Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah Di Lahan Pasir Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta

i

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH
DI LAHAN PASIR KECAMATAN SANDEN
KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

HAYYU DRAIFI MARLA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden
Kabupaten Bantul Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan disantumkan dlam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Hayyu Draifi Marla
NIM H34134006

iii

ABSTRAK
HAYYU DRAIFI MARLA. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di
Lahan Pasir Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dibimbing oleh
NETTI TINAPRILLA.
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan komoditas hortikultura dengan
tingkat konsumsi tertinggi setelah beras dan gula di Indonesia. Namun, kebutuhan
bawang merah lebih besar dibandingkan dengan produksi dan alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian berakibat pada penurunan produksi.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengembangkan pemanfaatan lahan
pasir sebagai solusi peningkatan produksi hortikultura dan alih fungsi lahan
pertanian sejak 2003. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur
biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir dengan
menggunakan 22 petani sampel yang diambil secara sensus di Kecamatan Sanden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya produksi terbesar adalah
bibit (48.33%) dan tenaga kerja (15.77%). Rata-rata pendapatan atas biaya tunai
usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp7 797 714.77,- per 1000 m2 per
musim tanam 1 dan pendapatan atas biaya total usahatani bawang merah di lahan
pasir sebesar Rp4 509 947.03,- per 1000 m2 per musim tanam 1. Rasio R/C atas biaya
tunai sebesar 6.32 dan R/C atas biaya total sebesar 1.95.
Kata kunci: Bawang merah, lahan pasir, struktur biaya, pendapatan, efisiensi

ABSTRACT
HAYYU DRAIFI MARLA. Farming Income Analysis Shallots in Coastal Land
in Sanden, Bantul, Yogyakarta. Supervised by NETTI TINAPRILLA.
Shallot (Allium cepa L.) is horticultural comodities which has third highest
consumption rate after rice and sugar in Indonesia. However, the consumption of
shallot was higest than its production and agricultural land corvesion into non
agricultural land causes decreasing production of shallot. The government of

special region Yogyakarta utilize coastal land as a solution to increase production
and agricultural land conversion since 2003. The aims of this research is to analyze
the cost structure, income, and efficiency of shallot farming in coastal land using
22 sampel of farmers selected censusly in Sanden District. The result showed that
the largest component production cost is seed (48.33%) and labour (15.77%). The
average income over cash expenses of shallot farming in coastal land is Rp7 797
714.77,- per 1000 m2 per crop session 1 and the average income over total farm
expenses of shallot farming in coastal land is Rp4 509 947.03,- per 1000 m2 per
crop session 1. R/C ratio over cash expenses 6.32 and R/C ratio over total farm
expenses 1.95.
Key words: Shallot, coastal land, cost structure, income, efficiency

iv

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH
DI LAHAN PASIR KECAMATAN SANDEN
KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

HAYYU DRAIFI MARLA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan proposal ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Bawang
Merah Lahan di Lahan Pasir Kecamanatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 – September 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam penulisan skripsi ini.

Bapak Ir Burhanuddin, MM dan Bapak Rahmat Yanuar, SP MSi selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberi saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi
ini. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga
bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Hayyu Draifi Marla

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN

viii
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Lingkungan Tumbuh Bawang Merah
5
Faktor – Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah
6
Penerimaan Usahatani Bawang Merah
6
Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah
7
Pendapatan Usahatani Bawang Merah

7
KERANGKA PEMIKIRAN
7
Kerangka Pemikiran Teoritis
7
Konsep Usahatani
7
Konsep Struktur Biaya Usahatani
9
Konsep Pendapatan Usahatani
9
Konsep Efisiensi Usahatani
10
Kerangka Pemikiran Operasional
10
METODE PENELITIAN
12
Lokasi dan Waktu Penelitian
12
Metode Pengambilan Sampel

12
Metode Pengumpulan Data
12
Metode Analisis Data
12
Analisis Biaya Usahatani
13
Analisis Pendapatan Usahatani
13
Analisis Efisiensi Usahatani
14
GAMBARAN UMUM
14
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
14
Karakteristik Petani Sampel
15
Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir
17
Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir

21
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
Analisis Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir
24
Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan
Sanden
28
Analisis Efisiensi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden
32
KESIMPULAN DAN SARAN
33
Kesimpulan
33
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
RIWAYAT HIDUP
36


viii

DAFTAR TABEL
Konsumsi rata-rata per kg per kapita seminggu beberapa bahan makanan
di Indonesia 2010-2014
2 Produktivitas bawang merah menurut kabupaten di DIY tahun 20112013
3 Produksi bawang merah di Kecamatan Sanden 2012-2014
4 Perbedaan input usahatani bawang merah di lahan pasir dan lahan sawah

1

5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden tahun 2014
Distribusi usia petani sampel di Kecamatan Sanden
Tingkat pendidikan petani sampel
Distribusi pengalaman usahatani petani sampel
Distribusi penggunaan bibit bawang merah petani responden
Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani responden
Distribusi penggunaan pupuk kandang petani responden
Luas lahan yang diusahakan petani responden
Rata-rata biaya usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan
Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1
Rata-rata struktur biaya usahatani bawang merah di lahan sawah
Kabupaten Bantul per 1000 m2 per musim tanam 1
Rata-rata pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan
Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1
Perbandingan output usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan
sawah per 1000 m2 per musim tanam 1
Perbandingan efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir dan di
lahan sawah per 1000 m2 per musim tanam 1

1
2
3
4
15
15
16
17
21
22
23
23
25
27
30
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran operasional
Bibit bawang merah siap tanam
Kegiatan penyiraman bawang merah di lahan pasir
Bawang merah di lahan pasir umur 50 hari
Sistem irigasi sembur

11
18
18
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata penyusutan alat pertanian per musim tanam
2 Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah di lahan
pasir per 1000 m2 per MT 1
3 Penggunaan pupuk kandang petani responden
4 Penggunaan bibit bawang merah petani responden

38
38
39
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia. Selain digunakan sebagai bumbu masakan sehari-hari,
bawang merah juga dibutuhkan oleh restoran dan industri sebagai bahan penyedap.
Konsumsi rata-rata bawang merah masyarakat Indonesia berada di dalam lima
besar konsumsumsi rata-rata beberapa bahan makanan (Tabel 1). Berdasarkan
Tabel 1, konsumsi rata-rata bawang merah per kapita seminggu menempati urutan
ketiga terbesar setelah beras dan gula. Urutan konsumsi rata-rata per kg per kapita
seminggu adalah beras (1.679 kg), gula (0.133 kg), dan bawang merah (0.047 kg),
ikan udang diawetkan (0.045 kg), dan bawang putih (0.027 kg)
Tabel 1 Konsumsi rata-rata per kg per kapita seminggu beberapa bahan makanan
di Indonesia tahun 2010-2014
Tahun
2010

2011

2012

2013

2014

Ratarata (kg)

Beras lokal/ketan

1.733

1.721

1.675

1.642

1.626

1.679

Gula pasir

0.148

0.142

0.124

0.128

0.123

0.133

Bawang merah
Ikan dan udang
diawetkan

0.049

0.045

0.053

0.040

0.048

0.047

0.045

0.049

0.047

0.043

0.043

0.045

Bawang putih
0.026
0.026
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah

0.031

0.023

0.030

0.027

Jenis Bahan Makanan

Selain konsumsi yang menempati urutan ketiga, bawang merah merupakan
komoditas yang menjadi perhatian pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik,
Bawang merah menjadi komoditas yang berkontribusi dalam laju inflasi bulan
Februari 2013 yaitu sebesar 0,07 persen. Inflasi tersebut disebabkan oleh harga jual
bawang merah yang semakin meningkat akibat supply bawang merah yang
menurun. Harga jual rata-rata bawang merah tertinggi tercatat pada bulan Agustus
2013 sebesar Rp 60 549/kg (Pusdatin, 2013). Agar kestabilan harga bawang merah
dapat tercapai, pada tahun 2013 Kementrian Pertanian mencanangkan program
Renaksi Bawang Merah untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi
bawang merah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Program tersebut
meliputi pengenalan teknologi pembibitan dan teknologi budidaya bawang merah.
Program peningkatan produksi bawang merah juga dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memanfaatkan lahan pasir. Sesuai
dengan program pembangunan pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta,
pemanfaatan lahan pasir pantai selatan bertujuan mewujudkan pertanian tangguh
yang dapat mendukung industri yang kuat dan maju serta pola pembinaan
komoditas sektor pertanian yang berorientasi agribisnis, berwawasan lingkungan
yang berkelanjutan (Bappeda DIY 2001). Salah satu pertimbangan pembangunan
pemerintah Yogyakarta diarahkan kepada pemanfaatan lahan pasir pantai selatan

2

kurang lebih seluas 3300 hektar. Lahan pasir memiliki karakteristik yang berbeda
dengan lahan sawah atau tegalan sehingga diperlukan teknologi khusus agar lahan
pantai dapat ditanami. BPTP Yogyaarta telah melakukan penelitian terkait potensi
lahan marginal untuk lahan pertanian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
lahan marginal dapat dimanfaatkan dengan cara perbaikan sifat tanah (fisika, kimia,
dan biologi). Teknologi ameliorasi dengan penggunaan bahan organik, bahan
pembenah tanah (zeolit) dan tanah liat dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah (Sudiharjo 2000). Teknologi ameliorasi ini diharapkan mampu meningkatkan
kesuburan lahan untuk meningkatkan potensi lahan pasir yang akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Tabel 2 Produktivitas bawang merah menurut kabupaten di DIY tahun
2011-2013
Perkembangan
Uraian

2011

2012

2013

2011-2012
Absolut

2012-2013

%

Absolut

%

Produksi (ton)
Kulonprogo

2 552.3

2 472.2

2 150.5

-80

-3.14

-322

-13.01

11 794.7

9 219.1

7 327

-2 576

-21.84

-1 892

-20.52

Gunungkidul

61.1

123.8

45

63

102.62

-79

-63.65

Sleman

29.5

39.9

18.1

10

35.25

-22

-54.64

14 347

11 855

9 540.6

-2 656

-17.89

-2 314

-19.52

Kulonprogo

308

304

259

-4

-1.30

-45

-14.80

Bantul

939

791

602

-148

-15.76

-189

-23.89

60

300

-50

-62.50

Bantul

DIY
Luas Panen (ha)

Gunungkidul
Sleman

20
4

5

2

1

35

-3

-60.00

1 271

1 180

893

-91

-7.16

-287

-24.32

8.29

8.13

8.3

-0.16

-1.93

0.17

2.09

12.56

11.65

12.17

-0.91

-7.25

0.52

4.46

Gunungkidul

3.06

1.55

1.5

-1.51

-49.35

-0.05

-3.23

Sleman

7.38

7.98

9.05

0.60

8.13

1.07

13.41

11.36

10.05

10.68

-1.31

-11.53

0.63

6.27

DIY
Produktivitas (ton/ha)
Kulonprogo
Bantul

DIY

Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (2014)

Kabupaten Bantul memiliki produktivitas bawang merah yang lebih tinggi
ddibandingkan kabupaten lain yang juga menanam bawang merah (Tabel 2).
Berdasarkan data pada Tabel 2, presentase produksi bawang merah terbesar tahun
2013 menurut kota atau kabupaten berada di Kabupaten Bantul sebesar 76.8 persen,
Kabupaten Kulon Progo sebesar 22.54 persen dan sisanya berada di Kabupaten
Gunungkidul dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Bantul memiliki Luas panen
tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan Kabupaten
Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Sleman. Luas panen rata-rata Kabupaten Bantul
sebesar 596.67 hektar per tahun, Kabupaten Kulon Progo sebesar 290.3 hektar per
tahun. Berdasarkan Tabel 2, prodktivitas bawang merah tertinggi berada di

3

Kabupaten Bantul disusul dengan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Daerah
Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Sleman.
Perumusan Masalah
Pengembangan kawasan pertanian lahan kering untuk diversifikasi sumber
pangan guna menciptakan peluang ekonomi direncanakan kembali oleh Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY, 2010). Program pengembangan
kawasan pertanian lahan pasir pantai untuk meningkatkan produksi komoditas
pangan maupun hortikultura telah dimulai sejak 2001 (Bappeda DIY, 2001). Salah
satu faktor menyebabkan semakin pentingnya pemanfaatan lahan pasir pantai
adalah perubahan alih fungsi lahan. Luas lahan pertanian semakin berkurang karena
lahan pertanian digunakan untuk pembangunan hotel, perumahan, pusat
perbelanjaan, dan restoran. Lahan pertanian yang semakin berkurang mendorong
adanya alternatif lain untuk meningkatkan produksi komoditas pangan dan
hortikultura di lahan pasir atau lahan kering.
Daerah yang termasuk dalam program pembangunan pertanian Daerah
Istimewa Yogyakarta di lahan pasir adalah Bantul dengan komoditas unggulan
yaitu bawang merah. Sentra bawang merah Kabupaten Bantul berada di Kecamatan
Sanden. Kecamatan Sanden memiliki suhu paling tinggi yang tercatat oleh BPP
(Balai Penyuluhan Pertanian) Sanden sebesar 30 derajat celsius dan memiliki curah
hujan sebesar 1848 mm. Sangat cocok dengan syarat tumbuh bawang merah.
Bawang merah akan tumbuh dengan baik pada suhu yang agak panas dan cuaca
cerah yaitu 20-30 derajat celcius.
Tabel 3 Produksi bawang merah di Kecamatan Sanden 2012-2014
Desa
Gadingsari
Gadingharjo
Srigading
Murtigading
Total

Produksi (Kw)
2012
2013
2 321
1 597
7 646
5 255
20 996
14 429
1 523
1 047
32 486
22 328

2014
1 898
6 244
17 144
1 244
26 530

Rata-rata produksi
per tahun (Kw)
1 938.67
6 381.67
17 523
1 271.33
27 114.67

Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (2015), diolah

Kecamatan Sanden merupakan penghasil komoditas bawang merah
tertinggi di Kabupaten Bantul. Produksi total bawang merah di Kecamatan Sanden
dari tahun 2010-2014 berfluktuasi (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, tahun 2012
produksi bawang merah mencapai 32 486 kwintal. Pada tahun 2013, produksi total
bawang merah di Kecamatan Sanden sebesar 22 328 kwintal. Sedangkan pada
tahun 2014, produksi total bawang merah di Kecamatan Sanden mengalami
peningkatan menjadi 26 530 kwintal. Produksi total bawang merah tersebut
meliputi bawang merah yang ditanam di lahan pasir maupun lahan sawah Rata-rata
produksi bawang merah tertinggi adalah Desa Srigading sebesar 17 523 kwintal.
Kemudian diikuti oleh Desa Gadingharjo sebesar 6 381.67 kwintal per tahun, Desa
Gadingsari 1 938.67 kwintal pr tahun dan Desa Murtigading sebesar 1 271.33
kwintal per tahun. Penurunan produksi yang terjadi di Kecamatan Sanden

4

mengindikasikan beberapa hal seperti penggunaan bibit yang tidak unggul dan
pengetahuan petani dalam teknis budidaya bawang merah yang kurang memadai.
Kegiatan usahatani bawang merah lahan pasir berbeda dengan kegiatan
usahatani bawang merah di lahan non pasir seperti sawah maupun tegalan. Inputinput yang digunakan berbeda disebabkan lahan pasir bersifat gersang dan miskin
unsur hara. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul (2013) terdapat
perbedaan pada penggunaan mulsa, jarak tanam, dosis pupuk dan frekuensi
penyiraman (Tabel 4). Berdasarkan tabel 4, lahan pasir membutuhkan pupuk
kandang dalam usahataninya. Teknis pengolahan lahan dilakukan dengan teknologi
ameliorasi menggunakan pupuk kandang, pupuk organik, tanah liat, dan zeolit.
Tabel 4 Perbedaan input usahatani bawang merah di lahan pasir dan lahan sawah
No

Parameter

1
2

Tipe lahan
Varietas Bibit

3
4

Kebutuhan bibit per hektar
Pupuk
Urea
ZA
N
SP-36
KCL
Pupuk organik

5

Pengolahan lahan
SP-36
Pupuk Kandang
Pupuk Organik
Tanah liat
Zeolit

Lahan pasir

Lahan non pasir

Entisol
Tiron, Biru, Super biru
Bantul, Crog kuning
1000 kg

Andosol, Aluvial
Kuning, Kramat 1,
Kramat 2
1500 kg

125kg/hektar

1/3 N
2/3 N
150-200 kg/hektar

50 kg/hektar
75 kg/hektar

100-200 kg/hektar
5 ton/hektar (pupuk
kandang ayam) atau
10-20 ton /hektar
(pupuk kandang
sapi)

40 ton/hektar
10 ton/hektar
50 ton/hektar
450 kg/hektar

200-250 kg/hektar
1-1,5 ton/hektar
-

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran 2005, Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul
2013, (diolah)

Usahatani bawang merah di lahan sawah merupakan usahatani yang
menguntungkan (Riyanto, 2000). Namun penggunaan input produksi di lahan pasir
yang berbeda dengan penggunaan input produksi di lahan sawah akan
mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan pada akhirnya berpengaruh pada
pendapatan petani. Bawang merah membutuhkan waktu penyinaran yang lama agar
dapat tumbuh dengan baik. Pada saat musim hujan, curah hujan yang tinggi
menyebabkan waktu penyinaran menjadi lebih sedikit. Hal ini akan mempengaruhi
output bawang merah. Bawang merah di lahan pasir dapat tumbuh dengan baik pada
musim hujan jika disertai dengan penggunaan input yang tepat. Sehingga perlu
dilakukan penelitian bagaimana struktur biaya usahatani bawang merah di lahan
pasir pada saaat MT 1?

5

Pemanfaatan lahan pasir untuk kegiatan usahatani dapat terwujud dengan
adanya teknologi ameliorasi. Ameliorasi merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan amelioran. Teknologi
ameliorasi diharapkan mampu meningkatkan produksi, produktivitas, dan
pendapatan petani. Pemanfaatan lahan pasir pantai di Kecamatan Sanden dengan
teknologi ameliorasi dimulai tahun 2003. Pada tahun tersebut petani mulai
melakukan pemanfaatan di lahan pasir Kecamatan Sanden secara massal. Sampai
saat ini, masih banyak petani yang bertahan melakukan kegiatan budidaya bawang
merah di lahan pasir. Sikap petani yang konsisten melakukan kegiatan budidaya
bawang merah di lahan pasir sampai saat ini perlu diteliti lebih lanjut. Apakah
usahatani bawang merah lahan pasir mampu meningkatkan pendapatan petani di
Kecamatan Sanden atau tidak. Jika produksi meningkat tanpa diikuti menigkatnya
pendapatan, hal tersebut dapat merugikan bagi petani. Sehingga perlu dianalisis
bagaimana tingkat pendapatan usahatani bawang merah lahan pasir pasa saat MT
1? apakah usahatani bawang merah lahan pasir pada saat MT 1 efisien?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menganalisis struktur biaya usahatani bawang merah di lahan pasir
Kecamatan Sanden pada MT 1.
2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir
Kecamatan Sanden pada MT 1.
3. Menganalisis efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan
Sanden pada MT 1.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Kecamatan Sanden Kabupaten
Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Petani yang dijadikan responden
adalah petani yang membudidayakan bawang merah di lahan pasir. Penelitian ini
menganalisis struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani bawang merah
lahan pasir pada Musim Tanam 1 (MT 1) atau musim penghujan yang dilaksana
pada bulan Maret 2015 - Mei 2015.

TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Tumbuh Bawang Merah
Tumbuhan bawang merah merupakan tumbuhan yang menyukai daerah
yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah disertai angin
sepoi-sepoi. Penanaman bawang merah di tempat terlindung dapat mengakibatkan
pembentukan umbi yang kurang baik. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari
sangat diutamakan dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam
(Wibowo, 2009). Bawang merah dapat tumbuh optimum pada ketinggian 0-800 m
dpl. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah adalah 25-32 derajat
celcius.

6

Kecamatan Sanden adalah daerah yang memiliki ketinggaian 10 m dpl.
Ketinggian 10 m dpl ini termasuk dalam ketinggian optimum untuk pertumbuhan
bawang merah yaitu 0-800 m dpl. Khususnya dalam budidaya bawang merah di
lahan pasir. Daerah pesisir pantai memiliki iklim kering dengan suhu agak panas
dan cuaca cerah dan berangin. Menurut BPP Sanden (2014) suhu tertinggi yang
tercatat di Kecamatan Sanden sebesar 30 derajat celcius. Berdasarkan kriteria
lingkungan tersebut, Kecamatan Sanden sangat berpotensi dalam budidaya bawang
merah.
Wibowo (2009) menyatakan tanah yang gembur, subur, banyak
mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk bawang merah.
Hendaknya memilih tanah yang mudah melalukan air, aerasi yang baik, dan tidak
becek. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung berpasir atau berdebu
karena sifat tanah tersebut memiliki aerasi dan srainase yang baik. Nilai pH yang
paling baik untuk pertumbuhan bawang merah yaitu antara 6.0 – 6.8. Keasaman
dengan pH 5.5-7.0 masih termasuk dalam kisaran keasaman yang dapat digunakan
untuk budidaya bawang merah
Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2004) menyatakan bahwa tanah di
lahan pasir daerah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo diklasifikasikan
sebagai lahan marginal untuk tanamn pangan dan sayuran kerena memiliki sifat
fisik tanah yang kurang baik yaitu tekstur tanah kasar, struktur berbutir, konsistensi
lepas, permeabilitas dan drainase sangat cepat. Sehingga dilakukan rekayasa
teknologi menggunakan bahan pembenah tanah antara lain bahan organik,
campuran tanah liat, dan zeolit. Kombinasi tersebut menjadikan tanah stabil dan
meningkatkan ketersediaan air. Selain hal tersebut, biaya pengolahan lahan pasir
tergolong mudah dan sederhana karena tidak membutuhkan traktor.
Faktor – Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah
Produksi bawang merah akan dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor
produksi. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usahatani bawang merah
sangat bervariasi pada setiap penelitian. Faktor-faktor tersebut adalah luas lahan,
bibit, pupuk urea, pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk KCL, tenaga kerja dan pestisida
Riyanto (2000). Namun terdapat persamaan pada setiap penelitian bahwa faktorfaktor yang memengaruhi produksi usahatani bawang merah adalah bibit Riyanto
(2000), Damanah (2008), dan Pamusu et al. (2013). Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah bibit merupakan faktor yang penting dalam usahatani bawang merah.
Penerimaan Usahatani Bawang Merah
Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah output dengan harga
output. Besarnya penerimaan total dan biaya total yang dikeluarkan petani bawang
merah akan mempengaruhi pendapatan total petani. Penerimaan total petani
bawang merah berkisar antara Rp 48.764.970 – Rp 151.650.269 Damanah (2008),
Apriani (2011) dan Pamusu et al. (2013). Penerimaan terbesar ditunjukkan oleh
penelitian Apriani (2011). Penerimaan total petani bawang merah mencapai nilai
lebih dari Rp 100.000.000 per hektar menggunakan varietas khusus yaitu sumenep,
balikaret, dan varietas lokal palu. Penerimaan bersama dengan biaya yang
dikeluarkan petani akan berpengaruh pada pendapatan petani.

7

Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah
Input produksi yang digunaan oleh petani bawang merah akan
mempengaruhi struktur biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan petani
akan berpengaruh pada tingkat pendapatan petani. Kontribusi biaya dalam
usahatani bawang merah sangat bervariasi. Kontribusi terbesar biaya usahatani
bawang merah adalah bibit bawang merah yang berkisar antara 63 % - 84,1 %
Riyanto (2000) dan Apriani (2011). Hal ini berarti biaya bibit pada usahatani
bawang merah cukup besar karena diatas 50 persen dari biaya total. Jika usahatani
bawang merah diukur dari skala usahataninya, kontribusi biaya usahatani terbesar
untuk lahan sempit dan lahan sedang adalah bibit. Kontribusi biaya usahatani
terkecil adalah obat-obatan baik pada usahatani lahan sempit, sedang, dan besar
Damanah (2008).
Pendapatan Usahatani Bawang Merah
Pendapatan digunakan untuk meninjau penampilan suatu usahatani.
Penampilan usahatani bawang merah dapat diukur menggunakan pendapatan total.
Dimana pendapatan total menghitung biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun
non tunai. Pendapatan total usahatani bawang merah sangat bervariasi yaitu
berkisar antara Rp 9.844.561 per hektar per musim tanam sampai Rp 89.511.544
per hektar per musim tanam Riyanto (2000), Apriani (2011), dan Pamusu et al.
(2013). Pendapatan total tertinggi ditunjukkan oleh penelitian di Desa Sukasari
Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka yaitu sebesar Rp 89.511.544 per
musim tanam per hektar Apriani (2011). Diukur berdasarkan skala usahatani
bawang merah, pendapatan usahatani bawang merah terbesar berada pada skala
lahan sedang yaitu sekitar Rp 25.880.100 Damanah (2008).
R/C rasio merupakan rasio antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C
menunjukkan efisiensi usahatani. R/C atas biaya total usahatani bawang merah
berkisar antara 1,65 sampai 2,44 dan Riyanto (2000), Damanah (2008), Apriani
(2011) dan Pamusu et al. (2013). Hasil ini menunjukkan bahwa usahatani bawang
merah efisien untuk dilaksanakan. R/C rasio usahatani bawang merah terbesar yaitu
2,44 adalah penelitian di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten
Majalengka dengan menggunakan varietas Balikaret Apriani (2011). Dapat
disimpulkan bahwa usahatani bawang merah layak diusahakan, sebab 1 satuan
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih dari 1 satuan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Usahatani dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan dari sistem agribisnis
yang disebut dengan kegiatan on farm. Mosher (1966) diacu dalam Soeharjo et al.
(1973) menggambarkan istilah farm sebagai bagian dari permukaan bumi dimana
seorang petani, suatu keluarga tani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam
atau memelihara ternak. Kemudian Rifai (1960) diacu dalam Soeharjo et al.
(1973) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari kesatuan

8

organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan
untuk mendapatkan produksi di lapangan pertanian.
Menurut Hernanto (1996) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif sempit. Diartikan pula
sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan
teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Ilmu usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Soekartawi et al. (2011)
menyatakan usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri
dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial
baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorialsebagai pengelolanya.
Dalam usahatani, terdapat empat faktor produksi yang harus ada agar suatu
usahatani dapat berjalan. Suatu proses produksi akan berjalan dengan baik apabila
faktor-faktor produksi sudah terpenuhi. Keempat faktor produksi tersebut adalah
lahan (tanah), tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen).
1. Lahan atau Tanah
Lahan atau tanah memiliki sifat luas relatif tetap atau dianggap tetap,
tidak dapat dipindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjual belikan.
Menurut Soekartawi (2002), luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala
usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu
usaha pertanian. Pentingnya faktor produksi lahan tidak hanya dilihat dari luas
atau tidaknya tetapi diperhatikan juga tingat kesuburan, macam penggunaan
lahan, dan topografi.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja meruapakan faktor produksi yang penm ting. Suatu
usahatani tidak akan berjalan dengan baik tanpa tenaga kerja. Tenaga kerja
dalam usahatani berfungsi sebagai pelaku kegiatan produksi. Tenaga kerja
dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga
kerja luar keluarga (TKLK). Dalam usahatani, penggunaan tenaga kerja
dinyatakan dengan besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Luas
lahan akan mempengaruhi tenaga kerja yang akan digunakan.
3. Modal
Modal dapat berupa barang (natura) atau uang yang digunakan bersama
faktor-faktor produksi lainnya untuk menghasilkan produk pertanian. Hernanto
(1996) membedakan modal berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal
bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis digunakan dalam sekali
produksi. Hal ini berarti bahwa modal tetap dapat digunakan lebih dari satu kali
seperti tanah dan bangunan. Sedangkan modal bergerak adalah modal yang
habis digunakan dalam sekali produksi. Berdasarkan sumber modal, modal
dapat berupa modal sendiri dan modal pinjaman.
4. Manajemen
Hernanto (1996) menyatakan manajemen usahatani sebagai
kemampuan
petani
dalam
menentukan,
mengorganisir,
dan
mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian yang diharapkan. Ukuran
keberhasilan dari pengelolaan usahatani ditunjukkan oleh alokasi yang tepat

9

dalam penggunaan faktor-faktor produksi dalam mengingkatkan produksi dan
keuntungan. Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal (Hernanto, 1996). Faktor internal adalah faktor
yang dapat dikendalikan oleh petani yang terdiri dari petani pengelola, modal,
tenaga kerja, teknologi, alokasi penerimaan keluarga dan jumlah keluarga.
Faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunkasi, aspek-aspek
yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan
sarana penyuluh bagi petani.
Konsep Struktur Biaya Usahatani
Biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam suatu usahatani sangat bervariasi
tergantung jenis usahanya. Menurut Soekartawi (2002) biaya usahatani
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Biaya tetap (fix cost) merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya,
dan terus dikeluarakan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.
Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang dieroleh.
Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan petani tidak tergantung dengan
jumlah output yang diproduksi. Biaya tetap meliputi biaya pajak, sewa tanah, dan
iuran irigasi. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan peyani tergantung pada
jumlah output yang diproduksi, sehigga biaya variabel ini berubah – ubah nilainya.
Biaya variabel meliputi biaya sarana produksi seperti tenaga kerja dan input
produksi. Analisis biaya usahatani mengelompokkan biaya yang termasuk ke dalam
biaya tetap dan biaya variabel.
Soekartawi et al. (2011) menyatakan bahwa pengeluaran usahatani
mencakup pegeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai barang dan jasa untuk keperluan
usahatani yang harus dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus
dimasukkan sebagai pengeluaran. Hal ini berarti bahwa pengeluaran tunai meliputi
biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan yang termasuk dalam pengeluaran tidak
tunai adalah penyusutan. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang
disebabkan pemakaian selama tahun pembukuan. Jika dalam suatu usahatani
terdapat mesin dan alat pertanian, maka dihitung penyusutannya dan dimasukkan
dalam pegeluaran tidak tunai. Pengeluaran tidak tunai perlu diketahui sebab petani
kadang tidak menghitung besarnya biaya tidak tunai. Begitu pula dengan biaya
tenaga kerja, seringkali petani melakukan aktivitas usahatani menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga yang tidak diberi upah sehingga menyebabkan keuntungan
yang diperoleh petani menjadi lebih besar.
Konsep Pendapatan Usahatani
Menurut Hernanto (1996), penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari
semua sumber usahatani meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan
hasil, dan nilai penggunaan rumah serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran
usahatani adalah semua biaya operasi tanpa memperhitungkan bunga dari modal
usahatani dan nilai kerja pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi
pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai
tenaga kerja yang tidak dibayar.
Soekartawi et al. (2011), menjelaskan istilah-istilah yang biasanya
digunakan dalam usahatani, diantaranya:

10

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber
daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor
adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani.
2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup
pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang
dikonsumsi.
3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang,
seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau pakan ternak,
digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran
dalam bentuk benda.
4. Pengeluaran total usaha tani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis
terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi bukan tenaga kerja
keluarga, petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak
tunai.
5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala
pengeluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak
termasuk pengeluaran tunai.
6. Pengeluaran tidak tunai adalah semua input yang digunakan namun tidak
dalam bentuk uang. Contoh, nilai barang yang dan jasa untuk keperluan
usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.
7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan
faktor-faktor produksi.
8. Bagian untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah
penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari pengurangan antara
pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman,
biaya diperhitungkan dari penyusutan.
Konsep Efisiensi Usahatani
Hanafie (2010) menyatakan bahwa keuntungan usahatani tidak selamanya
harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang. Usahatani subsisten lebih
mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimal produk. Kriteria keuntungan
dalam usahatani salah satunya dapat dinyatakan dalam imbangan biaya penerimaan. Konsep imbangan – biaya menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi
yang meruapakan daya saing dari produk yang dihasilkan. Imbangan biaya –
penerimaan biasa dinyatakan dalam R/C (return and cost ratio). Dalam kurva
produksi, efisiensi ekonomi berada di daerah II.

Kerangka Pemikiran Operasional
Bawang merah merupakan salah satu komoditas unggulan yang
dikembangkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul.
Pengembangan komoditas bawang merah di lahan pasir diharapkan mampu
meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan petani di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Program pengembangan komoditas hortikultura ini dilakukan di lahan
pasir pantai. Dimana pasir pantai memiliki karakteristik yang berbeda dengan lahan

11

sawah biasa. Pengembangan usahatani bawang merah di lahan pasir memerlukan
suatu teknologi yaitu ameliorasi agar lahan dapat ditanami sehingga mampu
menghasilkan output bawang merah yang baik. Akan tetapi input yang digunakan
dalam usahatani bawang merah di lahan pasir lebih beragam daripada usahatani
bawang merah di lahan sawah. Hal ini akan mempengaruhi struktur biaya yang
dikeluarkan oleh petani. Struktur biaya usahatani bawang merah akan
mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani.
Dalam penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan input yang akan
mempengaruhi struktur biaya yang terbentuk serta pendapatan usahatani bawang
merah di lahan pasir yang diterima. Analisis pendapatan dalam penelitian ini
meliputi pengukuran tingkat pendapatan Return to Total Capital, Return to Farm
Equity Capital, dan Return to Family Labour.dan analisis R/C rasio.
Bawang merah lahan pasir
Teknologi Ameliorasi

Harga
input

Input:
Luas lahan
Bibit
Pupuk Kandang
Pupuk kimia
Dolomit
Tenaga kerja
Struktur
Biaya

Output

Harga
output

Penerimaan

Pendapatan Usahatani bawang merah di lahan pasir
a. Gross Farm Income
b. Total Farm Expenses
c. Net Farm Income
d. Return to Total Capital
e. Return to Farm Equity Capital
f. Return to Family Labour
Efisiensi Usahatani bawang merah di lahan pasir
a. R/C atas Biaya Tunai
b. R/C atas Total Biaya
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional

12

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengenalasis struktur biaya dan pendapatan usahatani
bawang merah di lahan pasir. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sanden
Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 22 petani yang
mengusahakan bawang merah di lahan pasir. Penelitian dilakukan pada bulan
Agustus 2015 sampai dengan September 2015.
Metode Pengambilan Sampel
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul. Lokasi
penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
Kecamatan Sanden merupakan daerah sentra produksi bawang merah di
Kabupaten Bantul.
2. Petani Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode sensus. Hal ini disebabkan petani yang melakukan usahatani bawang
merah di lahan pasir periode bulan Maret 2015 – April 2015 atau periode
Musim Tanam 1 hanya berjumlah 22 orang, sehingga penelitian ini
menggunkan seluruh sampel yang ada pada saat Musim Tanam 1 (MT 1).
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah jenis data primer dan
sekunder untuk data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer
dikumpulkan dari petani responden melalui pengamatan dan wawancara secara
langsung menggunakan kuesioner yang meliputi karakteristik responden dan
karakteristik usahatani. Data primer berupa karakteristik petani responden seperti
umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman. Data karakteristik usahatani yang
diperlukan adalah jumlah input produksi bawang merah, jumlah output produksi
bawang merah, biaya produksi, harga input, harga output dan data-data lainnya
terkait dengan analisis pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir.
Data sekunder digunakan untuk mendukung penelitian ini. Data sekunder
diperoleh dari artikel, jurnal, buku, literatur internet, dan berasal dari berbagai
instansi terkait seperti Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian RI,
Badan Pusat Statistik (BPS), serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Metode Analisis Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan
dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk menjelaskan keragaan petani bawang merah di lahan pasir
Kecamatan Sanden. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis
struktur biaya dan pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir.

13

Analisis Biaya Usahatani
Biaya usahatani muncul karena adanya penggunaan input-input produksi.
Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani, biaya yang dikeluarkan oleh
petani akan semakin tinggi. Untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
petani dalam usahatani bawang merah lahan pasir menggunakan teknologi
ameliorasi harus mengetahui terlebih dahulu penggunaan input-input produksinya.
Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung
biaya tunai maupun non tunai yang dikeluarkan dalam usahatani bawang merah
lahan pasir menggunakan teknologi ameliorasi. Besarnya biaya untuk masingmasing input akan dihitung dengan cara mengalikan jumlah input yang digunakan
dengan harganya, kemudian dibandingkan dengan biaya totalnya untuk mengetahui
persentase biaya menurut jenis inputnya (Soekartawi, 2006).
Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan
dalam menjalankan usahatani. Dalam penelitian ini yang akan diukur balas jasanya
adalah petani sebagai pekerja, modal, dan tenaga kerja. Analisis pendapatan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur pendapatan dan keuntungan
usahatani Bawang merah lahan pasir.
Untuk mengukur keuntungan usahatani dilakukan perhitungan pendapatan
bersih usahatani (net farm income) yaitu dengan cara mengurangkan pendapatan
kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Kemudian untuk mengukur
balas jasa terhadap modal petani dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga
dari penghasilan bersih usahatani. Dan untuk mengukur balas jasa terhadap modal
kerja dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih
usahatani. Sedangkan untuk menghitung balas jasa terhadap tenaga kerja dalam
keluarga dengan cara penghasilan bersih usahatani dengan bunga modal petani
(modal sendiri) (Soekartawi et al. 2011).
Secara sistematis pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:
A. Pendapatan Kotor Usahatani (Gross Farm Income)
Nilai produk total usahatani baik dijual atau tidak
B. Pengeluaran Total Usahatani (Total Farm Expensess)
Pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai
C. Pendapatan Bersih Usahatani (Net Farm Income)
Pendapatan kotor usahatani dikurangi dengan pengeluaran total usahatani
D. Penghasilan Bersih Usahatani (Net Farm Earning)
Pendapatan bersih usahatani dikurangi dengan bunga pinjaman
E. Imbalan Kepada Seluruh Modal (Return To Total Capital)
Pendapatan bersih usahatani dikurangi dengan nilai kerja keluarga
F. Imbalan Kepada Modal Petani (Return To Farm Equity Capital)
Penghasilan Bersih Usahatani dikurangi dengan nilai kerja keluarga
G. Imbalan Terhadap Tenaga Kerja Keluarga (Return To Family Labour)
Penghasilan bersih usahatani dikurangi dengan bunga modal petani.

14

Analisis Efisiensi Usahatani
Analisis R/C adalah salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap
rupiah yang dikeluarkan (revenue cost rasio) yang menunjukkan perbandingan
antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui
kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. R/C rasio yang dihitung dalam
analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rumus analisis
R/C rasio dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi et al. 2011) :
R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai
R/C rasio atas biaya total = TR / TC
Dimana :
TR = Total penerimaan usahatani (Rp)
TC = Total biaya usahatani (Rp)

GAMBARAN UMUM
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Luas dan Batas Wilayah
Kecamatan Sanden merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Bantul. Letak Kecamatan Sanden berada di sebelah barat Daya
Kabupaten Bantul. Luas Wilayah Kecamatan Sanden sebesar 2 315.9490 hektar
atau sebesar 4.58 persen dari Kota Bantul. Luas wilayah tersebut meliputi empat
desa yaitu Desa Gadingharjo, Desa Gadingsari, Desa Srigading, dan Desa
Murtigading. Secara geografis batas utara Kecamatan Sanden adalah Kecamatan
Pandak, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kretek, sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Srandakan, dan sebelah selatan berbatasan dengan
Samudra Indonesia. Secara topografi Kecamatan Sanden berada di dataran rendah.
Kecamatan Sanden berada pada ketinggian 10 meter diatas permukaan laut dengan
suhu tertinggi yang pernah tercatat sebesar sampai 30 oC dan suhu terendah yang
pernah tercatat di Kecamatan Sanden sebesar 20 oC.
Kepadatan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Sanden mencapai 1 441
jiwa/km2. Jumlah total penduduk kecamatan Sanden tahun 2014 sebesar 32 487
jiwa. Diantara jumlah tersebut, 16 146 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan
selebihnya yaitu 16 341 jiwa berjenis kelamin perempuan. Mata pencaharian
penduduk Kecamatan Sanden yang paling besar adalah sektor pertanian yang
meliputi pertanian, peternakan, dan perikanan (Tabel 5). Hal ini terbukti dari
persentase penduduk yang bekerja di sektor petanian sebanyak 25.95 persen.
Kemudian diikuti oleh jenis perkerjaan wiraswasta sebesar 15.53 persen, pelajar
atau mahasiswa sebesar 14.45 persen.1 Ketiga jenis pekerjaan tersebut memiliki
pesentase lebih dari 10 persen jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain.

15

Tabel 5 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden tahun 2014
Jenis Pekerjaan

Jumlah

Persentase

Sektor Pertanian
8 430
25.95
Wiraswasta
5 046
15.53
Karyawan Swasta
2 037
6.27
Buruh
1 865
5.74
Pegawai Negeri Sipil
1 271
3.91
Pengurus Rumah Tangga
523
1.61
Polri
86
0.26
TNI
55
0.17
Tenaga Medis
40
0.12
Karyawan BUMN/BUMD
20
0.06
Lainnya
13 114
40.37
Total
32 487
100
Sumber: Bagian Kependudukan Biro Tata Pemerintahan Setda DIY (2015)

Karakteristik Petani Sampel
Usia Petani Sampel
Usia sangat berkaitan dengan kemampuan fisik seorang petani. Semakin
bertambah usia seorang petani akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
pengelolaan usahatani bawang merah di lahan pasir. Usia petani sampel di
Kecamatan Sanden bekisar antara 27-75 tahun (Tabel 6).
Tabel 6 Distribusi usia petani sampel di Kecamatan Sanden
Usia
27-39
40-52
53-65
> 56
Total
Sumber: Data primer, 2015

Jumlah
6
9
6
1
22

Persentase
27.27
40.91
27.27
4.55
100

Berdasarkan Tabel 6, persentase usia petani terbesar sebanyak 40.91 persen
berada pada kisaran usia 40-52 tahun. Kemudian diikuti oleh persentase terbesar
kedua sebesar 27.27 persen pada kisaran usia 27-39 tahun dan kisaran usia 53-56
tahun. Menurut Hernanto (1991) individu yang lebih muda akan lebih agresif dan
lebih berani dalam menghadapi tantangan sedangkan individu yang lebih tua
terkesan berhati-hati. Petani yang umurnya lebih tua biasanya akan lebih
konservatif menerapkan pola usahatani lama dalam kegiatan usahatani. Namun
sebaliknya, petani yang berumur lebih muda biasanya lebih terbuka menerima
adanya hal baru dakam kegiatan usahatani misalnya bibit atau teknologi baru.
Namun petani yang lebih tua umumnya memiliki lebih banyak pengalaman dan
lebih matang dalam berpikir.
Afandi (2012) menyatakan bahwa seseorang berada pada usia 15 tahun
biasanya berada pada usia sekolah sehingga belum termasuk dalam angkatan kerja.

16

Sedangkan seorang dengan umur lebih dari 64 tahun merupakan usia yang tidak
produktif, karena tidak mampu lagi melakukan pekerjaan berat seperti pada usia
produktif sehingga mempengaruhi kualitas dan produktivitas kerja. Berdasarkan
pernyataan tersebut, usia petani bawang merah lahan pasir dibagi menjadi tiga
kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok belum produktif dengan usia kurang
dari 15 tahun, kelompok produktif dengan rentang usia 15 tahun – 64 tahun, dan
kelompok usia tidak produktif yaitu usia petani yang lebih dari 64 tahun. Dapat
disimpulkan bahwa sebesar 40.91 persen usia petani responden di Kecamatan
Sanden merupakan usia produktif.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan dengan pola pikir sesorang. Semakin tinggi
tingkat pendidikan diharapkan mampu meningkatkan rasionalitas petani dalam
pengelolaan dan pengambilan keputusan usahatani bawang merah di lahan pasir.
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi petani dalam menyerap teknologi baru.
Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin cepat penyerapan dan
aplikasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. Tingkat
pendidikan petani bawang merah di lahan pasir diukur dari pendidikan formal yang
telah diselesaikan oleh petani (Tabel 7).
Persentase tingkat pendidikan petani terbesar berada pada tingkat SMA atau
sederajat yaitu sebesar 50 persen. Persentase tingkat pendidikan terbesar kedua
yaitu sebesar 18.18 persen yang berada pada tingkat pendidikan SD dan SMP atau
sederajat. Tingkat pendidikan universitas atau S1 hanya sebesar 4.55 persen.
Terdapat petani responden yang tidak sekolah sebesar 9.09 persen. Pada lokasi
penelitian, petani yang memiliki tingkat pendidikan universitas atau S1 dapat
menyerap teknologi dan informasi lebih cepat dibandingkan dengan petani dengan
tingkat pendidikan SD, SMP sederajat, dan SMA sederajat.
Tabel 7 Tingkat pendidikan petani sampel
Tingkat Pendidikan
SD
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
S1
Tidak Sekolah
Total
Sumber: Data primer, 2015

Jumlah
4
4
11
1
2
22

Persentase (%)
18.18
18.18
50
4.55
9.09
100

Pengalaman Usahatani
Pengalaman usahatani berkaitan dengan berapa lama petani melakukan
kegitan usahatani bawang merah di lahan pasir. Tohir (1991) menyatakan bahwa
semakin lama seorang petani mengelola usahataninya maka semakin banyak
pengalaman yang diperoleh. Pengalaman tersebut selanjutnya akan mempengaruhi
sebagian besar sikap dan tindakan petani dalam pengambilan keputusan
usahataninya. Semakin lama petani mengusahakan bawang merah di lahan pasir,
maka petani akan semakin ahli dalam membudidayakan bawang merah di lahan

17

pasir. Pengalaman ini merupakan proses belajar sebelumnya. Pengalaman petani
responden berkisar antara 1-15 tahun (Tabel 8).
Tabel 8 Distribusi pengalaman usahatani petani sampel
Pengalaman

Jumlah

Persentase (%)

< 10 tahun

3

13.64

> 10 tahun

19

86.36

Total

22

100

Sumber: Data primer, 2015
Berdasarkan Tabel 8, persentase pengalaman usahatani petani responden
yang kurang dari 10 tahun sebesar 13.68 persen. Sedangkan persentase pengalaman
usahatani petani responden yang lebih dari 10 tahun sebesar 86.36 persen. Hal ini
menggambarkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki pengalaman
yang baik d