pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti :
banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang
kadang-kadang memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan
memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles DWT atau sekitar 39.7 dibandingkan armada sejenis di
Jepang yang 19,230 ton-miles.
B. Hambatan dalam Pendanaan Kapal
Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan structural dan sistematis di bidang financial, seperti di paparkan di bawah ini:
1. Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana : Official Development
AssistanceODA, terkonsentrasi untuk investasi public di berbagai sector pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official
Finance OOF, kredit ekspor dari Jepang sedang terjadwal ulang. Foreign Direct Investment FDI, sejauh ini tidak ada anggaran
pemerintah hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank asing tersedia hanya untuk perusahaan
pelayaran besar credit worthby pinjaman Bank swasta nasional hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil.
2. Tingkat suku bunga pinjaman domestic 15-17 p.a untuk jangka
waktu pinjaman 5 tahun. 3.
Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran.
4. Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran
rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
6. Tidak ada kebijakan pendukung.
7. Prosedur peminjaman appraisal, penyaluran, angsuran kurang
ringkas.
C. Permasalahan Dalam Pengelolaan Transportasi Laut Nasional
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas. Terdiri dari 17.000 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke atau sepanjang jarak
antara London menuju Siberia. Untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut tentunya dibutuhkan sarana transportasi laut yang handal untuk melayani
berbagai aktivitas masyarakat di seluruh pulau di Indonesia. Namun, berdasarkan data yang diungkapkan oleh Sekertariat DPR RI
Wirabrata; 2013 mengatakan bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam sector transportasi laut di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari
fakta bahwa masih rendahnya dukungan infrastruktur. Infrastruktur di Indonesia masih belum memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas,
diantaranya masih belum tersedianya hub port, serta kurangnya kualitas serta kuantitas sumber daya manusia dalam sector ini.
Selain itu, banyak pelabuhan di Indonesia juga belum mendukung tercapainya kondisi transportasi laut yang ideal. Pelabuhan memiliki andil
besar dalam mendukung kelancaran transportasi laut. Pelabuhan digunakan sebagai tempat bersandar sekaligus bongkar-muat muatan kapal.
Di Indonesia terdapat beberapa permasalahan pada bidang pelabuhan yang belum diselesaikan dengan baik. Terminal pelabuhan utama di
Indonesia, The Jakarta International Container Terminal, telah diketahui sebagai salahsatu terminal utama yang paling tidak efisien di Asia Tenggara,
dalam hal produktivitas dan biaya unit. Namun demikian JICT masih merupakan salah satu pelabuhan Indonesia yang berkinerja baik. Indikator
kinerja untuk semua pelabuhan komersial utama menunjukkan keseluruhan system pelabuhan sangat tidak efisien dan sangat memerlukan peningkatan
mutu. Data mengenai tikat okupansi tambatan kapal, rata-rata waktu perjalanan pulang turn around dan waktu kerja sebagai presentase waktu
turn around berada di bawah standar internasional dan mengindikasikan bahwa kapal-kapal terlalu banyak menghabiskan waktu di tempat tambatan
kapal atau untuk mengantri di luar pelabuhan Ray; 2008. Sebagai contoh adalah pada tahun 2002, waktu yang dibutuhkan untuk
memmindahkan peti kemas di Pelabuhan Jakarta adalah sekitar 30-40 peti kemasjam. Peningkatan dalam hal teknis dan operasional menunjukkan
peningkatan produktivitas, pada pertengahan tahun 2007 pemindahan peti kemas per jam mencapai sekitar 60 peti kemas. Akan tetapi, meningkatnya
lalu lintas peti kemas dan kemacetan di pelabuhan disertai permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan serta keterlambatan kepabeanan
menyebabkan turunnya produktivitas menjadi sekitar 40-45 peti kemasjam di paruh pertama tahun 2008.
Selain permasalahan di atas, terdapat faktor-faktor geografis seperti kurangnya pilihan pelabuhan air dalam dan banyaknya pelabuhan
pedalaman yang berlokasi di sungai-sungai dan memerlukan pengerukan terus-menerus merupakan halangan utama terhadap kinerja pelabuhan Ray;
2008. Permasalahan transportasi laut di Indonesia juga disumbangkan dari
sisi armada pelayaran itu sendiri. Menurut Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.RINA 2012; 18 dari Institut Sepuluh Nopember ITS sampai saat ini
sector perbankan belum berpihak pada industry perkapalan. Hal ini ditunjukan dengan tingginya bunga modal, apalagi dibandingkan dengan
Singapura dan Malaysia. “Akibatnya perusahaan pelayaran pesan ke luar negeri karena biaya modalnya murah,” kata pakar teknik kelautan yang
masih langka di Indonesia ini . Permasalahan lain dari Industri perkapalan nasional adalah bahan
baku pembuatan kapal yang masih di dominasi produk impor. Daniel 2012; 19 mengusulkan supaya Pemerintah mau member insentif fiskal untuk
komponen-komponen pembuatan kapal yang masih diimpor sembari menguatkan industri penunjang. Dengan masih bergantungnya industry
dalam negeri kepada komponen yang sebagian besar masih di impor maka Indonesia kurang memiliki kedaulatan terhadap pengelolaan transportasi
lautnya serta resiko tersedotnya devisa keluar untuk membayar komponen impor tersebut.
D. Kebijakan Dalam Permasalahan Transportasi Laut