Recovery Protein Air Perebusan Pindang Menggunakan Membran Ultrafiltrasi

RECOVERY PROTEIN AIR PEREBUSAN PINDANG
MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI

IRFAN SETIA TANJUNG

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Recovery Protein Air
Perebusan Pindang Menggunakan Membran Ultrafiltrasi” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Irfan Setia Tanjung
NIM C34110029

ABSTRAK
IRFAN SETIA TANJUNG. Recovery Protein Air Perebusan Pindang
Menggunakan Membran Ultrafiltrasi. Dibimbing oleh UJU dan BAMBANG
RIYANTO.
Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan dan
penggaraman. Perebusan dalam larutan garam menyebabkan terlarutnya protein ke
dalam air perebusan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh
penggunaan membran ultrafiltrasi dalam mereduksi kandungan protein dalam air
perebusan pindang serta menguji kualitas protein dan permeat hasil ultrafiltrasi.
Metode penelitian meliputi: 1) karakterisasi air perebusan pindang, 2) karakterisasi
membran ultrafiltrasi, 3) pengkonsentrasian protein menggunakan membran
ultrafiltrasi, 4) analisis permeat dan retentat. Pengkonsentrasian air perebusan
pindang menggunakan membran ultrafiltrasi 0,05 µm dapat meningkatkan

konsentrasi protein 46,75%. Fluks mengalami penurunan dari 6,58 L/m2jam pada
awal pengkonsentrasian menjadi 2,71 L/m2jam pada menit ke-40. Koefisien rejeksi
selama pengkonsentrasian mengalami peningkatan dari 41,2% pada awal
pengkonsentrasian menjadi 55,07% pada menit ke-40. Nilai penurunan parameter
COD, TSS, kekeruhan, protein, dan lemak lebih tinggi dibandingkan penurunan
TDS, salinitas, dan pH. Berat molekul protein yang dominan pada konsentrat
protein air perebusan pindang adalah 33,45 kDa.
Kata kunci: Konsentrat protein, pindang, ultrafiltrasi.

ABSTRACT
IRFAN SETIA TANJUNG. Recovery Protein Pindang Boiling Water Using
Ultrafiltration Membrane. Supervised by UJU and BAMBANG RIYANTO.
Pindang is processed fish by combination of boiling and salting. Boiling in
salt solution causes protein dissolved. The research objectives were to determine
the effect of the use of ultrafiltration membranes in reducing the protein content in
the pindang boiling water and examined the quality of protein and ultrafiltration
permeate results. Research methods include: 1) characterization of pindang boiling
water, 2) characterization of ultrafiltration membranes, 3) concentration of protein
using ultrafiltration membrane, 4) analysis of the permeate and retentate. The
concentrating of pindang boiling water using 0.05 μm ultrafiltration membrane

increased 46.75% of protein. Flux decreased from 6.58 L/m2h at the beginning of
the concentration to 2.71 L/m2h at 40th minute. Rejection coefficient increased from
41.2% at the beginning of the concentrating to 55.07% at 40th minute. The value of
the parameters COD, TSS, turbidity, proteins, and fat is higher decrease than the
reduction in TDS, salinity, and pH. The dominant molecular weight of protein in
protein concentrate of pindang boiling water is 33.45 kDa.
Keywords: pindang, protein concentrate, ultrafiltration

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

RECOVERY PROTEIN AIR PEREBUSAN PINDANG
MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI


IRFAN SETIA TANJUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat serta kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Recovery Protein Air Perebusan Pindang Menggunakan Membran
Ultrafiltrasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr Eng Uju, SPi MSi dan Bambang Riyanto, SPi MSi selaku dosen pembimbing,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
2 Dr Tati Nurhayati, SPi MSi sebagai dosen penguji dan Dr Ir Iriani Setyaningsih,
MS sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan, yang telah memberikan
masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Orang tua (Bapak Setyo Sudarmo dan Ibu Fatonah) dan keluarga tercinta yang
tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan kepada penulis.
5 UKM Cindy Group terutama Bapak Solikhin atas izinnya menggunakan air
perebusan pindang.
6 Gendon, Arief, Bili, Idan, Imam, Jati, Najib, Nisa, Rudi, Tendy, Toweng, Zeni,
Lina, Azah, Boreg, Reza, Fitria dan Azis atas bantuan dan kebersamaannya.
7 Seluruh rakyat Indonesia terutama Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi atas beasiswa Bidik Misi yang penulis terima.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini memiliki banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Januari 2016

Irfan Setia Tanjung

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................................
Prosedur Penelitian ................................................................................
Prosedur Analisis ...................................................................................

Analisis Data ..........................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Air Perebusan Pindang .....................................................
Karakteristik Membran Ultrafiltrasi ......................................................
Pengkonsentrasian Protein Air Perebusan Pindang ...............................
Karakteristik Permeat .............................................................................
Analisis Berat Molekul Protein ..............................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................
Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN ..................................................................................................

xv
xv
xvi
1
2
2
3

3
3
3
6
9
9
11
12
14
17
18
18
18
23

DAFTAR TABEL
1
2

Karakteristik air perebusan pindang ....................................................... 10

Karakteristik permeat hasil ultrafiltrasi ................................................... 15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir prosedur penelitian .............................................................
Skema pengkonsentrasian .......................................................................
Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks ............................
Tahanan membran internal ......................................................................
Pengaruh faktor konsentrasi terhadap konsentrasi protein dan fluks ......
Koefisien rejeksi protein selama pengkonsentrasian ..............................
Perbandingan umpan dan permeat setiap waktu .....................................
Hasil elektroforegram SDS-PAGE air perebusan pindang .....................


4
6
11
12
13
14
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Susunan membran ultrafiltrasi untuk pengkonsentrasian ......................
Data hubungan antara tekanan transmembran dan fluks dengan
menggunakan air distilasi sebagai umpan .............................................
3 Data hubungan faktor konsentrasi terhadap fluks .................................
4 Data hubungan faktor konsentrasi terhadap protein retentat .................
5 Data analisis protein metode Bradford (1976) ......................................

6 Data analisis kualitas air ........................................................................
7 Data analisis kandungan lemak .............................................................
8 Komposisi bahan untuk membuat gel pemisah dan gel penahan ..........
9 Komposisi bahan untuk membuat larutan pewarnaan silver .................
10 Data analisis berat molekul protein .......................................................

25
25
25
26
26
27
27
27
28
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pindang ikan dihasilkan dengan cara kombinasi perebusan dan
penggaraman. Pindang menempati urutan kedua volume produksi olahan hasil
perikanan setelah ikan kering/asin dengan total produksi mencapai 101.205 ton
pada tahun 2012 (KKP 2013). Pengolahannya sederhana, disukai hampir semua
kalangan masyarakat, dan harganya yang terjangkau, menjadi faktor permintaan
yang tinggi terhadap pindang. Pemindangan dilakukan dengan cara ikan ditaburi
garam, disusun di atas keranjang atau rak bambu. Keranjang berisi ikan kemudian
dicelupkan ke dalam air garam untuk direbus selama ±60 menit (BSN 2009).
Besarnya volume produksi pindang diikuti pula oleh besarnya volume air perebusan
yang dihasilkan dari pemindangan. Sebanyak 500 liter air perebusan pindang
diperkirakan dapat dihasilkan pada produksi satu ton pindang.
Perebusan dalam larutan garam memungkinkan terlarutnya protein ke
dalam air perebusan sehingga mengurangi kandungan protein dalam bahan.
Niamnuy et al. (2008) melaporkan bahwa perebusan dalam larutan garam dapat
mengakibatkan terlarutnya protein udang segar ke dalam air perebusan. Konsentrasi
protein udang yang larut ke dalam air perebusan berbanding lurus dengan kadar
garam dan waktu perebusan, pada kondisi kadar garam rendah (0-4%). Besarnya
penurunan jumlah protein yang terlarut akibat perebusan dalam larutan garam 4%
dapat mencapai 66% dari total protein pada udang. Panas adalah agen fisik yang
paling umum mampu mendenaturasi protein. Damodaran dan Paraf (1997)
menjelaskan bahwa perlakuan panas pada protein globular dalam air atau pelarut
meningkatkan gerak termal, yang menyebabkan pecahnya ikatan antarmolekul dan
intramolekul struktur protein. Hal ini menyebabkan kerusakan kedua konfigurasi
sekunder dan tersier. Panas menyebabkan sebagian protein larut dan ikut hilang
bersama air yang keluar dari daging.
Air perebusan pindang selama ini merupakan hasil samping pemindangan
yang belum banyak dimanfaatkan. Sebagian besar unit pengolahan pindang
membuang air perebusan pindang tanpa ada proses pengolahan ulang sehingga
berpotensi mencemari lingkungan. Oktavia et al. (2012) menyatakan bahwa
pembuangan bahan organik ke perairan dapat meningkatkan kadar Chemical
Oxygen Demand (COD). Pemanfaatan air perebusan pindang yang telah dilakukan
adalah sebagai bahan baku pembuatan petis ikan. Menurut Fitriyani et al. (2013)
petis ikan diperoleh dari air perebusan pindang ditambah beberapa bahan lain
kemudian dikentalkan dengan cara dipanaskan sehingga kadar airnya berkurang
dan viskositasnya menjadi tinggi. Pengurangan kadar air dengan pemanasan
memerlukan energi besar karena menguapkan sejumlah air dan dapat menyebabkan
kerusakan pada komponen gizinya.
Metode pemisahan dan pengkonsentrasian telah banyak dilakukan
diantaranya menggunakan penjerapan (adsorpsi) (Shukoor et al. 2007),
pengendapan (presipitasi) (Kurinomaru et al. 2014), penguapan (evaporasi)
(Schuck et al. 2015), dan penyaringan (filtrasi) (Uju et al. 2009, Benhabiles et al.
2013). Diantara metode tersebut, ultrafiltrasi memiliki keunggulan karena tidak
memerlukan banyak garam dan buffer, dapat berjalan terus-menerus, dan

2

menghilangkan komponen pengotor (Kumar dan Lawler 2014). Proses membran
menjaga kualitas senyawa terkonsentrasi misal protein dibandingkan dengan proses
panas atau proses kimia karena dapat dilakukan pada suhu ruang (Dumay et al.
2008). Schuck et al. (2015) melaporkan bahwa untuk memisahkan 1 kg air pada
susu menggunakan evaporasi memerlukan energi 418 kJ. Masse et al. (2011)
melaporkan bahwa untuk memisahkan air pada proses pretreatment desalinasi air
laut menggunakan membran ultrafiltrasi membutuhkan energi sebesar 0,5 kJ untuk
setiap 1 kg air yang dipisahkan. Pengkonsentrasian menggunakan membran tidak
mengakibatkan perubahan fase bahan seperti yang terjadi pada evaporasi sehingga
membutuhkan energi yang lebih sedikit. Berdasarkan penjelasan di atas
penggunaan membran dalam pemisahan dan pengkonsentrasian protein dapat
menghemat penggunaan energi dan bahan kimia.
Teknologi membran telah banyak diaplikasikan untuk pemisahan protein
dalam suatu larutan. Menurut Guo et al. (2009) aplikasi membran ultrafiltrasi untuk
mengolah air limbah dapat diterima secara luas karena secara konsisten
menghasilkan kualitas air buangan lebih baik dan mengembalikan komponen yang
masih berharga untuk daur ulang maupun dijual. Benhabiles et al. (2013)
melaporkan bahwa membran ultrafiltrasi berbahan keramik dengan ukuran pori
0,05 μm dapat memisahkan protein hasil proses deproteinisasi pembuatan kitin
yang mencapai 97%. Gringer et al. (2015) melaporkan bahwa membran ultrafiltrasi
dengan rata-rata ukuran pori 0,04 µm berhasil mereduksi kandungan protein pada
marinade hingga 76%. Proses membran memungkinkan pemisahan berdasarkan
ukuran partikel zat sehingga lebih selektif.
Recovery dapat diartikan sebagai proses pemulihan kembali bahan yang
tidak dimanfaatkan menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan. Pengolahan air
perebusan pindang menggunakan membran ultrafiltrasi diharapkan dapat
memisahkan protein dengan sedikit kerusakan. Penggunaan membran ultrafiltrasi
dapat menjadikan air perebusan pindang yang sebagian besar dibuang menjadi
konsentrat air perebusan pindang untuk pembuatan petis ikan. Proses tersebut juga
akan menghasilkan air garam yang dapat digunakan kembali untuk perebusan
pindang karena membran ultrafiltrasi masih meloloskan garam (Cheryan 1998).
Penelitian recovery protein air perebusan pindang menggunakan membran
ultrafiltrasi menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penggunaan membran
ultrafiltrasi dalam mereduksi kandungan protein dalam air perebusan pindang,
menguji kualitas protein dan permeat hasil ultrafiltrasi.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah penyediaan cara pengolahan air perebusan
pindang menggunakan membran ultrafiltrasi. Konsentrat air perebusan pindang
dapat dimanfaatkan untuk bahan baku petis ikan, sedangkan air hasil pengolahan
dapat digunakan untuk pemindangan kembali.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi karakterisasi air perebusan pindang,
karakterisasi membran ultrafiltrasi, pengkonsentrasian protein menggunakan
membran ultrafiltrasi, dan analisis permeat dan retentat.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan April sampai Agustus
2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Limbah, Laboratorium Bioteknologi II
Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Laboratorium Nutrisi
Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan merupakan air yang telah digunakan untuk merebus
500 kg ikan salem dan 300 kg ikan tongkol selama 1 hari atau 6 jam produksi. Air
yang digunakan untuk merebus adalah larutan garam yang terdiri dari air bersih
±400 L ditambahkan 50 kg garam CaCl. Sampel diperoleh dari UKM Cindy Grup,
Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis protein antara lain Comassie
Briliant Blue G-250 (SIGMA), asam fosfat 85%, etanol 95%, dan Bovine Serum
Albumin (BSA) (SIGMA). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air
antara lain H2SO4.Ag2SO4, dan digestion solution. Bahan untuk analisis lemak
diantaranya klorometanol dan MgCl2. Bahan-bahan untuk analisis berat molekul
protein antara lain marker Spectra Multicolor Broad Range Protein Ladder dari
Thermo Scientific, buffer sampel, pewarna silver staining, larutan fiksasi, etanol
20%, Na2CO3, Na2S2O3, AgNO3 Merck, larutan developing gel, dan stop solution.
Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran
ultrafiltrasi berbahan polipropilen dengan rata-rata ukuran pori 0,05 μm dengan luas
permukaan membran 1,8 m2 dan pompa Deng Yuan KJ-2600. Alat-alat yang
digunakan untuk analisis uji kualitas air adalah COD reaktor, pH meter Thermo
Scientific ORION 3 STAR, multimeter HACH Sension5, turbidimeter HACH
2100Q, dan spectrophotometer HACH DR/2000. Analisis konsentrasi protein total
menggunakan alat UV-Vis RS Spectrophotometer UV-2500 dari Labomed. Analisis
berat molekul protein menggunakan alat TOMY MRX-152 High Speed Refrigerated
Micro Centrifuge dan Hoefer Scientific Instruments PS 500XT DC Power Supply.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi beberapa tahapan. Tahapan yang dilakukan
adalah pengambilan sampel dan karakterisasi air perebusan pindang, karakterisasi

4

membran, pengkonsentrasian protein menggunakan membran ultrafiltrasi, analisis
retentat (fraksi yang tidak lolos membran) dan permeat (fraksi yang lolos melewati
membran). Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Air perebusan pindang
Membran ultrafiltrasi
Pengambilan sampel

Analisis COD, TDS, TSS,
kekeruhan, salinitas, pH,
konsentrasi protein, lemak, berat
molekul protein

Karakterisasi permeabilitas dan
tahanan internal membran

Pengkonsentrasian protein
menggunakan membran
ultrafiltrasi

Permeat

Retentat

Analisis COD, TDS, TSS,
kekeruhan, salinitas, pH,
konsentrasi protein, lemak, berat
molekul protein

Analisis konsentrasi protein,
lemak, dan berat molekul protein

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Pengambilan Sampel dan Karakterisasi Air Perebusan Pindang
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 20 L air perebusan
pindang pada wadah pemasakan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless steel)
berukuran 1,6 x 0,8 x 0,4 m. Sampling dilakukan ketika proses produksi telah
selesai dan dalam kondisi masih mendidih sehingga air perebusan pindang
homogen. Sampel ditransportasikan dalam kondisi hangat ke laboratorium
menggunakan wadah plastik selama 1 jam. Sampel disimpan di dalam freezer pada
suhu -18°C setelah suhunya mencapai suhu ruang. Parameter uji yang digunakan
dalam karakterisasi air perebusan pindang meliputi kekeruhan, pH, Total Dissolved
Solids (TDS), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids (TSS),
salinitas, konsentrasi protein, lemak, dan berat molekul protein.

5

Karakterisasi Membran Ultrafiltrasi (Uju et al. 2009 dengan modifikasi)
Karakterisasi membran yang dilakukan mengacu pada Uju et al. (2009)
dengan modifikasi pada tekanan transmembran yang digunakan. Karakteristik
membran ultrafiltrasi yang perlu diketahui adalah permeabilitas dan tahanan
membran internal. Karakterisasi membran dilakukan untuk mengetahui kondisi
ideal membran untuk proses filtrasi. Permeabilitas membran dan tahanan membran
internal diukur menggunakan air destilasi sebagai umpan pada suhu 30°C.
Pengukuran fluks dilakukan pada tekanan transmembran 0,1 - 0,7 Bar.
Nilai permeabilitas membran (K) ditentukan dengan cara menghitung
gradien plot grafik antara nilai fluks (Jw) sebagai sumbu Y dan tekanan
transmembran (ΔP) sebagai sumbu X. Penentuan nilai tahanan membran internal
(Rm) dilakukan dengan cara membuat plot grafik nilai 1/Jw sebagai sumbu Y dan
1/ΔP sebagai sumbu X. Nilai tahanan membran internal diperoleh dengan cara
menghitung gradien pada persamaan garis dari nilai plot 1/Jw dan 1/ΔP.
Pengkonsentrasian Protein Air Perebusan Pindang (Benhabiles et al. 2013
dengan modifikasi)
Pengkonsentrasian protein mengacu pada Benhabiles et al. (2013) dengan
modifikasi pada tekanan transmembran yang digunakan. Pengkonsentrasian
menggunakan membran ultrafiltrasi berbahan polipropilen dengan rata-rata ukuran
pori 0,05 μm. Hasil proses pada pengkonsentrasian terdiri dari dua fraksi, yaitu
fraksi yang dapat melewati pori-pori membran yang disebut permeat dan fraksi
yang tidak dapat melewati pori disebut retentat. Tahapan kegiatan yang dilakukan
meliputi pemasukan 5 L air perebusan pindang ke dalam tangki umpan yang
dilengkapi skala. Air perebusan pindang dialirkan menuju membran menggunakan
pompa. Pengkonsentrasian dilakukan pada tekanan transmembran 0,5 Bar dan suhu
30°C. Pengkonsentrasian berhenti ketika volume retentat mencapai 800 mL atau
pada faktor konsentrasi 6,25. Permeat ditampung ke dalam wadah penampung
sedangkan aliran retentat dialirkan ke tangki umpan. Pengkonsentrasian
mengakibatkan konsentrasi pada tangki umpan akan semakin meningkat karena
semakin banyak air yang dikeluarkan. Skema pengkonsentrasian dapat dilihat pada
Gambar 2.
Permeat hasil proses ultrafiltrasi diambil secukupnya setiap 10 menit sekali
untuk analisis kekeruhan, pH, TDS, COD, TSS, salinitas, konsentrasi protein, dan
lemak. Retentat diambil setiap 10 menit untuk diuji konsentrasi protein, lemak, dan
berat molekul proteinnya. Parameter kinerja membran yang diukur selama
pengkonsentrasian adalah faktor konsentrasi (Krijgsman 1992), fluks (Cheryan
1998), dan koefisien rejeksi (Benhabiles et al. 2013).
Pembilasan membran dilakukan setiap proses filtrasi selesai menggunakan
air bersih dengan aliran terbalik (backwash). Air bersih dialirkan berlawanan
melalui lubang permeat agar partikel yang menumpuk pada permukaan membran
terlepas. Membran dicuci dengan cara mengalirkan larutan pembersih yang
mengandung sabun pencuci dengan konsentrasi 5% dengan aliran terbalik
(backwash) selama 30 menit. Pembilasan menggunakan air bersih dilakukan
kembali setelah pencucian. Fluks membran diuji kembali menggunakan air destilasi
hingga mencapai fluks semula. Jika belum mencapai fluks semula maka dilakukan
proses pencucian kembali.

6

5
1

3
3

2
4
6

Gambar 2 Skema pengkonsentrasian. Keterangan: (1) Tangki umpan/retentat, (2)
pompa, (3) pressure gauge, (4) membran ultrafiltrasi, (5) valve, dan (6)
tangki permeat

Prosedur Analisis
Prosedur analisis meliputi analisis kualitas permeat, retentat, dan kinerja
membran. Analisis kualitas permeat meliputi analisis COD, TSS, TDS, pH,
salinitas, kekeruhan, lemak, protein, dan berat molekul protein. Analisis retentat
hanya meliputi analisis lemak, protein, dan berat molekul protein. Analisis kinerja
membran meliputi pengukuran fluks, faktor konsentrasi, dan koefisien rejeksi.
Analisis Chemical Oxygen Demand (APHA 2012)
Analisis COD dilakukan menggunakan metode dikromat refluks-tertutup.
Sampel sebanyak 1 mL diencerkan sebanyak 100 kali dengan menambahkan
akuades hingga volume 100 mL. Sampel kemudian dikocok agar homogen. Sampel
sebanyak 2,5 mL yang telah diencerkan ditambah dengan 1,5 mL larutan pencerna
dan 3,5 mL Ag2SO4.H2SO4. Sampel selanjutnya dihomogenkan selama 1 menit
menggunakan vorteks dan direfluks pada suhu 150°C selama 2 jam. Sampel yang
telah dingin dihitung absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Konversi
nilai absorbansi menjadi nilai COD didapat melalui persamaan regresi kurva
standar.
Analisis Total Suspended Solids (APHA 2012)
Pengukuran TSS dilakukan dengan menyaring cairan air perebusan pindang
menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya. Kertas saring
dipasang pada pompa vakum untuk memudahkan proses penyaringan. Kertas saring
dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades 10 mL sebelum digunakan untuk
menyaring sampel. Sampel sebanyak 20 mL disaring menggunakan pompa vakum,
dilanjutkan pembilasan dengan akuades 10 mL sebanyak 3 kali. Kertas saring
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105°C selama 1 jam dan didinginkan

7

dengan desikator selama 30 menit. Penghitungan TSS dilakukan dengan membagi
selisih berat kertas saring awal dan akhir (mg) dengan jumlah sampel awal (L).
Analisis Total Dissolved Solids (TDS)
Pengukuran TDS dilakukan menggunakan alat multimeter (HACH
Sension5). Elektroda multimeter dibilas terlebih dahulu dengan akuades dan
dikeringkan menggunakan tisu. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda
multimeter dicelupkan ke dalam larutan sampel. Angka yang tertera pada layar
digital dicatat dan elektroda multimeter dibilas setelah digunakan.
Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran nilai keasaman (pH) dilakukan menggunakan pH meter
(ORION 3 STAR). Elektroda pH meter dibilas terlebih dahulu dengan akuades dan
dikeringkan menggunakan tisu. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda pH
meter dicelupkan ke dalam larutan sampel. Angka yang tertera pada layar digital
dicatat dan elektroda pH meter dibilas setelah digunakan.
Pengukuran Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan menggunakan alat multimeter (HACH
Sension5). Elektroda multimeter dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades dan
dikeringkan menggunakan tisu. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda
multimeter dicelupkan ke dalam larutan sampel. Angka yang tertera pada layar
digital dicatat dan elektroda multimeter dibilas setelah digunakan.
Pengukuran Kekeruhan
Kekeruhan diukur menggunakan alat turbidimeter (HACH 2100Q). Sampel
dimasukkan ke dalam kuvet sampai penuh. Sampel dikocok agar homogen dan
bagian luar kuvet dilap menggunakan tisu sebelum dimasukkan ke dalam alat.
Angka yang tertera pada layar digital dicatat dan kuvet dibersihkan.
Pengukuran Fluks (Cheryan 1998)
Fluks didefinisikan sebagai jumlah volume cairan yang berhasil melewati
membran untuk setiap satuan luasan membran dan satuan waktu. Pengukuran fluks
dilakukan setiap 5 menit dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai volume 100 mL. Nilai fluks dihitung dengan menggunakan persamaan:
Fluks L/m2 jam =

jumlah volume permeat
luas membran x waktu

Analisis Koefisien Rejeksi (R0) (Benhabiles et at. 2013)
Koefisien rejeksi (R0) merupakan kemampuan membran dalam menahan
partikel terlarut tertentu. Sampling permeat untuk diuji dilakukan setiap 10 menit.
Parameter koefisien rejeksi menggunakan konsentrasi pada umpan (Cu) dan
konsentrasi permeat (Cp) kemudian dihitung dengan persamaan:
R0 = (1-

Cp
Cu

x

%

8

Pengukuran Faktor Konsentrasi (Krijgsman 1992)
Faktor konsentrasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume awal
umpan (VF) dengan volume retentat (VR). Nilai faktor konsentrasi dihitung dengan
persamaan:
Faktor konsentrasi =

volume umpan
volume retentat

Analisis Protein (Bradford 1976)
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan BSA sebagai standar.
Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan melarutkan 20 mg Comassie
Briliant Blue G-250 ke dalam 10 mL etanol 95% lalu ditambah 20 mL asam fosfat
85%. Jika sudah terlarut sempurna ditambah akuades hingga 1 L dan disaring
menggunakan kertas saring Whatman No. 1 sebelum digunakan. Larutan stok BSA
1000 mg/L diencerkan menjadi konsentrasi 0, 200, 400, 600, 800, dan 1000 mg/L.
Konsentrasi protein diukur dengan cara 0,1 mL larutan standar dan sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 5 mL pereaksi Bradford
dan diinkubasi selama 5-60 menit. Nilai absorbansi diukur menggunakan spectro
UV-Vis RS Spectrophotometer UV-2500 pada panjang gelombang 595 nm. Nilai
absorbansi kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar protein yang
telah ditentukan sehingga diperoleh konsentrasi protein sampel.
Analisis Lemak (Watanabe 1988)
Analisis kadar lemak menggunakan pelarut kloroform dan metanol dengan
perbandingan 2:1. Sampel sebanyak 50 mL dikurangi kadar airnya menjadi 10 mL
menggunakan oven bersuhu 50°C dan diekstrak ke dalam 50 mL pelarut
klorometanol. Sampel yang sudah diekstrak disaring menggunakan kertas saring
dan didiamkan di corong pisah yang telah berisi MgCl2 sebanyak 10 mL. Larutan
kemudian dikocok dan didiamkan selama 24 jam agar terbentuk dua lapisan.
Lapisan bawah dipisahkan dengan memutar kran pada bagian bawah corong.
Sampel kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama satu jam. Kadar lemak
dihitung dengan cara bobot akhir cawan dikurangi bobot awal cawan dibagi jumlah
sampel yang digunakan. Data hasil analisis disajikan pada Lampiran 7.
Kadar lemak (mg/L) =

Bobot akhir cawan - bobot awal cawan (mg)
jumlah sampel (L)

Penentuan Berat Molekul Protein dengan Sodium Dodecyl Sulphate-Poly
Acrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) (Laemmli 1970)
Berat molekul protein dianalisis menggunakan SDS-PAGE mengacu pada
Laemmli (1970). Marker yang digunakan adalah Spectra Multicolor Broad Range
Protein Ladder dari Thermo Scientific. Tahapan kerja yang dilakukan dalam
analisis berat molekul protein meliputi penyiapan gel pemisah dan penahan,
penyiapan sampel dan loading, kondisi running, pewarnaan gel, dan pelunturan
warna. Tahap pertama yaitu pembuatan gel pemisah dan penahan. Proses ini
digunakan gel pemisah 12% dan gel penahan 4%. Komposisi gel pemisah dan gel
penahan disajikan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Tahap selanjutnya yaitu
preparasi sampel. Sampel dibersihkan terlebih dahulu dari bahan-bahan pengotor

9

dengan sentrifuse selama 15 menit pada suhu 4°C pada kecepatan 9.000 rpm.
Sampel 100 μL yang sudah bersih dicampur dengan 25 μL bufer sampel.
Tahapan selanjutnya yaitu proses running. Kondisi running yang digunakan
adalah pada arus 25 μA – 10 μA dan voltage konstan 60 Volt. Elektroforesis diakhiri
ketika pewarna sampel mencapai batas 1 cm dari bagian bawah gel. Gel kemudian
diwarnai menggunakan pewarna silver staining. Tahap pewarnaan diawali dengan
perendaman dalam larutan fiksasi (metanol 125 mL, asam asetat 30 mL, akuades
bebas ion 25 mL, dan formalin 0,25 mL) selama 12 jam pada suhu ruang sambil
diagitasi secara perlahan. Gel dicuci menggunakan etanol 20% selama 20 menit
sebanyak 3 kali dan dilanjutkan dibilas menggunakan akuades bebas ion 20 detik.
Gel kemudian diinkubasi dilemari es dengan 0,1% AgNO3 selama 20 menit dan
dilanjutkan pembilasan dengan air bebas ion. Gel direndam ke dalam larutan
developing gel (5% NaCl, 0,05% formalin, dan 0,0004% Na2S2O3) hingga
pewarnaan cukup, setelah pewarnaan cukup ditambahkan larutan stop solution
(asam asetat glasial 12%) ke dalam wadah selama 5 menit. Gel dibilas
menggunakan akuades bebas ion selama 5 menit sebanyak 3 kali. Perhitungan berat
molekul dilakukan dengan memasukkan nilai Rf masing-masing pita ke dalam
kurva standard marker. Data hasil analisis berat molekul protein disajikan pada
Lampiran 10.

Analisis Data
Analisis data diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan dari percobaan
yang dilakukan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis secara
deskriptif menggunakan deviasi standar dari dua kali ulangan yang ditunjukan
dalam hasil berupa tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Air Perebusan Pindang
Karakterisasi air perebusan pindang meliputi parameter kualitas air (COD,
TDS, TSS, salinitas, pH, dan kekeruhan), konsentrasi protein total, dan kadar
lemak. Hasil karakterisasi menunjukkan air perebusan pindang memiliki
karakteristik kadar organik lebih tinggi dibandingkan air cucian surimi. Hasil
karakterisasi air perebusan pindang dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
seluruh bahan organik (yang terurai dan sukar terurai) secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat. Pengotor dalam air limbah dan air alami dapat
dihitung menggunakan COD (APHA 2012). Nilai COD air perebusan pindang lebih
tinggi yaitu 26,73±0,47 g/L dibandingkan air cucian surimi yaitu 4,23±0,11 g/L.
Nilai COD yang lebih tinggi dapat disebabkan oleh kandungan protein dalam air
perebusan pindang yang lebih tinggi.
Konsentrasi protein air perebusan pindang yaitu 631±7,07 mg/L. Nilai ini
lebih besar dibandingkan air cucian surimi yaitu 410±10 mg/L. Proses pengolahan

10

yang berbeda menyebabkan konsentrasi protein pada kedua sampel berbeda.
Perebusan pada larutan garam mengakibatkan komponen organik misal protein,
lemak, dan karbohidrat terlarut dalam air perebusan. Niamnuy et al. (2008)
melaporkan bahwa pada konsentrasi larutan garam rendah (1-4%) dengan
meningkatnya konsentrasi garam mengakibatkan kelarutan protein ke dalam air
perebusan semakin tinggi. Perebusan yang lama dan konsentrasi larutan garam yang
tinggi mengakibatkaan lebih banyak protein terutama miofibril yang terlarut dalam
air perebusan. Kijowski dan Mast (1988) menyatakan bahwa meningkatnya kadar
garam pada daging mengakibatkan penurunan stabilitas termal dari protein otot
yang mengakibatkan tingginya transformasi dari miofibril dan sarkoplasma
menjadi protein larut alkali.
Tabel 1 Karakteristik air perebusan pindang
Parameter
COD (g/L)
TDS (g/L)
TSS (mg/L)
Kekeruhan (NTU)
Salinitas (0/00)
pH
Protein (mg/L)
Lemak (mg/L)
*

Air perebusan pindang
26,73±0,47
111±0
1.565±7,07
982±2,82
143±0
5,78±0
631±7,07
480±5,65

Air cucian surimi*)
4,23±0,11
1,63±0,02
55±3,25
20±0
6,7±0
410±0
-

) Uju et al. 2009

Kekeruhan dalam air disebabkan oleh materi tersuspensi dan koloid yang
dibedakan menjadi komponen organik dan anorganik. Kekeruhan adalah sebuah
ekspresi dari properti optik yang menyebabkan cahaya akan tersebar, diserap, dan
diteruskan (APHA 2012). Kekeruhan air perebusan pindang lebih tinggi yaitu
982±2,82 NTU dibandingkan air cucian surimi 20±0 NTU. Proses perebusan
menyebabkan lebih banyak zat pengotor antara lain darah, protein, lemak, dan
serpihan daging halus ikan terkandung dalam air perebusan sehingga meningkatkan
kekeruhan.
Keasaman air adalah kemampuan kuantitatif untuk bereaksi dengan dasar
yang kuat untuk pH yang ditunjuk. Keasaman memberi kontribusi untuk
kekorosifan dan mempengaruhi laju reaksi kimia, spesiasi kimia, dan proses biologi
(APHA 2012). Air perebusan pindang memiliki pH 5,78±0. Nilai tersebut lebih
rendah dibandingkan air cucian surimi yaitu 6,7±0. Proses pengolahan yang dialami
bahan menyebabkan nilai pH berbeda-beda.
Salinitas merupakan parameter penting dari industri dan air. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi (Effendi 2003). Percobaan penentuan kandungan
garam dengan pengeringan dan persen berat mengalami kesulitan karena hilangnya
komponen. Penentuan kadar garam dilakukan dengan instrumen pengukur
konduktifitas. Hal ini dikarenakan konduktivitas memiliki keakuratan yang tinggi
terhadap salinitas (APHA 2012). Salinitas air perebusan pindang lebih tinggi
dibandingkan air cucian surimi yaitu 1430/00 atau 14,3% karena pada perebusan
pindang ditambahkan garam. Nilai ini berbeda dengan yang diperoleh Kuca dan
Szaniawska (2009) pada air limbah pengolahan ikan yaitu 12,3%. Jenis pengolahan

11

yang berbeda menyebabkan kadar garam yang terkandung dalam air perebusan
berbeda-beda.
Padatan merujuk ke dalam benda tersuspensi atau terlarut dalam air atau air
limbah. Padatan dapat mempengaruhi kualitas efluen air dan merugikan. Total
padatan adalah bahan residu yang tertinggal setelah sampel dikeringkan
menggunakan oven pada suhu tertentu. Total padatan termasuk TSS merupakan
bagian yang tidak lolos membran dengan pori 2 μm, dan TDS bagian yang lolos
membran (APHA 2012). Padatan air perebusan pindang memiliki nilai yang lebih
tinggi dibandingkan air cucian surimi. Nilai TSS air perebusan pindang adalah
1.565±7,07 mg/L. Nilai TDS air perebusan adalah 111±0 g/L. Nilai TSS tinggi
disebabkan oleh proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi sehingga
banyak bagian serpihan tubuh ikan yang masuk ke dalam air perebusan. Padatan
tersuspensi (TSS) berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai
kekeruhan, nilai padatan tersuspensi juga semakin tinggi. Nilai TDS tinggi
disebabkan oleh kandungan garam dalam air perebusan pindang yang tinggi.
Padatan terlarut (TDS) biasanya terdiri dari bahan-bahan anorganik berupa ion-ion
diantaranya natrium, klorida, magnesium, kalsium, dan sulfat (Effendi 2003).

Karakteristik Membran Ultrafiltrasi

Fluks (L/m2 jam)

Membran yang digunakan dalam penelitian adalah berbahan polipropilen
dengan rata-rata ukuran pori 0,05 µm. Polipropilen dipilih sebagai material
membran karena lebih unggul dalam hal kekuatan mekanik, stabilitas kimia, tahan
panas dan bahan kimia, dan harga lebih murah (Ahsani dan Yegani 2015). Zhao et
al. (2010) melaporkan bahwa membran polipropilen yang telah dimodifikasi
terbukti dapat mengurangi fouling akibat protein. Karakteristik membran
ditentukan dengan penentuan permeabilitas dan tahanan membran internal.
Cheryan (1998) menjelaskan bahwa permeabilitas membran menunjukkan
kemampuan membran dalam melewatkan air destilasi sebagai umpan. Sifat
permeabilitas membran dapat dilihat dengan mengukur nilai fluksnya. Jika nilai
permeabilitas dilambangkan sebagai K, maka nilai tahanan membran internal (Rm)
dirumuskan sebagai Rm = 1/K. Nilai permeabilitas membran dan nilai tahanan
membran internal dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

y = 58,03x + 2,8147
R² = 0,9985

0

0,1

0,2

0,3

0,4
ΔP (Bar)

0,5

0,6

0,7

0,8

Gambar 3 Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks

12

Nilai permeabilitas membran yang terukur adalah 58,03 L/m2jam Bar,
sedangkan tahanan membran internal 0,0106 Bar m2 jam L-1. Gambar 3
menunjukkan meningkatnya tekanan transmembran yang diberikan akan
menyebabkan naiknya nilai fluks secara proporsional. Nilai fluks meningkat secara
linier seiring naiknya tekanan transmembran yang diberikan. Nilai fluks meningkat
dari 8,76 L/m2jam pada tekanan transmembran 0,1 Bar menjadi 42,83 L/m2jam
pada tekanan transmembran 0,7 Bar. Data hubungan tekanan transmembran dengan
fluks disajikan pada Lampiran 2. Benhabiles et al. (2013) melaporkan bahwa terjadi
peningkatan fluks dari 0 L/m2jam pada tekanan 0 Bar menjadi 97 L/m2jam pada
tekanan 2 Bar dengan menggunakan membran ultrafiltrasi 0,05 µm. Keadaan ini
diduga berhubungan dengan semakin tinggi tekanan transmembran yang diberikan
maka semakin besar gaya dorong yang dialami larutan menuju membran. Peristiwa
ini sesuai dengan pernyataan Cheryan (1998) yang menyatakan bahwa, pada umpan
air destilasi peningkatan fluks akan seiring dengan semakin meningkatnya tekanan
transmembran.
0,14
y = 0,0106x + 0,0111
R² = 0,987

1/J (L-1 m2 jam)

0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0

2

4

6
1/ΔP (Bar-1)

8

10

12

Gambar 4 Tahanan membran internal

Pengkonsentrasian Protein Air Perebusan Pindang
Pengkonsentrasian dilakukan pada air perebusan pindang sebanyak 5 liter
menggunakan membran ultrafiltrasi dengan rata-rata ukuran pori 0,05 μm.
Pengkonsentrasian dilakukan pada kondisi tekanan transmembran 0,5 Bar dan suhu
umpan 30°C. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran
adalah fluks dan rejeksi. Perubahan nilai faktor konsentrasi dan pengaruhnya
terhadap perubahan fluks dan konsentrasi protein disajikan pada Gambar 5.
Fluks adalah jumlah volume permeat yang diperoleh pada proses filtrasi
membran dibandingkan satuan waktu dan luas permukaan membran. Fluks permeat
mengalami penurunan 58,73% dari 6,58 L/m2jam pada awal proses
pengkonsentrasian menjadi 2,71 L/m2 jam pada menit ke-35. Data hubungan faktor
konsentrasi dengan fluks disajikan pada Lampiran 3. Hasil penelitian ini berbeda
dengan Søtoft et al. (2015) pada recovery protein marinade menggunakan membran
ultrafiltrasi 50 kDa yang memperoleh penurunan fluks 68,42%. Penurunan tajam
terjadi pada awal pengkonsentrasian sampai faktor konsentrasi 1,42 atau pada menit

13

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00

Fluks (L/m2 jam)

Konsentrasi Protein (mg/L)

ke-10 dan setelah itu penurunan fluks menjadi kecil. Chollangi dan Hossain (2007)
melaporkan bahwa penurunan fluks terjadi sebagai fungsi waktu pada 25 menit
pertama, setelah periode ini fluks permeat menunjukkan nilai yang tetap. Penurunan
fluks tersebut menunjukkan bahwa terjadi lapisan fouling pada permukaan
membran yang semakin lama semakin menebal. Penurunan awal yang cepat dapat
disebabkan oleh akumulasi molekul pada permukaan membran.
Penelitian terkait juga dilakukan Chabeaud et al. (2009) yang menjelaskan
bahwa lapisan fouling pada permukaan membran meningkat seiring bertambahnya
waktu, sehingga meningkatkan resistensi terhadap transfer massa yang juga
ditandai menurunnya fluks permeat. Mekanisme fouling selama filtrasi membran
dapat dibedakan menjadi empat yaitu full blocking, intermediate blocking, standard
blocking, dan cake filtration. Cake filtration membentuk lapisan pada permukaan
membran, lapisan ini meningkat seiring berjalannya waktu dan menyebabkan
penurunan fluks permeat. Tahap pre-ultrafiltrasi perlu dilakukan agar fouling
menjadi kecil karena partikel berukuran besar sudah dikurangi. Fouling yang kecil
akan menghasilkan fluks yang tinggi dan memperpanjang umur pakai membran.
Luo et al. (2011) melaporkan bahwa dua tahap penyaringan limbah susu
menggunakan ultrafiltrasi dilanjutkan nanofiltrasi menghasilkan fouling yang lebih
kecil pada ultrafiltrasi dibandingkan nanofiltrasi tunggal.

1,00
0,00
1

2

3
4
5
Faktor Konsentrasi

6

7

Gambar 5 Pengaruh faktor konsentrasi terhadap konsentrasi protein dan fluks
permeat. Keterangan: ( ) Konsetrasi protein, ( ) Fluks
Konsentrasi protein yang terukur meningkat 46,75% dari 631 mg/L pada
faktor konsentrasi 1 menjadi 926 mg/L pada faktor konsentasi 6,25 (Lampiran 4).
Søtoft et al. (2015) melaporkan bahwa pengkonsentrasian marinade menggunakan
membran ultrafiltrasi 50 kDa dapat meningkatkan konsentrasi protein hingga
57,8%. Peningkatan konsentrasi protein yang terukur terjadi karena telah terjadi
pemisahan terhadap kandungan air pada umpan yang menjadi permeat sedangkan
sebagian besar protein tertahan sebagai retentat yang dialirkan kembali menuju
tangki umpan, sehingga konsentrasi protein pada umpan semakin tinggi. Menurut
Cheryan (1998) dalam proses ultrafiltrasi perbedaan tekanan yang melintasi
membran ultrafiltrasi akan memaksa pelarut dan molekul yang lebih kecil melewati
pori-pori membran, sementara molekul yang lebih besar akan ditahan dan dialirkan
sebagai retentat.

14

Rejeksi adalah kemampuan suatu membran untuk menahan partikel
berukuran tertentu. Koefisien rejeksi protein mengalami peningkatan selama
pengkonsentrasian dari 41,2% pada menit ke-0 menjadi 55,07% pada menit ke-40
(Gambar 6). Nilai koefisien rejeksi meningkat seiring berjalannya waktu.
Peningkatan nilai koefisien rejeksi disebabkan sebagian protein menumpuk di
permukaan membran dan akan meningkatkan koefisien rejeksi. Prinsip ini sama
seperti dilaporkan Goosen et al. (2011) tentang polarisasi konsentrasi dan
pembentukan lapisan gel pada permukaan membran. Menurut Cheryan (1998)
polarisasi konsentrasi muncul pada mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi untuk pemisahan
hidrokoloid, protein, dan molekul besar lainnya. Molekul-molekul ini akan terejeksi
dan menumpuk serta akan menutupi permukaan membran serta membentuk lapisan
gel atau cake.
Koefisien rejeksi (%)

60
50
40
30
20
10
0
0

10

20
30
Waktu (menit ke-)

40

50

Gambar 6 Koefisien rejeksi protein selama pengkonsentrasian
Membran ultrafiltrasi yang digunakan mampu merejeksi protein hingga
55,07%. Nilai ini berbeda dengan hasil yang diperoleh Benhabiles et al. (2013)
yang memperoleh nilai rejeksi protein hingga 97% pada recovery protein limbah
deproteinisasi kitin menggunakan membran ultrafiltrasi 0,05 µm. Gringer et al.
(2015) memperoleh nilai rejeksi 80% pada recovery protein marinade
menggunakan membran ultrafiltrasi 0,04 µm. Perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh
jenis membran dan sampel yang digunakan. Besar molekul protein dalam setiap
sampel berbeda-beda tergantung jenis sampel yang digunakan. Protein dalam air
perebusan pindang diduga telah mengalami perubahan struktur dan berat molekul
proteinnya menjadi kecil akibat pemanasan selama 6 jam. Elagamy (2000)
melaporkan bahwa suhu dan waktu pemanasan mempengaruhi profil protein.
Perebusan menyebabkan berat molekul protein menjadi kecil. Firlianty et al. (2014)
juga melaporkan bahwa pemanasan dapat menyebabkan pemecahan protein.

Karakteristik Permeat
Pengkonsentrasian menggunakan membran ultrafiltrasi menurunkan
kandungan bahan organik dalam air perebusan pindang. Penurunan COD, TSS,
kekeruhan, protein, dan lemak yang tinggi dapat disebabkan karena penyumbang
parameter ini adalah partikel-pertikel besar yang masih dapat ditahan oleh membran
ultrafiltrasi. Hasil analisis permeat proses ultrafiltrasi dapat dilihat pada Tabel 2.

15

Tabel 2 Karakteristik permeat hasil ultrafiltrasi
Penurunan
(%)*)

16,90±0,23

16,23±1,17

39,27

106,5±0

106,5±0

106,5±0

4,05

92,5±3,53

90±0

82,5±3,53

82,5±3,53

94,72

139±0

138±0

138±0

137±0

137±0

4,19

5,69±0

5,7±0

5,69±0

5,69±0

5,68±0

1,73

Kekeruhan
(NTU)

54,5±0,14

5,175±0,07

5,175±0,03

5,075±0

3,17±0,04

99,67

Protein (mg/L)

371±7,07

331±14,14

331±7,07

291±14,14

283,5±10,6

55,07

Lemak (mg/L)

43±0,1

-

-

-

34±0,2

92,91

0

10

COD (g/L)

21,06±0,47

19,4±0

19,06±0,47

TDS (g/L)

108±0

107±0

120±7,07

Salinitas ( /00)
pH

TSS (mg/L)
0

*

Permeat menit ke20
30

40

Parameter

) Pada menit ke-40 dibandingkan dengan sampel awal

Kandungan COD pada permeat mengalami penurunan 39,27% dari
26,73±0,47 g/L pada sampel awal menjadi 16,23±1,17 g/L pada permeat menit ke40. Nilai COD ini dipengaruhi oleh konsentrasi protein dalam permeat yang masih
tinggi. Protein merupakan salah satu penyumbang tingginya nilai COD, jika
kandungan bahan organik tinggi maka nilai COD akan tinggi. Hal ini karena COD
adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan
organik (yang terurai dan sukar terurai) secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat (APHA 2012). Penelitian lain mengenai COD pada permeat
ultrafiltrasi juga telah dilakukan oleh Gringer et al. (2015) yang memperoleh nilai
reduksi COD 42% pada recovery biomolekul marinade dan Aloulou et al. (2006)
yang berhasil mereduksi COD 65% pada pretreatment penyaringan tinta cumicumi. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan jenis membran dan
sampel yang digunakan.
Kandungan protein dalam permeat hasil ultrafiltrasi mengalami penurunan
55,07% dari 631±7,07 mg/L menjadi 283,5±10,6 mg/L pada permeat menit ke-40.
Kandungan lemak dalam permeat hasil ultrafiltrasi mengalami penurunan 92,91%
dibandingkan sampel awal dari 480±5,65 mg/L menjadi 34±0,2 mg/L. Gringer et
al. (2015) melaporkan bahwa membran ultrafiltrasi dengan rata-rata ukuran pori
0,04 µm dapat mereduksi kandungan protein dan lemak pada marinade masingmasing 76% dan 100%. Lemak memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari
protein sehingga nilai rejeksinya lebih besar. Perbedaan persentase penurunan
protein diduga karena protein dalam air perebusan pindang telah mengalami
perubahan berat molekul menjadi kecil akibat perebusan selama 6 jam. Elagamy
(2000) melaporkan bahwa suhu dan waktu perebusan mempengaruhi profil protein
pada susu. Perebusan menyebabkan berat molekul protein pada susu menjadi kecil.
Kandungan padatan tersuspensi (TSS) mengalami penurunan hingga
94,72% dari 1.565±7,07 mg/L pada umpan menjadi 82,5±3,53 mg/L pada menit ke40. Hasil ini mendekati nilai yang dilaporkan Gringer et al. (2015) yang
memperoleh nilai penurunan TSS 95% pada recovery biomolekul dari marinade
menggunakan membran keramik. Penyumbang padatan tersuspensi diantaranya
adalah serpihan daging, darah, dan sisik. Hal ini menunjukkan bahwa ultrafiltrasi

16

memberikan pengaruh yang besar terhadap partikel-partikel tersuspensi pada air
perebusan pindang yaitu serpihan daging, darah, sisik, dan lain-lain.
Kekeruhan permeat hasil ultrafiltrasi mengalami penurunan 99,67% dari
982±2,82 NTU pada sampel awal menjadi 3,17±0,04 NTU pada menit ke-40.
Bahan-bahan tersuspensi dan koloid sulit mengendap dan menyebabkan kekeruhan
dalam air perebusan pindang. Penurunan kekeruhan yang besar disebabkan oleh
banyaknya bahan-bahan pengotor, misal partikel koloid, lemak, serpihan daging
dan darah pada umpan tidak dapat melewati pori-pori membran. Menurut Cheryan
(1998) membran ultrafiltrasi tepat untuk pemisahan molekul yang cukup besar
misal polimer alam, pati, protein, material koloid pada larutan. Partikel-partikel
penyebab kekeruhan sebagian besar tidak dapat melewati membran ultrafiltrasi.
Perbandingan kekeruhan umpan dan permeat dapat dilihat pada Gambar