Laju Pertumbuhan, Penutupan, dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang ditransplantasi secara monospesies dan multispesies

i

LAJU PERTUMBUHAN, PENUTUPAN DAN TINGKAT
KELANGSUNGAN HIDUP Enhalus acoroides YANG
DITRANSPLANTASI SECARA MONOSPESIES DAN
MULTISPESIES

ILHAM ANTARIKSA TASABARAMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan,

Penutupan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang
ditransplantasi secara Monospesies dan Multispesies adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Februari 2016

Ilham Antariksa T
NIM C551130091

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait


iv

RINGKASAN
ILHAM ANTARIKSA T. Laju Pertumbuhan, Penutupan, dan Tingkat
Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang ditransplantasi secara monospesies
dan multispesies. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ROHANI AMBO
RAPPE.
Lamun adalah jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang terdiri atas
2 famili, 12 genus, dan 60 spesies. Salah satu jenis lamun yang dominan
ditemukan di perairan Indonesia adalah Enhalus acoroides. E. acoroides dapat
membentuk padang lamun vegetasi tunggal (monospecies vegetation) dan vegetasi
campuran (multispecies vegetation). Komposisi jenis lamun di perairan dapat
mempengaruhi keberadaan biota-biota asosiasi di sekitarnya, seperti ikan
herbivora dan avertebrata. Peningkatan aktifitas manusia, terutama aktifitas
masyarakat pesisir di sekitar perairan akan memberikan efek negatif berupa
kerusakan terhadap keberadaan padang lamun. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
usaha rehabilitasi untuk mengembalikan padang lamun yang mengalami
kerusakan. Teknik transplantasi merupakan salah satu cara untuk merehabilitasi
padang lamun tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju
pertumbuhan, persentase penutupan, dan tingkat kelangsungan hidup lamun E.

acoroides yang ditransplantasi secara monospesies dan multispesies. Penelitian ini
dilaksanakan pada Agustus 2014 hingga Januari 2015 di Perairan Pulau Badi,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan menggunakan perlakuan monospecies dan multispecies (2,
4 dan 5 spesies) dimana, E. acoroides dikombinasikan dengan lamun spesies lain
seperti T. hemprichii, C. rotundata, H. ovalis, H. uninervis, dan S. isoetifolium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rata-rata
transplantasi E. acoroides tertinggi ditemukan pada monospesies dengan nilai
0.29 cm/hari. Perubahan tutupan rata-rata tertinggi ditemukan pada 2 spesies yaitu
kombinasi lamun E. acoroides dan C. rotundata dengan nilai 0.10% per hari.
Tingkat kelangsungan hidup tertinggi ditemukan pada 2 spesies dengan kombinasi
E. acoroides dan H. ovalis dan 5 spesies pada kombinasi lamun E. acoroides, S.
isoetifolium, C. rotundata, H. uninervis dan H. ovalis dengan nilai 100%.
Kata kunci: Enhalus acoroides, Penutupan, Pertumbuhan, Tingkat kelangsungan
hidup, Transplantasi Lamun

v

SUMMARY
ILHAM ANTARIKSA T. Growth Rate, Covering Percentage, and Survival Rate

of Enhalus acoroides Transplantated both in Monospecies and Multispecies Way.
Supervised by MUJIZAT KAWAROE dan ROHANI AMBO RAPPE.
Seagrass is a kind of angiospermae plant species that consists of 12
families, 12 genuses, and 60 species. One of dominated species found in
Indonesia is Enhalus acoroides. This species can live to form single seagrass bed
vegetation (monospecies vegetation) and even it can be mixed with others species
(multispecies vegetation). Seagrass composition in coastal areas can be affected
by surrounding associated species such as herbivorous fish and invertebrates. In
growing human activities, especially coastal communities can be influenced
negatively to seagrass beds. Hence, it is needed an effort to rehabilitate the
affected seagrass. Transplantation technic is an effort to do rehabilitation. This
research was to analyze growth rate, percent cover and survival rates of seagrass
E. acoroides transplanted as monospecies and multispecies. This research was
conducted on August 2014 to January 2015 in Badi Island waters, Pangkep
Regency, Southeast Sulawesi. This research was an experimentally used a
monospecies of E. acoroides and multispecies (2, 4, and 5 species) that combined
to others species such as T. hemprichii, C. rotundata, H. ovalis, H. uninervis, dan
S. isoetifolium.
Research results showed that the highest average growth rate of
transplanted E.acoroides was found in monospecies treatment with 0.29 cm/day.

The highest average cover changing was found on two combined species, E.
acoroides and C. rotundata, as high as 0.10% per day. Survival rates in highest
were found on 2 combined treatment species, E. acoroides and H. ovalis, and 5
combined species such as E. acoroides, S. isoetifolium, C. rotundata, H. uninervis
dan H. ovalis with value 100 percent, respectively.
Keywords: Enhalus acoroides, cover, growth rate, survival rate, seagrass
transplantation

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


vii

LAJU PERTUMBUHAN, PENUTUPAN DAN TINGKAT
KELANGSUNGAN HIDUP Enhalus Acoroides YANG
DITRANSPLANTASI SECARA MONOSPESIES DAN
MULTISPESIES

ILHAM ANTARIKSA TASABARAMO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dedi Shoedarma, DEA

ix

Judul Tesis : Laju Pertumbuhan, Penutupan dan Tingkat Kelangsungan Hidup
Enhalus acoroides yang Ditransplantasi secara Monospesies dan
Multispesies
Nama
: Ilham Antariksa Tasabaramo
NIM
: C551130091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua


Prof Dr Ir Rohani Ambo Rappe, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 4 Januari 2015

Tanggal Lulus:

x


PRAKATA
Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi yang atas berkat rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul
“Pertumbuhan, Penutupan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides
yang ditransplantasi secara Monospesies dan Multispesies”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Kelautan dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran dan tenaga terutama kepada Ibu
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M. si dan Prof. Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M. Si
sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan arahan serta bimbingannya
selama penyusunan penulisan Tesis ini, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma,
DEA sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritikan. Temanteman seangkatan IKL 2013 (Ikhsan, Albida, Lalang, Riska, Rhojim, Chandrika,
Natsir, alumni FIKP UNHAS yang kuliah di IPB (Krisye, Adam, A. Haerul,
Hendra, Syamsidar Gaffar, Putra dan Nurma) yang telah mengispirasi, menjadi
teman diskusi, dan saudara seperantauan di Bogor sebagai sumber inspirasi
maupun penyemangat bagi penulis. Keluarga tercinta (Ayahanda Laudi, Ibunda

Mulyana, serta kedua adikku Sabdan anugrah dan Amrir umarah) yang telah
memberikan doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih terdapat
kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi. Karena
itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan masukan, koreksi dan saran untuk
memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut. .

Bogor, Februari 2016

Ilham Antariksa T

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

2

3

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

4

Waktu dan Tempat Penelitan

4

Alat dan Bahan

4

Prosedur Penelitian

5

Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Parameter Lingkungan Perairan

10

Laju Pertumbuhan E. acoroides

11

Pertumbuhan (jumlah daun) E. acoroides

14

Penutupan E. acoroides

15

Tingkat kelangsungan hidup E. acoroides

17

4

SIMPULAN

21

5

SARAN

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL

1
2
3

Skala Wentworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen
(Wentworth 1922)
Nilai Paremeter suhu, salinitas, Do, dan arus
Nilai Parameter Nitrat dan Fosfat Perairan

6
10
11

xii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Diagram Alir Penelitian Transplantasi Lamun di Pulau Badi
Peta Lokasi penelitian Pulau Badi
Laju Pertumbuhan rata-rata E. acoroides ( mean±SE, n=3)
Pola Pertumbuhan rata-rata Panjang daun E. acoroides
Pertumbuhan (Jumlah) daun rata-rata E. acoroides
Perubahan Penutupan rata-rata E. acoroides (mean±SE, n=3)
Pola Penutupan rata-rata E. acoroides
Tingkat Kelangsungan Hidup rata-rata E. acorides (mean±SE, n=3)
Pola Tingkat Kelangsungan Hidup rata-rata E. acoroides
Pola Tingkat Kelangsungan Hidup rata-rata E. acoroides pada (a)
Monospesies, (b) 2 spesies, (c) 4 spesies dan (d) 5-spesies

3
4
12
13
14
15
16
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Analisis Tekstur Sedimen
Data Pertumbuhan E. acoroides (cm/hari)
Data Penutupan E. acoroides (%)
Data Tingkat Kelangsungan Hidup E. acoroides (%)
Desain Percobaan Penelitian
Dokumentasi Kegiatan

25
26
28
29
30
30

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lamun adalah jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) terdiri atas 2
famili, 12 genus dan 60 spesies yang hidup dan berkembang baik pada lingkungan
perairan laut dangkal, estuaria yang mempunyai kadar garam tinggi, daerah yang
selalu mendapat genangan air ataupun terbuka saat air surut pada subtrat pasir,
pasir berlumpur, lumpur lunak dan karang (Kiswara & Hutomo 1985).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem utama di perairan laut
yang memiliki fungsi sangat penting, baik itu secara ekologis maupun ekonomis,
yakni sebagai stabilitas dan penahan sedimen, memperlambat pergerakan arus dan
gelombang, sebagai daerah feeding, nursery, dan spawning ground, tempat
berlangsungnya siklus nutrient, serta sebagai “blue carbon” yang dapat menyerap
karbon di atmosfer dan digunakan dalam proses fotosintesis (Duarte et al. 2005).
Lamun jenis E. acoroides diperkirakan mampu menyerap dan menyimpan karbon
sebesar 0.9 ton per hektar, dimana sebagian besar disimpan dibawah substrat
(Supriadi et al. 2013). Di daerah tropis E. acoroides sangat efektif dan lama dalam
hal membenamkan karbon dibandingkan dengan jenis lamun lainnya, hal ini
disebabkan karena lamun yang memiliki ukuran batang, rhizoma, dan akar yang
lebih besar cenderung mengembangkan biomassa tinggi dibawah substrat, oleh
sebab itu mampu menyerap karbon yang lebih tinggi (Duarte et al. 2010).
Pulau Badi merupakan salah satu gugusan Kepulauan Spermonde dengan
luas daratan 9 km2 dan memiliki jumlah penduduk 2.906 jiwa. Padatnya jumlah
penduduk di pulau Badi dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
nelayan dengan aktivitas sehari-hari di kawasan pesisir berpotensi memberikan
dampak negatif terhadap ekosistem lamun yang memiliki peranan penting di
perairan. Pentingnya fungsi lamun belum banyak dipahami oleh masyarakat,
sehingga banyak lamun yang rusak akibat aktivitas manusia. Menurut Vo et al.
(2013), luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000
kilometer persegi, namun telah menyusut sekitar 30-40 %. Penyebab kerusakan
ekosistem lamun, antara lain: adanya reklamasi pantai, pencemaran (minyak,
limbah pertanian, logam berat, dll), penangkapan ikan dengan cara destruktif
(bom, sianida, pukat dasar), overfishing, dan pembuangan sampah organik (Grech
et al. 2012). Oleh sebab itu, untuk memulihkan kondisi ekosisitem lamun yang
semakin berkurang perlu dilakukan upaya rehabilitasi lamun, melalui kegiatan
transplantasi lamun.
Upaya tranplantasi lamun di Indonesia telah dilakukan oleh Kawaroe et al.
(2008), yaitu transplantasi lamun jenis E. acoroides dan T. hempricii di
Kepulauan Seribu dengan menggunakan metode ikat karung, plug, frame, dan
diperoleh hasil yang baik dengan menggunakan metode plug dengan nilai sintasan
pada kedua jenis lamun sebesar 100%. Selain itu, oleh Kiswara pada tahun 19992001 di Teluk Banten, dengan menggunakan teknik penanaman tunas tunggal
lamun E. acoroides dan jenis-jenis lamun C. rotundata, C. serrulata, S.
isoetifolium, H. uninervis dan T. hemprichii yang memakai teknik jangkar dan
tanpa jangkar, diperoleh hasil yang bervariasi dengan keberhasilan sekitar 60% E.

2

acoroides dan 80% untuk C. serrulata, sementara jenis lainnya berkisar 20-40%
(Kiswara 2004).
E. acoroides merupakan lamun yang dapat membentuk padang lamun
vegetasi tunggal (Monospesies vegetation) dan vegetasi campuran (Multispecies
vegetation). Dalam melakukan transplantasi, upaya untuk meniru kondisi alami
suatu ekosistem cukup penting agar bisa mengembalikan fungsi dari ekosistem
tersebut, dan untuk menilai keberhasilan transplantasi lamun perlu menganalisis
beberapa parameter seperti laju pertumbuhan, penutupan dan tingkat
kelangsungan hidup lamun. Dengan demikian, data terkait dari parameterparameter tersebut dapat memberikan informasi penting agar dapat dijadikan
alternatif dalam upaya rehabilitasi dan peningkatan kualitas perairan.
Rumusan Masalah
Ekosistem lamun memiliki peranan yang sangat penting baik itu diperairan
maupun bagi kehidupan masyarakat pesisir, dimana lamun memiliki fungsi
ekologis, fisik dan ekonomi. Salah satu jenis lamun yang paling banyak dan
dominan ditemukan di perairan Indonesia adalah E. acoroides. Lamun E.
acoroides dapat membentuk padang lamun vegetasi tunggal (Monospesies
vegetation) dan padang lamun vegetasi campuran (Multispesies vegetation).
Komposisi jenis lamun di perairan sangat mempengaruhi keberadaan biota-biota
asosiasi di padang lamun seperti ikan herbivora dan avertebrata air yang bernilai
ekonomis penting.
Pulau badi memilki vegetasi lamun dan jenis lamun yang sangat sedikit,
dimana hanya ditemukan 4 jenis lamun, yaitu T. hempricii, C. rotundata, H.
uninervis dan H. ovalis. Aktivitas manusia di kawasan pesisir pulau merupakan
salah satu penyebab kurangnya vegetasi lamun. Untuk mencegah dan memulihkan
kondisi ekosistem lamun yang rusak perlu suatu upaya yaitu dengan kegiatan
transplantasi lamun.
Transplantasi lamun merupakan salah satu cara untuk memperbaiki dan
merehabilitasi habitat padang lamun yang rusak sehingga bisa menciptakan
padang lamun yang baru. Penelitian ini akan mencoba mentransplantasi jenis
lamun E. acoroides secara monospesies dan multispesies.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah adalah menganalisis pertumbuhan,
penutupan dan tingkat kelangsungan hidup lamun E. acoroides yang
ditransplantasi secara monospesies dan multispesies.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah sebagai bahan informasi dan acuan untuk
melakukan kegiatan rehabilitasi pada kondisi lamun yang mengalami kerusakan
khususnya di Pulau Badi dan umumnya di Indonesia

3

Diagram alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Salah satu jenis Lamun yang dominan di Indonesia
didominasi oleh jenis E. acoroides transplantasi

Penurunan Luasan Padang
Lamun

Upaya Rehabilitasi Lamun

Transplantasi Lamun jenis E.acoroides secara
monospesies dan multispesies (2-,4-,5- spesies)

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Transplantasi Lamun di Pulau Badi

4

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitan
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Januari
2015 di Perairan Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Gambar 2).
Analisis tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Geomorfologi Pantai, analisis
nitrat dan fosfat pada air di Laboratorium Oseanografi Kimia Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan serta analisis nitrat dan fosfat pada sedimen dilakukan di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Gambar 2. Peta Lokasi penelitian Pulau Badi
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini adalah kuadrat berukuran
60 cm x 60 cm (jumlah grid adalah 16 dengan ukuran 15 cm x 15 cm), patok besi
dengan panjang 30 cm, patok besi dengan panjang 15 cm, tali tis,
penggaris/mistar, alat tulis menulis, stapler, alat selam dasar atau SCUBA, botol
sampel, botol polyethylene, tabung reaksi spektrofotometer, termometer,
handrefraktrometer, GPS, dan Kamera bawah air.
Bahan-bahan yang digunakan adalah Lamun jenis E. acoroides, T.
hemprichii, H. ovalis, H. uninervis, C. rotundata, S. isoetifolium, MnCl2,
NaOH/KI, H2SO4, Na2S2O3, brucin, H3BO3 1%, P2O5, Asam sulfat, Asam ascorbic
dan ammonium mlybdate, amilum, kertas Whattman, kertas label, kertas newtop,
dan kantong sampel.

5

Prosedur Penelitian
Pengambilan Parameter Fisika Dan Kimia Perairan
Suhu
Pengukuran suhu perairan dilakukan pada lokasi transplantasi lamun
menggunakan termometer. Pengambilan data suhu air tersebut dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan.
Salinitas
Salinitas air laut diukur langsung di lapangan dengan menggunakan
handrefractometer. Air laut diteteskan pada kaca handrefractometer kemudian
kaca handrefractometer ditutup menggunakan penutup kaca. Bantuan cahaya
akan mempermudah dalam pembacaan nilai salinitas sampel pada skala
handrefractometer. Pengukuran diulangi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai
rata-rata pengukuran salinitas.
Arus
Data arus pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Paotere
Makassar.
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut diukur dengan metode titrasi Winkler di lokasi
pengamatan. Contoh air laut diambil lalu direaksikan dengan pereaksi DO
(MnCl2, NaOH/KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum), sehingga didapatkan nilai kadar
oksigen terlarut dari contoh air laut tersebut di lokasi transplantasi lamun dan
diukur masing-masing 3 kali ulangan.
Substrat (Tekstur sedimen)
Pengambilan substrat dilakukan pada tiap-tiap lokasi transplantasi lamun
kemudian tekstur sedimen dari subtrat tersebut akan dianalisis di laboratorium
Geomorfologi Manajemen Pantai, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin. Tekstur sedimen dianalisis dengan menggunakan metode
ayak untuk menentukan besar butir sedimen. Sampel yang telah diambil di
lapangan kemudian dikeringkan di dalam oven. Setelah kering, sampel ditimbang
sebanyak 100 g kemudian tiap hasil timbangan, diayak menggunakan ayakan
bertingkat dengan berbagai ukuran (sieve net). Ukuran sedimen yang didapatkan,
kemudian ditimbang untuk menentukan berat tiap-tiap ukurannya. Klasifikasi
ukuran butir sedimen ditentukan menggunakan skala Wenworth (Wentworth
1922).
Metode yang digunakan mengklasifikasikan substrat pasir dan lumpur
dengan prosedur sebagai berikut:
1. Sampel sedimen yang telah kering ditimbang sebanyak ± 100 gram, lalu
diayak menggunakan sieve net bertingkat selama 15 menit dengan gerakan
konstan sehingga didapatkan pemisahan partikel sedimen berdasarkan
masing-masing ukuran ayakan (2 mm, 1 mm, 0.5 mm, 0.25 mm, 0.125
mm, 0.063 mm dan < 0.063 mm

6

2. Sampel dipisahkan dari masing-masing ukuran ayakan hingga bersih lalu
ditimbang
% Berat = (Berat Hasil Ayakan / Berat awal) x 100%
Pengklasifikasian pertikel-partikel sedimen digunakan skala Wenworth (Tabel 1):
Tabel 1. Skala Wentworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen
(Wentworth 1922)
Terminologi
Diameter (mm)
> 256
Kerikil
Bolder (boulder
64 – 256
Bongkah (Cobble
4 – 64
Kerakal (Pebble
2–4
Kerikil (Granule)
Pasir (Sand)
Pasir sangat kasar (Very Coarse sand) 1 – 2
0.5 – 1
Pasir kasar (Coarse Sand)
0.25 – 0.5
Pasir Sedang (Medium Sand)
0.125 – 0.25
Pasir Halus (Fine Sand)
Pasir Sangat Halus (Very Fine Sand
0.0625 – 0.125
Lanau (Silt)
0.0039 – 0.0625
Lumpur (Mud)
Lempung (Clay
< 0.0039
Nitrat dan fosfat di air dan sedimen
Nitrat dan fosfat yang diambil yaitu pada kolom perairan dan sedimen.
Sampel air laut dan sedimen diambil pada setiap lokasi, setelah itu kandungan
nitrat dan fosfatnya akan dianalisis di Laboratoroium Oseanografi kimia fakultas
ilmu kelautan dan perikanan Universitas Hasanuddin.
Nitrat air
Sampel air disaring menggunakan kertas Whattman, kemudian dipipet 5
ml ke dalam tabung reaksi yang selanjutnya ditambahkan dengan larutan brucin
sebanyak 0.5 ml lalu diaduk. Kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat lalu
diaduk dan didiamkan beberapa menit sampai dingin. Larutan blanko dibuat dari
5 ml akuades. Kadar nitrat diukur dengan menggunakan spektrofotometer
(pembacaan sampel maksimal 3.5 mg/l dan minimum 0,001 mg/l) DREL 2800
dalam satuan mg/l pada panjang gelombang 420 nm. Nilai nitrat yang tertera di
layar spektrofotometer DREL 2800 kemudian dicatat.
Nitrat sedimen
Tambahkan 50 ml amilum asetat dengan pH 4.8 pada 5 gr sampel
sedimen. Sampel dikocok selama 30 menit kemudian disaring. 5 ml hasil
ekstraksi dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 0.5 ml brucin
dan kemudian ditambahkan dengan 5 ml H2SO4. Hasil campuran kemudian
dikocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan dibiarkan selama 30
menit. Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam spektrofotometer dengan panjang
gelombang 432 nm. Penunjukan angka pada spektrofotometer kemudian dicatat.

7

Fosfat air
Saring 25-50 ml air sampel dengan menggunakan kertas saring millipore
0.45 μm, kemudian 2.0 ml air sampel yang telah disaring dipipet, dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2.0 ml H3BO3 1%, dan diaduk,
lalu ditambahkan 3.0 ml larutan pengoksida fosfat (campuran antara Asam sulfat
2.5 M, asam ascorbic dan ammonium mlybdate) lalu diaduk. Sampel dibiarkan
selama satu jam, agar terjadi reaksi yang sempurna. Kadar fosfat diukur dengan
menggunakan spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/l pada panjang
gelombang 420 nm. Nilai fosfat yang tertera di layar spektrofotometer DREL
2800 kemudian dicatat.
Fosfat sedimen
Masukkan 5 gr sampel sedimen ke dalam botol polyethylene kemudian
ditambahkan 2 gr karbon aktif. Sampel dilarutkan dengan 2 ml pengekstrak olsen
dan dikocok selama 30 menit lalu disaring ke dalam tabung reaksi. 5 ml larutan
jernih dari tabung reaksi dipipet dan ditambah 5 ml pereaksi fosfat. Setelah itu,
larutan standar dibuat dengan kepekatan 0 – 10 ppm P2O5 dengan cara memipet :
1.0 ; 2.0 ; 4.0 ; 8.0 ; 10.0 ml larutan standar P2O5 10 ppm kemudian diencerkan
dengan pengekstrak olsen menjadi 2 ml. Sampel dan larutan standar masingmasing ditambahkan 5 ml pereaksi fosfat, kemudian dikocok dan dibiarkan
selama 30 menit. Sampel kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 693 nm.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Transplantasi lamun E.
acoroides pada penelitian ini dilakukan secara monosepesies, dan multispesies (2
spesies, 4 spesies, dan 5 spesies. Secara monospesies, lamun yang ditransplantasi
adalah 1 jenis lamun yaitu E. acoroides (1 perlakuan), sedangkan secara 2, 4 dan
5 spesies lamun yang ditransplantasi adalah E. acoroides dan dikombinasikan
dengan jenis lamun lain (T. hemprichii, C. rotundata, H. ovalis, H. uninervis, dan
S. isoetifolium). Secara 2, 4 dan 5 spesies masing-masing memiliki 5 perlakuan
kombinasi (Lampiran 5). Tiap-tiap perlakuan baik itu dari monospesies maupun 2,
4 dan 5 spesies memiliki 3 kali ulangan, sehingga total perlakuan adalah 48.
Dalam penelitian ini, hanya jenis E. acoroides yang dijadikan sebagai obyek
pengamatan untuk pengukuran laju pertumbuhan, tutupan dan tingkat
kelangsungan hidup lamun.
Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kondisi kawasan yang memiliki
padang lamun dengan hamparan yang jarang, telah mengalami keruskan dan
memilik kondisi parameter lingkungan yang memungkinkan untuk melakukan
transplantasi lamun.
Pemasangan Kuadrat
Pemasangan kuadrat dilakukan setelah penentuan lokasi transplantasi,
dimana pemasangan kuadrat ini akan disesuaikan dengan luasan lokasi
transplantasi. Pemasangan kuadrat dilakukan dengan menggunakan SCUBA
untuk memudahkan proses pemasangan, dimana masing-masing kuadrat akan

8

diberi label terlebih dahulu. Kuadrat di pasang pada kedalaman yang relatif sama,
dengan kisaran kedalaman 1 m -2.5 m. Pemasangan kuadrat menggunakan patok
yang berukuran 30 cm, yang dipasangkan di kedua sisi transek agar transek tidak
bergeser dari posisi penanamannya.
Metode Transplantasi dan Kriteria Bibit Lamun
Metode transplantasi yang digunakan adalah metode tunas tunggal untuk
lamun E. acoroides, kumpulan tunas (sprig) untuk lamun T. hemprichii, C.
rotundata, H. ovalis, H. uninervis, S. isoetifolium dengan menggunakan jangkar
(Azkab 1999, Kiswara 2004).
Tahapan yang dilakukan dalam melakukan transplantasi ini adalah dengan
mengambil bibit lamun jenis E. acoroides, H. ovalis, H. uninervis, maupun S.
isoetifolium dari lokasi donor (Pulau Barrang Lompo). Pulau Barrang Lompo
dijadikan sebagai lokasi donor dikarenakan kepadatan untuk masing-masing jenis
lamun tersebut yang cukup tinggi. Sementara itu, jenis T. hemprichii dan C.
rotundata diambil dari Pulau Badi. Bibit lamun yang telah diambil dibersihkan
dari substratnya kemudian dipotong pada bagian pertunasan yang memiliki daun,
rimpang, dan akar. Masing-masing bibit lamun yang telah dipotong, ditanam pada
kuadrat di tiap-tiap grid dari kuadrat tersebut, kemudian diberi patok untuk
menahan bibit lamun agar tidak mudah tercabut dari substrat.
Kriteria jenis lamun yang akan dijadikan bibit adalah sebagai berikut: E.
acoroides harus memiliki panjang rhizoma 15 cm, panjang daun 30 cm, dan
memiliki titik tumbuh (meristem) pada ujung rhizoma; T. hemprichii memiliki
panjang rhizoma 10 cm dan meristem pada ujung rhizome,H. ovalis memiliki
panjang rhizoma 20 cm, S. isoetifolium memiliki panjang rhizoma 10 cm, H.
uninervis memiliki panjang rhizoma 10 cm, dan C. rotundata memiliki panjang
rhizoma 10 cm.
Pengukuran Pertumbuhan Lamun
Parameter pertumbuhan lamun yang diamati adalah pertumbuhan daun
lamun dan jumlah daun jenis E. acoroides. Pengamatan pertumbuhan dan jumlah
daum lamun E. acoroides akan dilakukan setiap dua minggu. Pengukuran
pertumbuhan lamun dengan menggunakan metode penandaan dengan
memodifikasi dari metode (Short & Duarte 2001), yaitu dengan membuat lubang
atau penanda pada daun lamun menggunakan stepler, kemudian pertumbuhannya
diukur dari titik tumbuh lamun sampai penanda pada daun lamun tersebut.
Laju pertumbuhan daun lamun dihitung menggunakan rumus:
Pertumbuhan = Lt-Lo
Δt
Keterangan : Lt = Panjang daun setelah waktu t (cm)
L0 = Panjang daun pada pengukuran awal (cm)
Δt = selang waktu pengukuran (hari)

9

Pengukuran Tutupan Lamun
Pengukuran tutupan lamun E. acoroides yang ditransplantasi dilakukan di
lapangan berupa pemotretan plot transek secara tegak lurus dari atas dengan
menggunakan kamera underwater, yang meliput plot transek dan label kode.
Persen penutupan lamun akan dihitung dengan bantuan software Photoquad V1.
Pengamatan perubahan tutupan lamun E. acoroides dilakukan tiap dua minggu.
Luas tutupan lamun (%) pada plot transek dengan menggunakan rumus
(Brower et al. 1990).
C=

a

A

x 100 %

Keterangan: a : luas yang tertutupi lamun dalam plot kuadrat
A : luas plot kuadrat
Pengukuran Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Pengambilan data tingkat kelangsungan hidup lamun E. acoroides yang
ditransplantasi akan dilakukan setiap dua minggu. Pengukuran tingkat
kelangsungan hidup lamun E. acoroides akan dilakukan setelah semua bibit
lamun telah selesai ditanam kemudian didiamkan selama seminggu agar lamun
yang di transplantasi bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya dan setelah itu
pada minggu selanjutnya barulah dilakukan pendataan tingkat kelangsungan hidup
dengan cara mencatat jumlah unit dan tegakan lamun E. acoroides yang masih
hidup.
Tingkat kelangsungan hidup ini dapat dihitung menggunakan rumus
Royce (1972) :
SR =

��

��

x 100

Keterangan : SR = Tingkat keberhasilan (%)
Nt = Jumlah unit transplantasi pada waktu t (Minggu)
N0 = Jumlah unit transplantasi pada waktu awal atau t = 0
Analisis Data
Laju pertumbuhan, penutupan dan tingkat kelangsungan hidup antar
perlakuan yang berbeda pada transplantasi lamun E. acoroides akan di jelaskan
secara deskriptif. Data pola pertumbuhan, penutupan dan tingkat kelangsungan
akan disajikan dalam bentuk grafik, sedangkan data laju pertumbuhan, dan
penutupan lamun disajikan dalam bentuk diagram.

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Lingkungan Perairan
Parameter lingkungan di lokasi penelitian memiliki peranan terhadap
pertumbuhan, penutupan dan tingkat kelangsungan hidup lamun yang
ditransplantasi. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan di lokasi
penelitian adalah sebagai berikut:
Suhu, Salinitas, DO dan Arus
Hasil pengukuran parameter suhu, salinitas, Do dan arus dapat dilihat pada
(Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Paremeter suhu, salinitas, Do, dan arus
Parameter
Nilai
Nilai optimal
Suhu (0C)
28-31
23-32 (Lee et al. 2007)
Salinitas (ppt)
29-32
31-33 (Rattanachot & Prathep 2011)
DO (mg/L)
5.59-6.67
Arus (m/detik)
0.01-0.25
0.02-0.5 (Fonseca & Kenworthy 1987)
Suhu perairan pada penelitian ini berkisar antara 28-310C. Menurut Lee et
al. (2007) suhu optimal untuk pertumbuhan lamun pada daerah tropis berkisar antara
23-32°C. Kodisi suhu yang melewati nilai optimum akan meyebabkan lamun tersebut
mengalami stress dan akhirnya mati, karena lamun tersebut akan lebih banyak
melakukan proses respirasi, sehingga tingkat fotosisntesisnya sangat rendah (Marsh
et al. 1986, Staehr & Borum 2011).
Selain suhu, salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
distribusi dan tingkat kelangsungan hidup pada lamun (Salo & Pedersen 2014).
Salinitas perairan pada penelitian ini berkisar antara 29-32 ppt. Menurut Rattanachot
& Prathep (2011) salinitas optimal pada pertumbuhan daun lamun E. acoroides
berada pada nilai 31 ppt dan 33 ppt. Salinitas yang melebihi batas optimum dapat
mengurangi biomassa lamun dan secara langsung membatasi pertumbuhan lamun
dengan cara menghambat pembentukan fotosintesa dan protein (Flowers 1985,
Walker 1985). Kemampuan lamun dalam mentolelir salinitas berbeda-beda sesuai
dengan jenis lamun tersebut.
Oksigen adalah salah satu komponen utama bagi tumbuhan dalam
melakukan proses fotosintesis. Kandungan oksigen (Do) perairan pada penelitian ini
berkisar antara 5.59-6.67 mg/L.
Nilai kecepatan arus pada penelitian ini berkisar antara 0.01-0.25 m/detik.
Menurut Schanz & Asmus (2003), kecepatan arus dapat mempengaruhi lebar
daun lamun yang ditransplantasi. Hal ini disebabkan knopi lamun tersebut
memiliki kemampuan mengurangi kecepatan arus di perairan (Fonseca &
Kenworthy 1987). Menurut Fonseca & Kenworthy (1987) kecepatan arus antara
0.02-0.5 m/detik dapat mempengaruhi produksi daun lamun Z. marina.
Substrat
Tipe substrat dasar perairan pada penelitian ini adalah pasir dan pasir
berlempung, dimana hasil analisis laboratorium ditemukan persentase kandungan

11

pasir berkisar antara 86-93% dan termasuk dalam kategori klas tekstur pasir dan
pasir berlempung, sedangkan persentase kandungan debu berkisar antara 1-4%,
dan pesentase kandungan liat berkisar antara 4-11% (Lampiran 1). Menurut
Nienhuis et al. (1989), lamun dapat tumbuh pada substrat berpasir, lumpur
berpasir, berlumpur, dan kadang-kadang ditemukan pada daerah pecahan karang
mati.
Nitrat dan Posfat
Hasil pengukuran parameter nitrat dan posfat dapat dilihat pada (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai Parameter Nitrat dan Fosfat Perairan
Nilai
NNilai Optimal pada E.
Acoroides (*)
Parameter
Air (mg/l) Sedimen
Air
Sedimen (ppm)
(ppm)
(mg/l)
Nitrat
0.42-0.63 7.56-11.63
0.9
2.2
Fosfat
0.04-0.11 19.63-24.15
0.8
0.9
Sumber: (*) (Erftemeijer 1994)
Nitrat dan fosfat merupakan salah satu unsur kimia yang dibutuhkan
lamun untuk pertumbuhan dan produktivitas biomassa. Pada penelitian ini nilai
nitrat yang ditemukan di perairan adalah 0.42-0.63, sedangkan nitrat pada
sedimen berkisar antara 7.56-11.63. Nilai fosfat pada periran berkisar antara 0.040.11, sedangkan pada sedimen berkisar antara 19.63-24.15. Kandungan nitrat dan
fosfat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan nitrat dan fosfat pada kolom air.
Menurut Erftemeijer & Middelburg (1993), nutrien yang dibutuhkan oleh lamun
sebagian besar berasal dari sedimen berupa nitrat dan fosfat, dimana pengambilan
unsur tersebut dilakukan oleh akar pada lamun yang digunakan sebagai nutrisi
pertumbuhan.
Laju Pertumbuhan E. acoroides
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan E. acoroides yang
ditransplantasi secara monospesies adalah 0.29 cm/hari. Laju pertumbuhan E.
acoroides pada 2 spesies paling tinggi ditemukan pada kombinasi antara lamun E.
acoroides dan S. isoetifolium dengan nilai rata-rata 0.27 cm/ hari. Laju
pertumbuhan E. acoroides pada 4 spesies paling tinggi ditemukan pada kombinasi
antara lamun E. acoroides, C. rotundata, S. isoetifolium dan H. uninervis dengan
nilai rata-rata 0.22 cm/hari, dan laju pertumbuhan tertinggi pada percobaan 5
pesies ditemukan pada perlakuan kombinasi antara lamun E. acoroides, S.
isoetifolium, C. rotundata, H. uninervis dan H. ovalis dengan nilai rata-rata 0.19
cm/ hari (Gambar 3).
Berdasarkan hasil tersebut, semakin banyak kombinasi antar spesies lamun
yang ditransplantasi, laju pertumbuhan lamun E. acoroides ikut menurun. Hal ini
diduga, terjadi persaingan interspesifik yaitu persaingan antara individu dari
spesies lamun yang berbeda. Persaingan antara individu dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan reproduksi (Begon et al. 1996). Persaingan pada tumbuhan
terjadi untuk mendapatkan ruang dan nutrisi. Transplantasi lamun E. acoroides

12

Laju pertumbuhan lamun (cm/hari)

secara monospesies (2, 4 dan 5 spesies) memiliki laju pertumbuhan yang baik
pada saat saat di kombinasikan pada lamun-lamun berukuran kecil.
0,35
0,30
0,25
0,20
0,15
0,10

0,05
0,00
Ea + Si + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Hu

Ea + Si + Hu + Ho

Ea + Cr + Si + Hu

Ea + Th + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Hu

EA+Ho

EA+Hu

EA+Si

EA+Cr

EA+Th

Monospesies

2 Spesies

4 Spesies
5 Spesies

Kombinasi Spesies

Gambar 3. Laju Pertumbuhan rata-rata E. acoroides ( mean±SE, n=3)
Penelitian yang dilakukan oleh Duarte et al. (2000), keberdaadan E.
acoroides dapat mengurangi pertumbuhan maupun tegakan lamun-lamun yang
berukuran kecil seperti S. isoetifolium dan H. ovalis, hal ini disebabkan karena E.
acoroides memenangkan persaingan dalam hal penyerapan nutrient di perairan
maupun sediment. E. acoroides memiliki sistem perakaran yang kuat dan besar,
sehingga memudahkan untuk mengambil nutrient yang lebih banyak di dalam
sedimen, selain itu E. acoroides memiliki struktur tubuh yang besar dan kanopi
daun yang luas sehingga memungkinkan memenangkan persaingan ruang dan
mendapatkan cahaya untuk melakukan fotosintesis dibandingkan lamun-lamun
berukuran kecil (Terrados et al. 1999).
Berbeda dengan monospesies yang memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi
dibandingkan dengan 2, 4 dan 5 spesies, sehingga bisa diduga bahwa E.
acoroides yang ditransplantasi secara monospesies tidak terjadi persaingan
intraspesifik (persaingan antara spesies lamun yang sama). Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Rattanachot (2008) yang menyatakan, tidak ada persaingan
intraspesifik lamun E. acoroides pada kondisi monospesies.

13

Laju pertumbuhan lamun E. acoroides yang ditransplantasi sangat berbeda
dengan laju pertumbuhan lamun alami. Penelitian yang dilakukan oleh Supriadi et
al. (2006) menemukan bahwa laju pertumbuhan lamun E. acoroides di Pulau
Barrang Lompo adalah 1.20 cm/hari, begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rustam et al. (2014) bahwa pertumbuhan lamun E. acoroides di
Pulau Pari selama musim peralihan adalah 3.9-5.6 cm/hari.
Rendahnya laju pertumbuhan lamun E. acoroides yang ditransplantasi
diduga disebabkan proses adaptasi terhadap lingkungan baru yang memiliki
kondisi lingkungan yang berbeda, terutama kondisi substrat, dimana lokasi donor
lamun E. acoroides memili substrat berlumpur, sedangkan pada lokasi
transplantasi memiliki substrat pasir dan substrat pasir berlumpur. Menurut
Kiswara (1992), E. acoroides dapat tumbuh pada substrat pasir, lumpur berpasir,
berlumpur dan pasir berkoral yang selalu tergenang air.
Pola pertumbuhan E. acoroides awalnya mengalami kenaikan pada
minggu ke 12, setelah itu terus mengalami penurunan sampai akhir penelitian
yaitu minggu ke 18 (Gambar 4). Hal ini diduga karena pada minggu ke 14 sampai
minggu ke 18 (akhir Desember dan Januari) merupakan musim barat. Hal ini
diduga karena pada minggu ke-14 hingga ke-18 (akhir Desember dan Januari)
terpengaruh dengan adanya musim barat. Menurut Ilahude & Nontji (1999)
selama musim tersebut (Desember hingga Februari), angin musim barat banyak
mengangkut uap air di lautan dari laut cina selatan menuju ke perairan Indonesia
sehingga menyebabkan intensitas hujan menjadi lebih tinggi. Pada saat hujan,
salinitas dan kondisi cahaya berubah sehingga mempengaruhi pertumbuhan lamun
E. acoroides.

Pertumbuhan Panjang daun (cm/hari)

0,45
0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
10

12

14

16

18

Minggu
Monospesies

2 spesies

4 spesies

5 spesies

Gambar 4. Pola Pertumbuhan rata-rata Panjang daun E. acoroides

14

Pertumbuhan (jumlah daun) E. acoroides
Bentuk pertumbuhan E. acoroides adalah mono-meristem leaf-replacing
form, dimana secara terus menerus dapat menghasilkan jaringan daun pada
rimpangnya. Daun-daun yang sudah lama akan digantikan oleh daun baru yang
tumbuh diantara daun-daun yang sudah lama (Short & Duarte 2001).
Jumlah daun rata-rata E. acoroides mengalami fluktuasi (Gambar 5).
Jumlah daun rata-rata E. acoroides pada monospesies terus bertambah hingga
minggu ke 12, yaitu dengan rata-rata 5 daun. Setelah itu, berkurang hingga
minggu terakhir pengamatan. Jumlah daun E. acoroides pada 2 spesies terus
mengalami peningkatan sampai minggu ke 14 dengan rata-rata jumlah daun
adalah 5.03 daun, kemudian mengalami penurunan pada minggu berikutnya,
sedangkan pada 4 spesies jumlah daun E. acoroides mengalami penurunan pada
minggu ke 4 dengan jumlah daun rata-rata adalah 2.74 daun, setelah itu
mengalami peningkatan pada minggu berikutnya sampai minggu ke 16 dengan
rata-rata jumlah daun adalah 4.34 daun, dan pada minggu ke 18 mengalami
penurunan jumlah daun.

Pertumbuhan daun (Jumlah)

6,00

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
2

4

6

8

10

12

14

16

18

Minggu
Monospesies

2-spesies

4-spesies

5-spesies

Gambar 5. Pertumbuhan (Jumlah) daun rata-rata E. acoroides
Jumlah daun E. acoroides pada 5 spesies terus mengalami peningkatan
sampai minggu ke 8 dengan jumlah daun rata-rata adalah 3.87 daun, dan
mengalami penurunan sampai minggu ke 12, dan pada minggu berikutnya sampai
minggu ke 16 mengalami peningkatan jumlah daun dengan nilai rata-rata 4.52
daun, kemudian mengalami penurunan pada akhir pengamatan dengan jumlah

15

daun rata-rata adalah 4.33 daun. Penelitian yang dilakukan oleh Rattanachot
(2008) di Haad Chao Mai National Park, Thailand mengatakan bahwa jumlah
daun tertinggi pada E. acoroides ditemukan pada bulan Februari 2007 adalah 4.8
daun/tunas, dan jumlah daun terendah pada bulan agustus 2006 dengan nilai 3.1
daun/tunas. Selain itu, jumlah daun tertinggi ditemukan pada bulan November
2006 sampai Maret 2007 ketika itu musim kemarau dan rendah di musim hujan
(Agustus-Oktober 2006 dan Mei - Juli 2007).
Penutupan E. acoroides
E. acoroides memiliki morfologi daun yang berukuran besar, sehingga
memiliki tutupan daun yang sangat luas pada perairan dibandingkan jenis lamun
lainnya, dan memungkinkan untuk memperoleh cahaya dalam melakukan proses
fotosintesis. Berdasarkan (Gambar 6), lamun E. acoroides yang ditransplantasi terus
mengalami perubahan penutupan yang bernilai negatif (-), artinya terjadi pengurangan
tutupan lamun tiap harinya.
Kombinasi Spesies
5 Spesies
4 Spesies

Ea + Si + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Hu

Ea + Si + Hu + Ho

Ea + Cr + Si + Hu

Ea + Th + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Ho

EA+Ho

EA+Hu

EA+Si

EA+Cr

EA+Th

Monospesies

Ea + Th + Cr + Hu

2 Spesies

0,04
Perubahan penutupan lamun (%)

0,02
0
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
-0,1
-0,12
-0,14
-0,16

Gambar 6. Perubahan Penutupan rata-rata E. acoroides (mean±SE, n=3)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan rata-rata tutupan lamun
pada monospesies adalah 0.071% per hari. Perubahan tutupan lamun tertinggi

16

pada 2 spesies ditemukan pada kombinasi antara E. acoroides dan C. rotundata
dengan nilai rata-rata 0.10% per hari. Perubahan tutupan lamun tertinggi pada 4
spesies ditemukan pada kombinasi lamun E. acoroides, T. hempricii, H. uninervis
dan H. ovalis dengan nilai rata-rata 0.048% per hari, dan pada 5 spesies
perubahan tutupan lamun tertinggi ditemukan pada kombinasi antara E.
acoroides, T. hempricii, S. isoetifolium, H. uninervis dan H. ovalis dengan nilai
rata-rata 0.016% per hari (Gambar 6).
Perubahan penutupan lamun E. acoroides yang ditransplantasi diduga
disebabkan oleh kecepatan arus, proses adaptasi lamun dan ikan-ikan herbivora
yang hidup pada lokasi tranplantasi. Menurut Van Katwijk & Hermus (2000)
kecepatan arus yang kuat dapat menurunkan tutupan daun pada lamun. Seperti
halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schanz & Asmus (2003), yang
mengatakan bahwa berkurangnya lebar daun lamun Zostera notii yang
ditranplantasi disebabkan oleh kondisi arus yang sangat kuat, dimana pada
penelitian tersebut membandingkan transplantasi lamun pada lokasi yang
terlindung dan yang tidak terlindung oleh arus.
Pola rata-rata penutupan E. acoroides yang ditransplantasi mengalami
fluktuasi tiap minggunya (Gambar 7). Tutupan lamun E. acoroides pada
monospesies dan multispesies (2, 4, dan 5 spesies) pada minggu ke-4 hingga ke-6
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh kondisi arus yang cukup kuat
membuat daun yang sudah tua semakin cepat luruh menjadi serasah. Selain itu,
lamun yang ditransplantasi juga diketahui memiliki periode masa kritis sehingga
pada awal-awal setelah tahap transplantasi tersebut lamun masih mencoba untuk
beradaptasi di lingkungan yang baru. Penelitian yang dilakukan oleh
Thangaradjou & Kannan (2008) menjelaskan bahwa tiga bulan periode pertama
merupakan masa kritis bagi lamun yang ditransplantasi untuk mencoba
melakukan adaptasi terhadap lingkungan.

Penutupan Lamun (%)

35
30
25
20
15
10
5
0
2

4

6

8

10

12

14

16

Minggu
1 spesies

2 spesies

4 spesies

5 spesies

Gambar 7. Pola Penutupan rata-rata E. acoroides

18

17

Ikan-ikan herbivora yang hidup pada lokasi transplantasi juga diduga
dapat mempengaruhi tutupan lamun karena kebiasaan ikan-ikan tersebut untuk
memakan daun dan epifit lamun. Penelitian Rappe (2010), menemukan ada 14
famili ikan yang biasa hidup di area lamun, seperti dari famili Gerreidae,
Siganidae, Labridae, Pomacentridae, Nemipteridae, Gobiidae, Sphyraenidae,
Muraenidae, Monachantidae, Tetraodontidae, Hemiramphidae, Serranidae, dan
Acanthuridae. Hasil penelitian Latuconsina et al. (2013) mengatakan bahwa, ikan
Siganus canaliculatus merupakan pemakan daun lamun, hal ini disebabkan karena
ditemukannya larva gastropoda pada lambung Siganus canaliculatus karena
gastropoda tersebut selama fase larva dan juvenil menempel (epifit) pada daun
lamun.
Tingkat kelangsungan hidup E. acoroides
Hasil peneltian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup rata-rata
E. acoroides pada monospesies adalah 58.33%. Tingkat kelangsungan hidup E.
acoroides tertinggi pada 2 spesies ditemukan pada kombinasi lamun E. acoroides
dan H. ovalis dengan nilai rata-rata 100%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi
pada 4 spesies ditemukan pada kombinasi lamun E. acoroides, T. hempricii, C.
rotundata, H. uninervis dan perlakuan dengan kombinasi lamun antara E.
acoroides, C. rotundata, S. isoetifolium dan H. uninervis dengan masing-masing
memiliki nilai rata-rata 91,67%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada 5
spesies ditemukan pada kombinasi lamun E. acoroides, S. isoetifolium, C.
rotundata, H. uninervis dan H. ovalis dengan nilai rata-rata 100% (Gambar 8).
Tingginya tingkat kelangsungan hidup pada 2 spesies pada dengan
kombinasi lamun E. acoroides dan H. ovalis dan percobaan 5 spesies ditemukan
pada perlakuan dengan kombinasi lamun antara E. acoroides, S. isoetifolium, C.
rotundata, H. uninervis dan H. ovalis, disebabkan karena akar lamun E. acoroides
tersebut sudah mampu melekat pada substrat di lokasi trasnplantasi. E. acoroides
merupakan lamun yang memiliki morfologi rhizoma yang kuat untuk
menancapkan diri pada sedimen sehingga memungkinkan untuk bertahan hidup
pada periode masa kritis saat ditransplantasi. Menurut Harah & Sidik (2013), E.
acoroides memiliki akar dengan panjang mencapai 7.70-27.10 cm, sehingga dapat
menancap secara kuat pada substrat. Selain itu, bantuan jangkar yang digunakan
pada unit transplantasi sangat membantu penjalaran rhizoma lamun E. acoroides
untuk beradaptasi pada substrat di lokasi transplantasi. Selanjutnya Vermaat et al.
(1995) menyatakan bahwa, E. acoroides memiliki penjalaran rhizoma yang sangat
lambat dibandingkan lamun jenis lainnya, dimana penjalaran rhizomanya adalah
0.015 cm/hari.
Beberapa hasil penelitian transplantasi lamun dengan menggunakan
jangkar menunjukkan tingkat keberhasilan yang baik. Seperti Lanuru (2011),
menemukan tingkat kelangsungan hidup E. acoroides yang ditransplantasi di
Labakkang dan Lae-lae selama satu bulan adalah 95-100% dan Zhang et al.
(2015) yang melakukan transplantasi lamun Zostera marina dengan perlakuan
kondisi substrat yang berbeda di Danau Swan, menemukan bahwa tingkat
kelangsungan hidup pada Z. marina adalah 100%.

18

120

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

100

80

60

40

20

0
Ea + Si + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Hu

Ea + Si + Hu + Ho

Ea + Cr + Si + Hu

Ea + Th + Hu + Ho

Ea + Th + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Hu

EA+Ho

EA+Hu

EA+Si

EA+Cr

EA+Th

Monospesies

2 Spesies

4 Spesies
5 Spesies

Kombinasi Spesies

Gambar 8. Tingkat Kelangsungan Hidup rata-rata E. acorides (mean±SE, n=3)
Pola tingkat kelangsungan hidup lamun E. acoroides pada monospesies, 2
spesies, 4 spesies dan 5 spesies terus mengalami penurunan tiap 2 minggu
(Gambar 9). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antropogenik, seperti
banyaknya jangkar kapal, erosi, sedimentasi yang tinggi, perubahan cuaca,
kekeruhan, pertumbuhan epifit, dan invasi spesies (Erftemeijer & Lewis 2006,
Höffle et al. 2011, Grech et al. 2012, Koch et al. 2013). Selain itu faktor
hidrodinamika yang kuat dapat mengakibatkan lepasnya rhizoma lamun dari
substratnya (Kirkman & Kuo 1990).
Tingkat kelangsungan hidup E. acoroides pada monospesies mengalami
penurunan tiap 2 minggu, dimana tingkat kelangsungan hidup lamun E. acoroides
di awal pengamatan adalah 100% dan terus mengalami penurunan hingga akhir
pengamatan menjadi 58.33% (Gambar 10).

19

120

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

100

80

60

40

20

0
2

4

6

8

10

12

14

16

18

Minggu
1 spesies

2 spesies

4 spesies

5 spesies

Gambar 9. Pola Tingkat Kelangsungan Hidup rata-rata E. acoroides
Penurunan tingkat kelangsungan hidup E. acoroides pada monospesies
disebabkan karena pada salah satu ulangan perlakuan mengalami penurunan
jumlah unit tegakan, yang disebabkan karena jangkar kapal yang mengenai
kuadrat pada monospesies, dan kuatnya arus dan gelombang menyebabkan
jangkar penahan unit transplantasi mudah terangkat, sehingga beberapa unit
lamun E. acoroides yang belum menancapkan rhizomanya akat mudah tergerus
dan mati. Penelitian yang dilakukan oleh Walker et al. (1989), bahwa Pulau
Rottnest kehilangan luasan padang lamun sebesar 5.4 Ha yang disebakan oleh
jangkar kapal, dimana satu jangkar kapal tersebut dapat merusak luasan padang
lamun sekitar 3-300 m2.
Penurunan tinggkat kelangsungan hidup E. acoroides pada 2, 4 dan 5
spesies juga disebabkan oleh jangkar kapal serta gelombang dan arus yang kuat
yang merusak kuadrat transplantasi. Selain itu, sedimentasi juga merupakan
penyebab turunnya tingkat kelangsungan hidup E. acoroides, dimana sedimentasi
yang terjadi pada lokasi transplantasi akan menutupi atau mengubur daun lamun
E. acoroides sehingga menjadi penghambat dalam proses fotosintesis. Penelitian
yang dilakukan oleh Duarte et al. (1997), bahwa E. acoroides dapat mengalami
mortalitas sebesar 20% pada percobaan penguburan sedimen setebal 16 cm. Hal
yang sama dilakukan oleh Mills & Fonseca (2003), yang menemukan bahwa
terjadi kematian pada lamun Z. marina sebesar 75% diakibatkan oleh penguburan
sedimen setebal 16 cm.

100
80
60
40
20
0
2

4

6

8

10 12 14 16 18

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

20

100
80
60
40
20
0

2

Minggu

4

6

Minggu

Monospesies

EA+Th

EA+Cr

EA+Hu

EA+Ho

100
80
60
40
20
0
4

6

EA+Si

(b)

8 10 12 14 16 18

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

(a)

2

8 10 12 14 16 18

100
80
60
40
20
0
2

4

6

Minggu

8 10 12 14 16 18
Minggu

Ea + Th + Cr + Hu

Ea + Th + Si + Ho

Ea + Th + Cr + Si + Hu

Ea + Th + Cr + Si + Ho

Ea + Th + Hu + Ho

Ea + Cr + Si + Hu

Ea + Th + Si + Hu + Ho

Ea + Th + Cr + Hu + Ho

Ea + Si + Cr + Hu