisiensi dan meningkatkan kapasitas mencerna pakan, disebabkan adanya perbaikan metabolisme dan peran mikroba rumen yang lebih baik. Suplemen dapat berupa tumbuhan seperti jamur dan mineral. Penambahan suplemen tersebut umumnya bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh dan produktivitas ternak.

Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan salah satu jamur dalam kelas Basidiomycetes yang menghasilkan enzim ekstraselular yang mampu mendegradasi lignin dan selulosa dan mampu menghasilkan senyawa aktif yang mempunyai fungsi farmakologis (Toharmat et al., 2008). Ganoderma lucidum memiliki ligninolitik tinggi dan berpotensi dalam mentransformasikan kromium menjadi mineral organik. Kromium (Cr) merupakan mineral mikro esensial yang penting dalam metabolisme glukosa, protein dan lemak dalam jaringan otot ternak serta dalam pengaturan kolesterol darah (Ohh dan Lee, 2005). Selain jamur dan mineral, suplemen dapat berupa asam lemak esensial seperti CLA (Conjugated Linoleic Acid) yang dapat dibuat dari kedelai yang disangrai. Adawiah (2005) menyatakan bahwa kedelai sangrai adalah sumber asam linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang penting untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan kesehatan (Piliang dan Djojosoebagio, 2006a).

Suplemen merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam usaha peternakan, namun ketersediannya selalu terkait dengan waktu, sehingga diperlukan penyimpanan. Kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi akan mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku pakan selama penyimpanan.


(15)

Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari suplemen yang disimpan. Sifat fisik suplemen merupakan sifat dasar suplemen, sehingga dapat mengetahui batas maksimal penyimpanan suplemen. Penyimpanan yang terlalu lama akan meningkatkan kadar air suplemen yang akan menunjang pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur dan kapang sehingga memperbesar kerusakan dan dapat menimbulkan perubahan warna, tekstur dan bau. Salah satu kapang yang tumbuh adalah Aspergillus flavus yang dapat tumbuh optimal pada kadar air 15% – 30% (Imdad dan Nawangsih, 1999). Kapang ini dapat mengakibatkan keracunan terhadap ternak karena menghasilkan aflatoksin (Aspergillus flavus toksin).

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi dan mengawetkan produk. Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan, karena kemasan mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan mutu bahan. Bahan pengemas yang sedang berkembang dan banyak digunakan adalah plastik. Menurut Benning (1983), plastik banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang termoplastik dan mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik. Polietilen juga mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang menggunakan Lingzhi, kromium (Cr) organik dan kedelai sangrai sebagai sumber CLA (Conjugated Linoleic Acid) pada sapi perah dan ayam petelur. Ketahanan dalam penyimpanan suplemen untuk jangka waktu yang lama diperlukan untuk menjamin ketersediaan yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari lama penyimpanan suplemen campuran Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium (Cr) organik dan kedelai sangrai ditinjau dari perubahan sifat fisik dan kontaminasi aflatoksin.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Lingzhi (Ganoderma lucidum)

Lingzhi (Ganoderma lucidum) termasuk kingdom Fungi, klas Basidiomycetes, subklas Holobasidiomycetes, seri Hymenomycetes, ordo Agaricales, famili Polyporacea, genus Ganoderma dan spesies Ganoderma lucidum. Kompleks Ganoderma lucidum terdiri atas tubuh buah yang tebal, bergabus dan berwarna kuning kemerahan pada awalnya dan kemudian berubah menjadi berwarna kecoklatan pada saat masak. Batas tubuh buah biasanya tipis berwarna putih pada awal dan menjadi coklat terang pada tahap akhir. Bentuknya bervariasi bundar, semi bundar dan bentuk kipas atau seperti ginjal (Chang dan Miles, 2004).

Gambar 1. Lingzhi(Ganoderma lucidum) Sumber: www.alternativeremedies.wordpress.com

Dilihat dari sifat hidupnya, Ganoderma lucidum termasuk jamur saprofitik karena tumbuh pada batang mati atau serbuk gergaji kayu (Suriawiria, 2001). Umumnya jamur yang berpotensi mendegradasi lignin termasuk kelompok mesofil yang hidup pada suhu antara 5-37 oC dan optimum pada suhu 39-40 oC (Febrina, 2002). Adanya enzim ekstraseluler yang dimiliki oleh Ganoderma lucidum menyebabkan jamur ini mampu merombak serat kasar terutama lignin dan selulosa dan menggunakannya sebagai energi untuk pertumbuhan (Vares dan Hatakka, 1997). Ganoderma lucidum mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada tubuh buah maupun pada miselium. Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) berkhasiat sebagai obat disebabkan adanya kandungan polisakarida, germanium organik, adenosin, asam ganodermat, triterpenoid, peptidoglikan, serat, protein dan sejumlah vitamin (E, C, B3, B6, B12). Bahan-bahan tersebut secara keseluruhan bersifat antitumor, meningkatkan oksigen dalam otak, menyeimbangkan fungsi bioelektrik,


(17)

menurunkan kadar gula dalam darah, menurunkan kolesterol, menghilangkan racun dan menghaulskan kulit (Susanto, 1998).

Chang dan Miles (2004) juga menyatakan bahwa senyawa utama yang terdapat di dalam Ganoderma lucidum yang mempunyai aktivitas farmakologis adalah triterpen dan polisakarida meskipun protein-protein, asam-asam nukleat yang bioaktif dan substansi-substansi lainnya yang juga telah diidentifikasi. Menurut Evvyernie et al. (2002) Ganoderma lucidum menghasilkan senyawa-senyawa aktif antara lain -D-glukan, Ling Zhi-8 atau senyawa-senyawa lainnya yang mampu berperan sebagai imunomodulator yang menstimulasi kekebalan. Adenosine di dalam G. lucidum dapat menurunkan kadar kolesterol dan lemak, menurunkan penimbunan lemak, mencegah trombogenesis, menstabilkan membran sel darah dan hormon endokrin serta menyeimbangkan metabolisme dan pH darah (Susanto, 1998).

Kromium Organik

Kromium (Cr) merupakan mineral mikro esensial yang penting dalam metabolisme glukosa, protein dan lemak dalam jaringan otot ternak serta dalam pengaturan kolesterol darah (Ohh dan Lee, 2005). Kebutuhan kromium meningkat pada kondisi stres karena pada kondisi stres kehilangan kromium dari tubuh akan meningkat (Chang dan Mowat, 1992). Selain itu kadar kromium di dalam tubuh manusia dan ternak menurun seiring dengan pertambahan umur (Mertz, 1993). Jumlah Cr yang diabsorbsi tubuh sebesar 10%–25% dalam bentuk ikatan organik yang dikenal dengan Glucose Tolerance Factor (GTF), sedangkan dalam bentuk Cr inorganik yang berasal dari bahan makanan, hanya dapat diabsorbsi tubuh sebanyak 1%. Ekskresi Cr setiap hari berkisar antara 7-10 mikrogram melalui urine. Fungsi utama Cr adalah untuk meningkatkan aktivitas insulin dalam metabolisme glukosa, dan untuk mempertahankan kecepatan transport glukosa dari darah ke dalam sel-sel. Cr juga berperan dalam mengaktifkan kerja beberapa enzim dan memegang peranan dalam metabolisme protein dan lemak (Piliang dan Djojosoebagio, 2006b).

Suplementasi kromium ke dalam pakan akan lebih menguntungkan apabila diberikan dalam bentuk Cr organik. Suplementasi Cr organik pada sapi perah laktasi meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Suplementasi Cr organik mampu meningkatkan daya adaptasi sapi perah dara di wilayah panas selama musim


(18)

kemarau (Toharmat et al., 2008). Menurut Burton (1995) suplementasi Cr pada sapi di awal laktasi mempengaruhi respon kekebalan pada sapi yang mengalami stress.

Telah diketahui bahwa Cr dapat meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel kelenjar ambing sapi perah. Suplementasi Cr organik sebesar 1,59 mg/kg dalam ransum yang mengandung hidrolisat bulu ayam dapat meningkatkan produksi, laktosa, protein dan lemak susu sebesar 17,3%, 19,0%, 27,6% dan 31,8%. (Muktiani, 2002). Menurut Nakaue dan Hu (1997) suplementasi Cr organik pada ayam petelur dapat meningkatkan konsentrasi kromium dan menurunkan level kolesterol dalam telur.

Conjugated Linoleic Acid (CLA)

Conjugated Linoleic Acid adalah kelompok asam lemak polyunsaturated yang memiliki posisi isomer asam linoleat (C18:2). Secara alami CLA dihasilkan selama fermentasi bakteri di dalam rumen. Sumber CLA pada manusia terdapat pada produk hewan ruminansia yaitu daging dan olahan susu (Wang dan Jones, 2004). Secara umum, minyak tumbuhan mengandung asam linoleat tinggi dan memberikan respons terbesar dalam peningkatan kadar CLA lemak susu (Kelly et al., 1998).

Menurut Hunter (1998) CLA dapat memperlambat perkembangan beberapa jenis penyakit kanker dan jantung. CLA merupakan komponen lemak, akan tetapi CLA dapat mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan massa otot dengan lemak yang sedikit. Kandungan CLA dapat menghambat perkembangan kanker kulit dan kanker lambung pada tikus, mencegah aterosklerosis dan menormalkan toleransi glukosa yang lemah pada penderita diabetes melitus.

Gambar 2. Struktur Conjugated Linoleic Acid

Sumber: www.thepigsite.com


(19)

Asam linoleat merupakan suatu asam lemak tidak jenuh yang diperlukan untuk pertumbuhan normal dan untuk mempertahankan kesehatan. Asam linoleat tidak dapat disintesa dalam tubuh, maka asam ini digolongkan dalam asam lemak esensial. Asam linoleat terdapat dalam minyak berasal dari sayuran, termasuk minyak jagung, minyak kacang tanah, minyak biji kapuk, minyak biji bunga matahari dan minyak biji kedelai (Piliang dan Djojosoebagio, 2006a).

Adawiah (2005) menyatakan bahwa kedelai sangrai adalah sumber asam linoleat yang merupakan prekursor sintesis CLA susu. Ransum sapi perah yang disuplementasi kedelai sangrai mengandung CLA dan asam linolenat sebesar 27,49% dan 4,76%. Suplementasi kedelai sangrai dapat meningkatkan nitrogen ke pascarumen, sehingga retensi N meningkat. Pada sapi perah suplementasi kedelai sangrai mampu meningkatkan produksi susu, 4% FCM, lemak susu dan protein susu secara berturut-turut sebesar 14,96%, 17,79%, 18,54% dan 11,44%. Suplementasi kedelai sangrai pada ransum sapi perah cenderung meningkatkan CLA susu (101,5% atau 27,49 mg g-1 lemak susu).

Pengemasan

Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberi perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999). Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dan penyimpanan dapat dikendalikan dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karmas, 1989).

Plastik

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di industri pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988).


(20)

Menurut Benning (1983) plastik polietilen banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang termoplastik, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik, mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan memliki harga yang murah. Menurut Syarief dan Irawati (1988), kemasan plastik polietilen mempunyai keuntungan yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas dan fleksibel. Menurut Wigati (2009) ransum yang dikemas dengan plastik polietilen memiliki kadar air terendah (8,43% – 10,89%) dibandingkan dengan kemasan lain seperti karung goni (9,58% – 13,64%), karung plastik (9,58% – 14,00%) dan kertas (9,58% – 14, 11%).

Penyimpanan

Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2003). Penyimpanan yang terlalu lama akan berakibat buruk pada bahan makanan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum (Hall, 1980).

Menurut Cho et al. (1982) semakin lama penyimpanan maka akan dihasilkan suatu komponen cita rasa (flavor) yang lain sebagai akibat dari kegiatan biologis, misalnya pemecahan lemak yang menyebabkan ketengikan. Penyimpangan bau selama penyimpanan diakibatkan oleh oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tidak jenuh, oksidasi protein dan berkembangnya organisme pembusuk.

Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak yang akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Menurut Syarief dan Halid (1993), suhu dan kelembaban yang aman untuk penyimpanan suatu bahan berkisar pada suhu 27-30 oC dengan kelembaban relatif adalah 70%. Menurut Winarno (2007), bahan makanan menjadi lebih awet jika disimpan dalam kondisi yang tepat, artinya jangan disimpan pada lokasi yang lembab, sebaiknya terkemas dengan baik dan tidak ada peluang terkontaminasi serangga atau jasad renik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan bahan makanan ternak selama penyimpanan antara lain faktor fisik seperti temperatur dan kelembaban relatif; faktor biologis seperti jamur, kutu, serangga,


(21)

bakteri, binatang pengerat; dan faktor kimiawi seperti perubahan komposisi zat-zat makanan dengan tersedianya oksigen (Hall, 1980).

Sifat Fisik

Sifat fisik pakan merupakan sifat dasar dari suatu bahan yang mencakup aspek yang sangat luas. Pemahaman tentang sifat-sifat bahan serta perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, disamping itu pengetahuan tentang sifat fisik dapat digunakan juga untuk menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Sifat fisik suatu bahan banyak dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel suatu bahan, juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan suatu bahan (Wirakartakusumah et al., 1992).

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terikat dan air bebas yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan makanan. Kadar air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan, karena kadar air yang tinggi menyebabkan bakteri, kapang dan khamir mudah berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan (Winarno, 1997).

Menurut Syarief et al. (2003) penyimpanan dikatakan aman dari pertumbuhan kapang pada kadar air 13% – 14%. Kadar air yang aman untuk disimpan umumnya sekitar 13% – 14% (basis basah), sedangkan kadar air aman dari gangguan kerusakan yaitu sekitar 11% – 12% (Syarief dan Halid, 1993). Bahan dengan kandungan air yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya dibandingkan dengan bahan dengan kadar air yang lebih tinggi (Hall, 1980).

Kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu dan kelembaban (Suadnyana, 1998). Menurut Winarno et al. (1980), bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Banyaknya air yang terbentuk adalah akibat reaksi dari mikroorganisme yang muncul pada bahan dan juga akibat kelembaban yang


(22)

tinggi pada ruang penyimpanan, sebab mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terkandung, dan reaksi penguraian tersebut menghasilkan air (Yusawisana, 2002).

Organoleptik

Penilaian organoleptik atau penilaian sensori merupakan metode ilmiah yang digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk sebagai penerimaan dari indera penglihatan, penciuman, sentuhan, perasa dan pendengaran. Penilaian organoleptik memberikan petunjuk untuk menyiapkan dan menyajikan sampel di bawah kondisi terkontrol sehingga faktor bias dapat diminimalisir (Lawless dan Haymann, 1998).

Uji organoleptik adalah pengujian kuantitatif secara ilmiah dalam data numerik yang dikumpulkan untuk menetapkan standar dan hubungan spesifik antara karakteristik produk dengan penerimaan panelis. Panelis merupakan orang yang bertindak sebagai alat pengukur sifat-sifat organoleptik. Penilaian organoleptik juga merupakan pengukuran ilmiah. Penilaian organoleptik sama seperti prosedur uji analisis lainnya, organoleptik difokuskan pada ketelitian, keakuratan, sensitivitas dan menghindari kesalahan (Lawless dan Haymann, 1998).

Aflatoksin

Patogen yang sering ditemukan merusak bahan dalam simpanan sebagian besar berasal dari kelompok cendawan dan bakteri. Suhu optimal yang sesuai untuk pertumbuhan cendawan yaitu berkisar antara 25-32 oC dengan kelembaban optimal di atas 85%. Cendawan pencemar terdiri atas kapang dan khamir, namun yang lebih dominan adalah kapang. Menurut Rachmawati (2005) kapang dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimiawi pakan. Kerusakan fisik disebabkan oleh pertumbuhan dan populasi kapang meningkat sehingga warna, bentuk dan bau pakan berubah, sedangkan kerusakan kimiawi disebabkan adanya produksi aflatoksin dari kapang tersebut sehingga pakan tercemar aflatoksin. Aspergillus spp. dan Penicillium spp merupakan kapang yang sering ditemukan dalam gudang penyimpanan (Ahmad, 2009). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Aspergillus spp. merupakan pencemar utama (mencapai 36%) pada pakan dan bahan penyusun pakan dibandingkan cendawan lainnya (Ahmad et al., 1999).


(23)

Aflatoksin merupakan salah satu jenis mikotoksin yang banyak menimbulkan masalah terutama pada manusia dan ternak. Aflatoksin merupakan salah satu mikotoksin yang terpenting dari sekian banyak mikotoksin di Indonesia. Kondisi iklim tropis sangat sesuai dengan pertumbuhan kapang khususnya Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yaitu dua jenis kapang yang dapat memproduksi aflatoksin (Aspergillus flavus toksin). Aspergillus flavus merupakan kapang yang hidup di tanah dan merupakan salah satu kapang gudang (Syarief et al., 2003). Aspergillus flavus dapat tumbuh pada bahan yang mengandung air cukup tinggi dan pada suhu relatif rendah dan kelembaban tinggi (Ahmad, 2009).

Produksi aflatoksin tergantung dari pertumbuhan Aspergillus flavus.

Umumnya Aspergillus flavus dapat tumbuh optimal pada kadar air 15% – 30% dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yaitu berkisar antara 87% – 98% (Imdad dan Nawangsih, 1999). Menurut Syarief et al. (2003), Aspergillus flavus mampu tumbuh dengan baik pada suhu 25-35 oC.

Gambar 3. Aspergillus flavus

Sumber: www.sciencedaily.com

Aspergillus flavus merupakan kapang yang harus diwaspadai keberadaanya karena dapat menyebabkan kanker pada manusia dan hewan. Aflatoksin dapat menyebabkan bobot organ dalam bervariasi seperti pembesaran hati, limpa, ginjal,

fatty liver syndrome. Aflatoksin juga dapat menyebabkan pengurangan bursa fabricius dan timus, perubahan tekstur dan warna organ (hati, tenggorokan), anemia, hemoragi, imunosupresi, nefrosis, kerusakan kulit dan penurunan efisiensi breeding

(Ahmad, 2009). Menurut Mani et al (2001) pakan yang tercemar aflatoksin dapat mengganggu fungsi metabolisme, absorbsi lemak, penyerapan unsur mineral


(24)

khususnya tembaga (Cu), besi (Fe), kalsium (Ca) dan fosfor (P) serta beta-karoten, penurunan kekebalan tubuh, kegagalan vaksinasi, kerusakan kromosom, pendarahan dan memar. Semua gangguan tersebut menyebabkan pertumbuhan ternak terhambat dan kematian meningkat sehingga produksi ternak menurun.

Hasil penelitian Exarhos dan Gentry (1982) menunjukkan adanya penurunan produksi telur pada ayam yang pakannya mengandung aflatoksin. Muthiah et al

(1998) mengemukakan bahwa semakin tinggi aflatoksin B1 dalam pakan ayam petelur, maka produksi telur semakin menurun. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), batas maksimum aflatoksin pada ransum anak ayam petelur yaitu 50 ppb. Batas maksimum kandungan aflatoksin untuk ransum sapi perah yaitu 100-200 ppb (Badan Standardisasi Nasional, 100-2009).

Jenis aflatoksin terdiri atas aflatoksin B1, B2, G1 dan G2. Pemberian nama aflatoksin sesuai dengan penampakan fluorosensinya pada lempeng khromatografi lapisan tipis dengan silika gel yang disinari ultraviolet. Bila penampakan fluorosensinya biru diberikan akhiran B (blue) sedangkan bila hijau diberi akhiran G (green). Sapi perah yang mengkonsumsi ransum makanan yang mengandung aflatoksin ternyata susu hasil perahannya mengandung sejenis aflatoksin yang diberi nama aflatoksin M yang terdiri atas aflatoksin M1 dan M2 (Syarief et al., 2003).

Aflatoksin Dalam Bahan Makanan

Saidin (1983), mengemukakan bahwa hampir semua bahan makanan kering dapat tercemar aflatoksin, misalnya pada beras, jagung, ikan asin, kacang-kacangan dan hasil olahannya. Bahan makanan yang banyak tercemar aflatoksin adalah kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji-bijian. Menurut Syarief et al. (2003), umumnya kedelai dan hasil olahannya tidak tercemar aflatoksin. Resistensi kacang kedelai terhadap aflatoksin dikarenakan kandungan asam fitat yang tinggi pada kedelai menjadikan Zn unsur esensial untuk membantu biosintesis aflatoksin tidak tersedia karena terikat fitat, sehingga meskipun Aspergillus flavus dapat tumbuh pada kacang kedelai tetapi biosintesis aflatoksin sangat terlambat.

Wright et al. (2000), mengemukakan bahwa bahan makanan yang mengandung linolenic acid tinggi akan menurunkan kandungan aflatoksin karena linolenic acid ini berfungsi sebagai prekursor antifungi terhadap pertumbuhan jamur dan produksi aflatoksin. Pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus


(25)

oryzae pada tempe dapat menghalangi pertumbuhan A. flavus sehingga aflatoksin menjadi kecil karena adanya protection, keadaan yang sama juga berlangsung dalam oncom (Winarno, 1993).

Menurut Rachmawati (2005) senyawa aflatoksin yang terkandung dalam bahan makanan dapat menyebabkan kerugian peternak, karena kesehatan dan produktivitas ternak menurun. Kadar aflatoksin yang tinggi pada pakan juga dapat menyebabkan adanya residu toksin pada produk ternak seperti daging, hati dan susu, yang dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsi produk ternak yang mengandung residu toksin tersebut.


(26)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Wisma Nuansa Sakinah, Babakan Tengah, Dramaga, Bogor dan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan September 2009 sampai November 2009.

Materi

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah plastik polietilen (PE) berukuran 100 x 60 cm, penggaris, gunting, sealer, termohigrometer, timbangan analitik, kertas label, cawan alumunium, oven 105oC, penjepit, eksikator, blender, gelas piala 500 ml, labu Erlenmeyer 100 ml, pipet volumetrik 25 ml, bulp, gelas ukur 50 ml, corong pemisah, tabung reaksi, rak tabung reaksi, penangas air (water bath), tangki pengembang, pipet Eppendorf ukuran 100-1000 µl dan 10-100 µl, lempeng TLC (Thin Layer Chromatography) silika gel F254 ukuran 20 x 20 cm dan UV-Betrachter.

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain suplemen berupa jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium organik, sumber CLA (Conjugated Linoleic Acid) yang dibuat dari kedelai yang disangrai, suplemen komersial untuk sapi perah dan ayam petelur. Bahan-bahan untuk pengujian aflatoksin yaitu metanol, akuades, heksana, NaCl, kloroform dan aseton.

Suplemen

Penelitian ini menggunakan 2 suplemen komersial yang terdiri atas suplemen komersial sapi perah Cattle Mas-Massamix yang diproduksi oleh PT. Mensana Aneka Satwa, Jakarta dan suplemen komersial ayam petelur Top Mix diproduksi oleh PT Medion, Bandung. Komposisi suplemen pakan komersial untuk sapi perah terdiri atas vitamin A, D3 dan E, Ca, Mg, P, K, Na, S, Co, Cu, I, Fe2+, Mn, Zn, Se dan antioksidan. Komposisi suplemen komersial untuk ayam petelur adalah vitamin A, D3, E, K, B1, B2, B6, B12 dan C, Ca-D-pantothenate, Niacin, Choline choride,


(27)

Methionine, Lysine, Mn, Fe, I, Zn, Co, Cu, Santoquin (antioksidan) dan Zinc Bacitracin.

Rancangan

Perlakuan

Suplemen perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 suplemen yang terdiri atas suplemen pakan untuk sapi perah dan ayam petelur dengan komposisi sesuai kebutuhan dari masing-masing ternak. Susunan perlakuan yang digunakan pada penelitian ini dengan rincian sebagai berikut:

S0 = Suplemen komersial (kontrol) S1 = Kedelai sangrai + Cr organik S2 = Kedelai sangrai + G. lucidum S3 = Cr organik + G. lucidum

S4 = Kedelai sangrai + Cr organik + G. lucidum

Komposisi suplemen perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Suplemen Perlakuan

Ternak Komposisi Suplemen

Sapi Perah (L) Ganoderma lucidum = 5 g/50 kg BB Cr Organik = 3 ppm/kg ransum Kedelai sangrai = 5% BK ransum Ayam Petelur (A) Ganoderma lucidum = 5 g/50 kg BB

Cr Organik = 3 ppm/kg ransum Kedelai sangrai = 1% total lemak ransum Peubah yang diamati

Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu: 1. Kadar Air (%)

2. Uji Organoleptik (Kualitatif) a. Warna

b. Tekstur c. Bau

3. Kandungan Aflatoksin (Kualitatif)


(28)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) berpola faktorial 5 x 5 dengan 3 ulangan. Faktor A adalah jenis suplemen ternak yaitu S0= suplemen komersial (kontrol), S1= Kedelai sangrai + Cr organik, S2= Kedelai sangrai + G. lucidum, S3= Cr organik + G. lucidum dan S4= Kedelai sangrai + Cr organik + G. lucidum. Faktor B adalah lama penyimpanan (0, 2, 4, 6 dan 8 minggu).

Model

Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah : Yijk = µ + αi + j + ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan faktor A ke -i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k μ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh faktor A (jenis suplemen) ke-i (i= 1,2,...,5) j = Pengaruh faktor B (lama penyimpanan) ke-j (j= 1,2,...,5)

α ij = Pengaruh interaksi antara faktor A (jenis suplemen) ke-i dan faktor B (lama penyimpanan) ke-j

εijk = Error (galat) ke-i, ke-j dan ke-k. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (analysis of variance, ANOVA) sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Prosedur

Pembuatan Suplemen Pakan

1. Pembuatan Lingzhi (Ganoderma lucidum) (Toharmat et al, 2008)

Tubuh buah jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) yang telah dipanen dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari, kemudian dicacah menjadi ukuran lebih kecil dan digiling halus.

2. Pembuatan Kromium (Cr) Organik (Toharmat et al, 2008)

Sumber Cr organik diperoleh dari Cr yang berasal dari proses fermentasi ragi dengan media kacang kedelai. Kacang kedelai direbus, didinginkan kemudian


(29)

dicampur dengan ragi tempe dengan jumlah inokolum sebanyak 3 g untuk setiap 1 kg kedelai rebus. Kemudian dicampur dengan mineral CrCl3.6H2O sehingga mempunyai konsentrasi 3000 ppm. Hasil pencampuran dimasukkan ke dalam kantung plastik yang telah dilubangi untuk diinkubasi selama 6 hari dan dijemur di bawah sinar matahari selama 4 hari kemudian digiling halus.

3. Pembuatan Kedelai Sangrai (Adawiah, 2005)

Kacang kedelai sangrai dipanaskan dengan menggunakan kompor minyak selama ±20 menit pada suhu mencapai 100oC, kemudian didinginkan dan digiling halus.

Pengemasan

Kemasan yang digunakan yaitu plastik polietilen (PE) berukuran 100 x 60 cm yang dipotong-potong menjadi plastik berukuran 31 x 19 cm atau setara plastik ukuran 2 kg. Sebelum dikemas plastik diseal membentuk kantung, kemudian suplemen dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan sealer. Masing-masing kantung plastik diisi dengan suplemen seberat 240 g.

Penyimpanan

Suplemen yang telah dikemas dengan plastik polietilen (PE) disimpan di lemari bufet. Selama penyimpanan suhu dan kelembaban dicatat dengan menggunakan alat termohigrometer. Waktu pencatatan yaitu pada pagi hari pukul 07.00-10.00 WIB. Setiap selesai satu periode penyimpanan (0, 2, 4, 6 dan 8 minggu), dilakukan analisis kadar air, organoleptik seperti warna tekstur dan bau serta aflatoksin.

Uji Kadar Air (%) (AOAC, 1984)

Kadar air ditentukan dengan metode pemanasan. Cawan alumunium yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105oC, didinginkan, lalu ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 3 gram (y gram) dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian dimasukkan kedalam oven 105oC selama 24 jam. Pendinginan sampel dilakukan di dalam eksikator sampai berat konstan, setelah itu ditimbang (z gram). Perhitungan kadar air dilakukan sebagai berikut:

Kadar Air (%KA) = x + y – z x 100%

y


(30)

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan secara subjektif dengan metode uji kualitatif sebanyak 5 orang panelis mahasiswa. Penilaian organoleptik dilakukan terhadap warna, tekstur dan bau. Penilaian dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu. Kriteria penilaian dengan diberi skor nilai 1 sampai 5 lalu diberikan penilaian kembali secara deskriptif.

Warna. Sampel suplemen pakan yang akan diamati dikeluarkan dari kemasan plastik sebanyak 50 g, kemudian dianalisa dengan melihat warna pada suplemen pakan sapi perah dan ayam petelur. Tingkat penilaian pada warna terdiri atas: (1) putih gading, (2) kuning pucat, (3) kuning kecoklatan, (4) coklat, (5) coklat tua. Tekstur. Sampel suplemen pakan yang akan diamati dikeluarkan dari kemasan plastik sebanyak 50 g, kemudian dianalisa dengan meraba tekstur suplemen pakan sapi perah dan ayam petelur dengan menggunakan tangan. Tingkat penilaian pada tekstur terdiri atas : (1) sangat halus, (2) halus, (3) sedikit kasar, (4) kasar, (5) sangat kasar.

Bau. Sampel suplemen pakan yang akan diamati dikeluarkan dari kemasan plastik sebanyak 50 g, kemudian dianalisa dengan mencium bau sampel. Tingkat penilaian pada bau terdiri atas: (1) tidak menyengat, (2) agak menyengat, (3) menyengat, (4) sangat menyengat, (5) berbau busuk.

Uji Aflatoksin

Pengukuran kandungan aflatoksin dilakukan pada setiap perlakuan dengan 3 kali ulangan. Uji penetapan aflatoksin dilakukan secara kualitatif dengan pengamatan menggunakan metode TLC (Thin Layer Chromatography). Kriteria penilaian dengan menggunakan skala positif (+) jika terdeteksi adanya aflatoksin dan negatif (–) jika tidak terdeteksi aflatoksin.

Analisis Aflatoksin. Analisis kandungan aflatoksin dilakukan dengan metode AOAC (1990). Sebanyak 50 g sampel ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g lalu dimasukkan ke dalam blender. Larutan metanol sebanyak 250 ml (55:45 v/v), 100 ml heksana dan 2 g NaCl ditambahkan dan dilumatkan dengan kecepatan tinggi selama 1 menit. Hasil pelumatan segera dipindahkan ke dalam botol atau tabung sentrifuse dan diputar pada kecepatan 2000 rev/menit selama 5 menit. Apabila tidak ada alat 17


(31)

sentrifuse, maka campuran tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan dibiarkan selama 30 menit agar terjadi pemisahan antara endapan dan cairan. Setelah itu, diambil 25 ml lapisan metanol menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian ditambah 25 ml kloroform, lalu ekstrak dengan cara mengocoknya selama 1-2 menit. Kedua lapisan dibiarkan terpisah dan lapisan kloroform (lapisan bawah) dialirkan ke dalam Erlenmeyer, dan diupayakan agar padatan tidak ikut terbawa ke dalam kloroform. Padatan diuapkan di atas penangas air sampai hampir kering. Ekstrak dipindahkan ke dalam botol kecil dan diuapkan sampai kering dengan menggunakan aliran nitrogen. Setelah itu, ekstrak dilarutkan dengan 200 µl kloroform. Dua garis lurus dibuat pada kedudukan 2 cm dan 12 cm dari salah satu sisi lempeng kromatografi (“precoated KieselgelG plate). Larutan sebanyak 2;5 dan 10 µl larutan standar diteteskan pada garis yang terletak di bagian bawah lempeng kromatografi dengan jarak 1,5 cm. Lempeng dimasukkan ke dalam tangki pengembang yang berisi 100 ml campuran kloroform; aseton (9:1 v/v) jenuh, tutup dan biarkan pelarut bergerak sampai batas yang ditentukan. Lempeng dikeluarkan dan dibiarkan kering, kemudian segera diamati di bawah sinar ultra violet. Beri tanda pada fluorensen contoh yang sesuai dengan fluorensen standar. Apabila intensitas fluorensen contoh terlalu rendah untuk diamati, pekatkan larutan ekstrak dan teteskan kembali larutan pada lempeng kromatografi.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2003). Masa simpan suplemen pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu jenis bahan pakan dan kemasan yang digunakan, lokasi penyimpanan serta metode penyimpanan. Suplemen pakan yang digunakan dalam penelitian yaitu berasal dari campuran jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium (Cr) organik dan CLA (Conjugated Linoleic Acid) yang dibuat dari kedelai sangrai. Suplemen pakan tersebut memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda serta komposisi bahan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan ternak sapi perah dan ayam petelur. Suplemen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

S4L S3L S2L S1L S0L

S4A S3A S2A S1A S0A

Gambar 4. Jenis Suplemen yang digunakan dalam Penelitian

Keterangan : S0= Suplemen komersial (kontrol), S1= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2= (Kedelai sangrai+G. lucidum), S3= (Cr organik+G. lucidum), S4= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum). S0L, S1L, S2L, S3L dan S4L = Suplemen Sapi Perah. S0A, S1A, S2A, S3A dan S4A = Suplemen Ayam Petelur.


(33)

Penyimpanan suplemen pakan pada penelitian dilakukan selama 8 minggu. Menurut Hall (1980), penyimpanan yang terlalu lama akan berakibat buruk seperti adanya kerusakan pada bahan makanan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum. Kerusakan suplemen pakan dapat dikendalikan dengan penggunaan kemasan. Pengemasan terhadap suplemen bertujuan untuk melindungi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. MenurutHarris dan Karmas (1989), hasil pengolahan dan penyimpanan dapat dikendalikan dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati. Kemasan yang digunakan pada penelitian yaitu plastik polietilen berukuran 100 x 60 cm yang dipotong-potong menjadi ukuran 2 kg. Menurut Syarief dan Irawati (1988), plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Kemasan plastik polietilen mempunyai keuntungan yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas dan fleksibel.

Suplemen pakan penelitian disimpan di dalam lemari bufet berukuran sekitar 1 x 1 m2 yang terletak di Wisma Nuansa Sakinah, Babakan Tengah, Dramaga, Bogor. Pengamatan suhu dan kelembaban pada waktu yang sama diharapkan dapat mewakili perubahan suhu dan kelembaban yang terjadi setiap harinya. Rataan suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penyimpanan (September-November 2009)

Minggu ke- Suhu (oC) Kelembaban Relatif (%)

1 27,9±0,3 86±2,6

2 27,6±0,4 89±1,3

3 26,8±0,2 92±2,1

4 26,7±0,3 93±2,8

5 26,9±0,2 90±2,4

6 27,4±0,2 86±1,1

7 26,3±0,3 95±3,0

8 26,3±0,2 95±1,5

Rataan 27,0 ± 0,3 90,8 ± 2,1


(34)

Suhu ruang selama penyimpanan berkisar antara 26-27 oC sedangkan kelembaban relatif berkisar antara 86% – 95%. Menurut Syarief dan Halid (1993), suhu dan kelembaban relatif batas aman untuk penyimpanan yaitu berkisar antara 27-30 oC dan kelembaban relatif kurang dari 70%. Data suhu ruang penyimpanan telah sesuai dengan suhu aman untuk penyimpanan, akan tetapi kelembaban yang tinggi tidak sesuai dengan kelembaban aman penyimpanan. Kelembaban yang tinggi pada ruang penyimpanan dikarenakan letak lemari bufet tempat penyimpanan suplemen pakan berdekatan dengan wastafel yang berakibat pada lembabnya lemari penyimpanan yang digunakan. Curah hujan yang cukup tinggi pada waktu penyimpanan bulan September 2009 – November 2009 menyebabkan adanya peningkatan suhu sebelum turun hujan sehingga membuat kondisi ruang penyimpanan menjadi semakin lembab. Menurut Winarno (2007) bahan menjadi lebih awet jika disimpan dalam kondisi yang tepat, artinya jangan disimpan pada lokasi yang lembab, sebaiknya terkemas dengan baik dan tidak ada peluang terkontaminasi serangga atau jasad renik.

Suhu dan kelembaban yang tinggi pada ruang penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik serta pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, khamir dan kapang pada suplemen pakan yang disimpan sehingga akan menurunkan kualitas dan kuantitas dari suplemen. Menurut Ahmad (2009), suhu optimal yang sesuai untuk pertumbuhan cendawan yaitu berkisar antara 25-32 oC dengan kelembaban optimal di atas 85%.

Suplemen Pakan Sapi Perah

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terikat dan air bebas yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan. Kadar air dalam bahan menentukan kesegaran dan daya awet bahan, karena kadar air yang tinggi menyebabkan bakteri, kapang dan khamir mudah berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan (Winarno, 1997).


(35)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis suplemen dan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar air suplemen pakan selama penyimpanan. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, maka nilai kadar air suplemen semakin meningkat meskipun nilai kadar air pada perlakuan S0L, S1L, S2L, S3L dan S4L berubah-ubah setiap minggunya. Kadar air suplemen pakan pada minggu ke-0 memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan minggu ke-2, ke-4, ke-6 dan ke-8. Perubahan kadar air dapat disebabkan karena adanya pengaruh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Tabel 2 menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban selama penyimpanan berubah-ubah. Menurut Winarno et al. (1980) selama proses penyimpanan kadar air disebabkan oleh adanya pengaruh suhu dan kelembaban. Apabila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan kelembaban udara sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Alasan lain yang dapat menjelaskan berubahnya kadar air saat penyimpanan yaitu adanya proses respirasi pada bahan. Hasil dari proses respirasi salah satunya adalah uap air, hal inilah yang menyebabkan kadar air bahan meningkat.

Tabel 3. Rataan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah Selama Penyimpanan (%)

Lama Penyimpanan (Minggu)

Perlakuan Rataan

0 2 4 6 8

Interaksi antara jenis suplemen dengan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar air suplemen pakan. Tabel 3 menunjukkan bahwa suplemen pada perlakuan S4L pada penyimpanan minggu ke-2

S0L 0,30±0,08k 0,29±0,03k 0,82±0,51k 0,48±0,20k 0,60±0,19k 0,50±0,20a

S1L 9,56±0,15opq 10,25±0,08qr 10,01±0,17opqr 9,86±0,23opq 9,76±0,18opq 9,89±0,16c S2L 9,96±0,09opq 9,96±0,37opq 10,10±0,13pqr 9,98 ± 0,30opq 9,71±1,18opq 9,94±0,42c S3L 7,13±0,15l 7,43±0,22lm 8,41±0,19n 7,94±0,22mn 9,33±0,12o 8,05±0,18b S4L 9,49±0,14op 10,71±0,97r 10,19±0,56pqr 9,79±0,32opq 10,12±0,19pqr 10,06±0,44c Rataan 7,29±0,12a 7,73±0,34b 7,90±0,31b 7,61±0,26b 7,90±0,37b

Keterangan: Superskrip a, b dan c pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Superskrip k, l, lm, mn, n, o,op, opq, opqr, pqr, qr dan r menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). S0L= Suplemen komersial (kontrol), S1L= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2L= (Kedelai sangrai +G. lucidum), S3L= (Cr organik+G. lucidum), S4L= (Kedelai sangrai +Cr organik+G. lucidum).


(36)

mempunyai kadar air tertinggi. Penyimpanan 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu pada perlakuan S0L mempunyai kadar air terendah. Hal tersebut dikarenakan setiap jenis suplemen pakan berasal dari komposisi dan karakteristik bahan yang berbeda dalam penyerapan air. Suplemen pakan dengan penambahan kedelai sangrai pada perlakuan S1L, S2L dan S4L lebih tinggi meningkatkan kadar air selama 8 minggu penyimpanan. Kedelai sangrai mempunyai ukuran partikel lebih halus serta luas permukaan lebih besar dibanding G. lucidum, sehingga daya absorbsi air dari udara ke dalam bahan lebih tinggi. Menurut Sakti (2009) bahan pakan dedak padi memiliki ukuran partikel lebih halus dibandingkan jagung giling, sehingga memiliki luas permukaan dan daya absorbsi air lebih besar, oleh karena itu menyebabkan kadar air bahan meningkat. Perlakuan S0L memiliki kadar air terendah (0,50%), hal tersebut dikarenakan komposisi mineral-mineral yang terkandung dalam suplemen memiliki bahan kering (BK) yang tinggi.

Gambar 5. Grafik Hubungan antara Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah dengan Lama Penyimpanan

Grafik hubungan antara kadar air dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar air suplemen pakan berkorelasi positif dengan lama penyimpanan. Korelasi positif menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka kadar air suplemen pakan semakin meningkat. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air mempunyai persamaan regresi y = 0,055x + 7,463. Hubungan (korelasi) antara kadar air dengan lama penyimpanan menunjukkan hubungan yang linier (r= 69,05%). Peningkatan kadar air yang terjadi sebesar


(37)

69,05% disebabkan oleh lama penyimpanan, sisanya 30,95% dipengaruhi oleh faktor lain seperti suhu dan kelembaban ruang penyimpanan, jenis bahan dan kemasan yang digunakan, komposisi bahan penyusun suplemen pakan serta metode penyimpanan.

Kadar air suplemen pakan saat awal penyimpanan (Tabel 3) telah sesuai dengan kadar air yang aman untuk penyimpanan bahan-bahan hasil pertanian yaitu 13% – 14% (Syarief dan Halid, 1993). Hal tersebut menunjukkan bahwa suplemen penelitian dalam keadaan yang baik untuk disimpan. Kadar air awal bahan sebelum disimpan harus diperhatikan, karena kadar air bahan dapat menentukan daya simpan, seperti dikemukanan oleh Hall (1980) bahan dengan kandungan air yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya dibandingkan dengan bahan dengan kadar air yang lebih tinggi.

Organoleptik

Uji organoleptik merupakan pengujian kuantitatif secara ilmiah dalam data numerik yang dikumpulkan untuk menetapkan standar dan hubungan spesifik antara karakteristik produk dengan penerimaan panelis (Lawless dan Haymann, 1998). Selama 8 minggu penyimpanan tidak terjadi perubahan pada warna dan tekstur suplemen pakan, namun terjadi perubahan pada bau suplemen pakan. Hasil organoleptik warna suplemen pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Organoleptik Warna Suplemen Pakan Sapi Perah Selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0L Putih Gading Putih Gading Putih Gading Putih Gading Putih Gading

S1L Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat

S2L Kuning

Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan

S3L Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat

S4L Kuning

Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Keterangan: S0L= Suplemen komersial (kontrol), S1L= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2L= (Kedelai

sangrai+G. lucidum), S3L= (Cr organik+G. lucidum), S4L= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum.

Warna merupakan faktor penentu dalam penilaian bahan pakan sebelum faktor lain, seperti bau dan tekstur dipertimbangkan secara visual (Winarno, 1997).


(38)

Berdasarkan Tabel 4 perlakuan S0L memeiliki warna putih gading, perlakuan S1L memiliki warna kuning pucat, karena komposisi suplemen pakan lebih banyak menggunakan kedelai sangrai, sedangkan perlakuan S3L memiliki warna coklat dikarenakan komposisi suplemen pakan lebih banyak menggunakan G. lucidum. Perlakuan S2L dan S4L mempunyai warna kuning kecoklatan, karena berasal dari campuran bahan kedelai sangrai yang mempunyai warna kuning pucat dan Cr organik serta G. lucidum memiliki warna coklat, sehingga menghasilkan warna akhir kuning kecoklatan. Warna yang berbeda-beda pada suplemen dikarenakan bahan penyusun suplemen yang berbeda berupa kedelai sangrai, G. lucidum dan Cr organik. Menurut Winarno (1997), warna pada bahan dapat berasal dari pigmen alami bahan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi Maillard, reaksi senyawa organik dengan udara dan penambahan zat-zat warna alam atau buatan. Warna asli dari kedelai sangrai yaitu kuning pucat, Cr organik dan G. lucidum berwarna coklat, sedangkan suplemen komerisal (kontrol) berwarna putih gading.

Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur adalah kasar serta halusnya suplemen yang dihasilkan. Tekstur dapat digunakan sebagai indikator kerusakan dalam pakan. Tekstur yang dinilai pada pengujian ini yaitu tesktur yang dirasakan pada saat suplemen diraba dengan tangan. Hasil organoleptik tekstur suplemen pakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Organoleptik Tekstur Suplemen Pakan Sapi Perah Selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0L Sangat Halus Sangat Halus Sangat Halus Sangat Halus Sangat Halus

S1L Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar S2L Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar S3L Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar S4L Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Keterangan: S0L= Suplemen komersial (kontrol), S1L= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2L= (Kedelai

sangrai+G. lucidum), S3L= (Cr organik+G. lucidum), S4L= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum.

Tekstur suplemen yang dihasilkan dipengaruhi oleh campuran bahan baku dalam suplemen. Komposisi pada perlakuan S1L, S2L dan S4L lebih banyak menggunakan kedelai sangrai yang memiliki tekstur sedikit kasar. Perlakuan S3L


(39)

memiliki tekstur kasar, karena campuran komposisi banyak menggunakan G. lucidum, sedangkan pada S0L memiliki bentuk mash yang sangat halus

Bau merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Menurut Winarno (1997), bau merupakan bagian dari citarasa bahan makanan. Bau suatu bahan disebabkan karena adanya komponen yang mempunyai sifat volatil. Hasil organoleptik bau suplemen pakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Organoleptik Bau Suplemen Pakan Sapi Perah Selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0L Tidak

Menyengat Menyengat Menyengat

Sangat Menyengat

Sangat Menyengat

S1L Agak

Menyengat Agak Menyengat Agak Menyengat Agak

Menyengat Menyengat

S2L Agak

Menyengat

Agak Menyengat

Agak

Menyengat Menyengat

Sangat Menyengat

S3L Menyengat Agak

Menyengat

Agak

Menyengat Menyengat Menyengat

S4L Agak

Menyengat

Agak Menyengat

Agak

Menyengat Menyengat Menyengat

Keterangan: S0L= Suplemen komersial (kontrol), S1L= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2L= (Kedelai sangrai+G. lucidum), S3L= (Cr organik+G. lucidum), S4L= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum.

Perlakuan S0L memiliki bau khas mineral, S1L, S2L dan S4L berbau harum kedelai serta S3L berbau khas jamur. Perlakuan S0L memiliki bau khas mineral yang semakin lama waktu penyimpanan maka timbul bau apek yang sangat menyengat, sedangkan perlakuan S1L mempunyai bau harum kedelai agak menyengat pada awal penyimpanan dan pada akhir penyimpanan mulai tercium bau apek yang menyengat. Perlakuan S2L dan S4L memiliki bau harum kedelai agak menyengat saat awal penyimpanan dan di akhir penyimpanan terjadi perubahan bau dengan timbul bau apek yang sangat menyengat pada S2L dan menyengat pada perlakuan S4L, sedangkan pada perlakuan S3L memiliki bau khas jamur yang menyengat saat awal penciuman, lalu pada penyimpanan minggu ke-2 dan 4 terjadi perubahan bau khas jamur yang hanya agak menyengat dan pada penyimpanan 6 serta 8 minggu bau khas


(40)

jamur sudah tidak menyengat, akan tetapi tercium bau apek yang menyengat pada suplemen pakan.

Tidak terjadinya perubahan warna dan tekstur pada suplemen pakan menunjukkan bahwa suplemen pakan dalam kondisi yang baik untuk disimpan, sedangkan terjadinya perubahan bau pada suplemen pakan menunjukkan telah terjadi penyimpangan bau selama proses penyimpanan yang dipengaruhi oleh bahan-bahan dari G. lucidum, Cr organik dan kedelai sangrai yang digunakan dengan komposisi yang berbeda sehingga mempengaruhi baunya. Berdasarkan Tabel 6, semakin lama penyimpanan menyebabkan bau suplemen pakan berubah menjadi bau apek yang menyengat.

Suplemen Pakan Ayam Petelur

Kadar Air

Kadar air merupakan pengukuran kandungan air total yang terkandung dalam bahan tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis suplemen, lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya menunujukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar air suplemen pakan selama penyimpanan.

Kadar air suplemen pakan pada perlakuan S0L, S1L, S2L, S3L dan S4L meningkat pada minggu ke-2 dan ke-4, namun mengalami penurunan pada penyimpanan minggu ke-6 (Tabel 7), hal tersebut menunjukkan bahwa pada minggu ke-6 terjadi absorbsi uap air dari bahan oleh udara akibat dari penurunan kelembaban relatif ruang penyimpanan pada minggu ke-6 (Tabel 2). Kadar air mengalami peningkatan kembali pada minggu ke-8 penyimpanan, hal tersebut selaras dengan peningkatan kelembaban relatif ruang penyimpanan (Tabel 2). Menurut Suadnyana (1998), kandungan air bahan senantiasa berubah dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu dan kelembaban selama penyimpanan. Meningkatnya kadar air disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban) selama proses penyimpanan. Apabila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan kelembaban udara sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi (Winarno et al., 1980).


(41)

Interaksi antara jenis suplemen dengan lama penyimpanan mempengaruhi nilai kadar air suplemen pakan. Perlakuan S2A pada penyimpanan 8 minggu memiliki kadar air tertinggi, sedangkan perlakuan S3A pada penyimpanan minggu ke-0 memiliki kadar air terendah. Perbedaan kadar air suplemen pakan disebabkan karena suplemen pakan mempunyai kandungan air awal yang berbeda yang disebabkan oleh perbedaan komposisi bahan baku penyusun suplemen. Jenis suplemen baik komersial (kontrol) maupun campuran G. lucidum, Cr organik dan kedelai sangrai dapat menjaga kadar air suplemen selama penyimpanan 8 minggu meskipun kadar air suplemen pakan meningkat selama disimpan pada kondisi ruang penyimpanan yang sangat lembab. Ruang penyimpanan yang sangat lembab dapat menyebabkan kerusakan bahan seperti menunjang pertumbuhan mikroorganisme terutama kapang. Menurut Syarief et al. (2003) kadar air yang aman dari pertumbuhan kapang yaitu 13% – 14%.

Tabel 7. Rataan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama Penyimpanan (%)

Lama Penyimpanan (Minggu)

Perlakuan Rataan

0 2 4 6 8

Suplemen pakan dengan penambahan kedelai sangrai pada perlakuan S1A, S2A dan S4A lebih tinggi meningkatkan kadar air selama 8 minggu penyimpanan. Tekstur dari kedelai sangrai yang lebih halus dari G. lucidum menyebabkan peningkatan kadar air tersebut. Kedelai sangrai memiliki tekstur dan ukuran partikel yang lebih halus dari pada G. lucidum sehingga daya penyerapan air ke dalam bahan lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 7 kadar air suplemen pakan masih termasuk kadar air yang aman untuk penyimpanan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kadar air aman untuk disimpan yaitu sekitar 13% – 14%, sedangkan kadar air aman dari gangguan

S0A 8,44±0,41lmn 8,86±0,12mnop 9,18±0,24nopq 8,63±0,15lmno 9,61±0,56pqrs 8,94±0,30b S1A 9,87±0,86qrst 9,88±0,15qrst 9,93±0,48qrst 9,63±0,23pqrs 10,24±0,05stu 9,91±0,35c S2A 8,87±0,42mnop 10,14±0,22rstu 10,91±0,53uv 10,47±0,42tu 11,61±0,54v 10,40±0,43d S3A 7,21±0,77k 7,84±0,47kl 8,78±0,31mno 8,12±0,44lm 9,13±0,39nopq 8,22±0,48a S4A 7,82±0,14kl 8,45±0,20lmn 9,37±0,68opqr 8,61±0,25lmno 9,78±0,52qrst 8,81±0,36b Rataan 8,44±0,52a 9,03±0,23b 9,63±0,45c 9,09±0,30b 10,08±0,41d

Keterangan: Superskrip a,b dan c pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Superskrip k, kl, lm, lmn, lmno, mno, mnop, nopq, opqr, pqrs, qrst, rstu, stu, tu, uv dan v menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). S0A= Suplemen komersial (kontrol), S1A= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2A= (Kedelai sangrai+G. lucidum), S3A= (Cr organik+G. lucidum), S4A= (Kedelai sangrai +Cr organik+G. lucidum).


(42)

kerusakan yaitu sekitar 11% – 12%. Kadar air suplemen masih aman disimpan selama 8 minggu dikarenakan penyimpanan didukung oleh kemasan yang digunakan yaitu plastik polietilen yang mempunyai pori-pori kecil pada permukaan plastiknya, hal ini didukung oleh Syarief dan Irawati (1988) yang mengemukakan bahwa kemasan plastik polietilen mempunyai permeabilitas uap air dan air rendah.

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur dengan Lama Penyimpanan

Hubungan antara kadar air suplemen dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. Hubungan antara kadar air suplemen dengan lama penyimpanan memiliki hubungan yang linier (r= 84,34%) dengan persamaan regresi y = 0,166x + 8,589. Hubungan yang linier menunjukkan bahwa kadar air dan lama penyimpanan memiliki korelasi positif, yaitu semakin lama penyimpanan maka kadar air suplemen semakin meningkat. Peningkatan yang terjadi dikarenakan adanya absorbsi uap air dari udara oleh suplemen pakan yang disebabkan oleh tingginya suhu dan kelembaban ruang penyimpanan selama penyimpanan sehingga menyebabkan kadar air suplemen pakan meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kadar air yaitu sebesar 15,16% dipengaruhi oleh jenis bahan serta komposisi bahan penyusun suplemen pakan yang berbeda dalam penyerapan uap air.

Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan pengujian mutu bahan yang dinilai dari sifat-sifat bahan yang tidak dapat diukur dengan peralatan fisik selain menggunakan indera manusia sebagai alat pengukur. Organoleptik seperti warna, tekstur dan bau


(43)

dapat mempengaruhi daya tarik ternak dalam mengkonsumsi pakan. Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa selama penyimpanan tidak terjadi perubahan terhadap warna dan terkstur suplemen, namun terjadi perubahan terhadap bau suplemen pakan. Hasil organoleptik warna pada suplemen pakan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Organoleptik Warna Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0A Kuning

Kecoklatan

Kuning Kecoklatan

Kuning Kecoklatan

Kuning Kecoklatan

Kuning Kecoklatan

S1A Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat Kuning Pucat

S2A Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat S3A Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat S4A Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Keterangan: S0A= Suplemen komersial (kontrol), S1A= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2A=

(Kedelai sangrai+G. lucidum), S3A= (Cr organik+G. lucidum), S4A= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum)

Warna merupakan salah satu faktor dalam bahan pakan yang berhubungan dengan penampakan pada suplemen. Berdasarkan Tabel 8, perlakuan S0A memiliki warna kuning kecoklatan, sedangkan perlakuan S1A memiliki warna kuning pucat karena komposisi pada perlakuan S1A lebih banyak menggunakan kedelai sangrai yang memiliki warna awal bahan kuning pucat dibandingngkan dengan Cr organik yang memiliki warna bahan coklat. Perlakuan S2A, S3A dan S4A mempunyai warna coklat, dikarenakan komposisi bahannya lebih banyak menggunakan G. lucidum.

Tekstur merupakan salah satu indikator dalam penentuan kualitas suatu bahan pakan. Berdasarkan Tabel 9, perlakuan S0A memiliki tekstur halus. Perlakuan S2A, S3A dan S4A mempunyai tekstur yang kasar, hal tersebut disebabkan oleh kompoisisi suplemen banyak menggunakan G. lucidum yang memiliki tekstur kasar. Perlakuan S1A memiliki tekstur sedikit kasar karena komposisi kedelai sangrai lebih banyak dari Cr organik sehingga suplemen perlakuan tersebut memiliki tekstur sedikit kasar. Perbedaan tekstur yang dihasilakan disebabkan karena perbedaan bahan-bahan suplemen, selain itu proses penggilingan bahan juga mempengaruhi


(44)

tekstur suatu bahan. Berdasarkan penilaian secara subjektif oleh panelis, suplemen campuran G. lucidum yang lebih banyak akanmenghasilkan tekstur yang kasar. Tabel 9. Hasil Organoleptik Tekstur Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama

Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0A Halus Halus Halus Halus Halus

S1A Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar Sedikit Kasar

S2A Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

S3A Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

S4A Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar

Keterangan: S0A= Suplemen komersial (kontrol), S1A= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2A= (Kedelai sangrai+G. lucidum), S3A= (Cr organik+G. lucidum), S4A= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum)

Penilaian yang paling mudah untuk mengetahui penurunan mutu bahan adalah dengan cara mencium secara langsung bau bahannya. Jika bau khas bahan masih normal menunjukkan bahan belum mengalami kerusakan, akan tetapi jika terjadi perubahan timbul bau pengap (apek) dan bau tengik, maka mutu bahan akan menurun karena telah terjadi kerusakan pada bahan. Menurut Tofan (2008), bau merupakan suatu sensasi rangsangan dari sel olfaktori di dalam hidung terhadap zat volatil. Penciuman terhadap bau merupakan pengenalan produk dengan berdasarkan baunya dan sifatnya lebih kompleks dari pencicipan terhadap rasa (Soekarto, 1985). Hasil organoleptik terhadap bau yang dilakukan oleh panelis menunjukkan bahwa terjadi perubahan bau selama proses penyimpanan.

Berdasarkan Tabel 10 perlakuan suplemen komersial (S0A) memiliki bau tengik menyengat saat awal penyimpanan dan pada akhir penyimpanan bau tengik yang tercium menjadi sangat menyengat. Bau tengik yang dihasilkan dikarenakan komposisi dari suplemen komersial mengandung asam amino dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Lampiran 2). Menurut Winarno (2007), bau tengik merupakan bau yang tidak sedap akibat terjadinya degradasi lemak atau asam lemak. Perlakuan S1A memiliki bau harum kedelai yang tidak mengalami perubahan bau selama penyimpanan, hal tersebut dikarenakan kedelai sangrai tidak mengalami pemecahan lemak sehingga tidak menghasilkan bau tengik maupun bau apek pada


(45)

suplemen. Menurut Cho et al. (1982) semakin lama penyimpanan maka akan dihasilkan suatu komponen flavor yang lain sebagai akibat dari kegiatan biologis, misalnya pemecahan lemak yang menyebabkan ketengikan.

Tabel 10. Hasil Organoleptik Bau Suplemen Pakan Ayam Petelur Selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8

S0A Menyengat Menyengat Menyengat Sangat

Menyengat

Sangat Menyengat

S1A Agak

Menyengat Agak Menyengat Agak Menyengat Agak Menyengat Agak Menyengat

S2A Menyengat Menyengat Menyengat Menyengat Sangat

Menyengat

S3A Menyengat Agak

Menyengat Menyengat

Agak Menyengat

Agak Menyengat

S4A Menyengat Agak

Menyengat

Agak

Menyengat Menyengat Menyengat

Keterangan: S0A= Suplemen komersial (kontrol), S1A= (Kedelai sangrai+Cr organik), S2A= (Kedelai sangrai+G. lucidum), S3A= (Cr organik+G. lucidum), S4A= (Kedelai sangrai+Cr organik+G. lucidum)

Perlakuan S2A, S3A dan S4A memiliki bau khas jamur yang menyengat saat awal penyimpanan. Semakin lama peyimpanan timbul bau lain pada suplemen pakan S2A yaitu bau apek yang sangat menyengat, sedangkan pada akhir penyimpanan perlakuan S3A bau khas jamur berubah menjadi agak menyengat serta timbul bau apek yang agak menyengat dan pada akhir penyimpanan suplemen perlakuan S4A mengalami perubahan bau khas jamur serta timbul bau apek yang menyengat.

Selama penyimpanan 8 minggu tidak terjadi perubahan pada warna dan tekstur suplemen, hal tersebut menunjukkan suplemen mampu mempertahankan warna dan tekstur dengan baik selama proses penyimpanan. Terjadinya perubahan warna menunjukkan bahwa dalam suplemen telah terjadi kerusakan bahan yang disebabkan oleh mikroorganiseme seperti bakteri, jamur dan kapang. Jika suatu tekstur bahan makanan mengalami perubahan menunjukkan bahwa bahan makanan telah terjadi kerusakan mutu bahan sehingga menyebabkan tekstur bahan berubah dari tekstur awalnya. Penilaian terhadap bau sangat tergantung pada panelis ketika melakukan penilaian terhadap bau suplemen pakan. Terjadinya penyimpangan terhadap bau pada bahan makanan menunjukkan adanya penurunan mutu bahan. Menurut Cho et al. (1982), penyimpangan bau selama penyimpanan diakibatkan oleh


(46)

oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tidak jenuh, oksidasi protein dan berkembangnya organisme pembusuk.

Kontaminasi Aflatoksin

Penyebab utama kerusakan pakan adalah karena pertumbuhan dan aktivitas mikroba (jamur, kapang dan khamir) serta aktivitas enzim-enzim di dalam pakan. Salah satu kapang yang sering ditemukan adalah kapang Aspergillus flavus yang dapat mengakibatkan keracunan pada ternak karena menghasilkan aflatoksin (Aspergillus flavus toksin).

Hasil analisis terhadap kandungan aflatoksin menunjukkan bahwa dalam suplemen penelitian tidak terdeteksi adanya aflatoksin setelah disimpan selama 8 minggu. Aflatoksin yang tidak tumbuh di dalam suplemen menunjukkan bahwa suplemen tidak terkontaminasi toksin dari kapang Aspergillus flavus. Suplemen yang terkontaminasi aflatoksin dapat menurunkan kualitas dari suplemen tersebut.

Kadar air dalam bahan pakan serta suhu dan kelembaban relatif sangat berpengaruh pada pertumbuhan Aspergillus flavus penghasil aflatoksin. Menurut Goldblatt (1969) pada penyimpanan yang semakin lama, pakan yang disimpan akan semakin tinggi kadar airnya sehingga jumlah cemaran aflatoksin meningkat.

Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan pada penelitian ini yaitu 27,0±0,3 oC dan 90,8±2,1% merupakan lingkungan yang sangat memungkinkan tumbuhnya Aspergillus flavus, seperti dikemukakan Syarief et al. (2003) suhu optimum untuk memproduksi aflatoksin adalah sekitar 25-35 oC. Imdad dan Nawangsih (1999) menyatakan bahwa kelembaban relatif ruang penyimpanan yang optimal terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus yaitu berkisar antara 87% – 98%. Kondisi ruang penyimpanan yang sangat lembab merupakan kondisi ruang penyimpanan yang tidak baik untuk menyimpan pakan, karena akan menimbulkan kerusakan pakan akibat adanya aktivitas mikroba seperti kapang Aspergillus flavus yang dapat menghasilkan aflatoksin pada pakan.

Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang tinggi tidak cukup bagi kapang Aspergillus flavus dapat tumbuh dalam suplemen pakan. Rataan kadar air suplemen penelitian yang berkisar antara 0,50% – 10,06% untuk suplemen sapi perah (Tabel 3) dan suplemen ayam petelur berkisar antara 8,22% – 10,40% (Tabel 7) merupakan kadar air yang aman dari tumbuhnya


(47)

Aspergillus flavus, karena kapang Aspergillus flavus dapat tumbuh pada bahan yang mengandung air cukup tinggi, seperti dikemukakan Imdad dan Nawangsih (1999), kadar air optimal untuk pertumbuhan Aspergillus flavus adalah 15% – 30%.

Bahan makanan yang digunakan juga mempengaruhi sebagai tempat tumbuhnya aflatoksin. Suplemen pakan yang dibuat pada penelitian yaitu kedelai sangrai dan Cr organik berasal dari bahan makanan kacang kedelai. Menurut Syarief et al. (2003), umumnya kedelai dan hasil olahannya tidak tercemar aflatoksin. Resistensi kacang kedelai terhadap aflatoksin dikarenakan kandungan asam fitat yang tinggi pada kedelai menjadikan Zn unsur esensial untuk membantu biosintesis aflatoksin tidak tersedia karena terikat fitat, sehingga meskipun Aspergillus flavus dapat tumbuh pada kacang kedelai tetapi biosintesis aflatoksin sangat terlambat.

Menurut Adawiah (2005), kedelai sangrai adalah sumber asam linoleat yang merupakan prekursor sintesis CLA susu. Kacang kedelai mengandung asam linoleat 53%, asam linolenat 7% dan asam oleat 24,5% (Piliang dan Djojosoebagio, 2006a). Menurut Wright et al. (2000) bahan makanan yang mengandung linolenic acid yang tinggi akan menurunkan kandungan aflatoksin karena linolenic acid ini berfungsi sebagai prekursor antifungi terhadap pertumbuhan jamur dan produksi aflatoksin.

Inkorporasi kromium (Cr) organik pada media kacang kedelai yang difermentasikan dengan Rhizopus sp menyebabkan pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae pada tempe. Pertumbuhan Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae dapat menghalangi pertumbuhan Aspergillus flavus sehingga aflatoksin menjadi kecil karena adanya protection (Winarno, 1993).

Tidak tumbuhnya aflatoksin pada suplemen pakan yang disimpan selama 8 minggu juga menunjukkan bahwa kemasan plastik polietilen yang digunakan dapat dikatakan baik untuk penyimpanan karena mampu mempertahankan kadar air meskipun disimpan pada ruangan dengan tingkat kelembaban yang tinggi yang menunjang bagi pertumbuhan kapang-kapang terutama kapang Aspergillus flavus. Berdasarkan hasil penelitian Wigati (2009), ransum yang dikemas dengan plastik polietilen memiliki kadar air terendah dibandingkan dengan kemasan lain seperti karung goni, karung plastik dan kertas. Keuntungan lain dari plastik polietilen yaitu memiliki permeabilitas uap air dan air rendah (Syarief dan irawati, 1988). Permeabilitas uap air yang rendah menyebabkan plastik polietilen mempunyai


(48)

permukaan pori-pori yang lebih kecil dibandingkan kemasan lain seperti karung plastik dan karung goni, sehingga dapat melindungi suplemen yang dikemas dari aliran uap air yang dapat memicu pertumbuhan kapang. Selain itu, penggunaan kemasan plastik polietilen sebagai pengemas bahan makanan memiliki keuntungan yaitu bersifat termoplastik, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik, mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan memliki harga yang sangat murah (Benning, 1983).


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemanfaatan kedelai sangrai yang mengandung asam linoleat terkonjugasi (CLA) mengindikasikan terjadinya peningkatan kadar air yang disimpan selama 8 minggu. Tekstur dari kedelai sangrai yang lebih halus menyebabkan peningkatan kadar air tersebut. Semakin lama penyimpanan menimbulkan perubahan bau yang semakin menyengat pada suplemen pakan. Secara umum, suplemen campuran Ganoderma lucidum, Cr organik dan kedelai sangrai dapat disimpan selama 8 minggu dalam kemasan plastik polietilen dan mampu mempertahankan sifat fisik serta aman dari kontaminasi aflatoksin.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui umur simpan suplemen sampai dikatakan rusak. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui apakah Aspergillus flavus tumbuh dalam suplemen serta perlu dilakukan analisis untuk mengetahui apakah terjadi kerusakan kimiawi pada suplemen.


(1)

Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 24 1024,087 42,670 286,444** 1,737 2,138

Faktor A (Suplemen) 4 1010,887 252,722 1696,511** 2,557 3,720 Faktor B (Waktu

Simpan) 4 3,905 0,976 6,554** 2,557 3,720 Faktor A*Faktor B 16 9,295 0,581 3,900** 1,850 2,382 Error 50 7,448 0,149

Total 74 1031,535

Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 4. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah (Faktor A = Suplemen)

Perlakuan Superskrip

a b c S0 0,50

S3 8,05 S1 9,89 S2 9,94

S4 10,06

Lampiran 5. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah (Faktor B = Waktu Simpan)

Perlakuan Superskrip

a b 0 7,29

6 7,61

2 7,73

4 7,90

8 7,90


(2)

Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Suplemen Pakan Sapi Pakan Perah dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (FaktorA*FaktorB)

Duncan Grouping

(Superskrip) Mean N k 0,29 3 k 0,30 3 k 0,48 3 k 0,60 3 k 0,82 3 l 7,13 3 lm 7,43 3 mn 7,94 3 n 8,41 3 o 9,33 3 op 9,49 3 opq 9,56 3 opq 9,71 3 opq 9,76 3 opq 9,79 3 opq 9,86 3 opq 9,96 3 opq 9,96 3 opq 9,98 3 opqr 10,01 3

pqr 10,10 3 pqr 10,12 3 pqr 10,19 3 qr 10,25 3

r 10,71 3


(3)

Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 24 76,532 3,189 16,917** 1,737 2,138

Faktor A (Suplemen) 4 46,747 11,687 61,997** 2,557 3,720 Faktor B (Waktu

Simpan)

4 23,329 5,832 30,940** 2,557 3,720

Faktor A*Faktor B 16 6,456 0,403 2,141* 1,850 2,382 Error 50 9,425 0,189

Total 74 85,957

Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (P<0,01) * = berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 8. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur (Faktor A= Suplemen)

Perlakuan Superskrip

a b c d

S3 8,22

S4 8,81

S0 8,94

S1 9,91

S2 10,40

Lampiran 9. Uji Lanjut Duncan Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur (Faktor B= Waktu Simpan)

Perlakuan Superskrip

a b c d

0 8,44

2 9,03

6 9,09

4 9,63

8 10,08


(4)

Lampiran 10. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Suplemen Pakan Ayam Petelur dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (Faktor A*Faktor B)

Duncan Grouping

(Superskrip) Mean N k 7,21 3 kl 7,82 3 kl 7,84 3 lm 8,12 3 lmn 8,44 3 lmn 8,45 3

lmno 8,61 3

lmno 8,63 3

mno 8,78 3

mnop 8,86 3

mnop 8,87 3

nopq 9,13 3

nopq 9,18 3

opqr 9,37 3 pqrs 9,61 3 pqrs 9,63 3 qrst 9,78 3 qrst 9,87 3 qrst 9,88 3 qrst 9,93 3 rstu 10,14 3

stu 10,24 3 tu 10,47 3 uv 10,91 3 v 11,61 3


(5)

Lampiran 11. Hasil Regresi Kadar Air Suplemen Pakan Sapi Perah dengan Lama Penyimpanan

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Regresi 1 0,124 0,124 2,733tn 10,128 34,116 Error 3 0,136 0,045

Total 4 0,260

Keterangan : tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 12. Hasil Regresi Kadar Air Suplemen Pakan Ayam Petelur dengan Lama Penyimpanan

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Regresi 1 1,106 1,106 7,392tn 10,128 34,116 Error 3 0,449 0,150

Total 4 1,555

Keterangan : tn : tidak berbeda nyata

Lampiran 13. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Warna Suplemen Pakan Sapi Perah

Lampiran 14. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Tekstur Suplemen Pakan Sapi Perah


(6)

Lampiran 15. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Bau Suplemen Pakan Sapi Perah

Lampiran 16. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Warna Suplemen Pakan Ayam Petelur

Lampiran 17. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Tekstur Suplemen Pakan Ayam Petelur

Lampiran 18. Persentase Penilaian Panelis Terhadap Bau Suplemen Pakan Ayam Petelur