Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit Dan Analisis Teknoekonomi Pada Skala Industri

PROSES PEMBUATAN
MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT
DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI

YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proses Pembuatan
Minuman Emulsi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Yos Rizal Prima Saputra
NIM.F24110032

ABSTRAK

YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak
Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri. Dibimbing oleh TIEN R
MUCHTADI dan EMMY DARMAWATI.
Minuman emulsi minyak sawit dengan sistem emulsi minyak dalam air
(o/w) merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi
sebagai sumber komponen bioaktif β-karoten yang efektif. Tujuan penelitian ini
adalah untuk membuat produk minuman emulsi minyak sawit yang memiliki
kandungan β-karoten tinggi dan melakukan analisis teknoekonomi pada skala
industri yang meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial.
Pembuatan minuman emulsi minyak sawit menggunakan formula rasio fraksi

olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, high fructose syrup 15%,
flavor melon 1.5%, natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm
dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan
8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Karakteristik minuman emulsi minyak sawit
dalam penelitian ini adalah stabilitas emulsi 99.56%, viskositas 660 cp, warna L*
69.76, a +13.08, b +79.66, kadar air 31.15% dan kadar beta karoten 399.07 ppm.
Analisis teknoekonomi dilakukan pada kapasitas industri minuman emulsi minyak
sawit sebesar 1000 kg CPO per hari. Produk yang dihasilkan ialah 7286 botol
minuman emulsi per hari atau 2.185.800 botol per tahun. Biaya investasi yang
dibutuhkan sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja sebesar Rp
1,242,501,714.06. Pada harga jual Rp 8,500.00 per botol diperoleh keuntungan
sebesar 70%, BEP akan dicapai pada skala produksi 521,489.42 /tahun atau
23.86% total kapasitas produksi /tahun atau setara dengan pendapatan Rp
4,014,153,243.48 /tahun. Pada kapasitas 1000 kg CPO per hari, industri minuman
emulsi minyak sawit layak dioperasikan karena berdasarkan analisa kelayakan
diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8,154,083,367.42, IRR sebesar 23,54%, Net B/C
2,04 dan PBP terjadi pada tahun ke-3 bulan ke-5. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas diperoleh bahwa perubahan harga kemasan botol gelap sampai dengan
20%, perubahan harga bahan baku CPO sampai dengan 30% dan perubahan
kapasitas produksi sampai dengan 10% masih berstatus layak.

Kata kunci: β-karoten, investasi, minuman emulsi, minyak sawit, teknoekonomi

ABSTRACT

YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Palm Oil Emulsion Drink Production Process
and Techno-Economic Analysis on Industrial Scale. Supervised by TIEN R
MUCHTADI and EMMY DARMAWATI.
Palm oil emulsion drink with oil in water (o/w) emulsion system is an
alternative of palm oil downstream products with high added value as effective
source of β-carotene bioactive component. The purpose of this study is to make
palm oil emulsion drink product which has high content of β-carotene and to
conduct techno-economic analysis on industrial scale covering the technical and
technological aspect as well as the financial aspects. Palm oil emulsion drink
production used ratio formula of palm olein fraction and water 7: 3, emulsifier
tween 80 1%, high fructose syrup 15%, melon flavor 1.5%, sodium benzoate
0.2%, BHT 200 ppm and EDTA 200 ppm with the process of homogenization
using ultra-turrax homogenizer speed of 8000 rpm for 1, 3 and 4 minutes.
Characteristics of palm oil emulsion drink in this study were 99.56% emulsion
stability, viscosity 660 cp, color L * 69.76, a +13.08, b +79.66, water content of
31.15% and β- carotene level of 399.07 ppm. Techno-economic analysis was

performed on emulsion drink industry with capacity of 1000 kg CPO per day. The
production volume is 7,286 bottles of palm oil emulsion drink per day or
2.185.800 bottles per year. The investment cost needed is Rp 7,875,271,500.00
and working capital cost needed is Rp 1,242,501,714.06. On the product selling
price of Rp 8,500.00 per bottle obtained 70% profit, BEP will be achieved on
production scale of 521.489 bottles per year or 23.86% of total production
capacity /year equivalent to income of Rp 4,014,153,243.48 / year. At capacity of
1000 kg CPO per day, palm oil emulsion drink industry is feasible to be operated
since based on feasibility analysis obtained value of NPV Rp 8,154,083,367.42,
IRR 23,54%, Net B / C 2,04 and PBP will be achieved in 3 years and 5 months.
The results of sensitivity analysis showed that change in dark glass bottle
packaging price up to 20%, raw material of CPO price up to 30% and production
capacity up to 10% is still feasible.
Keywords: β-carotene, emulsion drink, investment, palm oil, techno-economic

PROSES PEMBUATAN
MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT
DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI

YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Alhamdulillahhirabbil‘alamin. Puji dan syukur kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan do’a dari
semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Suyoto, Ibunda Wiwik Sri Lestari, adik M. Yosril Rafiq Irwansyah

atas dukungan, semangat, kasih sayang dan do’a yang selalu diberikan kepada
penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi sebagai dosen pembimbing akademik dan tugas
akhir, Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi sebagai dosen pembimbing tugas akhir
atas ilmu, waktu, bimbingan, kesabaran dan motivasi yang diberikan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi dan tugas akhir.
3. Dr. Elvira Syamsir, STP, Msi sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji
dan saran yang diberikan
4. Segenap tenaga pengajar, laboran (Pak Gatot, Bu Antin, Pak Rojak, Pak
Yahya) dan pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian dan Institut Pertanian Bogor atas segenap ilmu dan
bantuan yang diberikan.
5. Rena Christdianti, Kak Lorenzia Ajeng Pradipta, Kak Faris Fathurrohman, Kak
Nurlita Dianingsih dan Kak Winda Harlen sebagai partner penelitian minyak
sawit atas seluruh bantuan yang diberikan. Anggun Dwi Puspo Supomo
sebagai teman satu pembimbing, Nana Sutisna, Cynthia Andriani, Randy
Pramuditha Arifin, Aisyah Asysyifaturrahman serta seluruh keluarga besar
teman-teman seperjuangan ITP 48, Rizki Anjal Puji Nugroho, Gian Virgiawan
dan warga Wisma Badenten, M. Umar Said Muksini, Farid Huseini, Anugerah,
Sandi R. , Khaidar Hazmi dan seluruh penghuni Soka Buntu 16 atas support

yang diberikan
6. Dra. Alfa Chasanah, MA dan seluruh keluarga besar UKM IPB Debating
Community untuk inspirasi dan semangat yang diberikan kepada penulis
selama perkuliahan di IPB serta kolega di UKM IAAS LC IPB, FBI Fateta dan
FSDMA C2 48 atas kesempatan belajar yang diberikan kepada penulis.
7. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas
batuan pembiayaan penelitian melalui program Hibah Kompetensi.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi
dan penulisan tugas akhir penulis.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak
dan perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang.

Bogor, Maret 2016
Yos Rizal Prima Saputra

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


xvi

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

METODE PENELITIAN

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Bahan


3

Alat

3

Prosedur Penelitian

3

Metode Analisis

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO)


11

Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit

12

Analisis Teknoekonomi

15

Aspek Teknis dan Teknologis

15

Aspek Finansial

18

SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

33

PR SKRIPSI

51

RIWAYAT PENULIS

54

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan
Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit
SNI 01-2901-2006
Perhitungan biaya investasi
Perhitungan modal kerja
Rincian biaya produksi
Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi

11
13
15
19
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram Alir Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit (Modifikasi dari
Surfiana 2002)
Minuman emulsi minyak sawit
Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO
Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO
Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO
Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO
Grafik perubahan nilai NPV terhadap penurunan kapasitas produksi
Grafik perubahan nilai IRR terhadap penurunan kapasitas produksi
Grafik perubahan nilai net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi
Grafik perubahan nilai PBP terhadap penurunan kapasitas produksi

4
13
24
24
24
25
25
25
26
26
26
27
27
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir tahapan penelitian
33
Diagram alir proses pemurnian CPO (Sari 2013)
34
Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan
35
Diagram alir proses dan kapasitas alat
38
Rincian lengkap biaya investasi
39
Angsuran modal investasi
40
Angsuran modal kerja
40
Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi
41
Rincian biaya produksi
42
Proyeksi laba rugi
44
Rincian perhitungan BEP
45
Proyeksi arus kas
46
Perhitungan kriteria kelayakan investasi
48
Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca
gelap
49
15 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan CPO
49
16 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel penurunan kapasitas produksi
50
17 Perbandingan minuman emulsi minyak sawit dengan produk sejenis yang
ada di pasaran
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elais Guineesis Jacq.) saat ini telah berkembang pesat di Asia
Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit memegang peranan
cukup strategis dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor nonmigas.
Saat ini, Indonesia menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan
menyumbang 49.9% dari total produksi CPO di dunia, megungguli negara lain
seperti Malaysia, Thailand, Colombia dan Nigeria (AALI 2013). Produksi kelapa
sawit Indonesia dalam wujud minyak sawit (CPO) terus meningkat setiap tahun.
Pada tahun 1980 produksi CPO Indonesia hanya sebesar 721.17 ribu ton,
sedangkan tahun 2014 menjadi 29.34 juta ton dan estimasi tahun 2015 menjadi
30.95 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar 11.95% per tahun (Ditjenbun 2014).
Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
adalah kandungan mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang
rendah. Menurut Sumarna (2006) keunikan minyak kelapa sawit dibandingkan
dengan minyak lain adalah kandungan pigmen karotenoid yang tinggi yaitu
sebesar 500-600 ppm dengan kandungan β-karotennya setara dengan 60.000 IU
aktifitas vitamin A. Menurut Ball (2000) β-karoten merupakan karotenoid utama
yang memiliki aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan,
diferensiasi jaringan, reproduksi, serta imunitas. Kandungan β-karoten yang tinggi
pada minyak sawit menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan
sebagai salah satu pangan fungsional sumber provitamin A.
Data WHO (2009) menunjukkan bahwa di Indonesia tingkat prevalensi
serum retinol 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan
Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Artinya, jika NPV = 0, maka proyek akan mendapatkan modalnya kembali
setelah diperhitungkan dengan discount rate yang berlaku. Untuk NPV > 0 proyek
dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV.
Sedangkan apabila nilai NPV < 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak
dilaksanakan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek yang lain yang
lebih menguntungkan (Pramudya 2010).

9

2.

Internal Rate Return
IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam
suatu proyek yang nilainya dinyatakan dalam % per tahun. Suatu proyek yang
layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount
rate.
Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama
dengan nol (Pramudya 2010). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
IRR = �




′−

′′

Dimana :

= NPV bernilai positif
′′
= NPV bernilai negatif
�′
= suku bunga yang membuat NPV positif
� ′′
= suku bunga yang membuat NPV negatif

� ′′ − � ′

Dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai
berikut:
Jika IRR
tingkat suku bunga, maka proyek layak untuk dilaksanakan
Jika IRR
tingkat suku bunga, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai
sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif (Pramudya
2010). Net B/C dirumuskan sebagai berikut:

Net B/C Ratio =


(1+�)

=0 (1+�)

dengan:


n

− >0
− 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial
sehingga dapat dilanjutkan
 Jika nilai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial
sehingga tidak dapat dilanjutkan
 Jika nilai Net B/C =1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak (Husnan
dan Suwarsono 2000)

10

4.

Break Even Point (BEP)
Titik impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi
keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar titik tersebut, kondisi
alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan.
Titik impas disebut juga batas kritis usaha. Maksudnya adalah kapasitas atau
volume produksi yang dapat menghasilkan pemasukan atau pendapatan sekedar
cukup untuk menutupi biaya total (Pramudya 2010). BEP dirumuskan sebagai
berikut:

Qi =


dengan:
Qi
= Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas
FC
= Biaya tetap
P
= Harga jual per unit
VC
= Biaya tidak tetap per unit
5.
Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan jumlah investasi awal (Soeharto 2000). PBP dirumuskan sebagai
berikut:
=
dengan:
n

+

−1



−1

= periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang
terakhir (tahun)
m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn = penerimaan bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dibutuhkan dalam penyusunan analisis proyek apabila
terdapat kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek
dilaksanakan atau kemungkinan terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai
biaya atau manfaat. Dalam melakukan analisis sensitivitas, maka perhitungan
yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau
mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek
umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak unsur
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang
(Pramudya 2010). Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada kondisi
kenaikan harga kemasan botol kaca gelap sebesar 10% dan 20%, kenaikan harga
CPO sebesar 20% dan 30% dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dan
20%.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO)
Penelitian ini diawali dengan proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO)
yang diperoleh dari PT Salim Ivomas Pratama. Karakteristik mutu CPO yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Proses pemurnian bertujuan untuk
menghilangkan pengotor yang berupa komponen larut dan tidak larut dalam
minyak. Komponen yang larut dalam minyak meliputi asam lemak bebas, sterol,
hidrokarbon, mono dan digliserida. Sedangkan komponen yang tidak larut dalam
minyak meliputi lendir atau getah, abu atau mineral (Ketaren 2005). Selain itu,
proses pemurnian juga bertujuan memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan
baku pembuatan minuman emulsi. Secara umum, proses pemurnian CPO terdiri
dari tahap degumming, deasidifikasi/netralisasi, bleaching, deodorisasi dan
fraksinasi. Namun, proses bleaching tidak dilakukan karena proses bleaching
dapat menghilangkan 80% kadar karotenoid dalam CPO (Helena 2003). Fraksi
cair (olein) yang dihasilkan setelah melalui proses proses pemurnian ditampilkan
pada Tabel 1.

Tabel 1Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan
Parameter
Kadar air (%bb)
Kadar asam lemak bebas
(%)
Bilangan Iod (g I2/100 g
minyak)
Bilangan Peroksida (mg/g
ekuivalen O2)
Total karotenoid (ppm)
Keterangan:
* : Hasil pemurnian CPO
** : Tidak dilakukan

CPO
0.25
3.38

Olein*
0.13
0.20

47.070

57.065

1.1605

1.1145

543.69

-**

Terdapat penurunan kadar air pada CPO sebelum dan setelah pemurnian
dari 0.25% menjadi 0.13%. Nilai kadar air CPO masih berada dalam rentang SNI
01-2901-2006 (BSN 2006) mengenai CPO (0.5 max) dan nilai kadar air olein
masih berada dalam rentang SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) mengenai RBD Palm
Olein (0.1 max). Penurunan kadar air disebabkan karena perlakuan panas selama
proses pemurnian yang menyebabkan sebagian air mengalami evaporasi.
Keberhasilan suatu proses pemurnian CPO dinilai berdasarkan penurunan
kadar asam lemak bebas (ALB). Keberadaan asam lemak bebas dapat menjadi
indikator awal penyebab kerusakan CPO akibat proses hidrolisis. Kenaikan asam
lemak bebas dapat mempermudah oksidasi berantai yang membentuk senyawa
peroksida, aldehida, dan keton yang menyebabkan bau tengik dan pencoklatan
minyak sehingga komponen ini harus dihilangkan (Pramesti 2014). Proses

12

pemurnian yang dilakukan berhasil menurunkan kadar asam lemak bebas dari
3.38% menjadi 0.20% atau sebesar 94%. Dengan demikian dapat dikatakan proses
pemurnian yang dilakukan telah berhasil menurunkan sebagian besar asam lemak
bebas yang ada pada CPO.
Bilangan peroksida adalah salah satu indikator yang banyak digunakan
untuk menentukan kualitas minyak. Keberadaan senyawa peroksida digunakan
sebagai indikator terjadinya oksidasi pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Produk oksidasi
primer minyak dan lemak adalah hidroperoksida dimana ketika senyawa tersebut
mulai pecah akan menghasilkan senyawa off-flavour sehingga menurunkan
kualitas dan stabilitas minyak (Scrimgeour 2005). Bilangan peroksida minyak
sawit mentah (sebelum pemurnian) dan fraksi olein (setelah pemurnian)
mengalami penurunan dari 1.1605 mg/g ekivalen O2 menjadi 1.1145 mg/g
ekivalen O2. Hal tersebut merupakan indikator peningkatan kualitas dan stabilitas
minyak sekaligus keberhasilan proses pemurnian.
Bilangan iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
menyusun minyak, dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang digunakan untuk
mengadisi ikatan rangkap yang terdapat dalam 100 gram minyak (Faridah et al.
2014). Hasil analisis bilangan iod menunjukkan bahwa nilai bilangan iod minyak
sawit sebelum pemurnian adalah 47.07 (gI2/100 g minyak). Sedangkan, nilai
bilangan iod sesudah proses pemurnian adalah 57.07 (gI2/100 g minyak). Menurut
SNI olein minyak sawit/SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) persyaratan bilangan iod
pada olein minyak sawit adalah minimal 56 gI2/100 g minyak. Hal ini berarti nilai
bilangan iod dari olein minyak sawit hasil pemurnian sudah sesuai SNI. Semakin
tinggi bilangan iod menunjukkan semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat
dalam minyak. Menurut Kusnandar (2010) semakin banyak jumlah ikatan rangkap
menunjukkan minyak semakin mudah terdegradasi sehingga menurunkan
stabilitasnya.
Pengukuran total karotenoid dilakukan terhadap CPO sebelum pemurnian.
Didapatkan hasil bahwa kandungan total karotenoid pada CPO adalah sebesar
543.69 ppm. Kandungan karotenoid CPO sudah sesuai dengan penelitian Sumarna
(2006) bahwa kadar karotenoid pada CPO berkisar antara 500-600 ppm. Bahan
baku utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah fraksi cair (olein) dari
CPO karena karotenoid lebih banyak terkandung pada fraksi cair (olein) (680-760
ppm) dibandingkan fraksi padat (stearin) (380-540 ppm) (Lai et al. 2012).
Selanjutnya, fraksi olein yang diperoleh dari pemurnian CPO digunakan sebagai
bahan baku pembuatan minuman emulsi.

Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit
Emulsi merupakan sistem seimbang antara dua atau lebih fase yang tidak
tercampur dan salah satu fase terdispersi terhadap fase yang lain. Fase yang
tersdispersi disebut sebagai fase internal atau fase diskontinu dan fase yang
lainnya disebut sebagai fase pendispersi atau fase kontinu (Mao dan Mc Clements
2011). Terdapat dua tipe fase di dalam suatu sistem emulsi yaitu fase lipofilik dan
fase hidrofilik. Untuk membentuk suatu sistem emulsi, dibutuhkan emulsifier
yang memiliki gugus lipofilik dan gugus hidrofilik sekaligus sehingga memiliki

13

kemampuan untuk mengikat kedua fase tersebut. Emulsifier yang digunakan
untuk minuman emulsi pada penelitian ini adalah tween 80. Tween 80 merupakan
emulsifier dengan nilai HLB 15 dan memiliki rentang nilai viskositas antara 400620 cp dengan titik leleh 25℃ (Dawson et al 1986). Emulsifier yang sesuai
digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w) memiliki rentang nilai
HLB 15-17 (Mc Clements 2005). Dengan demikian, emulsifier tween 80 sesuai
digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w). Selain itu, penggunaan
emulsifier tween 80 juga didasarkan pada penelitian Surfiana (2002) bahwa tween
80 mampu memberikan kestabilan emulsi lebih dari 30 hari dan penggunaan rasio
minyak yang cukup tinggi terhadap air (7:3) sehingga produk emulsi yang
dihasilkan memiliki kandungan β-karoten yang tinggi. Selain itu, tween 80
bersifat non toksik dan tidak mempengaruhi konsistensi atau viskositas dari
produk. Hasil analisis minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Minuman emulsi yang dihasilkan memiliki warna orange kekuningan dengan
kekentalan sedang. Gambar produk minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat
pada Gambar 2.
Tabel 2 Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit
Parameter
Stabilitas Emulsi (%)
Viskositas (cp)
Warna –L*
a
b
ºHue
Kadar Air (%bb)
Kadar β-karoten (ppm)

Minuman Emulsi Minyak Sawit
99.56 ± 0.16
660 ± 0.00
69.76 ± 0.29
+13.08 ± 0.51
+79.66 ± 1.24
42.76
31.15 ± 0.30
399.07 ± 14.68

Gambar 2 Minuman emulsi minyak sawit

14

Stabilitas emulsi mengacu pada kemampuan suatu emulsi untuk menahan
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu, dimana semakin stabil suatu emulsi
akan semakin lambat perubahan yang terjadi (McClements 2005). Analisis
kestabilan minuman emulsi dilakukan dengan metode pemanasan dan sentrifugasi.
Dilakukan pengukuran terhadap persen emulsi yang masih terbentuk setelah
pemanasan suhu 80℃ selama 30 menit dan sentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm
selama 10 menit. Hasil uji kestabilan emulsi terhadap sampel menghasilkan ratarata sebesar 99.56%. Suatu emulsi dengan nilai stabilitas diatas 95% dapat
dikatakan stabil dan dapat tahan hingga kurun waktu satu tahun (Nilloud dan
Mestres 2000)
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik
dengan tekanan maupun tegangan. Semakin besar nilai viskositas suatu fluida,
maka pergerakan fluida akan semakin kecil. Pengukuran viskositas sampel
minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan instrumen Brookfield
Viscometer. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa viskositas minuman
emulsi adalah 660 cp. Nilai ini mendekati rentang nilai viskositas emulsifier yang
digunakan (tween 80) sebesar 400-620 (Neugebauer 1990). Kenaikan nilai
viskositas dari viskositas emulsifier disebabkan oleh penambahan bahan-bahan
lain yang digunakan untuk minuman emulsi minyak sawit
Pengukuran warna terhadap sampel minuman emulsi dilakukan dengan
menggunakan instrumen Chromameter yang dinyatakan dalam notasi Hunter
L*,a,b. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter warna, didapatkan nilai
notasi Hunter L*,a,b untuk sampel minuman emulsi minyak sawit ialah sebesar
(69.76; +13.08; +79.66) dengan nilai ºHue sebesar 42.76 yang diinterpretasikan
sebagai warna orange. Warna orange dari minuman emulsi disebabkan oleh
pigmen karotenoid yang terkandung di dalam olein minyak sawit (Best 2009).
Air merupakan komponen penting dalam pangan, yang dapat berwujud
dalam berbagai bentuk dan jumlah yang berbeda. Air dapat berfungsi sebagai
medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk pangan, sebagai fase
terdispersi dalam produk emulsi, atau sebagai komponen minor dalam
bahan/produk pangan kering. Air dalam pangan berperan dalam mempengaruhi
tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan, dan kemudahan terjadinya reaksi-reaksi
kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Kadar air
adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan
berat basah maupun berat kering. Pengukuran kadar air pada sampel minuman
emulsi dilakukan dengan metode oven kering (AOAC 2012). Berdasarkan hasil
analisis, didapatkan bahwa rata-rata kadar air minuman emulsi minyak sawit
adalah 31.15%. Hal ini mendekati komposisi air yang ada pada minuman emulsi
yaitu 30%. Komponen dalam minuman emulsi yang dapat meningkatkan kadar air
bahan adalah komponen yang mengandung air seperti HFS dan flavor.
β-karoten merupakan senyawa dari kelompok karotenoid yang diketahui
memiliki fungsi sebagai provitamin A. Aktivitas provitamin A pada β-karoten
berfungsi untuk penglihatan yaitu menanggulangi kebutaan karena xerophtalmia,
mencegah timbulnya penyakit kanker dan proses penuaan dini serta imunitas.
Namun, β-karoten mudah terdegradasi oleh proses pengolahan dan penyimpanan
seperti mudah rusak pada suhu tinggi, mudah terdegradasi oleh efek kimia
(oksigen dan bahan pengoksida dan cahaya (Mao et al. 2009 ; Yuan et al. 2008). β
-karoten sebagai provitamin A mempunyai aktivitas yang paling tinggi

15

dibandingkan komponen karotenoid lain yaitu �-karoten, �-karoten maupun βzeakaroten (Linder 1989). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa rata-rata
kadar β-karoten minuman emulsi minyak sawit adalah 399.07 ppm. Kandungan β
-karoten tersebut lebih tinggi dari penelitian Surfiana (2002) yaitu sebesar 310.87
ppm dan Ruhiyatman (2009) sebesar 325.79 ppm. Angka kecukupan gizi vitamin
A untuk anak usia 1-3 tahun adalah 350 RE, pria dewasa 600 RE dan wanita
dewasa 500 RE (Depkes RI 1992). Berdasarkan cara perhitungan menurut
Ruhiyatman (2013), minuman emulsi minyak sawit pada penelitian ini per
takaran saji (5g) dapat mencukupi kebutuhan vitamin A per AKG untuk anak usia
1-3 tahun sebesar 95.01%, pria dewasa sebesar 55.42% dan wanita dewasa
sebesar 66.51%.

Analisis Teknoekonomi
Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek teknis dan teknologis terdiri dari spesifikasi bahan baku, penentuan
kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses serta mesin, peralatan dan
kemasan.
a. Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak
sawit adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil). Spesifikasi CPO merujuk
pada SNI 01-2901-2006 pada Tabel 3.

Tabel 3 SNI 01-2901-2006
Kriteria uji
Warna
Kadar air (%)
Asam lemak bebas (%)
Bilangan iod (g yodium/100 g)

Persyaratan mutu
Jingga kemerah-merahan
0.5 maks
0.5 maks
50-55

Selanjutnya, akan dilakukan proses pemurnian (refining) terhadap CPO
yang meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi dan fraksinasi. Fraksi
olein hasil fraksinasi selanjutnya akan menjadi bahan pembuatan minuman emulsi
minyak sawit.
b. Penentuan kapasitas produksi
Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar,
bahan baku dan kemampuan investasi (Sari 2013). Sedangkan menurut Sutojo
(2000), kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian
berbagai macam komponen evaluasi yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di
masa mendatang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan
pengadaan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja serta tersedianya mesin
dan peralatan di pasar sesuai teknologi yang diterapkan. Produk minuman emulsi
minyak sawit merupakan produk yang tergolong baru di pasar. Sehingga,

16

ditetapkan kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit dalam penelitian ini
adalah 1 ton CPO/hari atau 300 ton CPO/tahun.
c. Pemilihan teknologi proses
Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari dua tahap yaitu
tahap pemurnian CPO dan pembuatan minuman emulsi dari fraksi olein minyak
sawit. Proses pemurnian CPO umumnya terdiri dari tahap degumming,
deasidifikasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan proses bleaching karena sekitar 80% kadar
karotenoid dalam CPO akan hilang selama proses bleaching (Helena 2003).
Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri
dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam
lemak bebas dalam minyak. Dari proses degumming akan diperoleh minyak sawit
yang berwarna merah, lebih homogen dan tidak ada lagi endapan (Ketaren 2005).
Proses degumming pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam
fosfat 85% sebanyak 0.15% dari bobot CPO beserta pengadukan secara perlahan
dan pemanasan pada suhu 80℃ selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah proses
netralisasi atau deasidifikasi. Netralisasi bertujuan memisahkan senyawa-senyawa
terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan hidrokarbon. Pada dasarnya
netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (Winarno 2008). Pada penelitian ini, proses
netralisasi dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH pada
suhu 59±2℃ selama 25 menit sehingga membentuk sabun (Widarta 2008). Sabun
yang terbentuk akan membantu pemisahan kotoran dengan cara membentuk
emulsi. Sabun dan emulsi dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spinner.
Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan tinggi untuk pemisahan fase berat dan
ringan berdasarkan densitas (Ketaren 2005).
Proses berikutnya adalah deodorisasi. Tujuan dari tahap ini adalah
menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari
proses deodorisasi ini yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan
atmosfer atau keadaan vakum (Winarno 2008). Proses deodorisasi dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Riyadi (2009) yang dilakukan
dengan homogenisasi minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu
46±2℃. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu 140℃ selama 1 jam dalam
kondisi vakum dengan laju alir N2 20 L per jam. Selanjutnya, minyak sawit
didinginkan pada kondisi vakum pada suhu 70℃. Selanjutnya dilakukan proses
fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat
(stearin). Proses fraksinasi dilakukan sesuai dengan metode Widarta (2008) yang
didahului dengan pemanasan sampel sampai dengan suhu 70℃. Kemudian,
dilakukan penurunan suhu secara bertahap 5℃ per 60 menit sampai dengan suhu
20℃. Terakhir, tahap separasi dilakukan menggunakan membran filter press.
Fraksi padat (stearin) akan tertahan pada membran filter press. Sedangkan, fraksi
cair (olein) akan mengalir melalui pipa. Selanjutnya, fraksi cair (olein) akan
digunakan sebagai bahan pembuatan minuman emulsi.

17

Menurut Sari (2013), proses pemurnian CPO akan menghasilkan fraksi
olein sebesar 72.40% dan stearin 23.10%. Selain itu, menurut Lai et al. (2012)
fraksinasi minyak sawit akan menghasilkan frak