Teknik homogenisasi dan pra peningkatan skala proses mikroenkapsulasi minyak sawit

TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA
PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT

ALFIA NURUL ILMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Homogenisasi
dan Pra Peningkatan Skala Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Alfia Nurul Ilma
NIM. F24100024

ABSTRAK
ALFIA NURUL ILMA. Teknik Homogenisasi dan Pra Peningkatan Skala
Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit. Dibimbing oleh TIEN R.
MUCHTADI, DASE HUNAEFI dan SRI YULIANI.
Minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil perkebunan Indonesia
yang sangat potensial, meskipun demikian pemanfaatannya sebagai produk hilir
masih sangat terbatas. Minyak sawit memiliki keunikan karena mengandung
pigmen karotenoid sebesar 500-700 ppm yang sangat sensitif terhadap beberapa
kondisi pengolahan seperti panas dan oksidasi. Proses mikroenkapsulasi dapat
diterapkan untuk melindungi karotenoid pada minyak sawit. Teknologi ini dapat
menghasilkan produk dalam bentuk serbuk maupun granula yang memiliki
kandungan karotenoid dengan stabilitas yang lebih tinggi selama penyimpanan
dibandingkan dengan minyak sawit dalam bentuk mentah. Salah satu proses

pembuatan mikroenkapsulat dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pengeringan semprot. Pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, proses
homogenisasi merupakan proses utama dalam pembentukan emulsi. Proses ini
dipengaruhi oleh kecepatan homogenizer, lamanya waktu homogenisasi dan
volume emulsi yang dihomogenisasikan. Formula mikroenkapsulat dengan bahan
penyalut maltodekstrin, gum arab dan gelatin dapat digunakan pada produksi
mikroenkapsulat dalam skala lebih besar pada penelitian ini. Kondisi
homogenisasi mempengaruhi kualitas dan karakteristik dari emulsi dan
mikroenkapsulat minyak sawit. Karakteristik emulsi meliputi stabilitas dan kadar
total karotenoid dipengaruhi oleh peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu
homogenisasi. Peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi
tidak mempengaruhi karakteristik kadar air, aw dan kelarutan dari
mikroenkapsulat minyak sawit secara signifikan, akan tetapi mempengaruhi
kandungan minyak tidak tersalut dan efisiensi proses mikroenkapsulasi.
Kata kunci : homogenisasi, karotenoid, mikroenkapsulasi, minyak sawit,
pengering semprot, peningkatan skala

ABSTRACT
ALFIA NURUL ILMA. Homogenization Technique and Prelimenary Study
of Scaling Up Microencapsulation of Palm Oil. Supervised by TIEN R.

MUCHTADI, DASE HUNAEFI and SRI YULIANI.
Palm oil is one of the very important commodities in Indonesia, however
the utilization of palm oil as downstream products is remain limited. Palm oil has
unique characteristics because of it's carotenoids amounting of 500-700 ppm. On
the other hand, carotenoids are very sensitive to heat and oxidation.
Microencapsulation by spray drying is one of the methods to protect those active
components. Homogenization is the main process in the formation of an emulsion
of palm oil before drying process. This process is influenced by speed, time and
volume of homogenization. Results showed that the process of homogenization
affect the quality and characteristics of emulsion and microencapsulate of palm oil.
An increase in the scale of material volume and lenght of time does not affect
significant the characteristics of microencapsulate palm oil such as water content,
solubility and aw, but its will affect the emulsion stability, surface oil, carotene
and efficiency of microencapsulation and also affecting the quality of
microencapsulate.
Keyword: carotene, homogenization, microencapsulation, palm oil, scale up,
spray dryer

TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA PROSES
MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT


ALFIA NURUL ILMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang dilaksanakan sejak Maret
hingga September 2014. Terima kasih penulis sampaikan pada Prof. Dr. Ir. Tien R.
Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik utama atas bimbingan, ajaran,

serta perhatian yang telah diberikan selama menjalani masa perkuliahan hingga
penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr.
–Ing. Dase Hunaefi, STP, M.Food ST dan Dr. Sri Yuliani, MT selaku dosen
pembimbing skripsi atas masukan dan perhatian yang diberikan selama
penyelesaian tugas akhir. Mama, Papa, Mba Annis, Mba Ita, A Keni, A Rory,
Albian dan Anqyara atas doa, dukungan, kasih sayang, perhatian dan semangat
yang diberikan kepada penulis selama ini. Terima kasih juga kepada keluarga
besar penulis atas doa dan dukungannya. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan yang telah membantu dan memberi masukan serta ilmu kepada
penulis selama melaksanakan tugas akhir.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas bantuan pembiayaan
penelitian melalui Hibah Kompetensi Nomor 035/SP2H/PL/DIT.LIT
ABMAS/V/2013. Pihak PT. Salim Ivomas Pratama yang telah menyediakan
minyak sawit sebagai bahan baku utama dalam penelitian ini. Teman
seperjuangan satu bimbingan, Striwicesa Hangganararas, Ayu Pramesti dan Heri
Supriadi yang selalu menemani, memberikan semangat dan masukan selama
melaksanakan tugas akhir. Teman-teman seperjuangan tugas akhir Minyak Sawit,
Raditya Prabowo, Stephanie Angka, Ganistie Furry Qisthina, Rahmalia Susanti,

Arintiara Ramadhiastasari, Harridil Haq, Aby Hapsari, Maria Afrida dan Rizki
Ardhiwan Cahya atas masukan, dukungan dan kerja sama selama melaksanakan
tugas akhir. Terima kasih kepada Dewi Ratna Sari, Anggun Suriwijayanti Putri
dan Desi Aristawati atas persahabatan, semangat dan dukungan kepada penulis.
Terima kasih kepada Dandy Gamulya Putra, Fairuz Fajriah, Blasius Aditya
Permana, Afifah Zahra Agista, Dyah Ratna Widyaswari, Tiarannisa Ikhsani,
Mazaya Ghaisani, Qabul Dinanta Utama, M. As’ad dan teman-teman ITP 47 atas
dukungan, kerja sama, semangat serta segala masukan yang diberikan selama
penulis melaksanakan penelitian. Dan yang terakhir adalah terima kasih kepada
segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum
sempurna dan memerlukan saran serta masukan. Penulis berharap tugas akhir ini
memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan
dampat terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu
dan Teknologi Pangan.
Bogor, Oktober 2014

Alfia Nurul Ilma
NIM. F24100024


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2

Alat


2

Tahapan Penelitian

2

Prosedur Analisis

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Karakteristik Minyak Sawit Sebelum dan Setelah Pemurnian

10

Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit


12

Proses Homogenisasi

16

Karakteristik Emulsi Minyak Sawit

18

Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit

20

Kandungan dan Retensi Total Karotenoid Mikroenkapsulat Minyak Sawit

23

Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit


24

Kajian Awal Peningkatan Skala

27

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

35

DAFTAR TABEL
1. Reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit ........................................... 4
2. Rancangan percobaan hubungan volume dan formula bahan ................ 7
3. Rancangan percobaan hubungan volume emulsi dan waktu
homogenisasi .......................................................................................... 7
4. Dimensi alat dan wadah yang digunakan pada kajian awal
peningkatan skala .................................................................................... 7
5. Karakteristik minyak sawit sebelum dan setelah proses pemurnian ..... 11
6. Karakteristik reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit .................... 13
7. Kestabilan emulsi minyak sawit (%) .................................................... 19
8. Kadar air dan aw mikroenkapsulat minyak sawit .................................. 21
9. Kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit............................................. 22
10. Kadar karotenoid dan total karotenoid mikroenkapsulat minyak
sawit ...................................................................................................... 24

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit
(Modifikasi Fasikhatun 2010) ................................................................. 5
Diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit
dengan parameter lamanya waktu homogenisasi .................................... 6
a) CPO b) Olein .................................................................................... 11
a) Sistem kerja homogenizer rotor-stator b) Rotor-stator
homogenizer (Weiss 2008) ................................................................... 16
Grafik hubungan waktu homogenisasi, volume emulsi dan suhu
akhir homogenisasi .............................................................................. 17
Kestabilan emulsi terhadap panas dan sentrifugasi............................... 19
Kadar karotenoid emulsi minyak sawit ................................................. 20
Kadar total karotenoid pada mikroenkapsulat minyak sawit ................ 23
Kadar minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit ................ 25

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir pemurnian CPO .................................................................... 36
2. Hasil uji ANOVA penelitian pendahuluan reformulasi
mikroenkapsulat minyak sawit .................................................................. 37
3. Hasil uji lanjut Duncan warna (L*) reformulasi mikroenkapsulat
minyak sawit .............................................................................................. 38
4. Hasil uji lanjut Duncan warna (a) reformulasi mikroenkapsulat
minyak sawit .............................................................................................. 38
5. Hasil uji lanjut Duncan warna (b) reformulasi mikroenkapsulat
minyak sawit .............................................................................................. 38
6. Hasil uji lanjut Duncan kadar air (%bb)
reformulasi
mikroenkapsulat minyak sawit .................................................................. 39
7. Hasil uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut reformulasi
mikroenkapsulat minyak sawit .................................................................. 39

8. Hasil uji ANOVA kadar air mikroenkapsulat minyak sawit .................... 39
9. Hasil uji ANOVA aw mikroenkapsulat minyak sawit ............................... 40
10. Hasil uji ANOVA kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit .................... 40
11. Hasil uji ANOVA total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit ......... 40
12. Hasil uji ANOVA retensi karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit ...... 41
13. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut
mikroenkapsulat minyak sawit .................................................................. 41
14. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan efisiensi mikroenkapsulasi
minyak sawit ............................................................................................. 42
15. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kestabilan emulsi minyak
sawit .......................................................................................................... 42
16. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar karoten emulsi
minyak sawit ............................................................................................. 43
17. Hasil uji linear stabilitas penentuan prediksi persamaan .......................... 44
18. Hasil uji linear karoten penentuan prediksi persamaan............................. 45
19. Gambar mikroenkapsulat hasil reformulasi .............................................. 48
20. Gambar mikroenkapsulat minyak sawit dengan perlakuan faktor ............ 49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil perkebunan Indonesia
yang sangat potensial. Secara global, posisi produksi minyak sawit Indonesia
menempati urutan pertama dan memasok hampir 50% kebutuhan minyak sawit
dunia (Ermawati 2013). Pada tahun 2013 berdasarkan data Direktorat Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian, Indonesia telah memproduksi 31 juta ton
CPO, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2012 yaitu sebesar 23 juta ton.
Meskipun demikian, pemanfaatan minyak sawit di Indonesia sebagai produk hilir
masih sangat terbatas. Kebanyakan minyak sawit di ekspor ke luar negeri dalam
bentuk mentah yang berpengaruh nyata pada perekonomian negara.
Minyak sawit memiliki keunikan dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya. Minyak sawit mengandung pigmen karotenoid yang sangat tinggi, yaitu
sekitar 500-700 ppm (setara dengan 60.000 IU aktivitas vitamin A per 100 g)
(Wiley dan Sons 2013). Hal ini dapat dilihat dari warna pada minyak sawit yang
merah kekuningan sebelum mengalami proses pemurnian terutama pada tahap
bleaching.
Dewasa ini permintaan produk pangan yang bernutrisi semakin meningkat
dan berkembang (Zeba et al. 2006) dan salah satu nutrisi yang dibutuhkan adalah
vitamin A yang bisa didapatkan dari minyak sawit. Pemanfaatan vitamin A perlu
dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut sekaligus menanggulangi defisiensi
vitamin A di Indonesia secara umum (Herman 2007). Minyak sawit kaya akan
komponen karotenoid sebagai pembentuk vitamin A, akan tetapi sangat sensitif
terhadap beberapa kondisi pengolahan seperti panas dan oksidasi. Proses
enkapsulasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melindungi
komponen aktif ini. Teknologi mikroenkapsulasi minyak sawit merupakan salah
satu alternatif proses hilir yang diharapkan dapat menunjang suplai vitamin A
dalam bentuk produk pharmaceutical. Teknologi ini akan menghasilkan produk
dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan karotenoid dengan stabilitas yang
tinggi selama penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit dalam bentuk
mentah.
Mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan lapisan baik terhadap
partikel padatan yang kecil atau droplet dari suatu cairan atau larutan. Dengan
adanya proses penyalutan ini, lapisan yang terbentuk dapat berperan menjadi
impermeable physical barrier, sehingga cairan yang ada didalamnya dapat
terlindungi dan memudahkan dalam proses penanganannya (Levin 2006). Salah
satu proses pembuatan mikroenkapsulat dapat dilakukan dengan menggunakan
metode pengeringan semprot. Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari
dalam bahan secara termal untuk menghasilkan produk bubuk yang kering.
Pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, proses homogenisasi
merupakan proses utama dalam pembentukan emulsi minyak sawit dengan bahan
penyalut yang digunakan. Proses ini dipengaruhi oleh kecepatan homogenizer,
lamanya waktu homogenisasi dan volume emulsi yang dihomogenisasikan. Proses
homogenisasi pada skala laboratorium tentunya akan berbeda dengan skala pilot
plan dan skala industri. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh lamanya waktu

2
homogenisasi pada volume emulsi tertentu terhadap karakteristik emulsi dan
mikroenkapsulat minyak sawit. Kajian awal peningkatan skala diharapkan dapat
menjembatani proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dari skala
laboratorium ke tingkat skala yang lebih tinggi dengan memprediksi karakteristik
emulsi hasil proses mikroenkapsulasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi proses
homogenisasi dan peningkatan skala terhadap karakteristik emulsi dan
mikroenkapsulat minyak sawit.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
karakteristik emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit serta memberikan
gambaran mengenai prospek peningkatan skala proses mikroenkapsulasi minyak
sawit.

METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar
(Crude Palm Oil/CPO) yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Jakarta.
Bahan pendukung yang digunakan maltodekstrin DE 10-15 (dextrose equivalent
(DE) adalah besaran yang menyatakan jumlah gula pereduksi dalam satuan
persen), gum arab, gelatin yang diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna Bogor,
Tween 80 dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah heksana (pro
analysis), methanol (p.a), chloroform (p.a), kertas saring, kertas saring Whatman
No. 42 dan gas nitrogen teknis.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan mikroenkapsulat minyak
sawit meliputi peralatan fraksinasi (alat degumming, deasidifikasi, spinner,
fraksinasi dan filter press), jerigen, ember, homogenizer ultra turax (model
Silverson L4R armfield), pengering semprot (BUCHI 190 Mini Spray Drier) dan
neraca analitik. Peralatan yang digunakan untuk analisis meliputi cawan
alumunium, refrigerator, oven kadar air (Memmert 1983), chromameter,
rotavapor, alat titrasi, alat Soxhlet dan alat-alat gelas yang dibutuhkan.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas proses pemurnian CPO dan
reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit. Proses pemurnian CPO dilakukan tiga
tahap, yaitu proses degumming, deasidifikasi dan fraksinasi. Analisis yang

3
dilakukan pada tahap ini baik sebelum dan setelah proses pemurnian CPO adalah
analisis asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan Iod, kadar air serta
kandungan karotenoid. Proses pemurnian CPO menghasilkan fraksi olein dan
stearin dari minyak sawit. Pada penelitian pendahuluan berikutnya, dilakukan
reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan berbagai jenis penyalut pada
perbandingan tertentu. Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi analisis
kadar minyak tidak tersalut, kadar air, kelarutan dan warna. Analisis ini diolah
secara statistik dengan menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf
signifikansi 5%.
Pada penelitian utama dilakukan proses pembuatan mikroenkapsulat
minyak sawit hasil formula terpilih dengan dua kali ulangan. Formula tersebut
kemudian dibuat mengikuti rancangan percobaan terkait dua faktor kondisi
homogenisasi, yaitu peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu
homogenisasi. Rancangan percobaan disusun secara duplo pada setiap analisis.
Penelitian utama dilanjutkan dengan analisis karakteristik emulsi minyak sawit,
analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit, analsis kandungan dan
retensi total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit, analisis proses
mikroenkapsulasi dan analisis pra peningkatan skala proses mikroenkapsulasi
minyak sawit.
Analisis karakteristik emulsi minyak sawit meliputi analisis kestabilan
emulsi dan total karotenoid pada emulsi. Analisis karakteristik mikroenkapsulat
minyak sawit meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis kimia yang dilakukan
adalah analisis kadar air, activity of water (aw), total minyak dan total karotenoid.
Analisis fisik yang dilakukan adalah analisis kelarutan. Analisis proses
mikroenkapsulasi meliputi analisis minyak tidak tersalut, efisiensi proses
mikroenkapsulasi dan analisis rendemen. Analisis tahap ini dilakukan dengan
menggunakan uji ANOVA untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan atau
tidak selama proses homogenisasi dilakukan dan jika diperlukan maka dilanjutkan
dengan analisis Duncan. Analisis kajian awal peningkatan skala meliputi prediksi
karakteristik emulsi dan prospek peningkatan skala proses mikroenkapsulasi
minyak sawit. Tahap ini memberikan gambaran umum apabila produk
mikroenkapsulat minyak sawit akan dibuat pada skala yang lebih besar (pra-pilot
plant, pilot plan dan skala industri). Diagram alir tahapan penelitian ini secara
umum dapat dilihat pada Lampiran 1.
Prosedur Analisis
Proses Pemurnian Crude Palm Oil
Degumming (Mas’ud 2007 dan Widarta 2008)
Proses degumming dilakukan terlebih dahulu dengan memanaskan CPO
hingga suhu 80OC, kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari
berat CPO dan diaduk perlahan dengan kecepatan 56 rpm selama 15 menit.
Deasidifikasi (Widarta 2008)
Proses deasidifikasi dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH.
Larutan NaOH yang telah ditentukan jumlahnya ditambahkan dengan cepat
sambil diaduk. Pada tahap ini, dilakukan excess NaOH sebesar 17.5% yang akan

4
digunakan untuk dapat mereduksi asam lemak bebas hingga kadarnya tidak lebih
dari 0.15%. Setelah melalui proses deasidifikasi, sabun dipisahkan dengan
menggunakan spinner. Kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (5-8OC)
lebih hangat dari suhu minyak) dengan perbandingan 1 : 7 = air : minyak dengan
tujuan menghilangan gum, selanjutnya disentrifugasi kembali menggunakan
spinner.
Fraksinasi (Widarta 2008)
Proses fraksinasi dilakukan dengan meningkatkan suhu minyak yang telah
melalui proses deasidifikasi sebelumnya hingga mencapai suhu 70OC pada tangki
fraksinasi, kemudian suhu minyak sawit diturunkan secara bertahap hingga suhu
20OC. Proses penurunan suhu ini disebut juga sebagai proses kristalisasi yang
menghasilkan kristal atau padatan secara perlahan dan akan menumpuk pada
bagian bawah tangki. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 10 jam. Setelah
itu minyak dilewatkan ke membran filter press dan akan terpisah antara fraksi
olein dan stearin CPO. Fraksi olein minyak sawit akan keluar melalui pipa dan
fraksi stearin akan tertahan pada membran filter press. Rangkaian proses
pemurnian CPO dapat dilihat pada Lampiran 2.
Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Penelitian pendahuluan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit
dilakukan berdasarkan perbedaan dan perbandingan bahan penyalut yang
digunakan. Formula yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit
% Total
A1
Formula
12.40
30
Minyak Sawit (g)
61.97
150
Air (g)
14.88
36
Maltodekstrin (g)
9.92/7.44
24
Gum Arab (g)
2.48
Gelatin (g)
2.48
Larutan Kitosan 0.5 % (g)
0.83
2
Tween 80 (g)
24.79
Total Padatan g/g (%)*
1:5
Rasio O/W (g/g)
2:1
Rasio Penyalut/Minyak Sawit (g/g)

B2
30
150
36
18
6
2
24.79
1:5
2:1

C3
30
150
36
18
6
2
24.79
1:5
2:1

Keterangan :
* = Termasuk minyak sawit
1
= Modifikasi Wijaya 2012
2
= Modifikasi Simatupang 2013
3
= Modifikasi Wijaya 2013, Estevinho 2013, Wawensyah 2006, Marpaung 2014
Proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dilakukan dua tahap.
Tahap yang pertama adalah proses pembuatan emulsi dan tahap yang kedua
adalah proses pengeringan emulsi dengan menggunakan pengering semprot. Pada

5
penelitian Marpaung (2014) bahan pengkapsul disuspensikan ke dalam air hangat
suhu ±80OC dan diaduk dengan menggunakan mixer tangan pada kecepatan 1000
rpm untuk membantu proses kelarutan bahan penyalut di dalam air. Suspensi
bahan penyalut ini kemudian ditambahkan Tween 80 sebagai penstabil dan
dilakukan homogenisasi pada kecepatan 8000 rpm selama 3 menit. Olein minyak
sawit hasil proses pemurnian ditambahkan secara perlahan ke dalam suspensi
penyalut dan dihomogenisasi pada kecepatan yang sama selama 10 menit. Pada
penelitian Fasikhatun (2010), emulsi minyak sawit yang dihasilkan kemudian
dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot pada suhu inlet 170-180 OC,
suhu outlet 80-90OC, dan laju alir bahan 8.3 mL/menit. Diagram alir pembuatan
mikroenkapsulat minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Tween 80
Bahan
Penyalut*

Air 80OC

Mixing

Homogenisasi
t = 3 menit, 8000 rpm

Homogenisasi
t = 10 menit, 8000 rpm

Olein CPO

Pengering Semprot
T inlet = 170 - 180OC, T outlet= 8090OC, laju alir bahan = 8.3 ml/menit

Mikroenkapsulat
minyak sawit

* = sesuai dengan formula pada Tabel 1
Gambar 1 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit
(Modifikasi Fasikhatun 2010)

6
Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit dengan Pengkondisian Proses
Homogenisasi dan Peningkatan Skala
Pengkondisian proses homogenisasi yang dilakukan didasarkan pada dua
faktor, yaitu lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi.
Proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit yang dilakukan sama seperti
pada sub bab sebelumnya. Perbedaannya terletak pada lamanya waktu
homogenisasi setelah minyak sawit dituang ke dalam suspensi penyalut dan
volume emulsi yang digunakan (termasuk perbedaan dimensi wadah). Diagram
alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit pada penelitian utama dapat dilihat
pada Gambar 2. Volume emulsi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2,
rancangan percobaan dengan faktor lamanya waktu homogenisasi dan volume
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 dan dimensi wadah yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tween 80*
Bahan
Penyalut*

Air 80OC*

Mixing

Homogenisasi
t = 3 menit, 8000 rpm

Homogenisasi
t = 5, 10, 15 menit, 8000 rpm

Olein CPO*

Pengering Semprot
T inlet = 170 - 180OC, T outlet= 8090OC, laju alir bahan = 8.3 mL/menit

Mikroenkapsulat
minyak sawit

* = sesuai dengan formula pada Tabel 2
Gambar 2

Diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak
sawit dengan faktor lamanya waktu homogenisasi dan
peningkatan volume emulsi

7
Tabel 2 Rancangan percobaan hubungan volume (mL) dan formula bahan
%Total
250
450
900 1800
Formula
12.40
30
54
108
216
Minyak Sawit (g)
61.97
150
270
540 1080
Air (g)
14.88
36
64.8 129.6 259.2
Maltodekstrin (g)
7.44
18
32.4
64.8 129.6
Gum Arab (g)
2.48
6
10.8
21.6 43.2
Gelatin (g)
0.83
2
3.6
7.2
14.4
Tween 80 (g)
24.79
24.79 24.79 24.79
Total Padatan g/g (%)*
1:5
1:5
1:5 1:5
Rasio O/W (g/g)
2:1
2:1
2:1 2:1
Rasio Penyalut/Minyak Sawit (g/g)
Keterangan :
* = Termasuk minyak sawit
Tabel 3 Rancangan percobaan hubungan volume emulsi dan waktu homogenisasi
Volume (mL)
Faktor
250
450
900
1800
P1
P4
P7
P10
Waktu
5
P2
P5
P8
P11
Homogenisasi
10
P3
P6
P9
P12
(menit)
15
Tabel 4 Dimensi alat dan wadah yang digunakan pada kajian awal peningkatan
skala
Basis skala
Volume emulsi (mL)
Diameter wadah (cm)
Tinggi bahan (cm)
Diameter rotor (cm)
Diameter stator (cm)

Skala 1
250
6.9
5
2.2
4

Skala 2
450
6.9
9.8
2.2
4

Skala 3
900
9.1
11
2.2
4

Skala 4
1800
11.7
14.5
2.2
4

Metode Analisis
Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2012)
Cawan alumunium kosong dikeringkan pada oven suhu 105OC selama 15
menit dan didinginkan di dalam desikator. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang
dan diletakkan pada cawan. Sampel yang sudah berada dalam cawan alumunium
dikeringkan dalam oven bersuhu 105OC selama 6 jam kemudian didinginkan
dalam desikator selama 15 menit hingga diperoleh bobot tetap, dan timbang
dengan menggunakan neraca analitik. Kadar air sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
(1)

Keterangan :

8
W
W1
W2

= bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
= bobot contoh + cawan kering kosong (g)
= bobot cawan kosong (g)

Analisis Aktifitas Air (aw) (Apriyantono et al. 1989)
Sebanyak 2 gram sampel diletakkan ke dalam wadah alumunium dan
dimasukkan ke dalam alat aw-meter. Nilai aw dapat langsung diketahui dan
ditampilkan dalam bentuk digital pada layar alat.
Analisis Karotenoid, Metode spektrofotometri (PORIM 2005)
Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu takar 25
mL sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya
absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 446 nm. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh
nilainya lebih dari 0.700. Total Karotenoid dapat dihitung dengan cara :
(2)
Sampel minyak yang digunakan pada analisis ini didapatkan dari hasil
ekstraksi mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan metode Folch et al
(1957). Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 20. Perhitungan
proses ekstraksi digunakan sebagai pengukuran total minyak.
Analisis Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Kadar bilangan asam lemak ditentukan berdasarkan jumlah asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram
dalam gelas erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan etanol 95% dan
dipanaskan dalam penangas air sambil diaduk. Tambahkan indikator fenolftalein
1% sebanyak 2 tetes. Lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N atau 0.25 N hingga
terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30 detik. Asam lemak
bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai berikut :
(3)
Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian
ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI
jenuh ditambahkan sebanyak 0.5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang
gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata dan indikator pati 1% sebanyak
2 tetes. Kelebihan iod dititer dengan larutan tiosulfat (Na2S2O3) 0.1 N, dengan
cara yang sama dibuat penetapan untuk blanko. Bilangan peroksida dihitung
berdasarkan rumus:
(4)

9
Analisis Bilangan Iod, Metode Titrasi (AOAC 2012)
Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250
mL, ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL pereaksi Hanus. Kemudian larutan
didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan
kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga warna
hampir ilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi
kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung
berdasarkan rumus :
(5)
Analisis Kelarutan, Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992)
Sebanyak 1 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 mL aquades
dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum. Kertas saring yang
digunakan adalah kertas saring Whatman 42 yang sebelum digunakan sudah
dikeringkan dalam oven 105OC selama 30 menit kemudian ditimbang. Setelah
proses penyaringan, kertas saring beserta residu bahan dikeringkan kembali dalam
oven pada 105OC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit
hingga bobotnya tetap kemudian ditimbang. Kelarutan dihitung berdasarkan
rumus :
(6)
Keterangan :
a
= berat contoh yang digunakan (g)
b
= berat kertas saring (g)
c
= berat kertas saring + residu (g)
ka
= kadar air contoh (%bb)
Analisis Kadar Minyak Tidak Tersalut, Metode Ekstraksi (Shahidi dan
Wanasundara 1997)
Sebanyak 1 gram sampel dibungkus dengan kertas saring biasa dan
dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah diketahui beratnya. Sampel
kemudian dicuci dengan menggunakan 20 ml heksana selama 1 menit, dan
pencucian diulang sebanyak 3 kali. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada
suhu 105OC sampai mencapai berat tetap, kemudian ditimbang. Kadar mminyak
yang tidak tersalut diperoleh berdasarkan rumus berikut :
(7)
Keterangan :
Wa
= berat labu lemak kering (g)
Wg
= berat labu lemak dan sampel (g)
Ws
= berat sampel (g)

10
Analisis Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972)
Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini didasarkan pada
kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi.
Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air
bersuhu 80OC selama 30 menit, kemudian didinginkan dan di sentrifuse pada
kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk
emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan berikut :
(8)
Analisis Warna, Metode Hunter (Hutching 1999)
Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters.
Prinsip kerja dari alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang
dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan
sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan
pengukuran nilai L, a, dan b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter
kecerahan yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a menyatakan
cahaya pantul yang menghasilkan waktu kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a dari -80-0 untuk warna hijau.
Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 070 untuk kuning dan nilai –b dari -70-0 untuk warna biru.
Penetapan Rendemen (Zilberboim et al. 1986 ; Ahn et al. 2007)
Rendemen mikroenkapsulat merupakan rasio antara bahan setelah diproses
dengan bahan kering sebelum di proses dikalikan 100%.
(9)
Keterangan :
* Bahan pembuat mikroenkapsulat meliputi minyak sawit, penyalut dan stabilizer
Penetapan Efisiensi Mikroenkapsulasi (Komari 1997)
Efisiensi proses mikroenkapsulasi dapat ditentukan dengan menggunakan
perbandingan antara minyak yang terkapsul dengan total minyak keseluruhan.
Minyak yang terkapsul didapatkan dari selisih antara kadar minyak total dan
minyak tidak tersalut.
(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Minyak Sawit Sebelum dan Setelah Pemurnian
Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses permunian CPO menjadi
minyak sawit merah. Bahan baku CPO yang digunakan berasal dari PT. Salim

11
Ivomas Pratama dan dapat dilihat pada Gambar 3a. Proses pemurnian
konvensional meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi, bleaching,
dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Pada proses pemurnian minyak sawit tidak
keseluruhan rangkaian proses dilakukan, tergantung pada tujuan dari minyak yang
diharapkan. Pemurnian pada penelitian ini meliputi proses degumming,
deasidifikasi dan fraksinasi. Pada penelitian ini proses bleaching tidak dilakukan
karena merusak dan dapat menghilangkan kandungan karotenoid pada minyak
sawit. Pada penelitian Helena (2003), sebanyak 80% kadar karotenoid dalam
minyak hilang selama proses bleaching.
Proses degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang
terdiri dari senyawa fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin (Lin et
al. 1998). Proses degumming dapat dilakukan dengan metode dry degumming atau
wet degumming. Pada penelitian ini digunakan metode dry degumming karena
rendemen yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu sebesar 99.00%, mengacu pada
penelitian Simatupang (2013). Setelah dilakukannya proses degumming, maka
dilanjutkan dengan proses deasidifikasi atau netralisasi yang bertujuan untuk
memisahkan asam lemak bebas akibat aktivitas enzim, mikroba, uap air dan
oksigen setelah buah kelapa sawit dipanen dan pada saat proses degumming.
Proses deasidifikasi kemudian dilanjutkan dengan proses fraksinasi yang
bertujuan untuk memisahkan fraksi olein (70-80%) dan stearin (20-30%). Fraksi
olein digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak
sawit dan dapat dilihat pada Gambar 3b.

a

b
Gambar 3 a) CPO b) Olein

Tabel 5 Karakteristik minyak sawit sebelum dan setelah proses pemurnian
Parameter
Kadar air (%)
Kadar asam lemak bebas (%)
Bilangan peroksida (mg/g ekivalen O2)
Bilangan Iod (%)
Kandungan total karotenoid (ppm)

Sebelum
(CPO)
0.19
4.70
1.1
52.8
-

Setelah
(Olein CPO)
0.25
0.24
1.5
51.71
516.25

Hasil analisis CPO sebelum dan setelah proses pemurnian dapat dilihat pada
Tabel 5. Keberadaan asam lemak bebas dapat dijadikan sebagai indikator awal
terjadinya kerusakan minyak akibat proses hidrolisis. Hal ini beriringan dengan
naiknya kadar air setelah proses pemurnian dari 0.19% menjadi 0.25%. Kadar

12
asam lemak bebas CPO awal sebelum pemurnian sebesar 4.70%, dan setelah
melalui proses pemurnian menurun menjadi 0.24% pada fraksi olein CPO.
Penurunan kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh proses pemurnian pada
tahap degumming dan deasidifikasi.
Proses degumming menghilangkan adanya gum dan pengotor. Ketika proses
ini berlangsung, kadar asam lemak naik menjadi 6.70% karena adanya
penambahan asam fosfat sebagai bahan tambahan pembantu. Naiknya kadar asam
lemak bebas membuat CPO tidak masuk dalam persyaratan yang ditentukan oleh
SNI Minyak Sawit 2006. Tahap pemurnian selanjutnya adalah proses deasidifikasi
yang bertujuan untuk menghilangkan kelebihan asam pada minyak sawit dengan
menambahkan NaOH berlebih. Dengan begitu, kadar asam lemak bebas menurun
dan berada dalam batas maksimal yang ditetapkan oleh SNI Minyak Sawit 2006
maksimal 0.5%, sebesar 0.24%.
Bilangan peroksida minyak yang digunakan sebagai bahan baku memiliki
kandungan bilangan peroksida yang rendah dan memungkinkan dihambatnya
kerusakan senyawa karotenoid selama penyimpanan. Bilangan peroksida minyak
yang digunakan pada penelitian ini sebesar 1.5 mg/g ekivalen O2, jauh lebih
rendah dibandingkan dengan bilangan peroksida pada bahan baku minyak sawit
pada penelitian Simatupang 2013 sebesar 18.21 mg/g ekivalen O2. Disamping itu,
bilangan Iod menurun selama proses pemurnian minyak sawit dilakukan.
Bilangan Iod sebelum dan setelah proses pemurnian secara berurutan adalah
52.8% dan 51.71%. Kandungan bilangan Iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan
asam lemak yang menyusun minyak atau lemak (Faridah et al. 2012). Besarnya
bilangan Iod ini masih berada dalam batas standar SNI Minyak Sawit 2006
sebesar 50-55%. Dari hasil uji asam lemak bebas, bilangan peroksida dan
bilangan Iod, minyak sawit hasil proses pemurnian masuk di bawah standar SNI
Minyak Sawit 2006 sehingga layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan
mikroenkapsulat minyak sawit.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi olein dari
minyak sawit, hal ini disebabkan karena kandungan karotenoid pada olein (680760 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi stearin (380-540 ppm) (Lai et
al. 2012). Kandungan karotenoid pada minyak sawit fraksi olein hasil pemurnian
penelitian pendahuluan lebih rendah dibandingkan dengan literatur yaitu sebesar
516.25 ppm. Nilai ini dipengaruhi oleh perbedaan jenis spesies kelapa sawit atau
proses pendahuluan yang dilakukan. Nilai kandungan ini dijadikan sebagai kadar
karotenoid awal untuk melihat retensi penurunan karotenoid pada
mikroenkapsulat minyak sawit selama proses.
Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Reformulasi pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula
terbaik dalam menurunkan kadar minyak tidak tersalut dan karakteristik
mikroenkapsulat yang baik melalui analisis kimia dan fisik. Kadar minyak tidak
tersalut merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas dari
mikroenkapsulat minyak sawit. Pada penelitian Fasikhatun (2010) laju penurunan
karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit ikut dipengaruhi oleh keberadaan
minyak tidak tersalut. Kadar minyak tidak tersalut yang tinggi mengindikasikan
bahwa sebagian besar minyak hanya menempel pada bagian luar dinding

13
mikroenkapsulat dan zak aktif tidak tersalut sempurna oleh bahan penyalut. Hal
ini akan menyebabkan karotenoid sebagai zat aktif yang ada dalam minyak sawit
tidak terlindungi dan mudah mengalami kerusakan yang berakibat menurunnya
kadar karotenoid didalamnya.
Pada penelitian Fasikhatun (2010) dengan metode pengeringan semprot
menghasilkan mikroenkapsulat minyak sawit dengan kadar minyak tidak tersalut
32.24 – 54.18%. Kadar minyak tidak tersalut pada suatu produk ditentukan oleh
jumlah minyak yang ditambahkan dan kemampuan bahan penyalut untuk
menyalut minyak. Bahan penyalut yang digunakan pada penelitian Fasikhatun
(2010) adalah maltodekstrin dan gum arab. Akan tetapi kekurangannya adalah
menghasilkan kadar minyak tidak tersalut yang sangat tinggi. Dengan begitu,
perlu ditambahkan bahan penyalut lain yang dapat menurunkan kadar minyak
tidak tersalut. Maltodekstrin tidak memiliki sifat lipofilik, dengan metode
pengeringan semprot menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah,
tetapi minyak yang terenkapsulasi akan memiliki daya tahan terhadap oksidasi.
Gelatin adalah produk hasil hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari
protein pada kulit, tulang atau jaringan binatang, seperti ikan dan binatang ternak.
Sifat gelatin sebagai pembentuk film sering dimanfaatkan dalam industri pangan
dan farmasi, termasuk mikroenkapsulasi. Pada proses mikroenkapsulasi gelatin
dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan bahan penyalut lain
seperti gum arab seperti pada penelitian Yudha (2008) pada pembuatan
mikroenkapsulat minyak sawit. Selain gelatin, kitosan juga dapat digunakan
sebagai bahan penyalut. Kitosan digunakan dalam industri pangan dalam
pembentukan film yang bersifat biodegradable dan dalam pembuatan mikrokapsul.
Kitosan memiliki sifat membentuk cross-linking yang kuat sehingga dapat
memerangkap suatu komponen bahan aktif didalamnya (Estevinho 2013).
Tabel 6 Karakteristik reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit
Parameter
A
B
C
Minyak tidak tersalut (%)
12.55 ± 0.22b 10.13 ± 0.40a 15.04 ± 0.67c
Kadar air (%bb)
3.50 ± 0.36b
1.37 ± 0.01a
1.44 ± 0.10a
Kelarutan (%)
98.11 ± 0.20a 97.61 ± 0.52a 97.58 ± 0.66a
Warna – L*
80.57 ± 0.15c 81.35 ± 0.01b 77.97 ± 0.03a
a
2.79 ± 0.01a
3.15 ± 0.08b
3.96 ± 0.01c
b
73.49 ±0.23b
72.60 ± 0.09a 74.67 ± 0.02c
C
73.54
72.66
74.77
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit terdiri atas analisis
minyak tidak tersalut, kadar air, kelarutan dan warna. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan jenis penyalut terhadap karakteristik akhir
mikroenkapsulat minyak sawit. Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa kadar minyak
tidak tersalut pada formula B memiliki kadar terendah sebesar 10.13 ± 0.40%,
sementara kadar tertinggi diperoleh formula C sebesar 15.04 ± 0.67%. Pengujian
statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5%
menunjukkan bahwa perbedaan bahan penyalut yang digunakan menghasilkan

14
mikroenkapsulat dengan kadar minyak tidak tersalut yang berbeda. Hasil uji One
Way ANOVA analisis kadar minyak tidak tersalut dapat dilihat pada Lampiran 3
diikuti dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 8).
Bahan penyalut yang digunakan pada formula B adalah maltodekstrin,
gum arab dan gelatin. Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2007) dan Simatupang
(2013), gelatin berperan dalam menurunkan kadar minyak tidak tersalut
mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan metode pengeringan lapis
tipis. Kadar minyak tidak tersalut pada metode ini berkisar 33.30 – 61.79%.
Gelatin termasuk dalam bahan penyalut basis protein yang memiliki gugus
hidrofilik dan hidrofobik yang dapat berinteraksi baik dengan emulsi oil in water.
Kemampuan gelatin memerangkap minyak disebabkan karena gelatin memiliki
energi adsorpsi yang tinggi dan dapat membentuk dinding mikrokapsul dengan
integritas yang kuat (Estiasih 2005).
Berbeda dengan formula B, formula C mengganti bahan penyalut gelatin
menjadi penyalut dalam bentuk larutan kitosan 0.5%. Pada penelitian Marpaung
(2014) kitosan dilarutkan dalam asam asetat glasial kemudian dicampurkan dalam
suspensi penyalut (b/b). Tingginya kadar minyak tidak tersalut pada formula C
dapat disebabkan karena kitosan termasuk dalam golongan makromolekul
polisakarida. Kitosan diharapkan dapat menjadi penyalut kedua, setelah proses
penyalutan pertama, sehingga jumlah minyak yang akan tersalut akan lebih tinggi
dan proteksi terhadap komponen aktif lebih besar. Akan tetapi, karena partikel
penyalutnya terlalu besar, maka terjadi pemisahan emulsi yang membuat minyak
yang sudah tersalut keluar dari matriks penyalut dan meningkatkan jumlah
minyak yang tidak tersalut. Tingkat kestabilan emulsi dari masing-masing formula
tidak diukur secara langsung, melainkan melalui respon kadar minyak tidak
tersalut pada mikroenkapsulat. Tingkat kestabilan emulsi yang rendah
berpengaruh pada kadar minyak tidak tersalut yang semakin tinggi dan retensi
komponen aktif yang semakin rendah (Jafari et al. 2010).
Pada Tabel 6 diketahui bahwa formula B memiliki kadar air (%bb) yang
paling rendah, yaitu sebesar 1.37 ± 0.01 % dan formula A memiliki kadar air yang
paling tinggi sebesar 3.50 ± 0.36 %. Kadar air dipengaruhi oleh jenis penyalut
yang digunakan. Mikroenkapsulat minyak sawit diharapkan memiliki kadar air
yang rendah untuk mencegah terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan
kerusakan pada produk. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit ini dibandingkan
dengan standar susu bubuk dalam SNI Susu Bubuk 1999 maksimal 5 %. Bahan
pangan yang kadar airnya mencapai 5% atau lebih akan menyebabkan terjadinya
penggumpalan setelah disimpan. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit dari
ketiga formula masih sesuai dengan standar yang digunakan. Pengujian statistik
menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan
bahwa bahan penyalut yang digunakan menghasilkan mikroenkapsulat dengan
kadar air yang berbeda antara formula B dan C dengan A. Hasil uji One Way
ANOVA analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3.
Formula B memiliki kadar air yang rendah karena adanya gelatin sebagai
penyalut. Gelatin akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air
sekitarnya, jika air dihilangkan akan terjadi pengkristalan, karna gugus hidroksil
akan membentuk ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama
monomer, dengan adanya gelatin maka akan semakin cepat pengkristalan dan
penguapan air sehingga kadar air akan semakin rendah (Gustavo dan Canovas

15
1999). Penyerapan air atau pembentukan gel terjadi karena pengembangan
molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan membuka ikatan gelatin dan
cairan yang berada di sekitarnya akan masuk ke dalam struktur gelatin sehingga
larutan menjadi lebih kental. Air yang ikut terperangkap dalam matriks akan sulit
terlepas dengen pengeringan suhu rendah. Formula A memiliki kadar air yang
paling tinggi dipengaruhi oleh sifat dari penyalut (maltodekstrin) yang memiliki
sifat higroskosipitas yang sangat tinggi (Srihadi 2010). Maltodekstrin yang
digunakan memiliki dextrose equivalent (DE) 10-15. Nilai DE akan
mempengaruhi jumlah komponen aktif atau zat inti yang bisa tersalut, semakin
tinggi nilai DE maka nilai higrokosipitasnya akan semakin tinggi dan makin
mudah menyerap air.
Rendahnya presentase kelarutan dari suatu bubuk mikroenkapsulat dapat
diduga karena adanya pengaruh bahan penyalut yang digunakan memiliki sifat
kelarutan yang berbeda-beda (Syamsiah 1996). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa
urutan tingkat kelarutan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah formula
A, B dan C, sebesar 98.11 ± 0.20%, 97.61 ± 0.52% dan 97.58 ± 0.66%. Pengujian
statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5%
menunjukkan bahwa kelarutan tidak signifikan dipengaruhi oleh bahan penyalut.
Hasil uji One Way ANOVA analisis kelarutan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kecilnya pengaruh jenis penyalut disebabkan karena perbandingan penggunaan
maltodekstrin dan gum arab yang lebih dominan pada semua formula, sehingga
tingkat kelarutan antar formula cenderung seragam.
Untuk menentukan mutu suatu bahan pangan dapat dilihat dari beberapa
faktor, seperti citarasa, warna, tekstur, dan kandungan nilai gizinya. Warna suatu
bahan pangan merupakan sifat fisik yang sangat penting, karena secara langsung
mudah diamati oleh indera penglihatan. Pengujian warna dapat dilihat secara
subyektif oleh indera penglihatan manusia maupun secara objektif dengan alat
chromameter. Chromameter adalah suatu alat untuk analisis warna secara trimulus
untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan (Faridah et al.
2012). Alat ini menunjukkan nilai L*, a dan b yang merupakan sistem notasi
Hunter.
Warna pada mikroenkapsulat minyak sawit diperoleh dari pigmen
karotenoid yang terkandung di dalam minyak sawit yang memiliki warna merah
kekuningan. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa formula B memiliki tingkat
kecerahan yang paling tinggi, diikuti oleh formula A dan C. Tingkat kecerahan
yang paling tinggi mengindikasikan bahwa warna mikroenkapsulat semakin pucat
atau mendekati putih. Hal ini dapat menunjukkan bahwa terjadi degradasi
komponen karotenoid yang terdapat dalam produk yang disebabkan oleh
kemampuan penyalut dalam melindungi karotenoid minyak sawit. Formula B dan
A memiliki tingkat kecerahan yang tidak jauh berbeda (Tabel 6). Tingkat warna
kuning yang tinggi dapat menunjukkan seberapa besar interaksi antara minyak
sawit dengan bahan penyalut. Selain itu nilai C (chromatic) menunjukkan
intensitas warna. Nilai a dan b yang positif pada semua formula menunjukkan
bahwa mikroenkapsulat berwana kuning kemerahan. Jika dilihat dari nilai a dan b,
formula C memiliki warna kuning kemerahan yang paling pekat (dibuktikan
dengan nilai C yang paling tinggi). Hal ini diduga karena kadar minyak tidak
tersalut pada formula C paling tinggi. Jumlah minyak yang banyak pada
permukaan dapat meningkatkan nilai a dan b. Gambar hasil reformulasi

16
mikroenkapsulat dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tujuan dari reformulasi pada penelitian ini adalah menurunkan kadar
minyak tidak tersalut. Formula yang digunakan untuk perlakuan pengkondisian
proses homogenisasi adalah formula B dengan kadar minyak tidak tersalut paling
rendah sebesar 10.13 ± 0.40%, diikuti dengan kadar air 1.37 ± 0.01% dan
kelarutan 97.61 ± 0.52%. Formula B sebagai formula terpilih kemudian diuji
kadar karotenoid total dan retensi karotenoid dibandingkan dengan olein yang
digunakan. Kadar karotenoid pada formula B adalah 339.69 ± 1.48 ppm dan
retensi karotenoid sebesar 66.15%.
Proses Homogenisasi
Homogenisasi adalah proses pengecilan ukuran partikel dari fase
terdispersi dan sekaligus mendistribusikan secara seragam ke dalam fase kontinyu.
Homogenizer yang digunakan pada penelitian ini adalah homogenizer ultra turax
tipe model Silverson L4R armfield dengan sistem kerja rotor-stator. Banyaknya
industri pangan yang menggunakan homogenizer tipe ini untuk mencampurkan
minyak dan air secara langsung (McClements 1999). Sistem kerja dari