Fingerprint as Voter Authentication for Development of E-Voting System Using Two Central Facilities Protocol.

FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA
PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN
PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES

MUHAMMAD ILYAS SIKKI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Fingerprint sebagai
Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem E-Voting Menggunakan Protokol
Two Central Facilities adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Muhammad Ilyas Sikki
NIM G651100051

RINGKASAN

MUHAMMAD ILYAS SIKKI. Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada
Pengembangan Sistem E-Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities.
Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan HENDRA RAHMAWAN.
Electronic voting (e-voting) merupakan pelaksanaan pemungutan suara
secara elektronik dan dapat memanfaatkan teknologi informasi berbasis web agar
dapat mengimplementasikan sistem pemilihan secara online dalam rangka
menggantikan pemilihan yang dilakukan secara konvensional (berbasis kertas)
dengan tujuan membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada,
seperti pemilih ganda, pembelian suara, banyaknya suara tidak sah, dan lain-lain.
Sistem e-voting yang dikembangkan menggunakan protokol two central
facilities (TCF) terdiri dari tiga komponen yakni mesin voting sebagai client untuk
interaksi dengan pemilih, central legitimization agency (CLA) sebagai server

untuk otentikasi pemilih, dan central tabulating facility (CTF) sebagai server
untuk hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilih. Pada penelitian dalam tesis ini
hanya difokuskan pada proses otentikasi pemilih pada mesin voting terhadap
database pemilih yang disimpan pada Central Legitimazation Agency (CLA)
dengan menggunakan teknologi biometrik sidik jari.
Teknologi biometrik sidik jari digunakan untuk proses pendaftaran, proses
verifikasi, dan otentikasi pemilih yang akan melakukan pemilihan. Proses
pendaftaran untuk memperoleh database citra sidik jari pemilih, proses verifikasi
untuk memastikan database pemilih dapat diverifkasi atau tidak, dan proses
otentikasi untuk mengotorisasi pemilih yang diperbolehkan dan tidak oleh sistem
memberikan suaranya dalam pemilihan. Dalam proses otentikasi pemilih dari
sistem ini, pemilih yang diperbolehkan oleh sistem memberikan suaranya akan
diarahkan ke halaman surat suara hanya kepada pemilih yang citra sidik jarinya
dikenal oleh sistem. Sedangkan pemilih dimana citra sidik jarinya tidak dikenal
oleh sistem, maka sistem tidak akan mengarahkan ke halaman surat suara
sehingga pemilih tersebut tidak bisa memberikan suaranya dalam pemilihan.
Kata kunci: e-voting, two central facilities, central legitimization agency,
otentikasi, sidik jari.

SUMMARY


MUHAMMAD ILYAS SIKKI. Fingerprint as Voter Authentication for
Development of E-Voting System Using Two Central Facilities Protocol.
Supervised by SUGI GURITMAN and HENDRA RAHMAWAN.

Electronic voting (e-voting) is carrying out of balloting in a eletronic
manner and can to utilizing information technology web-based in order that
be able implementation election system in accordance with online in order
to substitute election that be done conventionally (paper based) with a
purpose to help problems solve at hand, such as elector of double, vote
puschasing, the number of vote is illegal, etc.
The e-voting system which developed using two central facilities
protocol consist of three component that is voting machine as client for
interaction with voter, central legitimization agency (CLA) as server voter
authentication, and central tabulating facility (CTF) as server for result
recapitulation voter vote count. Research in this thesis just focused to voter
authentication process on voting machine toward database of voter that
stored in CLA with using fingerprint biometric technology.
Fingerprint biometric technology used for voter registration process,
voter verification process, and voter authentication process who will doing

election. Registration process for acquire voter fingerprint image database,
verification process to be sure voter database can be verificated or not, and
authentication process for voter authorization who can be permitted or not
by system give of vote in election. In the voter authentication from this
system, who voter can be permitted by system give of her/his vote will be
directed to ballot page only voter who her/his fingerprint image
recognizable by system. Whereas voter which her/his fingerprint image
cannot recognized by system, so system will not direction to ballot page
with the result that voter cannot give of her/his vote in election.
Keywords: e-voting, two central facilities, central legitimization agency,
authentication, fingerprint.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA
PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN
PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES

MUHAMMAD ILYAS SIKKI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Heru Sukoco, SSi MT


Judul Tesis : Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem
E-Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities
Nama
: Muhammad Ilyas Sikki
NIM
: G651100051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Sugi Guritman
Ketua

Hendra Rahmawan, SKom MT
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Nopember 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah sistem keamanan e-voting,
dengan judul Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem EVoting Menggunakan Protokol Two Central Facilities. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penyelenggaraan pemilu yang
nantinya dapat terus dikembangkan secara luas di masa mendatang.

Laporan dari tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimah kasih yang
sebesar-besarnya kepada nama-nama yang tercantum di bawah atas bantuan yang
diberikan.
1. Bapak Dr Sugi Guritman selaku ketua komisi pembimbing yang memberikan
pemikiran awal sebagai topik untuk mengerjakan penelitian sistem e-voting
dan membimbing sampai penelitian ini selesai.
2. Bapak Hendra Rahmawan, SKom MT selaku anggota komisi pembimbing
yang telah memberikan arahan, bimbingan serta saran dalam penyelesaian
tesis ini.
3. Bapak Dr Heru Sukoco, SSi MT selaku dosen penguji dan Ibu Dr Yani
Nurhadryani, SSi MT selaku moderator yang telah memberikan masukan,
arahan, dan saran untuk kesempurnaan dalam penulisan laporan tesis ini.
4. Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc selaku dekan FMIPA, Bapak Dr Ir Agus Buono,
MSi MKom selaku ketua Departemen Ilmu Komputer, Bapak Dr Wisnu
Ananta Kusuma, ST MT selaku ketua Program Studi Ilmu Komputer yang
telah membekali kami pengetahuan komputer dan senantiasa memberikan
motivasi, dukungan serta arahan dalam penyelesaian studi.
5. Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc terima kasih atas ilmu yang
telah diberikan, motivasi, spirit, supporting, bimbingan, serta arahan menjadi

seorang yang berpengetahuan dengan memiliki moral yang berkarakter Islam.
6. Bapak Sony H Wijaya, SKom MKom, Bapak Toto Haryanto, SKom MSi,
Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom, Bapak Dr Yandra Arkeman, Bapak Endang
P Giri, SKom MKom, Ibu Ir Sri Wahjuni, MT, Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi
MKom, Ibu Shelvie Nidya Neyman, SKom MSi, serta seluruh dosen lainnya
yang telah berbagi ilmu, filosofi, dan cerita-cerita menarik sehingga
mempelajari ilmu komputer menjadi menyenangkan. Terima kasih pula atas
dukungan, arahan, motivasi, dan keramahan dalam mengisi hari-hari penulis
di Departemen Ilmu Komputer FMIPA.
7. Bapak Yadi, Ibu Ning serta seluruh staff administrasi, perpustakaan, dan
pendukung Departemen Ilmu komputer FMIPA yang telah memberikan
bantuan selama ini.
8. Kodarsyah dan Asep Taufik Muharram sebagai rekan satu topik pada
penelitian ini yang senantiasa memberikan bantuan, semangat, dan motivasi
untuk penyelesaian tesis.
9. Rekan-rekan lainnya seperjuangan angkatan XII S2 Sekolah Pacasarjana Ilmu
Komputer IPB: Ami, Ana, Dedi, Dian, Fikri, Gibtha, Husna, Imam, Irwan,

Kania, Komar, Mila, Safar, Sari, Vera, Yudhit, Yustin ditambah Mr. Ghani
from Thailand. Persaudaraan, kekompakan, dan team work senantiasa

terjaling dalam mengisi hari-hari selama di Departemen Ilmu komputer
memberikan kesan tersendiri yang akan teringat selalu.
10. Bapak Dr Ir Nandang Najmulmunir, MS sebagai Rektor Unisma Bekasi yang
telah memberikan ijin studi lanjut dan Bapak Dindin Abidin, SPd MSi
sebagai Wakil Rektor III yang ikut merekomendasaikan serta memberikan
dukungan studi lanjut. Seluruh rekan sejawat di Unisma Bekasi, terima kasih
atas dukungan dan do’a yang diberikan dalam penyelesaian studi.
11. Bapak Agus, Mas Yuggo, dan rekan-rekan di Program Studi Teknik
Informatika Fakultas Teknik, UIKA Bogor yang telah memberikan dukungan
dan bantuan agar terselesainya tesis ini.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah turut
memberikan do’a, semangat, dan bantuan selama penyelesian studi baik
langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam karya ilmiah ini masih
terdapat kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menerima masukan berupa saran atau kritik yang bersifat membangun dari
pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya
ilmiah ini dapat memberikan manfaat. Amien.
.


Bogor, Februari 2014

Muhammad Ilyas Sikki

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
SUMMARY
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pemilu di Indonesia
Pemungutan Suara
Permasalahan Pemilu
Keamanan Komputer
Kriptografi
Protokol Two Central Facilities
Central Legitimization Agency (CLA)
Skema E-voting
Secure Voting Requirement
Sidik Jari (fingerprint)
3 METODE PENELITIAN
Alur Proses Penelitian
Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka
Identifikasi Kebutuhan Sistem
Disain Sistem
Implementasi Sistem
Pengujian Sistem
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka
Identifikasi Kebutuhan Sistem
Disain Sistem
Implementasi Sistem
Pengujian Sistem
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ii
iii
v
vii
viii
viii
1
1
2
2
2
3
4
4
6
6
7
8
9
10
11
12
13
15
15
15
16
16
16
17
18
18
19
23
259
34
37
37
37
38
39
53

DAFTAR GAMBAR

1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009)
2 Skema pemilihan two central facilities
3 Skema e-voting two central facilities
4 Contoh sampel sidik jari
5 Mesin fingerprint scanner
6 Alur proses penelitian
7 Ilustrasi pengujian metode blackbox
8 Tipe patern sidik jari
9 Minutiae sidik jari
10 Searching minutiae
11 Before match
12 Match minutiae
13 Matched result
14 Diagram alir proses registrasi pemilih
15 Diagram alir proses otentikasi pemilih
16 Menu utama fingerprint
17 Menu registrasi pemilih
18 Menu verifikasi pemilih
19 Proses registrasi sidik jari pemilih
20 Proses verifikasi berhasil
21 Proses verifikasi gagal
22 Login untuk proses otentikasi pemilih
23 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang terdaftar di database
24 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang tidak terdaftar
25 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang sudah memilih

Halaman
5
10
11
13
14
15
17
20
20
21
21
21
22
24
24
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Source code menu registrasi pemilih
2 Source code menu utama fingerprint
3 Source code menu verifikasi pemilih
4 Source code otentikasi pemilih
5 Source code koneksi ke database
6 Halaman surat suara
7 Halaman pertanyaan keyakinan pemilih terhadap kandidat
8 Halaman bukti elektronik telah memilih kandidat

Halaman
39
39
42
46
51
52
52
52

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemilihan umum (Pemilu) disebut juga dengan “Political Market” (Dr.
Indria Samego), artinya bahwa pemilu adalah pasar politik tempat
individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
masyarakat), antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang
memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik
yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio)
maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti spanduk, pamflet,
selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap
muka) atau lobi-lobi yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform,
asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya, guna meyakinkan pemilih sehingga
pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik
yang menjadi peserta pemilu untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun
eksekutif.
Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil
presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan
langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu.
Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004.
Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian
dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk
kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan
setiap 5 tahun sekali.
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu yaitu
pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009.
Sistem pemilu yang digunakan selama ini menggunakan cara penyoblosan atau
penyontrengan. Cara konvensional seperti ini ternyata dapat menimbulkan
masalah seperti pemilih ganda, penggelembungan suara dan kesalahan lainnya
serta lamanya waktu rakapitulasi suara. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu
solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan electronic voting (e-voting)
dengan mengadakan sistem pemilu secara online yang dibangun menggunakan
suatu protokol yang aman.
Seperti halnya dengan sistem pemilu yang diadakan secara konvensional,
pelaksanaan sistem pemilu secara online pun pasti tidak akan terhindar dari
berbagai ancaman kecurangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sistem yang
dibuat harus memenuhi standar secure voting requirements menurut paparan
Bruce Schneier (1996) untuk dapat mengatasi dan menjamin keamanan setiap
ancaman yang akan terjadi. Salah satu protokol yang dapat memenuhi sebagian
standar kriteria secure voting requirements dan memiliki tingkat keamanan yang
cukup baik adalah Two Central Facilities Protocol, dimana terdiri dari Central
Legitimazation Agency (CLA) untuk pengesahan pemilih dan Central Tabulating
Facility (CTF) untuk perhitungan suara (Bruce Schneier, 1996).
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengembangan protokol keamanan
untuk online voting diantaranya, DuFeu dan Harris (2001) telah memberikan

2
pemaparan tentang sistem pemilu online. Dalam pemaparan tersebut menjelaskan
persyaratan untuk desain protokol dan asumsi-asumsi dalam implementasi pemilu
secara online, komponen-komponen yang terkait, fungsi dari Central
Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) serta
mendeskripsikan protokol proses interaksi antara CLA dan CTF.
Sireesha dan Chakchai (2005) yang telah mengembangkan protokol
keamanan pemilihan untuk secure online voting dengan menggunakan protokol
Two Central Facilities yang mengimplementasikan pengembangan Central
Legitimization Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk
menghasilkan pemilu virtual yang aman. Dengan mengkombinasikan kunci
publik/simetrik dan fungsi hashing. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani,
dkk. (2009) yang mengembangkan sistem online voting pada IPB dengan berbasis
protokol Two Central Facilities (CTF) yang hanya memanfaatkan jaringan
sebatas cakupan satu departemen di IPB, dan penelitian yang dilakukan oleh
Fitrah, dkk. (2012) dengan pengembangan desain e-voting pilkada Kota Bogor
menggunakan protokol Two Central Facilities, dimana sistem otentikasi pada
Voter menggunakan media smart card. Namun, apabila hasil penelitian Fitrah,
dkk. ini diimplementasikan masih memiliki kelemahan misalnya pemilih yang
datang saat pemungutan suara memungkinkan bukan pemilik kartu yang sah
sehingga masih memungkinkan ada masalah dalam proses pemilihan. Oleh karena
itu, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang difokuskan pada
pengembangan e-voting menggunakan protokol Two Central Facilities
penyelenggaraan sistem pemilu online untuk proses otentikasi voter menggunakan
fingerprint yang disesuaikan dengan kebijakan dan kebutuhan sistem e-voting di
Indonesia. Penggunaan fingerprint ini juga untuk mendukung akan adanya
kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan e-ktp untuk segala proses
ketatanegaraan termasuk pada pelaksanaan pemungutan suara dalam
penyelenggaraan pemilu nantinya. Dengan pemanfaatan sidik jari, sudah dapat
dipastikan bahwa yang akan memberikan suaranya adalah pemilih yang sah.
Rumusan Masalah
Bagaimana mengembangkan protokol keamanan data dan informasi yang
dapat digunakan dalam sistem pemilu secara online untuk mengatasi masalahmasalah kecurangan yang mungkin timbul dalam sistem pemilu secara
konvensional seperti pemilih ganda, penggelembungan suara, kesalahan
perhitungan suara, kesalahan penetapan kandidat terpilih dan lain-lain terkait
rekapitulasi suara pemilu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan protokol keamanan
sistem otentikasi voter dengan protokol Two Central Facilities dan otentikasi
voter pada mesin voting menggunakan fingerprint untuk implementasi sistem
pemilu yang diselenggarakan secara online.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan prototipe e-voting untuk penyelenggaraan pemilu secara online
pada proses otentikasi pemilih dalam rangka implementasi asas pemilu
LUBER dan JURDIL.

3
2.

Memberikan pemikiran baru dan solusi dalam layanan penyelenggaraan
pemilu legislatif dan pilpres secara langsung yang lebih baik, mudah, cepat,
akurat, aman dan akuntabel.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada proses identifikasi
pemilih (voter) menggunakan fingerprint untuk otentikasi voter pada Central
Legitimazation Agency (CLA) dari mesin voting. Dengan penggunaan fingerprint
ini, maka hanya pemilih yang sah yang dapat memberikan suaranya pada mesin
voting.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pemilu di Indonesia
Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan
umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil rakyat di parlemen dan
kepala pemerintahan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, Pemilu
merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan bernegara. Peraturan
tertinggi mengenai pemilu secara jelas telah diatur dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 hasil amandemen pada perubahan IV, bab VIIB tentang Pemilihan
Umum, pasal 22E. Berikut ini adalah isi dari pasal tersebut.
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang.
Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai
berikut :
1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan
penyelanggaraan pemilu.
2. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.
3. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu.
4. Penetapan peserta Pemilu.
5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan.
6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
7. Masa kampanye.
8. Masa tenang.
9. Pemungutan dan penghitungan suara.
10. Penetapan hasil Pemilu.
11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melibatkan beberapa pihak
yang terkait. Gambar 1 menunjukkan pihak-pihak yang terkait dengan
pelaksanaan pemilu sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang

5
Penyelenggara Pemilihan Umum. Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada
Gambar 1 terhadap pihak yang terkait pada pemilu.

Gambar 1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009)
1.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
2. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu
ditingkat provinsi dan kabupaten/kota.
3. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan.
4. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa/kelurahan.
5. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh
KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.
6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat
pemungutan suara.
7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah
kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan
suara di tempat pemungutan suara di luar negeri.
8. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh Indonesia.
9. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota
adalah panitia yang dibentuk oleh Banwaslu untuk mengawasi
penyelenggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
10. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu
Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di tingkat
kecamatan.
11. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu
Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.

6
12. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau
telah/sudah pernah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.
13. Peserta Pemilu ada beberapa macam.
a. Pada pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota peserta Pemilu adalah partai politik.
b. Pada Pemilu anggota DPD, peserta Pemilu adalah perorangan.
c. Pada pemilihan presiden/wakil presiden, peserta Pemilu adalah wakil
partai politik.
d. Sedangkan pada pemilihan kepala daerah /wakil kepala daerah, peserta
Pemilu adalah wakil partai politik atau perorangan.
Pemungutan Suara
Pemungutan suara (voting) adalah salah satu tahap pelaksanaan pemilihan
umum. Secara umum, di banyak negara, pemungutan suara dilaksanakan secara
rahasia pada tempat yang khusus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemungutan
suara. Proses pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan cara
konvensional, yaitu menggunakan kertas suara. Berikut ini adalah urutan proses
pada saat pemungutan suara di Indonesia.
1. Calon pemilih datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). TPS adalah
tempat melakukan pemungutan suara yang disediakan oleh panitia pemilihan
umum.
2. Calon pemilih memberikan kartu pemilih. Kartu pemilih ini digunakan
sebagai tanda bahwa calon pemilih telah terdaftar sebagai calon pemilih.
3. Calon pemilih mengambil kertas suara dan kemudian melakukan pencoblosan
di dalam bilik suara.
4. Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara.
5. Salah satu jari pemilih diberi tanda dengan tinta sebagai penanda bahwa
pemilih tersebut telah melakukan pemungutan suara.
6. Setelah waktu untuk memasukkan suara selesai, maka kemudian dilakukan
perhitungan suara.
7. Kertas suara dikeluarkan dari kotak suara dan kemudian dihitung bersamasama dengan diawasi oleh saksi dari berbagai pihak antara lain panitia dan
perwakilan partai politik.
8. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikirimkan ke kantor KPU untuk
dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara.
Permasalahan Pemilu
Dalam pelaksanaan pemilu, sering terjadi kesalahan-kesalahan yang
disebabkan oleh human error, atau disebabkan karena sistem pendukung
pelaksanaan voting yang tidak berjalan dengan baik. Berikut ini adalah beberapa
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia selama ini :
1. Banyak terjadi kesalahan dalam proses pendataan dan pendaftaran pemilih.
Kesalahan ini terjadi karena sistem kependudukan yang masih belum berjalan
dengan baik. Konsep penggunaan banyak kartu identitas menyebabkan
banyaknya pemilih yang memiliki kartu suara lebih dari satu buah. Keadaan
ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan jumlah
suara sehingga dapat memenangkan pemilihan tersebut, misalnya suara

7

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

pemilih diwakili oleh orang lain atau pemilih dapat melakukan pemilihan
lebih dari satu kali.
Kurang akuratnya hasil perhitungan suara. Oleh karena proses pemungutan
suara dilakukan dengan cara pencoblosan atau pencontrengan pada kertas
suara, sehingga sering kali muncul perdebatan mengenai sah atau tidaknya
sebuah kertas suara.
Pemilih salah dalam memberi tanda pada kertas suara. Ketentuan keabsahan
pada penandaan kertas suara yang kurang jelas, sehingga banyak kartu suara
yang dinyatakan tidak sah. Pada tahapan verifikasi keabsahan dari kartu suara,
sering terjadi kontroversi peraturan dan menyebabkan konflik di masyarakat.
Proses penghitungan suara yang dilakukan di setiap daerah berjalan lambat
karena proses tersebut harus menunggu semua kartu suara terkumpul terlebih
dahulu. Keterlambatan yang terjadi pada proses pengumpulan akan berimbas
kepada proses penghitungan suara. Lebih jauh lagi, pengumuman hasil
perhitungan akan meleset dari perkiraan sebelumnya.
Keterlambatan dalam proses tabulasi hasil penghitungan suara dari daerah.
Kendala utama dari proses tabulasi ini adalah kurangnya variasi metode
pengumpulan hasil penghitungan suara. Hal ini disebabkan oleh masih
lemahnya infrastruktur teknologi komunikasi di daerah. Oleh karena itu,
seringkali pusat tabulasi harus menunggu data penghitungan yang dikirimkan
dari daerah dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari hal tersebut, maka
pengumuman hasil pemilu akan memakan waktu yang lama.
Tidak adanya salinan terhadap kertas suara. Hal ini menyebabkan jika terjadi
kerusakan terhadap kertas suara, panitia pemilihan umum sudah tidak
mempunyai bukti yang lain sehinnga menyulitkan untuk diadakaan
perhitungan kembali jika terjadi ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan
suara.
Rawan konflik. Pemilihan umum di Indonesia saat ini sering menimbulkan
konflik. Hal tersebut dipicu adanya ketidakpercayaan terhadap hasil
perhitungan suara. Konflik ini dapat disaksikan sering terjadi pada setiap
pelaksanaan penyelengaraan pemilihan umum kepala daerah.
Besarnya anggaran yang dilalukan untuk melakukan proses pemungutan
suara. Berdasarkan data terakhir KPU (Komisi Pemilihan Umum), yaitu
lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pelaksanaan pemilihan umum
di Indonesia, pemerintah telah menyetujui anggaran pemilu mencapai Rp 10,4
triliun untuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 sampai dengan tahun
2014. Anggaran yang sangat besar tersebut digunakan untuk proses
pencetakan kertas suara, distribusi kertas suara, gaji panitia, pengawas, dan
lain-lain.
Kurang terjaminnya kerahasiaan dari pilihan yang dibuat oleh seseorang.
Banyak pemilih mengalami tekanan dan ancaman dari pihak tertentu untuk
memberikan suara mereka kepada pihak tertentu. Lebih buruk lagi, terjadi
“jual-beli suara“ di kalangan masyarakat tertentu, sehingga hasil voting tidak
mewakili kepentingan seluruh golongan masyarakat.

Keamanan Komputer
Bishop (2003) mengemukakan bahwa keamanan komputer mencakup tiga
aspek utama, yaitu kerahasian (confidentiality), integritas (integrity) dan

8
ketersediaan (availability). Interpretasi dari setiap aspek pada lingkungan suatu
organisasi ditentukan oleh kebutuhan dari individu yang terlibat, kebiasaan dan
hukum yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Kerahasiaan merupakan suatu usaha untuk menjaga kerahasian informasi
dan pribadi atau sumber daya. Mekanisme kontrol akses dalam penyediaan
informasi dapat memberikan aspek kerahasiaan. Salah satu mekanisme kontrol
akses yang menyediakan kerahasiaan adalah kriptografi, dimana mekanisme
pengacakan data sehingga sulit dipahami oleh pihak yang tidak berwenang.
Mekanisme kontrol akses terkadang lebih mengutamakan kerahasiaan keberadaan
data dari pada isi dari data itu sendiri.
Aspek integritas menekankan pada tingkat kepercayaan kebenaran dengan
penjagaan terhadap perubahan yang dilakukan dengan cara diluar standar atau
oleh pihak yang tidak berwenang. Integritas meliputi data integritas (isi informasi)
dan originalitas integritas (sumber data, sering disebut otentikasi). Mekanisme
integritas terbagi dalam dua kelas, yaitu mekanisme pencegahan (prevention) dan
mekanisme deteksi (detection) dengan tujuan integritas yang berbeda. Mekanisme
pencegahan menghalangi seorang pemakai berusaha mengubah suatu data, dimana
tidak mempunyai wewenang untuk mengubah data tersebut. Mekanisme deteksi
menghalangi seorang pemakai yang mempunyai wewenang untuk mengubah data
diluar cara standar.
Aspek ketersediaan berhubungan dengan ketersediaan informasi atau
sumber daya ketika dibutuhkan. Sistem yang diserang keamanannya dapat
menghambat atau meniadakan akses ke informasi. Usaha untuk menghalangi
ketersediaan informasi disebut denial of service (DoS Attack), contohnya suatu
server menerima permintaan (biasanya palsu) yang bertubi-tubi atau diluar
perkiraan sehingga tidak dapat melayani permintaan lain atau bahkan server
tersebut menjadi down atau crash.
NIST (National Institute of Standards and Technology) Komputer Security
Handbook dalam Stalling (2011) mendefinisikan keamanan komputer sebagai
perlindungan yang diberikan kepada sistem informasi secara otomatis dalam
rangka untuk mencapai yang dapat diaplikasikan untuk menjaga integritas,
ketersediaan, dan kerahasiaan dari sumber daya sistem informasi (termasuk
hardware, software, firmware, informasi/data, dan telekomunikasi).
Kriptografi
Kriptografi berasal dari gabungan kata kripto yang berarti rahasia dan grafi
yang berarti tulisan. Definisi kriptografi merupakan seni dan ilmu untuk menjaga
keamanan pesan (Schneier, 1996). Kriptografi juga dapat didefinisikan sebagai
studi matematik yang berkaitan dengan aspek keamanan informasi seperti
kerahasiaan, integritas data, autentikasi entitas, dan autentikasi asal data
(Guritman, 2003). Terdapat empat tujuan utama dari kriptografi sebagai berikut :
1. Kerahasiaan adalah suatu layanan yang digunakan untuk menjaga isi
informasi dari semua pihak yang tidak berwenang memilikinya. Dengan
demikian informasi hanya akan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berhak
saja.
2. Integritas adalah suatu layanan yang berkaitan pengubahan data atau
informasi dari pihak-pihak yang tidak berwenang. Untuk menjamin integritas
data, harus mampu mendeteksi manipulasi data dari pihak-pihak yang tidak

9
berwenang. Manipulasi data yang dimaksud disini diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan penghapusan, penyisipan, dan pergantian data.
3. Otentikasi adalah suatu layanan yang berhubungan dengan identifikasi
entitas dan informasi itu sendiri. Dua pihak yang terlibat dalam komunikasi
seharusnya mengidentikasi dirinya satu sama lain. Informasi yang
disampaikan melalui satu saluran (channel) seharusnya dapat
diidentifikasikan asalnya, isinya, tanggal dan waktunya. Atas dasar ini
otentikasi terbagi menjadi dua kelas besar, yaitu otentikasi entitas dan
otentikasi asal data.
4. Non-repudiasi adalah suatu layanan yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya oleh
entitas. Apabila sengketa muncul ketika suatu entitas mengelak telah
melakukan komitmen tertentu, maka suatu alat untuk menangai situasi
tersebut diperlukan. Misalnya, suatu entitas mendapatkan wewenang dari
entitas lainnya untuk melakukan aksi tertantu, kemudian mengingkari
wewenang yang diberikan, maka suatu prosedur yang melibatkan pihak
ketiga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa itu.
Protokol Two Central Facilities
Pemilihan menggunakan protokol Two Central Facilities dilakukan
dengan membagi Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating
Facility (CTF) menjadi dua bagian yang berbeda. Menurut Sireesha dan Chakchai
(2005) pemilihan dengan Two Central Facilities adalah sebagai berikut :
1. Setiap pemilih mengirim pesan kepada Central Legitimazation Agency (CLA)
dan meminta nomor validasi.
2. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim nomor validasi acak kepada
pemilih dan menyimpan daftar setiap nomor validasi. Central Legitimazation
Agency (CLA) juga menyimpan sebuah daftar dari nomor validasi penerima,
untuk mengantisipasi seseorang memilih dua kali.
3. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim daftar nomor validasi
kepada Central Tabulating Facility (CTF).
4. Setiap pemilih memilih nomor identifikasi secara acak lalu membuat pesan
dengan nomor tersebut, yaitu nomor validasi yang diperoleh dari Central
Legitimazation Agency (CLA) dan suaranya. Pesan ini kemudian dikirimkan
kepada Central Tabulating Facility (CTF).
5. Central Tabulating Facility (CTF) memeriksa dan membandingkan nomor
validasi dengan daftar yang diterima dari Central Legitimazation Agency
(CLA). Jika nomor validasi terdapat pada daftar maka nomor tersebut akan
disilang untuk menghindari pemilih memilih dua kali. Central Tabulating
Facility (CTF) menambahkan nomor identifikasi pada daftar pemilih yang
telah memberikan suara pada kandidat tertentu dan menambahkan satu suara
pada kandidat tersebut.
6. Setelah semua suara diterima, Central Tabulating Facility (CTF)
mempublikasikan keluaran seperti daftar nomor identifikasi dan untuk siapa
suara tersebut diberikan.
Skema pemilihan dengan komunikasi Two Central Facilities dapat dilihat
pada Gambar 2. Pada sistem ini setiap pemilih dapat melihat daftar nomor
identifikasi dan mencari nomor miliknya untuk membuktikan bahwa pilihannya

10
telah dihitung. Tentu saja semua pesan yang keluar/masuk telah dienkripsi dan
ditandatangani untuk menghindari peniruan terhadap identitas orang lain atau
menghindari adanya penangkapan transmisi.
Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memodifikasi suara karena
setiap pemilih akan melihat nomor identifikasi yang dimilikinya. Jika seseorang
pemilih tidak berhasil menemukan nomor identifikasinya, atau ditemukan nomor
identifikasi pada kandidat yang tidak dipilih, pemilih akan menyadari bahwa telah
terjadi kecurangan. Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memanipulasi
kotak perhitungan suara karena kegiatan tersebut berada dalam pengawasan
Central Legitimazation Agency (CLA). Central Legitimazation Agency (CLA)
mengetahui berapa banyak pemilih yang telah terdaftar dan nomor validasinya,
dan akan mendeteksi jika terdapat modifikasi.

Gambar 2 Skema pemilihan two central facilities
Central Legitimazation Agency (CLA) dapat menyatakan pemilih yang tidak
memiliki hak pilih. Central Legitimazation Agency (CLA) juga dapat mengawasi
pemilih yang melakukan kecurangan seperti memilih lebih dari satu kali. Hal ini
dapat diantisipasi dengan cara menerbitkan daftar pemilih yang telah disertifikasi.
Jika nomor pemilih dalam daftar tidak sama dengan jumlah suara, maka dicurigai
telah terjadi kesalahan atau kecurangan. Sebaliknya jika jumlah peserta yang ada
pada daftar lebih banyak dari hasil tabulasi artinya beberapa pemilih tidak
menggunakan hak suaranya (Wardhani, dkk. 2009).
Central Legitimization Agency (CLA)
Central Legitimization Agency (CLA) merupakan bagian yang bertugas
untuk melakukan sertifikasi pemilih. Fungsi utama dari Central Legitimazation
Agency (CLA) adalah untuk melakukan otentikasi dan otorisasi pemilih. Setiap
pemilih akan mengirim sebuah pesan aman kepada Central Legitimazation
Agency (CLA) untuk meminta sebuah ValidationID. Central Legitimazation
Agency (CLA) akan membangkitkan sebuah ValidationID, mendaftarkannya
secara aman kepada Central Tabulating Facility (CTF), dan mengembalikannya
secara aman kepada pemilih. ValidationID bernilai sangat kompleks sehingga
secara komputasi tidak memungkinkan seorang penyerang untuk memproduksi
sebuah ID yang valid. Central Legitimization Agency (CLA) memiliki daftar
sejumlah ValidationID yang valid serta daftar identifikasi pemilih dari setiap
ValidationID dalam rangka untuk mencegah pemilih menerima lebih dari satu

11
ValidationID dan melakukan pemilihan lebih dari satu kali (DuFeu dan Harris,
2001).
Skema E-voting
Sistem protokol e-voting Two Central Facilities termasuk protokol yang
paling memenuhi sebagian besar persyaratan untuk menjalankan secure election
dan memiliki tingkat keamanan yang paling tinggi yang dijelaskan oleh Schneier
(1996). Sireesha dan Chakchai pada tahun 2005 telah melakukan penelitian yang
mengembangkan sistem e-voting dengan protokol Two Central Facilities tersebut
sedemikian rupa sehingga memiliki alur seperti pada Gambar 3 yang telah
dimodifikasi pada penelitian Fitrah, dkk. (2012). Berdasarkan skema e-voting
pada Gambar 3, alur kerja online voting terbagi menjadi empat tahapan dengan
penjelasan sebagai berikut :

Gambar 3 Skema e-voting two central facilities
Tahap 1
1. Pengiriman kunci publik oleh masing-masing mesin voting kepada Central
Legitimization Agency (CLA).
2. Central Legitimization Agency (CLA) mengirimkan kunci simetri yang telah
dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari masing-masing
mesin voting dan diberikan kepada masing-masing mesin voting sesuai alamat
IP address masing-masing mesin voting.
Tahap 2
1. Pemilih mengirimkan permintaan untuk memilih melalui mesin voting
dengan cara menempelkan kartu identitasnya.
2. Mesin voting akan mengirimkan data kartu identitas pemilih yang telah
dienkripsi kepada Central Legitimization Agency (CLA).
3. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses dekripsi
terhadap data yang diterima.
4. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan autentikasi pemilih
dengan database.
5. Apabila pemilih dinyatakan berhak memilih dengan ketentuan pemilih telah
terdaftar di database dan belum memilih sebelumnya, pemilih akan diarahkan
kepada halaman pemilihan dan status pemilih akan diubah menjadi status

12
telah melakukan autentikasi. Namun, apabila pemilih dinyatakan tidak berhak
memilih, pemilih langsung diarahkan ke halaman gagal memilih.
6. Setelah pemilih melakukan pemilihan, pilihan pemilih akan disimpan pada
mesin voting dan status pemilih akan diubah menjadi status telah melakukan
pemilihan. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai
pada waktu pemilihan selesai.
Tahap 3
1. Pengiriman kunci publik oleh masing masing mesin voting kepada Central
Tabulating Facility (CTF).
2. Central Tabulating Facility (CTF) mengirimkan kunci simetri yang telah
dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari tiap-tiap mesin
voting dan dikirimkan kepada masing-masing mesin sesuai alamat IP address
mesin voting.
Tahap 4
1. Mesin voting secara periodik akan melakukan permintaan kepada Central
Legitimization Agency (CLA) untuk mengirimkan data ke Central Tabulating
Facility (CTF) dengan mengirimkan informasi identitas mesin yang
dienkripsi.
2. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses autentikasi dan
mengirimkan suatu random key mesin kepada mesin voting dan Central
Tabulating Facility (CTF) yang dienkripsi.
3. Mesin voting akan mengirimkan identitas mesin, data hasil pemilihan, dan
juga nilai random kepada Central Tabulating Facility (CTF) yang didapatkan
dari Central Legitimization Agency (CLA) yang telah dienkripsi.
4. Central Tabulating Facility (CTF) melakukan pencocokan nilai random key
yang diberikan mesin dengan random key yang diterima dari Central
Legitimization Agency (CLA) untuk mesin tersebut.
5. Jika sah, Central Tabulating Facility (CTF) akan melakukan pengecekan data
yang dikirim dari masing-masing mesin voting.
6. Apabila random key yang dikirimkan mesin dan Central Legitimization
Agency (CLA) sesuai, jumlah suara yang diberikan mesin kepada Central
Tabulating Facility (CTF) akan disimpan ke dalam Central Tabulating
Facility (CTF).
7. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai pada waktu
pemilihan selesai.
Secure Voting Requirement
Kebijakan yang akan diterapkan dalam membangun sistem e-voting
mengacu pada buku Schneier (1996). Secure voting requirement yang dibangun
secara komputerisasi dapat digunakan jika terdapat protokol yang menjamin dua
hal dibawah ini, yaitu :
1. Privasi individu.
2. Pencegahan terhadap kecurangan.
Suatu protokol yang ideal harus memiliki 6 persyaratan sebagai berikut :
1. Hanya pemilih yang berhak yang dapat memberikan suara (otentikasi).
2. Tidak boleh memberikan lebih dari satu suara.
3. Tidak boleh menentukan orang lain harus memilih untuk siapa.
4. Tidak ada yang bisa menduplikasi suara orang lain.

13
5.
6.

Tidak boleh mengubah pilihan orang lain.
Setiap pemilih dapat memastikan bahwa suara mereka sudah dikirimkan dan
terhitung dalam penghitungan akhir.

Sidik Jari (fingerprint)
Sidik jari atau fingerprint adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang
sengaja diambil maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah
tersentuh kulit telapak tangan atau kaki. Sidik jari merupakan karakteristik alami
manusia yang digunakan dalam identifikasi personal sejak lama. Sidik jari yang
terdiri dari pola alur (ridge) dan lembah (valley), yang unik untuk tiap individu,
bahkan bagi mereka yang kembar sekalipun (Iqbal dan Sigit).

Gambar 4 Contoh sampel sidik jari
Sistem kerja mesin sidik jari terbilang sangat signifikan dan sensitif. Sensor
yang digunakan untuk mendeteksi sidik jari menggunakan sistem optikal, dimana
pendeteksian dilakukan dengan pembacaan kontur atau tinggi rendahnya
permukaan sidik jari dan listrik statis tubuh. Hal ini menghasilkan tingkat
keamanan yang tinggi, karena tidak bisa dipalsukan dengan foto copy sidik jari,
sidik jari tiruan bahkan dengan cetak lilin yang detail dengan guratan-guratan
kontur sidik jari sekalipun.
Sistem kerja absensi sidik jari dengan komputer atau yang lebih dikenal
absensi sidik jari ”online” ini sangat bergantung dengan komputer. Jadi absensi ini
harus bekerja bersama komputer dan tidak dapat berdiri sendiri. Seluruh proses
record verifikasi jari dilakukan di komputer, sedang sensor U.are.U atau sensor
sidik jari yang digunakan hanya untuk mengambil sidik jari saja. Selanjutnya data
akan langsung diinput kedalam database yang sudah terintergrasi dengan sensor.
Pada umumnya absensi sidik jari online atau terhubung dengan komputer
mempunyai minimal konfigurasi sistem komputer sebagai berikut (sidikjari.com) :
a. Minimal Pentium 200Mhz
b. 64MB Memory
c. Slot USB untuk sensor sidik jari
d. Windows ME/XP/Vista

14

Gambar 5 Mesin fingerprint scanner
Spesifikasi :
 Type : U are. U4500
 Menggunakan sensor digital personal
 PC Based, memerlukan komputer pada saat operasional
 Kapasitas User : Tidak Terbatas
 Kapasitas Transaksi Log : Tidak Terbatas
 Media Komunikasi ke Komputer : USB Cable
 Waktu respon :