Dinamika Tinggi Paras Laut Dan Pola Arus Geostropik Dari Data Satelit Altimetri Di Perairan Selatan Jawa

1N DINAMIKA TINGGI PARAS LAUT DAN POLA ARUS

GEOSTROFIK DARI DATA SATELIT ALTIMETRI
DI PERAIRAN SELATAN JAWA

MARTHIN MATULESSY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Dinamika Tinggi
Paras Laut dan Pola Arus Geostrofik dari Data Satelit Altimetri di Perairan
Selatan Jawa” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Marthin Matulessy
NRP. C552110071

RINGKASAN
MARTHIN MATULESSY. C552110071. Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola
Arus Geostropik dari Data Satelit Altimetri di Perairan Selatan Jawa. Dibimbing
oleh JONSON LUMBAN GAOL, IBNU SOFIAN dan I WAYAN NURJAYA.
Variabilitas TPL di Perairan Selatan Jawa ditandai dengan paras laut positif
dan negatif yang terjadi secara bergantian dengan intensitas yang berbeda-beda
selama tahun pengamatan. Tinggi Paras Laut negatif dan positif yang terjadi
secara bergantian mengindikasikan bahwa di wilayah kajian terjadi intensitas
penumpukan maupun penurunan massa air. rata-rata anomali TPL skala bulanan
dengan nilai anomali berkisar antara -0.24 m sampai 0.32 m. Secara umum
analisis secara spasial menunjukkan pada bulan Januari hingga Maret anomali

TPL di wilayah pesisir lebih tinggi dibanding di laut lepas ke arah bagian selatan,
begitupula yang terjadi pada bulan November sampai dengan Desember atau pada
akhir Musim Peralihan II hingga berlangsungnya Musim Barat. Hal yang paling
mempengaruhi perairan Selatan Jawa adalah keberadaan Samudera Hindia dimana
terdapat beberapa sirkulasi arus yang bersifat global pada sekitar perairan tersebut
adalah South Equatorial Current (SEC), arus ini arahnya cenderung selalu menuju
ke barat. Suplai massa air SEC didominasi massa air dari perairan selatan yaitu
Laut Timor dan perairan sebelah barat laut Australia. Rata-rata kecepatan arus
selama tahun 2003 hingga 2012 berkisar antara 0.37 sampai 1.19 m/det. Pola arus
geostropik secara umum bergerak dari Barat menuju perairan Barat Sumatera,
Selatan Samudera Hindia hingga bagian Tenggara, hal tersebut diakibatkan
adanya pengaruh gaya coriolis serta letak topografi daerah kajian.Faktor lain yang
berperan dalam sirkulasi arus geostropik ialah aliran arus Indonesia Through Flow
(ITF) selama musim timur memiliki intensitas kecepatan yang besar. Nilai ratarata bulanan SPL pada periode Januari 2003 sampai Desember 2012 di Selatan
Jawa berkisar antara 27,2 ˚C sampai 28,5 ˚C. Secara umum nilai SPL tinggi
umumnya ditemukan pada musim Timur dan nilai SPL minimum ditemukan pada
musim Barat. Konsentrasi klorofil-a di perairan Selatan Jawa berfluktuatif dari
musim kemusim, secara umum konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi di Selatan
Jawa berdampak pada terpenuhinya kebutuhan esensial dari mata rantai ekosistem
biota di daerah ini. Variabiltas konsentrasi klorofil-a di Perairan Selatan Jawa

selama tahun 2003 hingga 2012 berkisar antara 0.01-0.3 mg/m3 dengan rata-rata
0.13 mg/m3. Penyebaran konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi sampai pada laut
lepas pada Musim Timur ini diduga disebabkan oleh angin yang bergerak dari
arah Tenggara menuju Barat Laut serta pengaruh pergerakan arus yang
dipengaruhi gaya coriolis. Fenomena ENSO ini memiliki dua fenomena yang
saling berlawanan fase. Fase panas disebut sebagai kondisi El Niňo dan fase
dingin disebut sebagai kondisi La Niňa. El Nino memberikan keuntungan pada
perairan Indonesia yang memiliki lautan yang sangat luas. El Nino menyebabkan
terjadinya peningkatan upwelling di perairan Indonesia.
Kata kunci: Suhu Permukaan Laut, klorofil-a, ENSO, Upwelling.

SUMMARY
MARTHIN MATULESSY. C552110071. Dynamics of Sea Surface Height and
geostrophic velocity from Data Satellite altimetry in the Southern Waters of Java.
Supervised by Jonson Lumban Gaol, Ibnu Sofian and I Wayan Nurjaya.
Variability in Aquatic Sea Level Anomaly South Java Sea is characterized by the
looks of positive and negative alternately occur with varying intensity during the
observation. Sea level anomaly negative and positive happens alternately indicates
that in the case study area and the intensity of accumulation of water mass loss.
average monthly anomaly sea level scale with anomalous values ranging from 0.24 m to 0.32 m. In general, spatial analysis shows in January to March in coastal

areas TPL anomalies higher than in the open sea towards the south, nor which
occurs in November to December or at the end of the season to the start of Season
Transition II West. The most influence is the presence of Java's southern waters of
the Indian Ocean where there are some that are global circulation currents in the
waters around the South Equatorial Current is (SEC), this flow direction tends
always toward the west. The SEC dominated the mass of water supply water
masses of the southern waters of the Timor Sea and the waters northwest of
Australia. Average flow velocity during 2003 to 2012 ranged from 0,37 to 1,19 m
/ sec. Geostrophic flow patterns generally move from west to waters of West
Sumatra, South Indian Ocean to the East, it is due to the influence of the Coriolis
force and the location of other kajian.Faktor topographical regions that play a role
in current circulation is geostrophic current flow Indonesian Through Flow (ITF)
east during the season have intensity greater speed. The average value of monthly
SSTs in the period January 2003 to December 2012 in South Java ranged from
27.2 ° C to 28.5 ° C. In general, high sea surface temperature values are generally
found on East monsoon and minimum SST values found in West season. The
concentration of chlorophyll-a in South waters fluctuated from season kemusim
Java, in general the concentration of chlorophyll-a is relatively high in the South
Java impact on the fulfillment of the essential requirements of the chain of the
ecosystem biota in this area. Variability of chlorophyll-a concentrations in the

waters of the South Java during 2003 to 2012 ranged from 0.01-0.3 mg/m3 with an
average of 0.13 mg/m3. The spread of chlorophyll-a concentrations were relatively
high up on the high seas in the East this season thought to be caused by the wind
moving from the southeast to the northwest and the effect of movement in the
affected Coriolis force. The ENSO phenomenon has two opposing phenomena
phases. Hot phase is referred to as El Nino conditions and the cold phase known
as La Nina conditions. El Nino gave the advantage to the waters of Indonesia,
which has a vast ocean. El Nino causes an increase in upwelling in Indonesian
waters.

Keyword: Sea Surface Temperature, chlorophyl-a, ENSO, Upwelling.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA TINGGI PARAS LAUT DAN POLA ARUS
GEOSTROPIK DARI DATA SATELIT ALTIMETRI
DI PERAIRAN SELATAN JAWA

MARTHIN MATULESSY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
pada Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Nyoman M. N. Natih, M.Sc

Judul Tesis : Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola Arus Geostropik dari Data

Satelit Altimetri di Perairan Selatan Jawa
Nama

: Marthin Matulessy

NIM

: C552110071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, M.Si
Ketua

Dr Ibnu Sofian, M.Eng
Anggota

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, M.Si

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik di dalam
Yesus Kristus hanya atas kasih dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis
yang kurang ini, sehingga penyusunan thesis dengan judul “Dinamika Tinggi
Paras Laut dan Pola Arus Geostropik dari Data Satelit Altimetri di Perairan
Selatan Jawa” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi magister
di Program Studi Teknologi Kelautan akhirnya dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ketua Komisi Pembimbing Bapak
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Anggota Komisi Pembimbing Bapak
Dr. Ibnu Sofian, M.Eng dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc yang dengan
kesabaran dan kebaikan hati membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan akhir ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Dr. Parluhutan Manurung dari Badan Informasi Geospasial beserta staf yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayah, Ibu, Istri tercinta Maria Adriana Noya, anak Geoffey Aldora
Gavriella Matulessy dan Gabriel Matulessy (Alm) serta seluruh keluarga, dan
teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan atas segala bantuan yang
diberikan baik moril, doa dan kasih sayangnya.
Adalah merupakan suatu harapan bahwa penelitian ini dapat menjadi salah
satu inisiatif dalam rangka pengelolaan dinamika fisis perairan terlebih khusus
pada bidang kelautan dan perikanan.
Mengingat ketidaksempurnaan yang ada disana sini, penulis juga akan
sangat berterima kasih apabila pembaca dapat memberikan masukan dan saran
kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasama dan
dukungan berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
tesis ini dengan harapan agar kerjasama tersebut dapat dilanjutkan

diwaktu mendatang. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Marthin Matulessy

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dasar Satelit Altimetri
Kesalahan Pengukuran Satelit Altimetri
Tinggi Paras Laut
Mekanisme Arus Geostropik
Arus Eddy
Suhu Permukaan Laut (SPL)
Konsentrasi klorofil-a
Satelit Aqua MODIS
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Proses Akuisisi Data
Pengolahan Data
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabilitas Tinggi Paras Laut di Perairan Selatan Jawa
Pola Arus Geostropik di Selatan Jawa
Distribusi Spasial dan Temporal Arus eddy di perairan Selatan Jawa
Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL)
Variabilitas Konsentrasi klorofil-a
Hubungan arus eddy, SPL dan konsentrasi klorofil-a dengan
fenomena upwelling dan downwelling
Dampak ENSO terhadap Perikanan
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

3
3
4
4
5
5
6
7
7
7
7
8
9
10
13
16
16
22
23
30
33

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

41

34
36
38
38
39

DAFTAR TABEL
1

Pembagian Musim dalam satu Tahun

15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Hubungan Geometrik Satelit Altimetri (Fu 2001)
Skematik gerakan eddy dan akibatnya terhadap pergerakan vertikal
massa air di bumi belahan selatan
Lokasi Penelitian
Alur pemrosesan Data TPL dan Arus Geostropik
Alur pemrosesan Data SPL dan klorofil-a
Penentuan ζ dan r yang digunakan untuk menentukan tekanan tepat
dibawah permukaan laut
Bidang muka laut terhadap geoid (Stewart 2008)
Skema hubungan arus geostropik, arus eddy dan tinggi paras laut
Rata-rata Anomali Tinggi Paras Laut
Pola TPL Musim Barat (Desember, Januari, Februari)
Pola TPL Musim Peralihan I (Maret, April, Mei)
Pola TPL Musim Timur (Juni , Juli, Agustus)
Pola TPL Musim Peralihan II (September, Oktober, November)
Distribusi Arus eddy Musim Barat (Desember, Januari, Februari)
Distribusi Arus eddy Musim Peralihan I (Maret, April, Mei)
Distribusi Arus eddy Musim Timur (Juni, Juli Agustus)
Distribusi Arus eddy Musim Peralihan II
(September, Oktober, November)
Grafik Rata-rata SPL per Tahun
Grafik Rata-rata Bulanan SPL
Grafik Rata-rata Bulanan TPL
Sebaran Konsentrasi klorofil-a di Perairan Selatan Jawa
Rata-rata konsentrasi bulanan klorofil-a
Hubungan konsentrasi klorofil-a dangan SPL
Data sebaran klorofil-a dan jumlah hasil tangkapan
(Duta 2012 dalam Lutfiati 2013)
Grafik hubungan jumlah tangkapan tuna dengan EKE (a)
dan jumlah tangkapan tuna dengan suhu rata-rata vertikal (b)
dari data klimatologis 112° BT (Lutfiati 2013)

3
6
8
11
12
14
15
16
17
18
19
20
21
24
26
28
29
30
31
32
33
34
35
36

37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel Rata-rata Bulanan Anomali Tinggi Paras Laut (m)
Tabel Rata-rata Bulanan Kecepatan Arus Geostropik
Tabel Rata-rata Bulanan Sebaran Suhu Permukaan Laut
Tabel Rata-rata Bulanan Konsentrasi klorofil-a
Konsentrasi klorofil-a Musim Barat
Konsentrasi klorofil-a Musim Peralihan I
Konsentrasi klorofil-a Musim Timur
Konsentrasi klorofil-a Musim Peralihan II

42
42
43
43
44
45
46
47

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
terdiri dari daerah perairan. Luas perairan Indonesia diperkirakan mencapai
5.8 juta km2 dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km dan memiliki
potensi keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi (Raditya 2013).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 70% wilayahnya adalah lautan
yang berperan sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, perairan
Indonesia memiliki karakter yang spesifik dan sangat dinamis, baik dilihat secara
ruang maupun waktu. Keragaman tipe perairan Indonesia banyak disebabkan
oleh proses fisis yang terjadi baik dalam skala regional maupun lokal (Hendiarti et
al. 2006).
Dinamika oseanografi merupakan salah satu pengetahuan mengenai
mekanisme gerak air di laut, bukan hanya yang terjadi pada lapisan permukaan
saja tetapi juga lapisan pertengahan, bahkan hingga ke dasar apabila ada proses
pengadukan yang kuat (Pariwono 1989). Menurut Marpaung dan Prayogo (2014)
sirkulasi atau dinamika pada air laut selalu terjadi secara kontinu, sirkulasi dapat
terjadi dipermukaan maupun di kedalaman. Salah satu bentuk dari sirkulasi
tersebut adalah arus laut. Arus laut adalah pergerakan massa air laut secara
horizontal maupun vertikal dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mencapai
kesetimbangan dan terjadi secara kontinu.
Arus merupakan gerakan yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan
di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus
di permukaan laut, selain angin arus dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pasang surut, gradien tekanan, ataupun gaya coriolis. Besarnya kontribusi masingmasing faktor terhadap kekuatan dan arah arus yang ditimbulkannya tergantung
pada tipe perairan (pantai atau laut lepas) dan keadaan geografisnya
(Heliani dan Anom, 2007). Pola pergerakan massa air mempengaruhi fluktuasi
variabel oseanografi permukaan seperti Suhu Permukaan Laut dan klorofil-a
(Hendiarti et al. 2006). Suhu Permukaan Laut (SPL) dan klorofil-a merupakan
dua parameter oseanografi penting yang bermanfaat dalam meningkatkan
sumberdaya perikanan. SPL dapat digunakan sebagai indikator pendugaan lokasi
upwelling, downwelling, front yang terkait dengan wilayah potensial ikan tuna
sedangkan klorofil-a permukaan merupakan indikator tingkat kesuburan dan
produktivitas perairan (Kunarso 2011).
Perkembangan teknologi satelit altimetri menjadi alternatif dalam
memenuhi kebutuhan data-data oseanografi baik yang bersifat regional maupun
global (Handoko 2004). Dijelaskan juga oleh Digby (1999), data yang dihasilkan
oleh satelit altimetri setelah dianalisis akan menghasilkan gambaran tentang
proses dinamika perairan yang terjadi serta faktor-faktor atau parameter yang
dominan pengaruhnya dalam dinamika perairan. Teknologi satelit altimetri
memungkinkan pemantauan Tinggi Paras Laut (TPL) dapat dilakukan secara terus
menerus di seluruh perairan dunia.

Penelitian dengan pemanfaatan data altimetri telah dilakukan (Hwang et al.
2002), penelitian yang dilakukan untuk melihat tinggi rata-rata permukaan laut
secara global dari data multi satelit yaitu ERS dan TOPEX/POSEIDON.
Sementara Lagerloef dan Gunn (2001) melakukan pengukuran kecepatan arus
geostrofik dari data TOPEX/POSEIDON. Untuk perairan Indonesia telah
dilakukan beberapa penelitian dengan memanfaatkan misi data dari beberapa
satelit altimeteri diantaranya Harini (2004) yang membuat model pola arus
permukaan di Indonesia menggunakan data satelit altimetri Topex/Poseidon,
metode yang digunakan untuk menghasilkan pola arus adalah menggunakan
pendekatan keseimbangan geostropik, kemudian Handoko (2009) membuat model
arus di perairan Indonesia menggunakan data satelit Jason-1. Metode yang
digunakan adalah dengan membuat model arah pergerakan angin dan selanjutnya
dilakukan analisa kesesuaian pergerakan angin dengan pola pergerakan arus
menggunakan data satelit Jason-1 untuk pemodelan arus permukaan di wilayah
perairan Indonesia.
Kelemahan penelitian di perairan Indonesia diatas adalah penggunaan
1 (satu) data satelit yang memiliki jarak lintasan yang cukup jauh, sehingga dalam
hal keakuratan data dan penggambaran fenomena yang terjadi di perairan
Indonesia belum maksimal. Saat ini terdapat beberapa misi satelit altimetri yang
digunakan dalam pemantauan dan observasi perairan laut diantaranya: Jason-2,
Cryosat-2, Saral dan HY-2A (Hai Yang), juga beroperasi beberapa misi satelit
altimetri sebelumnya yaitu Geosat, Topex/Poseidon, GFO (Geosat Follow On)
dan Jason-1. Masing-masing satelit melakukan pengukuran dengan orbit dan
referensi yang berbeda dan membentuk trak lintasan yang berbeda pula. Data-data
satelit yang diperoleh dapat saling melengkapi untuk menghasilkan data dengan
cakupan spasial dan temporal yang optimal.

Perumusan Masalah
Perubahan TPL merupakan hasil dari beberapa proses yang saling
mempengaruhi, perubahan terjadi dalam skala waktu dan ruang dari yang bersifat
lokal sampai global. Pengukuran data langsung (insitu) sering terkendala dengan
keberlanjutan data (time series) hal tersebut diakibatkan pelaksanaan observasi
di perairan terutama di laut sangat mahal dan memakan waktu. Wilayah yang
sangat luas dan perubahan cuaca yang cepat berubah, menjadi permasalahan
tersendiri dalam pengambilan data langsung di laut. Selain sensor altimeter juga
tersedia sensor ocean color dan thermal yang dapat dimanfaatkan untuk
pemantauan konsentrasi klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut (SPL). Ketersediaan
data dari ketiga jenis sensor ini diharapkan akan menggambarkan proses
oseanografi yang terjadi di laut seperti upwelling dan eddies.

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
Menganalisa variasi anomali TPL dari data satelit Altimetri
Menganalisa pola arus permukaan dari data satelit Altimetri serta melihat
indikasi terbentuknya messoscale eddy secara spasial dan temporal.
Menganalisa hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan sebaran
SPL untuk menduga terjadinya fenomena upwelling dan downwelling.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi mengenai dinamika anomali
TPL, pola arus permukaan serta arus eddy yang ditimbulkan di perairan Selatan
Jawa baik secara spasial dan temporal yang bermanfaat untuk pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada daerah Selatan Pulau Jawa yang meliputi
-7o -12 o LS dan 105 o – 115 o BT. Data yang digunakan adalah data Map of Sea
Level Anomaly (MSLA) dan komponen arus permukaan (resultan u dan v) dari
pengukuran Satelit Altimetri Tahun 2003 sampai dengan 2012. Data pendukung
berupa konsentrasi klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut diambil dari data citra
aqua MODIS tahun 2003 hingga 2012.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Satelit Altimetri
Konsep satelit altimetri didiskusikan pertama kali sebagai pemanfaatan
teknik satelit untuk bidang keilmuan oceanografi denga instrumentasi berupa
radar pada konsgres Williamstown tahun 1969 [http://www/aviso.oceanobs.com].
pada mulanya satelit altimetri didesain untuk mengukur muka laut dengan
memakai teknik radar serta teknik penentuan posisi teliti. Sistim satelit altimetri
mulai berkembang pada tahun 1973 dengan peluncuran satelit percobaan Skylab
yang kemudian diikuti dengan peluncuran misi-misi satelit altimetri lainnya
seperti Geosat, ERS-1, ERS-2, Topex/Poseidon (TP), GFO, Jason-1, ENVISAT
dan lainnya. Stewart (1985) menyatakan bahwa satelit altimetri memiliki prinsip
penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar
laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan
antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan wilayah.
Satelit altimetri adalah wahana untuk mengukur ketinggian suatu titik terhadap
referensi tertentu. Satelit altimetri terdiri atas tiga komponen utama yaitu radar
altimeter, radiometer dan sistem positionong. Radar altimeter berfungsi untuk
mengukur jarak dari satelit ke permukaan target dengan memanfaatkan informasi
waktu tempuh.

Radiometer berfungi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan
positionong system berfungi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada
bidang orbitnya. Dengan menggunakan kombinasi data ini, satelit altimetri
mampu menghasilkan dengan ketelitian hingga beberapa centimeter (Mars et al.
1992). Hubungan geometrik satelit altimeteri dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Geometrik Satelit Altimetri (Fu 2001)

Dijelaskan juga oleh Chelton et al. (2011) bahwa konsep dasar dari
pengukuran satelit altimetri sebenarnya cukup sederhana, satelit altimetri
mengirimkan pulsa microwave dengan frekuensi tertentu ke permukaan laut
kemudian sinyalnya kembali ke satelit dengan waktu tempuh yang dihitung
dengan akurat di wahana oleh OSU (onboard ultra-stable oscillator).
Selain dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar
yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter
radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan
balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit, informasi utama yang
ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut
(Hasanuddin 2006).

Manfaat Satelit Altimetri
Satelit altimetri dengan berbagai jenisnya telah berkontribusi cukup banyak
untuk informasi laut seperti penentuan tinggi muka laut global dan penentuan
geoid. Namun selain itu masih banyak pemanfaatan satelit altimetri lainnya.
Berikut adalah beberapa pemanfaatan satelit altimetri (Rosmurduc et al. 2011).
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mean Sea Surface Mapping
Pembentukan model geoid
Studi pergerakan lempeng tektonik
Studi tsunami
Estimasi batimetri
Studi ice sheet dan sea ice
Fisheries.
Tinggi Paras Laut (TPL)

Tinggi paras laut adalah ketinggian dari permukaan laut yang dalam
kesehariannya dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan dalam skala waktu yang
lebih lama dipengaruhi oleh sirkulasi lautan. Perubahan musiman dari pemanasan,
pendinginan dan kekuatan angin permukaan akan menyebabkan sirkulasi dan
mempengaruhi tinggi paras laut (Stewart 2008). Perkembangan satelit altimetri
sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa tahun ini
dapat memberikan informasi yang berharga dalam pengembangan penelitian
tentang fenomena fisik laut. Satelit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan
mengenai perubahan arus permukaan secara global (Harini 2004). Nilai TPL yang
rendah berasosiasi dengan daerah upwelling atau syclonic, sedangkan daerah
dengan TPL tinggi umumnya berasosiasi dengan daerah downwelling atau
antysiclonic (Brown et al. 1989).
Arus Geostrofik
Arus Geostrofik digambarkan sebagai arus gradien atau slope current yang
merupakan arus laut yang disebabkan adanya kemiringan bidang isobar dengan
bidang rata atau level surface (Pond dan Pickard 1983). Kemiringan tersebut
terjadi akibat adanya penumpukan air pada daerah tertentu karena hembusan
angin yang terus menerus. Penumpukan massa air menyebabkan adanya
perbedaan tekanan pada permukaan laut, meskipun perbedaan tekanan yang
terjadi nilainya kecil tapi karena sifat air yang selalu mencari keseimbangan, maka
terjadilah pergerakan secara mendatar.
Menurut (Brown et al. 1989) arus geostrofik terjadi akibat adanya
keseimbangan antara gaya coriolis dengan gaya gradien tekanan horizontal yang
bekerja pada massa air di kolom perairan. Gaya ini yang mengakibatkan adanya
aliran gyre yang searah jarum jam pada belahan bumi utara dan berlawanan
dengan arah jarum jam di belahan bumi Selatan. Perubahan arah arus dari
pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman.

Di wilayah ekuator, gaya coriolis menghilang dan tidak ada keseimbangan
geostropik. Walaupun demikian, arus berkaitan dengan kelerengan (slope) paras
laut, tetapi hubungan ini tidak semudah dengan hubungan geostropik (Stewart
1985). Dalam interior laut di mana pengaruh antara gaya gesekan dapat diabaikan,
terdapat kesetimbangan antara gaya gradien tekanan dan gaya coriolis.
Kesetimbangan gaya-gaya ini menimbulkan arus yang kecepatannya
konstan dan disebut arus geostrofik. Agen penggerak dari gaya ini adalah
gaya gradien tekanan dimana gaya tekanan horizontal menggerakkan arus dalam
arah horizontal dan dalam gerakannya akan mengalami pengaruh gaya coriolis
yang timbul akibat rotasi bumi (Borwn et al. 1989). Menurut (Stewart 2008)
untuk penentuan besaran gaya gradien tekanan persatuan massa menyatakan bisa
ditinjau dari kondisi suatu laut yang homogen dimana permukaannya tidak
datar tetapi membentuk suatu slope tertentu, maka gradien tekanan antara
A dan B adalah :
Δ
= −
Δ

.

Δ
= −
Δ

. tan ( 1)

Persamaan tersebut dapat ditulis lagi :
= −

. tan ( 2)

Gaya gradien tekanan persatuan massa adalah :
1

= −

. tan ( 3)

Gaya tekanan horizontal ini akan menggerakkan arus secara horizontal dari
tempatjbertekanan tinggi ke tekanan rendah. Gerak horizontal dari arus ini terjadi
karena komponen horizontal dari gaya gradient tekanan yang tidak diimbangi oleh
gaya gravitasi. Gaya tekanan persatuan massa :
;

=

1

;

=

1

( 4)

Dengan n adalah arah normal, Maka komponen-komponen gayanya adalah :
. cos i dan komponen horisontal :
. sin i .Komponen
Komponen vertical :
vertical dari gaya tekanan diimbangi oleh gaya gravitasi yaitu :
.

=

( 5)

Sementara komponen horizontalnya tidak diimbangi,oleh sebab itu
komponen horizontal tersebut akan menggerakkan arus secara horizontal dari
daerah B kedaerah A, dengan gerakan arus yang dipercepat. Untuk
menghilangkan percepatan arus maka diperlukan gaya yang berlawanan arahnya
dan besarnya adalah sama dengan gaya gradien tekanan horizontal tersebut. Gaya
yang dapat mengimbangi gaya tekanan horizontal ini adalah gaya Coriolis.
Komponen horizontalnya adalah dapat ditulis sebagai :

Maka komponen gaya
Sebelumnya telah diketahui bahwa :
tekanan horizontalnya menjadi g tan i. Gaya tekanan horizontal in harus sama
dengan gaya Coriolis dimana gaya Coriolisnya adalah 2 Ω sin ΦV.
Dimana :
Ω
Φ

: Kecepatan sudut rotasi bumi
: Lintang geografis lokasi

Jadi persamaan arus geostropik adalah gaya coriolis = gaya tekanan horizontal :
2 Ω sin ΦV = g tan i

(7)

Gaya coriolis ini bertambah besar dengan bertambahnya kecepatan arus, dimana :
Fc = 2 Ω sin ΦV

, Fc≈V

Pada suatu saat tertentu magnitudo gaya coriolis dapat mengimbangi
tekanan horizontal dan akibatnya terbentuklah arus geostrofik yang bergerak
dengan kecepatan konstan (steady). (Stewart 2008) menyatakan bahwa sebelum
menentukan keseimbangan geostropik, kita asumsikan lebih dahulu untuk laut
dengan keadaan diam atau stasioner sehingga :
(8)
atau
(9)
Persamaan geostrofik diturunkan dari persamaan gerak dengan
mengasumsikan bahwa kecepatan horizontal adalah jauh lebih besar daripada
kecepatan vertikal, w