Tim UMM: Kinerja IC Berhubungan Negatif dengan IC Disclosure

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
lab-akuntansi.umm.ac.id

Tim UMM: Kinerja IC Berhubungan Negatif dengan IC Disclosure
Tanggal: 2011-12-15
Aviani ketika mempresentasikan papernya

Selasa (13/12), tim dari Program Studi Akuntansi UMM yang terdiri dari Ihyaul Ulum dan Aviani Widyastuti
mempresentasikan hasil kajiannya tentang intelectual capital dalam forum seminar nasional & call for paper di
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Dalam kesempatan tersebut, Ulum dan Avi menyajikan paper hasil
penelitian dengan judul “Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya
dalam Laporan Tahunan Perusahaan”.
Sejak tahun 2000, kata Avi, para akademisi dan praktisi mulai fokus pada persoalan pengungkapan intellectual capital
(IC) perusahaan di dalam laporan tahunannya. Definisi disclosure IC telah diperdebatkan dengan sengit di antara para
ahli dalam berbagai literatur. “Menggunakan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial reporting)
sebagai dasar, dapat dikatakan bahwa pengungkapan IC sebagai suatu laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan informasi bagi pengguna yang dapat memerintahkan persiapan laporan tersebut sehingga dapat memenuhi
seluruh kebutuhan mereka”, jelas Avi di hadapan para dosen dari berbagai universitas di Indonesia itu.
Lebih lanjut Avi menyatakan bahwa penelitian yang dilakukannya berusaha untuk menginvestigasi dua pertanyaan,
yaitu: (1) bagaimana praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan; dan (2) apakah kinerja IC (juga jenis

industri, ROA, leverage, dan ukuran perusahaan) berpengaruh terhadap luas pengungkapan IC dalam laporan tahunan
perusahaan?
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Kriteria-kriteria yang digunakan
adalah: (1) perusahaan publik yang mengungkapkan laporan tahunan tahun 2007 dan 2008 pada website perusahaan;
dan (2) perusahaan publik yang selama dua tahun (2007 dan 2008) masuk dalam 50 Biggest Market Capitalization.

Melanjutkan paparan Aviani, Ulum yang merupakan Ketua Tim Peneliti menjelaskan bahwa ada dua hal yang menarik
dari hasil penelitian mereka, yaitu, PERTAMA bahwa kinerja IC (yang diukur dengan menggunakan VAIC-value added
intellectual coefficient) berhubungan negatif dengan luas pengungkapan informasi tentang IC di dalam laporan tahunan.
” Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Williams (2001) yang menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang
masuk dalam kelompok FTSE 100 dalam kurun waktu 1996-2000.”, kata Kepala Lab, Akuntansi ini.

Ketika kinerja IC tinggi, lanut Ulum, jumlah pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan menjadi lebih sedikit
(arah hubungannya negatif). Hubungan negatif ini dapat mendukung sugesti bahwa perusahaan akan cenderung
mengurangi jumlah pengungkapan IC dalam laporan tahunan ketika kinerja IC telah mencapai titik tinggi karena takut
kehilangan keunggulan kompetitifnya.

Hal terpenting yang dapat dijelaskan dalam konteks hubungan negatif ini adalah bahwa hubungan negatif hanya
nampak ketika kinerja IC (VAIC) relatif tinggi. Manajemen mungkin menganggap bahwa tingginya kinerja IC dapat
menjadi sinyal bagi kompetitor tentang kekuatan perusahaan dalam memenangi kompetisi di pasar. Untuk memelihara

keunggulan kompetitif yang telah dimiliki, perusahaan dapat mengurangi luas pengungkapan sebagai upaya untuk tidak
memberikan sinyal kepada kompetitor dan atau untuk memberikan sinyal ‘palsu’ kepada kompetitor. Sebagai contoh,
tingginya kinerja IC suatu perusahaan mungkin dihasilkan dari kreativitas dan inovasi karyawan inti (key employees).
“Jika perusahaan mengungkapkan informasi tentang keberhasilan IC-nya tersebut, bisa saja hal itu akan menjadi
pemicu bagi kompetitor untuk mengganti karyawannya – bahkan ‘merebut’ karyawan perusahaan dengan imbalan
kerja yang lebih tinggi”, tutur dosen yang merupakan penulis buku intellectual capital pertama di Indonesia ini.

Hal KEDUA yang menarik dari temuan penelitian ini adalah bahwa dalam konteks Indonesia, umur perusahaan (dihitung
dari mulai tanggal IPO-initial public offering) ternyata berpengaruh negatif terhadap praktik pengungkapan IC dalam
laporan tahunan (t/sig = -2.084/0,042). Temuan ini bertentangan dengan hasil kajian Bukh et al. (2005) dan White et al.
(2007) yang tidak menemukan adanya hubungan antara age (umur) dengan ICD. “Namun demikian, mereka

page 1 / 2

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
lab-akuntansi.umm.ac.id

mengemukakan dalam telaah teoritisnya bahwa variabel ini adalah pemicu ICD. Bukh et al., (2005) misalnya,
menyatakan bahwa semakin tua umur perusahaan, maka nilai reputasi dan aktivitas sosialnya pun akan semakin tinggi

pula ”, jelas Ulum

Menariknya, lanjut dosen yang baru saja meluncurkan buku Klinik Skripsi ini, ternyata perusahaan-perusahaan yang berumur kurang dari lima tahun di
pasar modal (seperti PT. Bakrie Telecom Tbk dan PT. Bank Rakyat Indonesia) justru mengungkapkan lebih banyak informasi tentang IC dibandingkan
perusahaan yang berumur lebih lama. Hal ini bisa jadi karena semangat reputation driven, yaitu motivasi untuk mendongkrak citra perusahaan dan
menjadi perusahaan ternama dalam perdagangan pasar saham meskipun perusahaan mereka baru di kancah pasar modal. “Temuan ini tidak hanya
bertentangan dengan hasil penelitian Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007), namun bahkan membantah ekspektasi mereka tentang umur perusahaan
dalam kaitannya dengan voluntary disclosure”, pungkasnya (kyl).

page 2 / 2