ANALISIS USAHA TERNAK SAPI DI LAHAN PANTAI DI KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL

(1)

Skripsi

Disusun oleh : Yogi Yolanda

20110220041

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

(3)

iv INTISARI

ANALISIS USAHA TERNAK SAPI DI LAHAN PANTAI DI KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL. 2016. Yogi Yolanda (skripsi dibimbing oleh Dr. Aris Slamet Widodo, SP. M.Sc dan Ir. Siti Yusi Rusimah, MS). Penelitian bertujuan untuk mengetahui ketersediaan input (kandang, peralatan, indukan, pakan, IB dan tenaga kerja) dan kelayakan usaha ternak sapi di daerah lahan pantai. Desa Srigading Kecamatan Sanden kabupaten Bantul ditentukan sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan terdapat kelompok ternak sapi yang cukup berkembang. Sampel peternak, sejumlah 54 orang dipilih mengunakan teknik purposive sampling. Input yang digunakan dalam usaha ternak sapi adalah kandang, peralatan, bibit, pakan, IB dan tenaga kerja. Dari usaha ternak sapi peternak dalam satu tahun meperoleh penerimaan sebesar 81 juta, pendapatan 27 juta dan keuntungan 24 juta. Usaha ternak sapi Desa Srigaing Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul layak untuk dikembangkan dilihat dari R/C yang mencapai 1,41 (> 1).


(4)

v

ANALISIS USAHA TERNAK SAPI DI LAHAN PANTAI DI KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL

the analysis of cattle business in coastal area in Sanden district of Bantul regency

Yogi Yolanda

Dr.Aris Slamet Widodo,SP.M.Sc / Ir. Siti Yusi Rusimah, MS Agribusiness Department Faculty Of Agriculture

Muhammadiyah University Of Yogyakarta ABSTRACT

This aims of the research are to know the availability of input items such as sheds, equipment’s, broods, foods, IB and workers also knowing about the expediency of work of cattle business in coastal area. The research was located in Srigading village in Sanden district of Bantul regency where it was some developing cattle groups. The sample of the research was 54 breeders, they where chosen by using the strand appropriateness of cattle business in coastal land. Srigading village in Sanden District of Bantul Regency was the research location considering that it has cattle groups that sufficiently developed. The research samples were the 54 cattle raisers who were chosen using purposive sampling. Input items that use to the cattle business are sheds, equipment’s, broods, foods, IB, and workers. In years, the breeders received 81 million IDR as the revenue, 27 million IDR as the income, and 24 million IDR as the profit. The cattle business in Srigading village in Sanden district of Bantul regency is reasonable to be developed based on R/C which is reach up to 1.41 (>1)


(5)

1

Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Laju permintaan daging sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi dalam negeri. Sehingga saat ini ketersediaan daging sapi nasional masih mengalami kekurangan, yang ditutup melalui impor sekitar 35 persen dari total kebutuhan daging sapi nasional (Ditjennak, 2010a). Berdasarkan laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4%, dibandingkan dengan laju peningkatan produksi sapi potong sebesar 2%, maka dalam jangka panjang diperkirakan terjadi kekurangan produksi akibat adanya pengurangan ternak sapi yang berlebihan walaupun ditunjang oleh daging unggas. Secara umum kebutuhan daging sapi masih di supply oleh impor daging maupun sapi bakalan.

Salah satu kebijakan penting Kementerian Pertanian adalah swasembada daging sapi berbasis sumberdaya domestik (Ditjennak, 2010b). Program nasional untuk swasembada daging sapi ditiap tahunnya, sebenarnya merupakan ketiga kalinya yang dicanangkan pemerintah. Melalui kebijakan ini ketergantungan atas impor sapi dan impor daging sapi diperkecil dengan meningkatkan potensi sapi dalam negeri. Sasarannya, pada tahun mendatang impor sapi dan daging sapi hanya 10 persen dari total kebutuhan konsumsi masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut berbagai program dilakukan oleh pemerintah, yang bertujuan


(6)

untuk meningkatkan populasi sapi lokal sebagai sumber utama daging sapi. Program dimaksud diantaranya adalah: (1) pengurangan pemotongan sapi lokal betina produktif, dan (2) memperluas jangkauan program kawin silang sapi betina lokal dengan inseminasi buatan (Ditjennak, 2010c).

Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan melalui pengembangan kelembagaan petani peternak, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam lokal, dan pengembangan teknologi tepat guna. Percepatan Pemeliharaan ternak sapi beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa, perkembangan sapi cukup menggembirakan, karena pertambahan jumlah populasinya setiap tahun

bertambah, dan pada tahun 2009-2013 meningkat sedangkan pada tahun 2013

sedikit menurun dari 12,7 juta ekor tahun 2013 rmenjadi 12,6 juta ekor, turun sekiar 0,4%, perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah dalam upaya tercapainya swasembada daging. (Badan Pusat Statistik, 2013). Ternak sapi dapat dijumpai di berbagai lingkungan, dari lingkungan iklim kering sampai basah maupun tropis, pada lingkungan ekstrem ternak sapi mampu bertahan hidup, karena tingginya daya adaptasi serta karakteristik anatomi fisiologi cukup tinggi.

Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah sentra ternak sapi yang peternaknya mengembangkan usaha ternak sapi dengan penerapan sistem peranakan. Pembinaan kepada peternak sapi dilakukan oleh instansi terkait perlu memperhatikan pendekatan yang digunakan,

karena secara sosial budaya di masing-masing desa yang ada berbeda satu sama

lain, khususnya dalam budaya beternak. Usaha ternak sapi di daerah tersebut dikembangkan pemerintah melalui program antara lain penyuluhan.


(7)

Masukan teknologi dalam usaha ternak sapi ditinjau dari aspek-aspek: (a)

perkandangan, (b) pakan menyangkut sumber pakan, penggunaan pakan tam

-bahan, pemanfaatan limbah pertanian, dan pembuatan kebun rumput, dan (c)

perkawinan dengan menggunakan in-seminasi buatan (IB) (Wijono dan Mariyono,

2010). Bibit sapi yang dipelihara oleh peternak di daerah penelitian terdiri dari sapi Limosin dan Simental. Induk sapi dibeli dari peternak sekitarnya, pasar ternak, kemudian induk ini dikawinkan secara IB menggunakan bibit Simental dan limosin. Hal ini bertujuan untuk memasyarakatkan IB kepada peternak sehingga tercapai penyebaran dan pengembangan ternak, disamping peningkatan kualitas ternak lokal.

Menurut Murtidjo (2008) umur sapi yang baik dipelihara sebagai bibit adalah berumur antara 4 – 8 tahun. Sebagian besar umur induk yang dipelihara berkisar antara 3 – 8 tahun (65 %). Pakan yang diberikan pada ternak sapi umumnya berupa pakan hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi umumnya berasal dari rumput lapangan dan rumput unggul (rumput gajah dan rumput raja) yang ditanam diareal kebun rumput milik peternak dan lahan marginal seperti pematang sawah. Hijauan yang diberikan oleh peternak sebanyak 30 – 40 kg/ekor/hari, pemberian dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore hari). Sekali-kali peternak juga memberikan sisa hasil petanian berupa jerami padi, batang jagung, jerami kacang tanah, daun ubi jalar sebagai pengganti sebagian hijauan (pada musim panen).

Sebagian besar peternak memberikan konsentrat pada ternak (62,5%), konsentrat jumlah pemberian berkisar antara 1 – 2 kg/ekor/hari. Pemberian


(8)

mineral juga dilakukan oleh peternak dalam bentuk pemberian garam dapur yang dilarutkan dalam air minum, dan melalui pemberian hijauan untuk menambah nafsu makan. Ternak sapi dipelihara secara intensif dalam kandang yang dibuat secara sederhana, memanfaatkan bahan lokal yang ada. Kandang umumnya sudah menggunakan atap seng atau asbes, berlantai beton atau tanah yang dipadatkan, dinding terbuat dari kayu atau anyaman bambu dengan ukuran kandang 3 x 6 m2 tiap peternak. Beberapa tindakan yang dilakukan peternak untuk menghindari ternaknya terserang penyakit adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, kebersihan ternak, dan melakukan vaksinasi secara teratur.

Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah merencanakan untuk memanfaatkan secara optimal lahan marginal sepanjang pantai selatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lahan tersebut berupa gundukan pasir pantai yang tandus. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul (2013), bahwa wilayah pesisir di Kabupaten Bantul terbentang dari barat ke timur dengan luas 6.446 ha yang meliputi Kecamatan Sanden dan Kretek. Wilayah pesisir yang cukup luas tersebut merupakan potensi bagi pengembangan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan, hortikultura, kehutanan, dan perikanan.

Berdasarkan kondisi yang ada, ketersediaan sumberdaya tanah dan air di wilayah tersebut berpotensi untuk kegiatan pertanian dan peternakan terutama peternakan di lahan kering/pasir. Usaha peternakan di lahan pasir pantai selatan khususnya di Kecamatan Sanden telah berkembang sejak tahun 1998 dengan


(9)

Pengembangan kawasan lahan pasir pantai selatan Yogyakarta khususnya di Kabupaten Bantul ditujukan untuk mengoptimalkan potensi lahan sebagai areal budidaya dan peruntukan lain, dalam rangka menunjang pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Untuk mendukung hal tersebut lahan pasir seluas 3.300 ha yang tersedia di sepanjang pantai selatan Provinsi D.I.

Yogyakarta yang berstatus Sultan Ground (SG) dan Paku Alam Ground (PG)

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas kawasan lahan pasir di wilayah penelitian yang digunakan untuk kegiatan peternakan kelompok seluas 1 Ha dengan status kepemilikan lahan ternak 100% milik sendiri.

Berdirinya kelompok pembibitan ternak sapi Karya Manunggal diawali oleh inisiatif beberapa tokoh masyarakat untuk membuat kandang kelompok dengan memanfaatkan lahan marjinal di kawasan pesisir Pantai Pandansimo Bantul. Kelompok yang berdiri pada tanggal 11 Januari 2003 mempunyai anggota 119 orang termasuk dalam klasifikasi kelas Madya. Berdasarkan kepemilikan ternak, jumlah rata-rata kepemilikan ternak di kelompok ini pada tahun 2011 – 2014 berkisar 2 – 4 ekor per orang. Jenis ternak yang dipelihara 90% dominan betina. Jenis sapi yang dipelihara terdiri dari keturunan Peranakan Simental dan Limosin.

Pola petani dalam pengelolaan ternak sapi masih bersifat tradisional yaitu memelihara ternak hanya sebagai kegiatan sambilan selain pekerjaan pokok di sektor pertanian dan penambangan pasir. Produksi pupuk organik belum dimanfaatkan oleh anggota dan masih dipasarkan dalam bentuk olahan.


(10)

Setiap petani rata-rata memiliki 6-7 ekor, rata-rata setiap ekor ternak memerlukan pakan hijau segar 5,35 kg/hari atau 33,3 kg/peternak. Berdasarkan hasil perhitungan, dari jumlah pakan yang dikonsumsi tersebut 4 kg akan dikeluarkan sebagai feses (berat kering feses 45%) per hari per 6 ekor sapi. Selain itu sisa pakan hijauan yang terbuang berkisar 40-50% atau sekitar 14,2 kg.

Dengan demikian, feses dan sisa hijauan yang dapat dikumpulkan setiap hari

sebagai bahan pupuk kandang mencapai 18,2 kg untuk 6 ekor sapi (Umifatmawati, 2010).

Berdasarkan potensi dan ketersediaan sapi di kawasan lahan pasir pantai Sanden diperkirakan dengan asumsi satu ekor ternak sapi menghasilkan kotoran

ternak rata-rata 2 kg perhari. Oleh karena itu prospek pengembangan peternakan

sapi ke arah agribisnis di tingkat petani sangat berpeluang. Pendapatan pokok

kelompok berasal dari hasil penjualan bibit ternak setiap per tahun berkisar 1-2

ekor. Rata-rata penjualan bibit sapi dengan harga berkisar Rp 12-14 juta/ekor. Usaha peternakan sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul masih bersifat tradisional dan belum mengetahui pengelolaan biaya produksi. Oleh karena itu, penelitian tentang Analisis Usaha Ternak Sapi di Lahan Pantai di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul perlu dilakukan. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui produksi dan pendapatan yang diperoleh. Hasil analisis akan berguna untuk sebagai pedoman penelitian dan usaha selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diangkat suatu permasalahan dalam penelitian ini adalah :


(11)

1. Bagaimana ketersediaan input (kandang, peralatan, indukan, pakan, IB, dan tenaga kerja) untuk usaha ternak sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul ?

2. Apakah usaha ternak sapi layak dikembangkan di daerah lahan pantai Desa

Srigading Kecamatan Sanden Bantul?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ketersediaan input (kandang, peralatan, indukan, pakan, IB, dan

tenaga kerja) untuk usaha ternak sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul.

2. Mengetahui kelayakan usaha ternak sapi di daerah lahan pantai Desa

Srigading Kecamatan Sanden Bantul.

D. Manfaat Penenlitian

1. Masukan bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah

yang dijalankan.

2. Masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan keputusan

atau penentuan kebijakan pengembangan peternakan di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul.


(12)

8

1. Pengembangan Usaha Ternak Sapi

Menurut Ekowati (2011), mengemukakan bahwa pengembangan usaha ternak sapi dilakukan dengan maksud untuk memenuhi tingkat kecukupan daging. Upaya pencapaian kecukupan daging sapi dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut.

a. Peningkatan produktivitas b. Peningkatan populasi ternak c. Substitusi dan diversifikasi produk

d. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan

Pengembangan peternakan berbasis agribisnis mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan pengadaan dan pengaturan sarana produksi, produksi ternak dan pemasaran, serta produk ternak dan hasil olahannya. Pengembangan agribisnis memerlukan penanganan subsistem yang ada di dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Peternakan berbasis agribisnis harus dipandang sebagai suatau sistem menyeluruh yang meliputi lahan, pembibitan, budidaya, industri pengolahan hasil peternakan dan berbagai usaha pendukung peternakan yang memang sudah saatnya tumbuh dan berkembang.

Usaha ternak sapi dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi


(13)

dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat badan ternak dan tambahan pendapatan keluarga. Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup

tinggi, yaitu berkisar antara 45% - 55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun.

Ternak sapi dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan bernilai ekonomis lebih besar dari pada ternak lain.

Beberapa manfaat sapi dapat dipaparkan di bawah ini karena bernilai ekonomi yang tinggi, yaitu sebagai berikut.

1) Sapi merupakan salah satu ternak yang berhubungan dengan kebudayaan

masyarakat, misalnya sapi untuk keperluan sesaji, sebagai ternak karapan di

Madura, dan sebagai ukuran martabat manusia dalam masyarakat (social

standing).

2) Sapi sebagai tabungan para petani di desa – desa pada umumnya telah

terbiasa bahwa pada saat – saat panen mereka menjual hasil panenan, kemudian membeli beberapa ekor sapi. Sapi – sapi tersebut pada masa paceklik atau pada berbagai keperluan bisa dilepas atau dijual lagi.

3) Mutu dan harga daging atau kulit menduduki peringkat atas bila dibanding

daging atau kulit kerbau, apalagi kuda.

4) Memberikan kesempatan kerja, banyak usaha ternak sapi di Indonesia yang

bisa dan mampu menampung tenaga kerja cukup banyak sehingga bisa menghidupi banyak keluarga pula.


(14)

5) Hasil ikutannya masih sangat berguna, seperti kotoran bagi usaha pertanian,

tulang – tulang bisa digiling untuk tepung tulang sebagai bahan baku mineral atau dibuat lem, darah bisa direbus, dikeringkan, dan digiling menjadi tepung darah yang sangat bermanfaat bagi hewan unggas dan lain sebagainya, serta kulit bisa dipergunakan dalam berbagai maksud di bidang kesenian, pabrik dan lain – lain (Sugeng, 2009).

Berbagai model pengembangan peternakan rakyat skala kecil dan menengah dapat dilakukan sesuai dengan tujuan pembangunan peternakan yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani ternak, model-model pengembangan peternakan adalah sebagai berikut.

1) Penyediaan bakalan, yaitu bibit yang mampu menyediakan bakalan bagi

peternak skala kecil maupun menengah. Pemilihan bibit merupakan suatu keharusan, karena bibit merupakan salah satu kunci pokok demi keberhasilan usaha peternakan.

2) Pengembangan bapak angkat, sasaran yang dibina adalah peternak

tradisional, keluarga, skala kecil dan menengah melalui organisasi atau koperasi. Bapak angkat merupakan para pengusaha atau perusahaan Negara (BUMN) yang memiliki modal kuat dan berkewajiban membina pengusaha lemah untuk mengembangkan usaha ternak sejenis.

3) Pengembangan pola mitra usaha, perusahaan peternakan besar atau lembaga

pemasaran melakukan kerja sama dengan petani ternak untuk menghasilkan produksi yang saling menguntungkan.


(15)

ditekankan yaitu kebutuhan sarana produksi dapat dipenuhi oleh koperasi bagi pengembangan ternak, selain itu pemasaran hasil peternakan (Aziz, A.M. 2011).

Dengan diperolehnya keuntungan ganda dalam ternak sapi, hendaknya seorang peternak dalam memelihara dan mengelola peliharaanya perlu adanya penanganan yang baik guna menjaga pertumbuhan ternaknya mulai dari perkandangan, pemilihan bibit, pakan ternak, penjagaan, serta pemasaran. Pemberian pakan yang tidak memenuhi syarat, pengawasan kesehatan yang tidak intensif, pengobatan dan vaksinasi yang kurang, menyebabkan produktivitas ternak tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu peternak harus mengelola dengan baik.

Pada umumnya ternak sapi selama ini belum melakukan perhitungan – perhitungan kebutuhan input dan kelayakan usaha terhadap usaha ternaknya dan strategi dalam pengembangannya. Keberhasilan menjalankan usaha, tidak terlepas dari pengaruh input produksi, di mana input tersebut merupakan syarat mutlak yang harus tersedia. Input produksi tersebut berupa jumlah bibit, pakan ternak, jumlah tenaga kerja, dan penggunaan obat – obatan yang tepat dapat meningkatkan produksi secara optimal (Mubyarto, 2012).

Faktor bibit memegang peranan yang penting untuk menunjang keberhasilan usaha ternak sapi. Upaya penyediaan bibit yang lebih baik, telah menunjukkan hasil yang positif, melalui adopsi inovasi inseminasi buatan dihasilkan bkalan dengan potensi produktivitas tinggi serta terbukti mampu memberikan pendapatan financial yang lebih besar bagi peternaknya (Soetiarso, 2013). Faktor tenaga kerja


(16)

bersama – sama dengan faktor produksi yang lain, bila dimanfaatkan secara optimal akan dapat meningkatkan produksi secara maksimal. Setiap penggunaan tenaga kerja produktif hampir selalu dapat meningkatkan produksi (Sumaryanto dkk, 2011).

Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara pengembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu hijauan segar, hijauan kering dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput – rumputan, kacang – kacangan dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik

pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.

Setiap hari sapi memerlukan pakan kira – kira sebanyak 10% dari berat badannya

dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tamabahan berupa

dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu dikenal dengan istilah ransum (Soetiarso, 2013).

Penggunaan input produksi obat – obatan sampai saat ini merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengendalian penyakit. Hal ini karena penggunaan obat – obatan merupakan cara yang mudah dan efektif dalam usaha ternak sapi potong, dengan penggunaan obat – obatan yang efektif akan memberikan hasil yang memuaskan (Soetiarso, 2013). Dalam memelihara sapi, harus tersedia kandang walau hanya sederhana, dimana kandang berfungsi sebagai tempat berlindung baik dari panas, hujan, ataupun angin. Disamping itu kandang


(17)

juga berfungsi sebagai tempat beternak dan keamanan hewan ternak baik dari pencuri maupun hewan buas. Dengan kandang dapat ditujukan agar pemanfaatan makanan dapat dilakukan dengan baik, pertumbuhan ternak dapat di pantau, serta kesehatan ternak terjaga. Oleh karena itu persyaratan kandang di upayakan sebaik mungkin seperti halnya bangunan kandang dan perlengkapan kandang harus tersedia.

Dalam usaha penanganan masalah ekonomi langkah yang diambil lebih tepat apabila menyesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi.

Begitu juga dalam menangani masalah perekonomian dalam peternakan. Bentuk

-bentuk usaha yang dilakukan berangkat dari masalah yang dihadapi. Adapun masalahnya terletak pada permodalan, pengelolaan atau manajemen usaha, kurangnya SDM, dan pemasaran, dan hal tersebut merupakan peningkatan usaha ternak sapi.

1) Modal

Modal satu-satunya milik petani adalah tanah dan tenaga kerja atau SDM.

Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama

faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu, dalam hal ini hasil pertanian. Modal diciptakan oleh petani dengan cara menahan diri dalam konsumsi dengan harapan pendapatan yang lebih besar lagi di kemudian hari. Pembangunan pertanian akan ada bila ada dan konsumsi berkurang. Modal pertanian dapat berupa bibit, alat-alat pertanian, ternak dan sebagainya. Modal yang demikian merupakan modal fisik atau moda material. Modal pertanian tidak bisa terlepas dari masalah kredit, karena kredit adalah


(18)

modal pertanian yang diperoleh dari pinjaman. Modal merupakan langkah awal

dalam suatu usaha, termasuk peternakan. Satu-satunya modal milik petani adalah

tanah dan sumber daya manusia (SDM) yaitu tenaga kerja.

2) Meningkatkan SDM

SDM merupakan hal yang sangat mendukung terhadap keberhasilan usaha. Apabila dikelola secara baik, maka manajemen usaha dan hal lain juga baik. Dalam meningkatkan SDM, khususnya dalam peternakan dapat dilakukan melalui pembinaan yang berupa penyuluhan, pelatian dan cara lain yang dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peternak.

3) Pemasaran

Pemasaran dapat didefinisikan sebagai kegiatan menyampaikan barang

-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran adalah proses dalam

masyarakat, dengan mana stuktur permintaan akan barang ekonomis dan jasa-jasa

di antisipasi dan dipenuhi melalui promosi, pertukaran, dan distribusi dari barang dan jasa-jasa tersebut(Stewart, 2009).

Inti dari pemasaran adalah metode strategi. Rencana-rencana haruslah sesuai

dengan anggaran, dan seringkali harus diubah sesuai dengan batas-batas anggaran.

Pemasaran sangat mendorong keberhasilan usaha ternak sapi, karena dengan pemasaran peternak dapat memperoleh keuntungan. Dalam memasarkan ternak kepada konsumen dapat dilakukan secara langsung maupun di pasarkan di pasar hewan. Selisih harga awal sapi dengan harga jual merupakan keuntungan bagi peternak, namun separo dari keuntungan tersebut harus dibagi lagi dengan pemilik modal sebagai kredit dari pemberian bantuan.


(19)

4) Partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan anggota masyarakat daerah garapan dalam setiap proses perencanaan sosial, terutama dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang telah dirumuskan

(Sulistyoningsih dkk, 2011).Pada tahap pelaksanaan kegiatan, peran aktif anggota

kelompok untuk dapat menentukan suatu bidang usaha yang bisa digarap sesuai dengan kemampuan agar dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam pelaksanaan kegiatan terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:

a) Prinsip kepercayaan, dalam suatu masyarakat diberikan beberapa kebebasan

untuk memilih dan menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

b) Prinsip kebersamaan dan gotong royong, pada prinsip ini program yang

diciptakan harus mampu menumbuhkan kesetiakawanan, dan kemitraan anggota kelompok

c) Prinsip kemandirian, ekonomi, dan berkelanjutan, prinsip ini menekankan

program yang dapat mendorong rasa percaya diri bahwa masyarakat mampu untuk menolong dirinya. Program yang dipilih harus bermanfaat dan dapat berkembang secara berkesinambungan sehingga di kemudian hari tidak lagi di perlukan bantuan (Ginandjar, 2011).

2. Pola Usaha Ternak Lahan Pantai a. Lahan pantai


(20)

ketahanan pangan nasional khususnya pengembangan hortikultura, sebagai lahan

perluasan areal untuk menggantikan penyusutan lahan akibat penggunaan non

-pertanian yang tidak berwawasan keberlanjutan. Lahan pasir pantai yang marjinal telah terbukti dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai tanaman hotikultura prospektif dengan poduktivitas yang baik seperti tanaman bawang merah dan kubis (Yuwono dkk., 2009). Tanaman hortikultura dapat dibudidayakan di lahan pasir pantai sepanjang tahun, tidak dibatasi oleh musim karena tersedia air tanah yang cukup dan tidak menghadapi kendala berarti akibat banjir di musim hujan sehingga dapat

memanfaatkan harga yang baik akibat off-season pada sentra hortikultura konvensional

(dataran tinggi) dan dapat mendukung ketahanan pangan nasional.

Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal, lahan tersebut berupa gundukan pasir pantai yang tandus yang tersebar didaerah Kecamatan Srandakan, sanden dan Kretek di Wilayah Kabupaten Bantul. Berdasarkan konsep pengelolaan bahwa daerah tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan agrowisata pantai sehingga harus didukung dengan sistem pertanian dan pengelolaan air yang banyak (Widodo, 2008).

Tanah pasir pantai memiliki perkolasi yang tinggi yaitu 250 kali perkolasi tanah lempung. Penelitian Saparso (2012) menunjukkan bahwa pemberian lapisan kedap berupa campuran bentonit (drilling mud 80 mesh) pasir 15 % dapat meningkatkan

hasil tanaman kubis 36-40% di lahan pasir pantai baik musim kemarau maupun musim

hujan. Pemberian lapisan kedap campuran bentonit (drilling mud 80 mesh) 15%

terbukti dapat meningkatkan hasil bawang merah 70% persen dari 10,5 t.ha-1


(21)

terdapat di daerah tertentu yang jauh dari lahan pasir pantai, di sisi lain Indonesia juga memiliki lahan bertanah lempung jenis Vertisol 1.800.000 ha yang meliputi 0,9% wilayah Indonesia. Tanah ini banyak ditemukan di lahan sawah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Maluku Selatan terutama di dataran rendah daerah pesisir. Vertisol seperti halnya bentonit dirajai oleh fraksi lempung golongan smektit dan memiliki pengatusan lambat yang berpotensi sebagai lapisan kedap air menggantikan bentonit yang mudah didapat di sekitar lokasi dengan biaya yang lebih murah. Aluvial merupakan tanah endapan batuan aluvium yang banyak terdapat di dataran rendah dan memiliki permeabilitas air yang lebih rendah daripada tanah pasir pantai (Ilham dkk., 2012).

b. Karakteristik ternak lahan pantai

Dari hasil penelitian bahwa peternak sapi di Desa Srigading kandang dibuat permanen dan semi permanen. Kandang permanen dibuat dengan dinding dan lantai terbuat dari semen, kayu, asbes dan pasir, sedangkan kandang semi permanen terbuat dari kayu, asbes dan beralaskan tanah liat. Kandang permanen membutuhkan biaya lebih banyak dibanding kandang semi permanen, tetapi memudahkan perawatan dan pemeliharaan ternak.

Indukan sapi berasal dari pembelian peternak langsung kepada pengepul sapi dalam keadaan subur dan hamil. Bibit sapi di Desa Srigading berasal dari hasil suntikan Insemasi Buatan (IB) berjenis limosin dan simental. Peningkatan mutu sapi dapat dilakukan dengan cara IB. Hasil keturunan IB ini dapat memperbaiki mutu keturunan yang jauh lebih baik daripada indukan. Peternak membeli bibit dari pasar maupun tempat lain. Bibit sapi yang berkualitas memiliki


(22)

syarat-syarat tertentu.

B. Dasar Teori

1. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan a. Usaha ternak

Menurut Soekartawi (2012), usaha ternak dapat diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk

tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu. Dikatakan

efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang

mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan

sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input.

Kegiatan ternak bertujuan untuk mencapai produksi di bidang pertanian. Pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Bentuk penerimaan total dalam ternak dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi ternak dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya proporsi penerimaan total dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap yang lainnya.

Peternak yang mengelola usaha ternak sapi sebagai tabungan dan tidak memperhatikan faktor efisiensi usaha, jika dilakukan analisis finansial tidak menunjukkan kelayakan secara ekonomi karena penggunaan tenaga kerja dan input produksi lainnya tidak dibeli secara tunai sehingga tidak diperhitungkan secara analisis (Nugroho, 2010). Analisis ekonomi usaha peternakan merupakan faktor penting karena analisis ini dapat digunakan untuk menunjang program


(23)

pemerintah dalam pembangunan sektor peternakan. Dalam analisis ini peternak yang kesulitan dalam melakukannya akan mengetahui neraca pendapatan dan neraca usaha dari usahanya. Dengan begitu peternak dapat mengambil keputusan mengenai kelenjutan usaha ternaknya (Siregar, 2009).

b. Penerimaan

Penerimaan dari usaha ternak sapi adalah selisih antara nilai jual dengan nilai beli awal. Penerimaan tersebut merupakan tujuan dari pemeliharaan sapi potong. Namun, selama ini belum diamati kenaikan berat badannya dibandingkan

dengan harga. Pendapatan rata-rata peternak baik per tahun maupun per unit

ternak ada kecenderungan bila semakin tinggi strata kepemilikan maka semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan (Fatimah, 2011). Hoddi (2013) menjelaskan harga jual seekor sapi potong ditentukan oleh peternak dengan memperhitungkan

biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama mengelola usaha tersebut. Penerimaan

usaha peternakan sapi dengan cara menjumlahkan antara jumlah sapi yang telah dijual, jumlah ternak sapi yang telah dikonsumsi dan jumlah ternak sapi yang masih ada dijumlahkan dengan nilai harga jual yang berlaku sekarang.

c. Biaya

Pengeluaran ternak adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal ternak dan nilai kerja pengelola ternak.

Pengeluaran meliputi upah buruh, pembelian bahan-bahan, ongkos angkutan,

perbaikan dan sewa unsur-unsur produksi, pembanyaran pajak, bunga pinjaman,

pungutan-pungutan wajib dan pengurangan nilai inventaris. Penggunaan tenaga


(24)

2013).

Menurut Abdul Wahab (2010) jenis biaya terdiri dari:

1) Biaya Explisit adalah biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan input yang

dibutuhkan dalam proses produksi, meliputi: kandang, indukan dan peralatan.

2) Biaya implisit adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh tingkat output

atau produksi, antara lain adalah transportasi, air, pakan, upah perbaikan kandang, pembelian bahan bangunan, obat-obatan, IB, listik, penyusutan alat, penyusutan kandang.

d. Pendapatan dan Keuntungan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak sapi (dalam kurun waktu tertentu misalnya satu tahun). Pendapatan peternak sapi potong dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor sosial maupun ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain : jumlah ternak sapi, umur peternak, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja (Irmayanti, 2013). Irmayanti (2013) menjelaskan besarnya pendapatan dan keuntungan peternak dapat dihitung dengan menggunakan suatu alat analisis yaitu π = TR – TC dimana π adalah pendapatan, TR adalah Total Revenue atau total penerimaan adalah keuntungan, dan TC adalah total cost atau total biaya yang dikeluarkan.

2. Analisis Kelayakan Usaha

Studi kelayakan yang juga sering disebut feasibility study merupakan bahan


(25)

dari suatu gagasan usaha / proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian studi kelayakan adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat, baik dalam arti finansial maupun dalam arti sosial benefit (Ibrahim, 2011). Studi kelayakan harus meliputi beberapa aspek yaitu aspek hukum, aspek sosial ekonomi, aspek lingkungan, aspek pasar dan pemasaran, dan aspek finansial.

Dalam aspek hukum yang akan dibahas adalah masalah kelengkapan dan

keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai ijin-ijin

yang dimiliki. Analisis aspek sosial, ekonomi dan lingkungan berfungsi untuk mengetahui dampak pada pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bau tidak sedap yang muncul dari suatu usaha. Analisis aspek pasar untuk mengetahui berapa besar potensi pasar (market potential) untuk masa yang akan datang. Dalam analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber tersebut dan siapa yang menerima hasil proyek tersebut.

Analisis kelayakan usaha menyangkut perhitungan biaya investasi dan operasional serta penerimaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan. Metode analisis usaha yang umum digunakan adalah analisis laba/rugi, return cost ratio (R/C), (Hartono, 2012).

Net R/C adalah perbandingan antara jumlah net revenue dengan biaya (cost)

yang dikeluarkan. Apabila net R/C > 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan layak untuk dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya, apabila net


(26)

R/C < 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan tidak layak untuk dilaksanakan. Net R/C merupakan manfaat bersih tambahan yg diterima proyek dari setiap 1 satuan biaya yg dikeluarkan.

R/C

Kerterangan : R = Revenue

C = Cost

C. Kerangka Pemikiran

Usaha ternak sapi merupakan usaha yang dilakukan oleh peternak di Desa Srigading Kecamatan sanden Kabupaten Bantul dengan mengelola input produksi yang teredia dengan segala pengetahuan dan kemampuan memperoleh hasil produksi. Biaya-biaya produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan untuk biaya usaha ternak sapi adalah biaya bibit, kandang, obat-obatan, pakan, dan tenaga kerja mempengaruhi produksi atau hasil yang diterima. Jumlah produksi yang dihasilkan akan mempengaruhi penerimaan peternak, dimana besarnya produksi tersebut ditentukan oleh produktivitas usaha ternak. Penerimaan juga dipengaruhi oleh harga jual produk dimana penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga jual. Pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternak sapi potong merupakan jumlah penerimaan dari ternak sapi yang dikurangi oleh total biaya produksi.

Harapan dengan adanya pengembangan ternak sapi, akan berpengaruh terhadap kelayakan usaha ternak yang dilakukan. Usaha ternak sapi tentu juga harus diimbangi dengan evaluasi agar pengembangan ternak sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul bisa terus berlanjut.


(27)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Peternak Sapi

Pemasaran

Produksi

- Anakan/pedet

- Kotoran Sapi

Penggunaan Input Produksi

- Indukan - Kandang - Pakan - Tenaga kerja

Penerimaan Kelayakan

Usaha Harga

Ketersediaan Input: - Jumlah

- Kondisi - Sumber

- Proses Pengadaan


(28)

24

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan biasanya digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan dan kemudian diolah menggunakan metode deskriptif adalah berupa data profil responden, persepsi responden terhadap pengembangan ternak sapi, evaluasi terhadap kelayakan petani ternak sapi.

A. Metode Pengambilan Sampel

1. Penentuan lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di lima dusun yang ada di Desa Srigading, yaitu Dusun Tegalrejo, Dusun Ngemplak, Dusun Ngepet, Dusun Sugisanden dan Dusun Malangan, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) karena desa tersebut merupakan salah satu desa yang telah merintis menjadi desa peternak dan merupakan salah satu sentra dari pengembangan ternak sapi yang ada di daerah lahan pantai Kabupaten Bantul. Kemudian dilakukan pra survey lokasi untuk mengetahui secara lebih detail lokasi penelitian.

2. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan peternak sapi ternak yang ada di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul yakni sebanyak 119 peternak. Berhubung dengan luasnya cakupan daerah penelitian maka dilakukan pengambilan sampel. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah


(29)

Teknik purposive sampling yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan (Arikunto, 2010).

Penentuan sampel di tetapkan secara sengaja berdasarkan atas kriteria yang telah ditentukan, peternak yang mempunyai indukan sapi, anakan sapi, kandang sapi, pakan, obat-obatan. Terdiri dari Dusun Tegalrejo berjumlah 10 peternak, Dusun Ngemplak berjumlah 5 peternak, Dusun Ngepet berjumlah 9 peternak, Dusun Sugisanden berjumlah 16 peternak dan Dusun Malangan berjumlah 14 peternak. Maka perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah keseluruhan sampel yang dapat diambil adalah 54 peternak.

B. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini digunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber pertama dalam hal ini adalah petani ternak sapi. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode wawancara secara terstruktur menggunakan alat berupa kuesioner, pengamatan langsung atau observasi. Data primer yang dikumpulkan diperoleh dari kuesioner yang meliputi latar belakang sosial ekonomi petani ternak sapi, luas lahan yang dimiliki untuk budidaya ternak sapi, evaluasi pengembangan ternak sapi, persepsi petani terhadap pengembangan ternak sapi dan penerimaan rata-rata petani ternak sapi dalam satu kali periode panen. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian seperti BPS, Kantor Desa Srigading dan


(30)

Kelompok Tani. Informasi yang dikumpulkan terkait dengan demografi dan monografi lokasi penelitian, jumlah petani ternak sapi yang terlibat dalam kelompok tani dan keterangan mengenai aktivitas kegiatan desa di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi

a. Kondisi lahan memiliki tingkat kesuburan yang sama.

b. Pengembangan potensi alam ternak sapi di Desa Srigading dipengaruhi oleh karakterisik wilayah Desa Srigading.

c. Semua petani mendapatkan kesempatan yang sama dari program pengembangan desa, seperti penyuluhan dan peminjaman modal.

d. Penerimaan dari sapi, anakan dan kotoran sapi.

2. Pembatasan Masalah

Petani ternak sapi yang menjadi sampel adalah mereka yang memiliki ternak sapi yang sudah berproduksi dan memiliki usahatani di areal Pantai Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Ketersediaan input produki (bibit, pakan, obat-obatan, kandang, tenaga kerja) usaha ternak sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul.

a. Bibit indukan sapi yang dipelihara oleh peternak di daerah penelitian terdiri dari sapi Simental dan limosin. Induk sapi dibeli dari peternak yaitu sekitar pasar ternak, kemudian induk ini dikawinkan secara IB menggunakan bibit Simental dan limosin.


(31)

b. Ketersediaan bibit. Para peternak sapi di daerah penelitian menggunakan kawin suntik, hal tersebut disebabkan karena metode kawin suntik prosesnya lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan perkawinan alami, selain itu bibit kawin suntik lebih terjamin dan mudah diperoleh.

c. Ketersediaan kandang. Kandang umumnya sebagai tempat beternak dan keamanan hewan ternak baik dari pencuri maupun hewan buas. Di daerah penelitian kandang dibangun dengan menggunakan bahan yang sederhana yaitu dengan pondasi kandang terbuat dari bata semen dengan tiang terbuat dari kayu atau bambu, atap terbuat dari rumbia dan lantai dari tanah yang dipadatkan atau semen yang dibuat sedikit miring dengan tujuan agar kotoran sapi lebih muda mengalir saat melakukan pembersihan.

d. Ketersediaan pakan. Pakan merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupan ternak untuk menunjang pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi di daerah penelitian, para peternak memperoleh rerumputan atau hijauan yang tumbuh liar di sekitar lahan persawahan atau ladang yang cukup banyak di daerah penelitian. Pakan tambahan untuk daerah penelitian sangat mudah diperoleh dengan harga relatif murah karena hanya menggunakan mineral yang berbentuk garam dapur.

e. Ketersediaan obat-obatan. Obat yang dibutuhkan untuk ternak sapi ini adalah obat cacing dan obat kutu, dimana kedua obat tersebut diperoleh dari setiap toko obat hewan ternak di Desa Srigading tersebut dengan harga yang terjangkau. Disamping itu juga Dinas Peternakan juga menyediakan obat – obatan yang dibutuhkan para peternak sapi tersebut. Dengan demikian obat – obatan untuk ternak sapi pada daerah penelitian sangat mudah didapat.


(32)

f. Ketersediaan tenaga kerja, penggunaan tenaga kerja terdiri dari 3 kegiatan yaitu perbaikan kandang yang dilakukan selama 6 bulan sekali, pembersihan kandang yang dilakukan 2 kali sehari dan penyediaan atau pengambilan pakan yang dilakukan 2 – 3 hari. Upah yang diberikan pada masing – masing tenaga kerja didasarkan pada upah harian.

2. Kelayakan usaha ternak sapi di daerah lahan pantai Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya.

a. Penerimaan adalah total hasil produksi yang dihasilkan dan total hasil kotoran ternak yang dinilai dengan rupiah (Rp) dengan kata lain merupakan penjumlahan antara total produksi dan hasil kotoran ternak yang diperoleh. b. Biaya adalah semua pengeluaran usahatani atau biaya operasional yang

termasuk biaya eksplisit dan implisit. E. Analisis Data

Data yang telah terkumpul yaitu berupa wawancara, kuesioner, pengamatan, dokumentasi dan lain sebagainya kemudian dianalisis. Untuk menjawab tujuan penelitian maka dilakukan dengan metode sebagai berikut.

1. Ketersidaan input (kandang, peralatan, indukan, pakan, IB dan tenaga kerja), profil petani ternak sapi dan pengembangan ternak sapi di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul dianalisi secara deskriptif.

2. Kelayakan usaha ternak sapi di daerah lahan pantai Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul, dilihat dari penerimaan petani maka akan dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


(33)

a. Pendapatan NR = TR - TC

Keterangan :

NR = Net Revenue TR = Total Revenue TCeks= Total Cost Eksplisit

b. Keuntungan / Profit Π = TR – TC Keterangan :

Π = Profit

TR = Total Revenue TC = Total Cost

c. Kelayakan R/C

Kerterangan : R = Revenue C = Cost


(34)

30 1. Kondisi Geografis

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari empat kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bentang alam Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian Timur dan Barat, serta kawasan pantai di sebelah Selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari Utara ke Selatan. Secara geografis, Kabupaten

Bantul terletak antara 14º04’50”-27º50’50”, Lintang Selatan dan 110º10’41”

-110º34’40” Bujur Timur. Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kabupaten

Gunungkidul di sebelah Timur, dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di sebelah Utara, dengan Kabupaten Kulon Progo di sebelah Barat, dan dengan Samudra Indonesia di sebelah Selatan.

Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 506,85 Km2, terdiri dari 17 kecamatan yang dibagi menjadi 75 desa dan 933 pedukuhan. Dlingo adalah kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas, yaitu 55,87 Km2, sementara Srandakan adalah kecamatan dengan wilayah paling sempit, yaitu 18,32 Km2. Jumlah desa dan pedukuhan terbanyak terdapat di Kecamatan Imogiri dengan delapan desa dan 72 pedukuhan dan paling sedikit di Kecamatan Srandakan dengan dua desa dan 43 pedukuhan.

Berdasarkan kondisi lahan terdapat luas lahan 506,85 km persegi yang terbagi dalam beberapa klasifikasi penggunaan lahan yang terdiri dari pekarangan,


(35)

sawah, tegal, dan kebun campur (Tabel 1). Penggunaan lahan adalah informasi yang menggambarkan sebaran pemanfaatan lahan yang ada di Kabupaten Bantul. Dalam Tabel 1 ditampilkan bahwa penggunaan lahan terbesar adalah untuk kebun campur sebesar 32,75% dan sawah sebesar 31,61%, sedangkan yang terkecil adalah tambak sebesar 0,05%. Terlihat bahwa pemanfaatan kebun campur terbesar ada di Kecamatan Sedayu yaitu seluas 1.841,038 Ha. Adapun persawahan terluas terdapat di Kecamatan Sewon dengan luas 1.420,198 Ha. Sementara itu, pemanfaatan tambak hanya berada di wilayah Kecamatan Srandakan seluas 30 Ha.

Tabel 1. Penggunaan Lahan Tahun 2014 (Ha)

No Kecamatan Luas Lahan (Ha)

Perkam

pungan Sawah Tegal CampurKebun Lainnya Total

1. Srandakan 75,207 484,572 53,000 694,000 396,220 1.832

2. Sanden 51,502 837,374 123,00 896,000 289,123 2.316

3. Kretek 38,122 955,360 209,554 470,000 701,962 2.677

4. Pundong 82,378 875,994 456,000 733,500 220,126 2.368

5. Bambanglipuro 174,917 1.164,995 - 819,000 111,087 2.270

6. Pandak 89,475 985,477 44,000 1.063,000 248,048 2.430

7. Bantul 169,311 1.218,091 2,000 689,000 116,597 2.195

8. Jetis 406,324 1.384,401 104,942 513,000 38,331 2.447

9. Imogiri 238,820 923,687 2.128,000 1.186,000 762,492 5.449

10. Dlingo 121,549 261,000 1.705,425 1.460,000 841,025 5.587

11. Pleret 231,335 721,383 634,988 356,000 353,292 2.297

12. Piyungan 335,328 1.330,062 551,438 716,938 320,233 3.254

13. Banguntapan 417,282 1.354,889 7,679 655,947 412,201 2.848

14. Sewon 470,261 1.420,198 2,000 645,880 177,660 2.716

15. Kasihan 548,667 868,451 107,153 1.568,000 145,727 3.238

16. Pajangan 111,401 282,305 433,438 2.295,000 202,854 3.325

17. Sedayu 273,944 981,183 72,132 1.841,038 267,701 3.436

Jumlah 3.835,833 16.049,426 6.634,753 16.602,304 5.604,684 50.685

Persentase (%) 7,56 31,61 13,08 32,75 11,15 100

Sumber BPN dan BPS, 2015 2. Kondisi Umum Daerah

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul pada tahun 2014 sebanyak 938.433 jiwa (Tabel 2), terdiri dari laki-laki sebanyak 467.504 jiwa dan perempuan


(36)

sebanyak 470.929 jiwa. Pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja tercatat 501.993 jiwa, sementara tahun 2014 menjadi 496.370 jiwa. Jumlah penganggur pada tahun 2013 sebanyak 28.075 jiwa, turun menjadi 26.188 jiwa pada tahun 2014. Jumlah keluarga miskin tahun 2013 sebanyak 40.551 KK, turun menjadi 39.424 KK pada tahun 2014, sementara jumlah orang miskin pada tahun 2013 sebanyak 126.980 jiwa, turun menjadi 122.021 jiwa pada tahun 2014.

Kepadatan penduduk dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain kepadatan penduduk geografis, kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk daerah terbangun, kepadatan penduduk kelompok umur, dan sebagainya. Kepadatan penduduk geografis menunjukkan jumlah penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Selain itu, kepadatan penduduk geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah (Tabel 2).

Tabel 2. Kepadatan Penduduk Geografis per Kecamatan Tahun 2014

No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan/Km2

1 Srandakan 18,32 28.832 1.574

2 Sanden 23,16 29.876 1.290

3 Kretek 26,77 29.600 1.106

4 Pundong 23,68 31.971 1.350

5 Bambanglipuro 22,70 37.737 1.662

6 Pandak 24,30 48.278 1.987

7 Bantul 21,95 60.583 2.760

8 Jetis 24,47 52.985 2.165

9 Imogiri 54,49 57.081 1.048

10 Dlingo 55,87 35.950 643

11 Pleret 22,97 44.536 1.938

12 Piyungan 32,54 50.782 1.561

13 Banguntapan 28,48 126.971 4.458

14 Sewon 27,16 108.039 3.978

15 Kasihan 32,38 115.961 3.581

16 Pajangan 33,25 33.850 1.018

17 Sedayu 34,36 45.401 1.321

Jumlah 506,85 938.433 1.852

Sumber BPN dan BPS, 2015

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa penyebaran penduduk tidak merata. Daerah yang mempunyai kepadatan penduduk geografis tinggi terletak di wilayah


(37)

Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Banguntapan (4.458 jiwa/km2), Sewon (3.978 jiwa/km2), dan Kasihan (3.581 jiwa/km2), sedangkan kepadatan penduduk geografis terendah terletak di Kecamatan Dlingo (643 jiwa/km2).

Berdasarkan mata pencaharian penduduk di Kabupaten Bantul sebagian besar menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, sehingga kepadatan penduduk agraris per wilayah perlu diketahui agar tercapai akurasi kebijakan. Secara rinci kepadatan penduduk agraris dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan Penduduk Berdasarkan Agraris Per Kecamatan

No Kecamatan Luas Areal Pertanian (Ha) Jumlah

Penduduk Kepadatan/Ha

1 Srandakan 1.261,5723 28.832 23

2 Sanden 1.856,3742 29.876 16

3 Kretek 1.634,9152 29.600 18

4 Pundong 2.065,4949 31.971 15

5 Bambanglipuro 1.983,9950 37.737 19

6 Pandak 2.092,4768 48.278 23

7 Bantul 1.909,0910 60.583 32

8 Jetis 2.002,3439 52.985 26

9 Imogiri 4.424,6876 57.081 13

10 Dlingo 4.624,4250 35.950 8

11 Pleret 1.712,3720 44.536 26

12 Piyungan 2.598,4385 50.782 20

13 Banguntapan 2.018,5163 126.971 63

14 Sewon 2.068,0780 108.039 52

15 Kasihan 2.543,6047 115.961 46

16 Pajangan 3.010,7439 33.850 11

17 Sedayu 2.894,3538 45.401 16

Jumlah (rata-rata) 2.394,2049 938.433 25

Sumber BPN dan BPS

Persebaran penduduk menurut umur sangat diperlukan untuk mengambil kebijaakan berkaitan dengan banya sektor seperti tenaga kerja pendidikan, dan lain - lain. Dan mengetahui sebaran penduduk kelompok umur dominan disuatu


(38)

wilayah makan dapat dilakukan kebijakan yang tepat dan efisien untuk pengembangan wilayah tersebut (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2014

No Kecamatan 0-9 10-14 Kelompok Umur15-19 20-24 25-39 40+ Jumlah

1 Srandakan 4.429 2.046 2.192 2.371 6.775 11.019 28.832

2 Sanden 4.589 2.120 2.272 2.457 7.020 11.418 29.876

3 Kretek 4.547 2.101 2.251 2.434 6.955 11.312 29.600

4 Pundong 4.911 2.269 2.431 2.629 7.512 12.218 31.971

5 Bambanglipuro 5.797 2.678 2.870 3.104 8.867 14.422 37.737

6 Pandak 7.416 3.426 3.671 3.970 11.344 18.450 48.278

7 Bantul 9.306 4.299 4.607 4.982 14.235 23.153 60.583

8 Jetis 8.139 3.760 4.029 4.358 12.450 20.249 52.985

9 Imogiri 8.768 4.051 4.341 4.694 13.413 21.815 57.081

10 Dlingo 5.522 2.551 2.734 2.957 8.447 13.739 35.950

11 Pleret 6.841 3.160 3.387 3.663 10.465 17.020 44.536

12 Piyungan 7.801 3.604 3.862 4.176 11.932 19.407 50.782

13 Banguntapan 19.504 9.010 9.655 10.442 29.835 48.524 126.970

14 Sewon 16.596 7.667 8.216 8.885 25.386 41.289 108.039

15 Kasihan 17.813 8.229 8.818 9.537 27.248 44.317 115.961

16 Pajangan 5.200 2.402 2.574 2.784 7.954 12.936 33.850

17 Sedayu 6.974 3.222 3.452 3.734 10.668 17.351 45.401

Jumlah 144.152 66.595 71.361 77.178 220.508 358.639 938.433

Persentase 15,36 7,10 7,60 8,22 23,50 38,22 100.00

Sumber: BPS, 2015. Estimasi penduduk dengan laju pertumbuhan SP2000

-SP2010.

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur menunjukkan proporsi umur berdasarkan kelompok umur. Jumlah terbesar ada pada kelompok umur 40 tahun

ke atas (38,22%), kedua pada kelompok umur 25-39 tahun (23,50%), sedangkan

proporsi terendah pada kelompok umur 10-14 tahun (7,10%).

Berdasarkan tabel tersebut dalam perencanaan pembangunan khususnya di bidang kesehatan, kelompok umur 40 tahun ke atas harus mendapatkan prioritas dan perhatian lebih. Pada usia 25-39 tahun yang proporsinya juga cukup besar dan


(39)

B. Potensi Unggulan Daerah

1. Potensi Sumberdaya Manusia (SDM)

Karakteristik petani seperti sebaran umur relatif beragam, petani yang mempunyai umur produktif (15 – 64) tahun sebanyak 95%, petani yang berumur tidak produktif (>65) tahun sebanyak 5%, dan petani yang berumur muda (<15) tahun sebanyak 0%. Usia petani yang masuk kisaran produktif masih memungkinkan untuk meningkatkan usahatani dan melakukan kegiatan yang inovatif sehingga akan terjadi perubahan sosial kelembagaan, baik perubahan secara individu maupun kelompok. Mata pencaharian utama adalah sebagai petani (86,67%), pegawai negeri (5%), swasta (3,33%), nelayan (3,33%) dan buruh (1,67%). Hasil analisis secara deskriptif diperoleh bahwa perubahan yang menunjukkan dinamika kelompok, ditandai dengan semakin aktifnya peran petani

dalam menghadiri acara pertemuan-pertemuan kelompok mencapai 95%, kegiatan

sosial kerja bakti atau gotong royong pembuatan jalan menuju lokasi kandang.

2. Dinamika Kelompok Tani dan Populasi Ternak

Berdirinya kelompok pembibitan ternak sapi diawali oleh inisiatif beberapa tokoh masyarakat untuk membuat kandang kelompok dengan memanfaatkan lahan marjinal di kawasan pesisir Pantai Pandansimo Bantul. Kelompok yang berdiri pada tanggal 11 Januari 1994 mempunyai anggota 134 orang termasuk dalam klasifikasi kelas Madya. Berdasarkan kepemilikan ternak, jumlah rata-rata

kepemilikan ternak di kelompok ini pada tahun 2002 – 2004 berkisar 3,48 – 3,34 ekor per orang (Tabel 1). Jenis ternak yang dipelihara 100% dominan betina. Jenis sapi yang dipelihara terdiri dari keturunan peranakan simental dan limosin.


(40)

Tabel 5. Rata-rata Kepemilikan Ternak Sapi Kelompok Karya Manunggal Bantul

Tahun Populasi (ekor) Jumlah Peternak Rata-rata kepemilikan

2013 463 133 3,48

2014 381 133 2,86

2015 444 133 3,34

Rata-rata 429 133 3,23

Sumber: BPS, 2015

Jumlah sapi di Kelompok Ternak Karya Manunggal pada tahun per Januari

-Mei 2015 tercatat ada 240 ekor induk dewasa dan 16 ekor pejantan dengan jumlah kelahiran pedet 122 ekor. Status kepemilikan ternak 80% milik sendiri, dan sisanya 20% berstatus menggaduh. Pola petani dalam pengelolaan ternak sapi masih bersifat tradisional yaitu memelihara ternak hanya sebagai kegiatan sambilan selain pekerjaan pokok di sektor pertanian dan penambangan pasir. Produksi pupuk organik belum dimanfaatkan oleh anggota dan masih dipasarkan dalam bentuk olahan. Berdasarkan potensi dan ketersediaan sapi di kawasan lahan pasir pantai Srandakan diperkirakan mampu memproduksi 1.206 ton kotoran ternak selama setahun, dengan asumsi satu ekor ternak sapi menghasilkan kotoran ternak 9 ton/tahun. Oleh karena itu prospek pengembangan peternakan sapi ke arah agribisnis di tingkat petani sangat berpeluang.

Tabel 6. Perubahan Jumlah Ternak, Kelahiran dan Kematian Pedet Sapi di Kelompok Ternak Karya Manunggal Bantul

Uraian 2013Jumlah (Ekor)2014 2015 Laju Pertumbuhan (%)

1. Jumlah induk 281 217 240 -14,59

2. Jumlah pejantan 17 18 16 -5,88

3. Jumlah dewasa betina 27 20 36 33,33

4. Jumlah dewasa jantan 40 32 31 22,50

5. Jumlah anak betina 43 49 46 6,98

6. Jumlah anak jantan 55 45 75 36,36

7. Jumlah populasi 463 381 444 -4,10

8. Jumlah kelahiran 97 94 122 25,77

Jumlah kematian pedet 0 0 0 -


(41)

3. Dinamika Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pengelolaan usaha pembibitan ternak sapi di lahan pasir pantai selatan Kecamatan Srandakan terdiri dari tenaga kerja dewasa pria, dewasa wanita dan anak-anak (Tabel 3). Tenaga kerja wanita

terlibat dalam mencari dan memberi pakan ternak, dikarenakan sebagian tenaga pria dewasa mencari penghasilan di penambangan pasir di DAS Progo. Tenaga kerja anak-anak juga dilibatkan terutama dalam pengangkutan hijauan pakan ke

lokasi kandang. Perkembangan keterlibatan jumlah tenaga kerja selama periode tahun 2013-2015 naik sebesar 3,31 % dengan peningkatan keterlibatan tenaga

wanita dan anak-anak masing-masing 3,10 % dan 15,0 %. Keterlibatan tenaga

kerja selain pria menunjukkan pemberdayaan potensi sumberdaya keluarga dalam peningkatan alokasi waktu kerja dan pendapatan rumahtangga masyarakat.

Tabel 7. Tenaga Kerja yang Terlibat dalam Pengelolaan Sapi di Kelompok Ternak Karya Manunggal Bantul

Kategori 2013Jumlah (Orang)2014 2015 Laju Pertumbuhan (%)

Dewasa pria 133 133 133 0

Dewasa wanita 129 131 133 3,10

Anak-anak 40 51 46 15,00

Jumlah 302 315 312 3,31

Sumber: BPS, 2015

4. Aspek Permodalan

Aspek kelembagaan kelompok tani sangat bermanfaat dalam meningkatkan akses anggota ke arah sumber-sumber permodalan. Pihak yang terlibat dalam

penguatan modal ke kelompok Karya Manunggal antara lain ISM Bogasari, BPLM (Bantuan Permodalan Lunak Masyarakat) dan PPAP (Pemberdayaan Petani dan Agribisnis di Pedesaan). Modal sendiri berupa ternak milik anggota dan tambahan modal diperoleh dari iuran hasil penjualan ternak sebesar Rp


(42)

5.000,-/anggota serta penjualan kotoran ternak/pupuk kandang senilai Rp 80.000/

truk setara volume 4 ton. Modal kelompok pada tahun 2014 mencapai Rp 2,084 milyar sedangkan pinjaman dari bank dan pihak lain masing-masing sebesar Rp

250 juta dan Rp 300 juta (Tabel 4), dengan tingkat pertumbuhan modal selama

periode 2013-2015 mencapai 23,97%. Melihat banyaknya masukan berupa modal

tambahan merupakan kesempatan yang baik untuk lebih meningkatkan dinamika kinerja anggota dan pengurus.

Tabel 8. Perkembangan Modal Usaha Kelompok Ternak Karya Manunggal

Sumber modal Jumlah Modal usaha (Rp) Pertumbuhan Laju

(%)

2013 2014 2015

1. Pinjaman bank - - - -

2. Pinjaman pihak

lain - - - -

3. Modal kelompok 1.681.000.000 1.780.000.000 2.084.000.000 -

Jumlah 1.681.000.000 1.780.000.000 2.084.000.000 -

Sumber: BPS, 2015

5. Pendapatan Kelompok

Pendapatan pokok kelompok berasal dari hasil penjualan ternak dan pupuk kandang (Tabel 5). Pendapatan kelompok pada tahun 2004 sebesar Rp 565,320 juta dengan kontribusi 90% dari penjualan ternak dan 10% dari penjualan pupuk

kandang. Pertumbuhan pendapatan kelompok selama periode 2002- 2004

mencapai 41,11%.

Penjualan bibit ternak setiap bulan pada tahun 2005 berkisar 12-28 ekor

selama periode dua bulan terakhir (Mei-Juni). Rata-rata penjualan bibit sapi

mencapai 15 ekor/bulan dengan harga berkisar Rp 2,5-3,5 juta/ekor. Terobosan

untuk membuka akses pasar belum banyak dilakukan. Sistem penjualan ternak dan pupuk lebih banyak dilakukan di kandang dengan alasan kemudahan dan


(43)

efisiensi jarak dan waktu.

Tabel 9. Pendapatan Kelompok Karya Manunggal dari Penjualan Ternak dan Pupuk Kandang

Tahun Uraian Total

pendapatan (Rp) Ternak

(ekor) Nilai (Rp) Pupuk kandang

(truk)

Nilai (Rp)

2013 96 391.000 120 9.600 400.600

2014 161 767.500 124 9.920 777.420

2015 146 554.500 136 10.820 565.320

Jumlah 403 1.713000 380 30.340 1.743.340

6. Pertumbuhan Aset Kelompok

Tabel 10 menunjukkan pertumbuhan asset kelompok selama periode 2013

-2015. Hasil analisis menunjukkan asset kelompok meningkat secara signifikan selama 3 tahun dengan kenaikan 9,02%. Penambahan aset meliputi kantor, gudang, lahan, mesin pompa air, audio sistem, kandang ternak, MCK, pengerasan jalan dan listrik. Penambahan aset yang cukup besar terdapat pada pengadaan fasilitas jalan sepanjang 1.100 m yang berasal dari swadaya kelompok untuk menunjang aksesibilitas dan transportasi ke lokasi kandang.

Tabel 10. Perkembangan Asset Kelompok Ternak Karya Manunggal

Jenis Asset 2013 2014 2015 Laju pertumbuha

n (%)

Jumlah Nilai (Rp ) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp)

1. Kantor 1 10.000 1 15.000 1 20.000 100

2. Gudang 1 4.000 1 4.000

3. Lahan 1 49.000 1 49.000 1 49.000

4. Mesin2

- Pompa

air 1 400.000

5. Kendaraan

6. Alat-alat - TV 21”

- Wireless 1 1.300 11 1.3001.200

7. Ternak

- Kandang 133 533.000 133 533.000 134 536.000 0,56

8. Lain-lain - Kamar mandi

- Pengeras an jalan

- Listrik

700x3m 1 70.000 2.000 1 200x3m 1 3.000 20.000 2.000 1 400x3m 1 1.300 40.000 2.000 57,14


(44)

7. Kelembagaan Agribisnis

Kelembagaan agribisnis dibedakan menjadi kelembagaan agribisnis hulu, usaha / produksi dan hilir, kelembagaan agribisnis hulu antara lain menyangkut aspek sapronak (sarana produksi ternak) yaitu bibit, pakan dan obat-obatan.

Kelembagaan agribisnis usaha mencakup proses budidaya (lahan, skala usaha, pemilihan bibit, perkandangan, dan IB). Kelembagaan agribisnis hilir mencakup panen dan pasca panen, pemasaran, akses informasi pasar dan pembentukan jaringan kelembagaan. Kelembagaan agribisnis kelompok ternak Karya Manunggal disajikan secara lengkap dalam Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Kelembagaan Agribisnis Kelompok Ternak Sapi Karya Manunggal

Kegiatan Uraian

Agribisnis

hulu a. Indukan dan bibit- Sumber indukan berasal dari anggota dan membeli dari luar kelompok (dikoordinir pengurus).

- Kelompok sudah melakukan pembibitan bekerjasama dengan petugas inseminasibuatan (IB) dan instansi terkait.

- Hasil IB yang baik dipergunakan sebagai peremajaan induk.

b. Pakan

- Sumber pakan berasal dari hijauan lokal.

- Jenis pakan yang diberikan berupa rumput gajah, rumput lapang, jerami, jagung, tanaman kacang tanah (basah/kering), jerami padi.

- Sistem pengeringan pakan antara lain : pengeringan jerami yang ditambah garam saat penumpukan, amoniasi jerami dan hay (hijauan yang dikeringkan).

- Konsentrat disediakan oleh koperasi kelompok yang didistribusikan melalui seksi pakan.

c. Obat/vaksin

- Sumber penyedia obat/vaksin dari Poskeswan.

- Pengobatan/vaksinasi dari swadaya anggota kelompok bersama

Poskeswan melalui Posyanduwan per 35 hari. Agribisnis

usaha a. Lahan- Lahan di kawasan pasir pantai dengan status lahan milik Sultan (Sultan Ground).

- Luas areal lahan untuk kandang kelompok 1 Ha dengan jumlah kandang 134 unit.

b. Skala Usaha

- Skala usaha kelompok dengan jumlah ternak 300-500 ekor. c. Pembibitan

- Sistem seleksi, dipilih calon induk/induk yang baik untuk kelompok.

- Sistem Culling (pengafkiran induk jelek).

- Peremajaan, umur induk sudah tua atau beranak 5-6 kali.


(45)

ternak

- Faktor-faktor dalam pemilihan bibit : asal usul ternak/silsilah, bentuk

eksterior (bentuk luar), umur ternak, harga ternak dan lain-lain. d. Pembuatan kandang, dengan kriteria :

- Lokasi aman (dari pencurian, banjir, kebisingan dll).

- Pemilihan bahan kandang yang murah, kuat dan tersedia di lokasi, arah kandang menghadap ke timur.

- Tidak membahayakan ternak dan peternaknya.

- Lantai kandang dibuat perkerasan dengan kemiringan sesuai

rekomendasi.

e. Pakan

- Frekuensi pemberian pakan (HMT) dua kali sehari, ditambah makanan penguat sekali dan air minum selalu tersedia. Pakan diberikan 10% bobot badan ternak dan konsentrat 1% berat badan ternak.

f. Penyakit

- Penanggulangan penyakit menular dilaksanakan secara preventif dan kuratif

- Langkah preventif dilakukan dengan pemberian vaksin.

- Langkah kuratif melalui kelompok bekerjasama dengan poskeswan setempat.

- Pencegahan dan pengendalian penyakit non menular dtangani sendiri dengan menghubungi dokter hewan.

- Tingkat kematian ternak selama 5 tahun terakhir 0,1%.

d. Inseminasi Buatan (IB)

- Pelaksanaan IB merupakan swadaya anggota dengan tenaga inseminator swasta (mandiri).

Agribisnis

hilir a. Panen dan Pasca Panen- Panen meliputi penjualan ternak dan pupuk kandang, pasca panen belum dilaksanakan.

- Pengolahan limbah ternak oleh kelompok, limbah ternak diolah menjadi fine compost, hasil penjualan merupakan tambahan pendapatan kelompok.

b. Pemasaran

- Pemasaran dilakukan langsung oleh anggota dengan dipandu pengurus.

- Setiap ternak yang terjual, pemilik diwajibkan mengisi kas kelompok Rp 5.000,-.

- Jumlah ternak yang terjual selama 3 tahun terakhir 403 ekor dengan nilai Rp 1,713 milyar.

- Jumlah pupuk yang terjual selama 3 tahun terakhir 380 truk dengan nilai

Rp 30,34 juta.

- Penjualan ternak dilaksanakan di wilayah DIY sedangkan pupuk kandang ke luar DIY (Temanggung, Wonosobo).

c. Jaringan kelembagaan

- Jaringan kerjasama kelompok antara lain dengan BPPH Ciawi Bogor, BPPV Yogyakarta, BATAN Yogyakarta, BPTP Yogyakarta, PT ISM Bogasari Jakarta, Grass Feed Sleman

- Hubungan kerjasama dilakukan secara tertulis atau tidak tertulis.

- Bentuk kemitraan kelompok antara lain: pemeriksaan kesehatan ternak, pemberian UMMB (Urea Mollases Multinutrien Block), bantuan penguatan modal bagi kelompok berupa kredit lunak, penyediaan pakan ternak berupa konsentrat, pengolahan limbah ternak, penelitian pakan, reproduksi dan lain-lain.

- Kelompok aktif mengikuti pelatihan dan menerima magang dari luar.

- Hasil pelatihan yang telah diterapkan antara lain : pembuatan fine compost, waktu, jumlah dan cara pemberian konsentrat, pembuatan


(46)

amoniasi jerami, cara penyimpanan jerami kering secara sederhana dan pelaksanaan IB yang tepat.

- Pengembangan kegiatan tahun 2005 berupa budidaya tanaman lada (100 batang) dan penyediaan konsentrat itik dan mesin tetas telur (itik) kapasitas 6.000 butir.

8. Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan petani terwadahi dalam bentuk koperasi tani “Tani Manunggal” yang beranggotakan petani yang mengelola kandang ternak dalam kawasan lahan pasir yang mencakup lima Dusun yang ada di Desa Srigading, yaitu Dusun Tegalrejo, Dusun Ngemplak, Dusun Ngepet, Dusun Sugisanden dan Dusun Malangan, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Jumlah anggota sampai tahun 2015 sebanyak 119 orang. Badan hukum Koperasi “Tani Manunggal” terbentuk dengan SK Nomor : 080/BH/KDK/12.1/ IX/ 1999 tertanggal 9 September 1999.

Model pengembangan kelembagaan yang dilakukan petani di lokasi pengkajian pembibitan sapi di lahan pasir adalah kemitraan antara kelompok dengan institusi terkait. Kemitraan yang dijalin terbagi 2 yaitu permodalan dan kegiatan penelitian/ pengkajian. Kemitraan di bidang permodalan mencakup lembaga swasta yaitu PT ISM Bogasari, sedangkan lembaga lain misalnya BUMN belum terlibat. Kemitraan di bidang penelitian/pengkajian diantaranya dengan BPPH Ciawi Bogor, BPPV Yogyakarta, BATAN Yogyakarta, BPTP Yogyakarta dan Grass Feed Sleman untuk budidaya hijauan pakan. Melalui model pengembangan kelembagaan kemitraan agribisnis berpeluang besar untuk peningkatan dan diversifikasi usaha kelompok.


(47)

43

Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor. Karakteristik responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar belakang responden berkaitan dengan kegiatannya dalam mengusahakan usaha ternaknya. Karakteristik petani peternak meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha ternak sapi, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha ternak sapi, jumlah sapi, luas lahan dan asal pengetahuan petani peternak.

Usaha ternak sapi merupakan jenis usaha yang mengikat, berbeda dengan usaha pertanian pada umumnya. Usaha sapi anakan harus dilakukan secara teratur, dan kontinyu, terutama pelaksanaan indukan. Modal kerja yang dibutuhkan juga tidak sedikit terutama digunakan untuk tanah, bangunan, peralatan, dan pakan. Dari 54 peternak yang menjadi responden. gambaran karakteristiknya ditampilkan pada Tabel 12.

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden

adalah 40 tahun dengan umur termuda 29 tahun dan umur tertua adalah 48 tahun.

Hal ini berarti bahwa rata-rata umur responden tergolong muda yang secara fisik

mampu untuk menjalankan usaha ternaknya sehingga produktivitas petani masih sangat memungkinkan untuk ditingkatkan. Selain itu, usia muda juga dapat memudahkan pemahaman/ide, pola berpikir, akses informasi dan teknologi.


(48)

Tabel 1. Karakteristik Responden Peternak Sapi Desa Srigading

No Uraian Rata-rata Kisaran

1 Umur (th) 40thn 29-48 tahun

2 Pendidikan (th) 12 thn 6-12 tahun

3 Jumlah anggota keluarga / tanggungan (org) 3org 1-6 orang

4 Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam keluarga 2org 1-2 orang

5 Pengalaman berternak sapi (th) 7thn 3-22 tahun

6 Jumlah Kepemilikan Sapi

a. Dewasa betina (ekor)

b. Pedet jantan (ekor)

c. Pedet betina (ekor)

3ekor 2ekor 1ekor

2-6 ekor

1-2 ekor

1 ekor 7 Kepemilikan Lahan

a. Sawah (m2)

b. Tegal (m2)

c. Pantai

1.156 m2 175 m2 380 m2

420-1.800 m2

100-350 m2

150-1.500 m2

8 Kepemilikan Modal

a. Modal sendiri

b. Modal pinjaman 540 - -

Rata-rata pendidikan formal yang ditempuh responden yaitu selama 12

tahun atau setingkat SMA. Tingkat pendidikan formal secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan petani peternak, baik dalam kehidupan sosial masyarakat maupun dalam menjalankan usaha taninya. Hal ini berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan masyarakat dalam mengikuti perkembangan jaman dan teknologi. Terutama mengenai manajemen pengelolaan usaha ternaknya. Walaupun pendidikan dan pengetahuan juga dapat diperoleh dari pendidikan informal, namun pendidikan formal mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengetahuan masyarakat tentang perkembangan jaman dan teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk beradaptasi dengan perkembangan jaman serta menerima dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru.


(49)

Jumlah anggota keluarga/tanggungan responden rata-rata adalah 3 orang,

namun rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha ternak hanya 2

orang yang kebanyakan terdiri dari suami dan istri, sedangkan anak-anak

responden masih sekolah.

Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha ternak sapi yaitu 2 orang. Semuanya berasal dari dalam keluarga. Namun tenaga kerja luar dalam usaha ternak sapi, tidak ada yang terlibat. Hal ini dikarenakan jumlah sapi yang sedikit sehingga responden mampu mengerjakan berbagai kegiatan yang ada. Selain itu, tenaga kerja luar akan menambah biaya usaha ternak sehingga akan mengurangi pendapatan.

Pengalaman responden dalam melaksanakan usaha ternak sapi dengan rata

-rata pengalaman responden dalam usaha ternaknya adalah 7 tahun. Pengalaman tersebut memberikan pengetahuan, kemampuan dan keahlian kepada peternak dalam usaha ternaknya. Namun pengalaman tersebut tidak digunakan peternak sebagai bahan pertimbangan untuk memajukan usaha ternaknya, terlihat dari produktivitas dan pengelolaan ternak masih rendah.

Jumlah kepemilikan sapi tiap responden relatif kecil. Hasil penelitian mengenai jumlah kepemilikan sapi jantan dewasa tidak ada yang memiliki. Hal ini karena sapi jantan dewasa tidak begitu dibutuhkan dalam usaha ternaknya,

peternak merasa rugi bila memiliki sapi jantan dewasa. Rata-rata jumlah

kepemilikan sapi betina dewasa adalah 2 ekor. Peternakan yang diusahakan masih pada skala kecil, dengan pengelolaan/manajemen yang masih sederhana. Besarnya kepemilikan sapi tergantung dari modal yang dimiliki. Kebanyakan usaha ternak


(50)

sapi masih dalam skala kecil yaitu dengan kepemilikan sapi 2-3 ekor tiap keluarga peternak. Sapi dara betina dan pedet betina lebih banyak dimiliki peternak untuk dipelihara dibanding sapi dara jantan dan pedet jantan karena peternak merasa lebih untung memelihara sapi betina. Rata-rata kepemilikan sapi dara betina, pedet betina maupun pedet jantan sama yaitu 1 ekor.

Kepemilikan lahan peternak sapi terdiri dari sawah, tegalan dan pantai. Sumber pakan hijauan ternak sapi berasal dari hasil ataupun sisa hasil pertanian dari pekarangan maupun tegalan. Ternak sapi memerlukan makanan hijauan dalam jumlah yang banyak, maka perlu penyediaan lahan yang cukup. Kepemilikan lahan yang luas akan mempengaruhi jumlah pakan hijauan yang

didapatkan. Rata-rata kepemilikan lahan petani peternak ternak sapi adalah

1,156m2 lahan sawah, 175m2 lahan tegalan dan 380m2 lahan pantai. Kepemilikan

lahan yang kurang dari 0,5 ha tersebut kurang menjamin bagi pengembangan usaha ternak sapi. Kebanyakan peternak memperoleh modal untuk usaha ternak sapi dari modal sendiri daripada modal pinjaman.


(51)

B. Ketersediaan Input Ternak Sapi di Desa Srigading 1. Karakteristik Usaha Tani Lahan Pantai

Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul merupakan salah satu lahan pasir pantai gumuk pasir. Karakteristik lahan gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, status kesuburan rendah, dan tiupan angin angin laut kencang.

Teknik budidaya yang telah menjadi paket perlakuan para petani, khususnya petani bawang merah adalah dengan menambahkan tanah lempung dan pupuk kandang sebanyak masing-masing sekitar 0,75-1,0 m3 untuk ditaburkan di lahan seluas 100 m2 pada setiap penyiapan lahan menjelang tanam bawang merah. Para petani telah mengetahui bahwa kendala tanah di lahan pantai adalah kesuburan dan daya penyimpanan air rendah, dengan demikian penambahan lempung dan pupuk kandang telah menjadi perlakuan penting untuk memperbaiki tanah agar mampu mendukung kehidupan budidaya tanaman. Karena telah terbukti dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai tanaman hortikultura, tanaman pelindung, pangan dan pakan ternak.

a. Tanaman hortikultura meliputi bawang merah, cabe merah, dan terong.

b. Tanaman pangan meliputi padi, jagung, ketela rambat, ketela pohon, dan

kacang tanah.

c. Tanaman industri meliputi kelapa, mangga, dan jambu mente.

d. Tanaman pakan ternak sapi meliputi rumput gajah, rumut pingres, rumput

kolonjono, dan jerami.

Hasil usaha tani lahan pantai dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi, baik dari tanaman yang memang diusahakan sebagai pakan ternak atau dari hasil samping usaha tani. Misalnya pada usaha tani tanaman pangan seperti padi atau jagung, hasil samping seperti jerami, daun tanaman jagung dan bonggol jagung


(52)

dapat dijadikan pakan ternak. Tanaman yang digunakan sebagai pakan ternak meliputi rumput gajah, rumput pingres dan rumput kolonjono. Pada lahan yang ditanami rumput sebagai pakan ternak, peternak mengambil rumput setiap harinya dengan cara dipotong menggunakan sabit, diikat menggunakan tali dan diberikan pada ternak. Kemudian apabila rumputnya sudah diambil oleh petani, lahan tersebut dipupuk kembali dengan pupuk urea agar rumput kembali tumbuh dengan cepat.

2. Persyaratan lokasi

Persyaratan lokasi untuk membangun kandang harus ideal. Menurut Anonim (2009) bahwa lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh

kendaraan. Berdasarkan survey di lokasi rata-rata kandang sapi di Desa Srigading

terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 100 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang, jarak dari lahan pertanian 1 km dan

jarak kandang ke lahan pantai 700 meter. Dengan luas kandang masing-masing

peternak berukuran 3m X 6 m.

Gambar 1. Lokasi Kandang Pemukiman Kandang Pe muki ma n Pe muki ma n Kandang B Kandang T U S Kandang Pemukiman Pemukiman Kandang


(1)

73

f. Tenaga kerja usaha ternak sapi meliputi tenaga kerja mencari pakan, memberi pakan dan membersihkan kandang. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari pakan dan memberi pakan sapi rata-rata 2 jam setiap hari dan membersihkan kandang membutuhkan waktu rata-rata 1 jam setiap hari.

2. Analisis kelayakan usaha ternak sapi Desa Srigading sebesar 1,4. Dari hasil perhitungan R/C tersebut menunjukan lebih dari satu maka usaha ternak sapi Desa Srigading layak untuk diusahakan. Keuntungan yang diperoleh peternak sebesar Rp 23.997.681,-.

B. Saran

1. Usaha ternak layak, maka perlu dikembangkan lebih lanjut baik di Desa Srigading maupun daerah yang memiliki karakteristik dan potensi yang sama.

2. Usaha ternak sapi lahan pantai memerlukan bantuan modal yang cukup tinggi untuk ketersediaan input (kandang, peralatan, bibit, indukan, pakan, dan tenaga kerja), sehingga memerlukan modal dengan bunga yang rendah. 3. Perlunya peningkatan manajemen kelompok peternak agar mampu


(2)

75

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2011. Dasar-dasar Bercocok Tanam. www.kanisiusmedia.com. Diakses 18 September 2015. Kanisius, Yogyakarta.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rieneka Cipta, Yogyakarta.

Aziz, A.M. 2011. Strategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. Prosiding Agroindustri Sapi Potong. CIDES, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Pertanian. BPS. DIY, Yogyakarta

Ditjennak. 2010a. Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014, Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Jakarta

Ditjennak. 2010b. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementan RI, Jakarta

Ditjennak. 2010c. Pedoman Teknis Kegiatan Operasional PSDS 2014. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementan RI, Jakarta

Ekowati.S. 2011. Analisis Pendapatan Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Jurusan. Sosial Ekonomi Industri Peternakan Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Fatimah & Hidayat. 2011. Manajemen Usahatani. Universitas Terbuka. http://ag1992.blogspot.co.id/2015/06/proposal-penelitian-analisis

-pendapatan.html. Diakses 18 September 2015, Jakarta.

Ginanjar, A. 2011. Penerapan Metode Tsukamoto (Logika Fuzzy) dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Jumlah Produksi Barang

Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan.

http://eprints.uny.ac.id/1790/1/GINANJAR_ABDURRAHMAN. Pdf. Diakses 18 September 2015, Yogjakarta.

Hartono, B. 2012. Analisis Ekonomi Rumahtangga Peternak Sapi Potong Di

Kec.Damsol, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah. Journal

ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/viewFile/114/110. Diakses 18 September 2015. Bagian Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Hoddi, F. 2013. Ilmu Usahatani. http://ag1992.blogspot.co.id/2015/06/proposal -penelitian-analisis-pendapatan.html. Diakses 19 September 2015 Penebar Swadaya, Jakarta.


(3)

76

Ibrahim, Y. 2011. Studi Kelayakan (Feasibility Study). http://eprints.ung.ac.id/7536/3/2013.pdf. diakses 19 September 2015, Gorontalo.

Ilham, T. Hendartomo, Kamija, Veronica S. P., F. Astuti, H. Salampessy, H. Kusno, Risdianto dan B. Syahputra. 2012. Identifikasi Permasalahan dan

Langkah Mitigasinya Tsunami di Kabupaten Cilacap.

https://repository.ugm.ac.id/view/type/article.html. Diakses 19 September 2015. Laporan Kuliah Kerja Lapangan. Jurusan Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Irmayanti. 2013. Intervensi Penyuluh Pertanian Dalam Pemberdayaan Sosial Ekonomi Kelompok Tani (Studi Kasus Kelompok Tani Cisadane Para Petani Sawah Linkungan Talamangape Kelurahan Raya Kabupaten Maros). Skripsi. Jurusan Sosiologi Universitas Hasanuddin Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Medan.

Kusmantoro, S., 2009. Ilmu Usaha Tani. jurnal. unej.ac.id/index.php/JSEP/article/viewFile/402/259. PPFE, Yogyakarta. Leatemia, E.D. dkk. 2012. Pelatihan Pembukuan Usahatani Di Desa Hutumuri

Kecamatan Leitimur Kota Ambon. Jurnal Bakti Volume 1 Nomor 1 Tahun

2012. ejournal.unpatti.ac.id/ppr_iteminfo_lnk.php?id=783. Diakses 20 September 2015. Ambon.

Mubyarto. 2012. Pengantar ekonomi Pertanian Edisi III. LP3ES, Jakarta.

Nugroho. E. 2010. Analisa Usaha Peternakan Sapi Rambon Pada Skala Usaha

Peternakan Rakyat Di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.

jiip.ub.ac.id/index.php/jiip/article/download/108/229. Diakses 20 September 2015. Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Malang.

Saparso. 2012. Ekofisiologi Tanaman Kubis Bawah Naungan dan Pemberian Bahan Pembenah Tanah di Lahan Pasir Pantai. Disertasi-S3 Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Siregar, S.A. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7633/1/09E01096.pdf. Diakses 20 September 2015. Skripsi. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soekartawi, 2012. Analisa Usaha Tani.

https://lindasetia924.wordpress.com/2012/10/16/usahatani/. Diakses 21 September 2015. Universitas Indonesia Press, Jakarta.


(4)

77

Soetiarso. T.A. 2013. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani

Cabai Keriting di Lahan Kering.

http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/memperkuat_dayasaing_produk_pe /BAB-III-8.pdf. Diakses 21 September 2015 Laporan Hasil Penelitian. Balithor, Lembang.

Stewart,J.D. 2009. Business Dynamics: Systems Thinking and Modelling for a Complex World. McGrawHill, Boston.

Sugeng, 2009. Sapi Potong Pemelihara-an, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis

dan Analisa Penggemukan. onesearch.id/.../IOS2779

-oai:katalog.pustaka.unand.ac.id:slims-10719. Diakses 22 September 2015. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sulistyoningsih, M. 2011. Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ayam Broiler Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan yang Berbeda. http://eprints.undip.ac.id/13119/. Diakses 22 September 2015. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Sumaryanto & Friyanto. S. 2011. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Padi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Bogor

Umifatmawati. 2010. Potensi Kotoran Sapi.

http://umifatmawati.blog.uns.ac.id/2010/03/25/potensi-kotoran-sapi/. Diakses 23 September 2015. Solo.

Yuwono. N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah Di Lahan Marginal. Dosen Ilmu Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.


(5)

LAMPIRAN

Keadaan lokasi kandang sapi desa srigading


(6)

pemberian pakan ternak sapi