Pengaruh Pemberian Tepung Tahu dan Tempe Kedelai dalam Ransurn terhadap Massa dan Densitas Tulang Tikus Betina Ovariektomi

PENGARUH PEMBERIAN
TEPUNG TAHU DAN TEMPE KEDELAI
DALAM RANSUM TERHADAP
MASSA DAN DENSITAS TULANG
TIKUS BETINA OVARIEKTOMI

Oleh
SAMSU UDAYANA NURDIN

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SAMSU UDAYANA NURDIN. Pengaruh Pemberian Tepung Tahu dan Tempe
Kedelai dalam Ransum terhadap Massa dan Densitas Tulang Tikus Betina
Ovariektomi. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI, ITA DJUWITA, dan
SUYANTO PAWIROHARSONO.
Tempe dan tahu dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia dan
telah menjadi sumber zat gizi yang sangat penting. Selain sebagai sumber zat gizi
yang baik, tahu dan tempe juga merupakan sumber isoflavon yang penting karena

dapat menyediakan 30 hingga 40 mg isoflavon setiap penyajian. Isoflavon diduga
mempunyai efek positif terhadap kesehatan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian tahu dan tempe terhadap massa dan densitas tulang
tikus percobaan betina yang diovariektomi. Untuk melihat ada atau tidak adanya efek
estrogenik isoflavon dalam tahu dan tempe, maka diamati berat uterus tikus. Evaluasi
juga dilakukan terhadap jumlah konsumsi pakan, pertambahan berat badan, dan
efisiensi pakan tikus selama percobaan.
Persiapan pakan meliputi pembuatan tahu dan tempe, tepung tahu dan tepung
tempe, dan formulasi pakan. Analisis proksimat dilakukan terhadap kasein, tepung
tahu, dan tepung tempe. Khusus untuk tepung tahu dan tepung tempe, dilakukan juga
analisis terhadap kandungan isoflavonnya. Data hasil analisis proksimat selanjutnya
dijadikan sebagai dasar formulasi ransum berdasarkan persamaan yang
direkomendasikan oleh AOAC. Pakan dibuat isonitrogenus dengan kadar kalsium
dan fosfor sama untuk semua jenis pakan. Pakan diberikan secara ad libitum dan
diberi rninum air bebas ion selama 32 hari. Tikus yang digunakan adalah tikus betina
Sprague-Dawley yang berusia 120 hari, yang terdiri dari 6 ekor tikus normal dan 18
tikus ovariektomi. Dua puluh empat tikus tersebut dibagi ke dalam 3 kelompok
berdasarkan berat badan awal. Setiap kelompok terdiri dari 8 ekor tikus, yaitu 2 ekor
tikus betina ovariektomi yang diberi pakan dengan sumber protein kasein sebagai
kontrol negatif (OvxC), 2 tikus betina ovariektomi yang diberi pakan dengan sumber

protein tahu (OvxH), 2 tikus betina ovariektomi yang diberi pakan dengan sumber
protein t e m p (OvxT), dan 2 tikus betina normal yang diberi pakan dengan sumber
protein kasein (NonOvx) sebagai kontrol positif. Pengamatan dilakukan terhadap
massa dan densitas tulang femur sebelah kanan dan tulang lumbar keempat, kadar
kalsium serum, dan berat uterus tikus. Selama percobaan juga dievaluasi
perkembangan berat badan dan konsumsi pakan harian.
Tempe memiliki kandungan isoflavon total lebih besar (48,873 mg per 100 g
berat kering) jika dibandingkan dengan tahu (39,796 mg per 100 g berat kering).
Isoflavon tertinggi pada tempe adalah daidzein dan pada tahu adalah genistein dengan
konsentrasi masing-masing 26,237 mg dan 20,862 mg per 100 g berat kering. Faktor
I1 pada tahu dan tempe ditemukan sebagai isoflavon dengan kadar terendah, dengan
konsentrasi masing-masing 1,483 mg dan 1,439 mg per 100 g berat kering.
Ovariektomi menyebabkan peningkatan berat badan tikus selama percobaan.
Pertambahan berat badan tikus yang tidak diovariektomi (NonOvx) lebih rendah jika

dibandingkan dengan berat badan tikus ovariektomi yang mendapat pakan kasein
(OvxC), tahu (OvxH) atau t e m p (OvxT) yaitu masing-masing 30,OO g, 41,33 g,
48,33 g, dan 38,73 g. Konsumsi pakan rata-rata tidak berbeda nyata antarperlakuan,
dengan rata-rata konsumsi untuk NonOvx, OvxC, OvxH, dan OvxT masing-masing
sebesar 9,56 g, 10,91 g, 10,67 g, dan 10,72 g. Efisiensi pakan tempe pada tikus

ovariektomi tidak berbeda nyata dengan efisiensi pakan kasein pada tikus normal,
yaitu masing-masing sebesar 3,13 dan 3,62, tetapi lebih rendah jika dibandingkan
efisiensi pakan kasein dan tahu pada tikus ovariektomi (3,84 dan 4,34). Ovariektomi
meningkatkan laju resorpsi tulang yang ditandai dengan meningkatnya kadar kalsium
serum (yaitu 2,19 mg/100 ml serum untuk OvxC, 2,5 1 mg/100 ml serum untuk
OvxH, dan 2,29 mg/100 ml serum untuk OvxT) dibandingkan tikus normal (1,39
mg/lOO ml serum). Densitas tulang lumbar keempat tikus normal dan tikus
ovariektomi yang mendapat pakan tahu tidak berbeda nyata (yaitu masing-masing
1,74 mg/100 ml dan 1,61 mg/100 ml) dan lebih baik jika dibandingkan dengan tikus
ovariektomi yang mendapat pakan kasein dan tempe (yaitu masing-masing 1,44
mg/100 ml dan 1,52 mg1100 ml). Ovariektomi dan jenis pakan tidak berpengaruh
terhadap massa dan densitas tulang femur, serta massa tulang lumbar keempat.
Atropi uterus akibat ovariektomi tidak dapat dicegah oleh pemberian pakan yang
mengandung tepung tahu dan tepung tempe, yang dibuktikan oleh berat uterus tikus
ovariektomi yang mendapat pakan tahu (0,0709 g) atau tempe (0,0761 g) yang jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan tikus normal (0,392 g).

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:


PENGARUH PEMBERIAN
TEPUNG TAHU DAN TEMPE KEDELAI
DALAM RANSUM TERHADAP
MASSA DAN DENSITAS TULANG
TIKUS BETINA OVARIEKTOMI
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, April 2002

SAMSU UDAYANA NURDIN
NRP: 99209

PENGARUH PEMBERIAN
TEPUNG TAHU DAN TEMPE KEDELAI
DALAM RANSUM TERHADAP
MASSA DAN DENSITAS TULANG
TIKUS BETINA OVARIEKTOMI

SAMSU UDAYANA NURDIN


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Pengaruh Pemberian Tepung Tahu dan Tempe Kedelai

dalam Ransurn terhadap Massa dan Densitas Tulang Tikus
Betina Ovariektomi
Nama

: Samsu Udayana Nurdin


NRP

: 99209

Program Studi

: Ilmu Pangan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Prof. DR. Ir. Deddv Muchtadi. MS.
Ketua

DR. Drh. l% Diuwita, M.Phil.
Anggota I

DR. Suyanto Pawiroharsono, APU
Anggota I1

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Pangan

yphgProf. DR. Ir. B. Sri Laksmi Jenie. MS.
Tanggal lulus: 19 April 2002

0 6 JUN 2002

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu, Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung
pada tanggal 6 Juni 1967 dari pasangan Bapak Johanis (alm.) dan Ibu Siti Hasanah.
Penulis merupakan putra pertarna dari 5 bersaudara dan telah menikah dengan Yeni
Widarsih, SP.
Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1981 di
SD Negeri 1 Adiluwih dan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 1984 di
SMP Negeri 1 Tanjung Karang. Pendidikan sekolah menengah atas dapat penulis
selesaikan pada tahun 1987 di SMA Negeri 1 Tanjung Karang dan pada tahun yang
sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Gelar Sarjana Pertanian
(Ir) berhasil diperoleh penulis pada tahun 1992. Sejak tahun 1994 penulis bekerja

sebagai Staf Pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung hingga sekarang.
Studi S2 ditempuh sejak tahun 1999 di Program Ilmu Pangan Pascasarjana
IPB dengan program khusus Biokimia Pangan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tanpa ridho-Nya, tesis
ini tak akan pernah terselesaikan.
Banyak pihak yang berperan sangat besar dalam penyelesaian tesis ini.
Berbagai bantuan baik fisik maupun moral telah penulis terima dengan nilai yang tak
terhingga. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. DR. Ir. Deddy Muchtadi, MS., Ibu DR. Drh. Ita Djuwita, M.Phil., dan
DR. Suyanto Pawiroharsono, APU. yang telah memberikan bimbingan, motivasi,
dan wawasan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Istriku Yeni Widarsih, Mamak dan Mama yang menjadi surnber motivasi dan

semangat. Semoga apa yang penulis lakukan dapat membahagiakan mereka.
3. Bapak (alm.) dan Papa (alm.), semoga Allah SWT melimpahkan pahala kebaikan

yang penulis dapat lakukan pada penelitian ini kepada mereka.

3. Adik-adikku, Iyal, Adi, Hendra, Heni, yang bersabar karena kakaknya tidak dapat
berbuat banyak untuk kehidupan mereka.

4. Staf Lab. Embriologi FKH IPB, terutarna Ibu DR. Drh. Ita Djuwita, M.Phil. dan
Bapak Drh. M. Kusdiantoro, yang membantu penulis dalam mempersiapkan
hewan percobaan dan pembedahannya.

5. Kawan-kawan terbaikku di IPB, Budi dan Mbak Lince, atas kebersamaannya.
Semoga kita tetap menjaga persahabatan kita selamanya.
6. Pak Gatot dan Ibu, Mbak Ida, Pak Toni, Pak Pai, Pak Ahyar, Pak Wahid, dan Adi

yang banyak membantu selama di laboratorium dan di kandang.

7. Fitri dan Ju', semoga data-data yang ada dapat membalas bantuan yang penulis
terima.

8. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa dan Gubernur Lampung yang
telah memberikan bantuan dana penelitian.


9. Bu' Elsi, Neti dan kawan-kawan IPN serta semua pihak yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu atas bantuannya.
Akhirnya penulis berdoa, semoga semua kebaikan mereka mendapat pahala
dari Allah SWT dan karya ini dapat bermanfaat dan memberikan keberkahan kepada
semua pihak.
Bogor, April 2002

Penulis

DAFTAR IS1
halaman
DAFTAR IS1

................................................................................................

DAFTAR TABEL

........................................................................................


DAFTAR GAMBAR

...................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

................................................................................

I. PENDAHULUAN

...................................................................................
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................

........................................................................
2.1 Kedelai, Tempe Kedelai, dan Tahu ..........................................
2.2 Isoflavon ...................................................................................
2.3 Biologi Tulang ..........................................................................

I1. TINJAUAN PUSTAKA

........................
2.5 Isoflavon dan Kesehatan Tulang .............................................
2.6 Tikus Putih sebagai Model untuk Osteoporosis .....................

2.4 Pengaruh Hormon terhadap Kesehatan Tulang

...........................................
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
3.2 Pakan. Hewan Percobaan. dan Pelaksanaan Percobaan .........
3.3 Pengamatan ............................................................................
3.4 Rancangan Penelitian dan Analisis Data ................................

I11. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

IV . HASIL DAN PEMBAHASAN

..........................................................

4.1 Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Tahu dan Tepung

.....................................................................................
4.2 Formulasi Ransum ..................................................................
Tempe

4.3 Perkembangan Berat Badan. Jumlah Konsumsi Pakan. dan
Efisiensi Pakan Tikus selama Percobaan

...............................

4.4 Berat Uterus dan Berat Uterus per Berat Badan .....................

............................................................
4.6 Massa dan Densitas Tulang Femur .........................................
4.7 Massa dan Densitas Tulang Lumbar Keempat .......................
4.5 Kadar Kalsium Serum

4.8 Rekapitulasi Hasil Penelitian

V . KESIMPULAN DAN SARAN

.................................................

..........................................................

5.1 Kesimpulan .............................................................................
5.2 Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN .............................................................................................

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

..
2. Komposisi zat gizi tempe kedelai per 100 gram berat kering ....................
3. Kandungan zat gizi tahu segar per 100 gram berat kering ........................
1. Kandungan isoflavon kedelai dan pada berbagai produk olahan kedelai

2

6
7

4. Perkiraan kandungan isoflavon kedelai dan produk olahan kedelai per

...............................................................................................
5 . Hasil analisis kuantitatif isoflavon tepung tahu dan tepung tempe ...........
penyajian

8

27

6. Hasil malisis proksimat. kadar kalsium dan fosfor kasein. tepung tahu.

......................................................................................
7. Komposisi bahan untuk pembuatan 1 kg pakan .......................................
dan tepung tempe

29
30

8. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan berat badan dan terhadap perbandingan pertarnbahan berat badan dengan jumlah konsumsi pakan ratarata

...........................................................................................................

32

9. Pengaruh perlakuan terhadap berat uterus dan terhadap perbandingan

..............................................................
10. Pengaruh perlakuan terhadap kadar kalsiwn serum ................................
11. peng& perlakuan terhadap massa dan densitas tulang femur ............
12. Pengaruh perlakuan terhadap massa dan densitas tulang lumbar
keempat ..................................................................................................
13 . Rekapitulasi hasil penelitian ..................................................................
berat uterus dengan berat badan

36
38
40

41
43

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1 . Struktur isoflavon utama pada kedelai

Halaman

....................................................
2. Organisasi sel tulang ...............................................................................
3. Siklus remodeling tulang ........................................................................
4. Diagram alir proses pembuatan tahu ......................................................
5 . Diagram alir proses pembuatan tempe ...................................................
6. Diagram alir proses pembuatan tepung tempe dan tepung tahu .............
7. Perkembangan berat badan tikus selarna percobaan ..............................

9
11

12
21
22
23
31

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

.................................
.
2. Hasil uji sidik ragam pertambahan berat badan tikus ..................................

52

...................
4. Hasil uji sidik ragam efisiensi pakan tikus ...................................................
5. Hasil uji Beda Nyata Terkecil efisiensi pakan tikus ...................................
6. Hasil uji sidik ragam berat uterus tikus .......................................................
7. Hasil uji Beda Nyata Terkecil berat uterus tikus ........................................
8. Hasil uji sidik ragam berat uterudberat badan tikus ....................................
9. Hasil uji Beda Nyata Terkecil berat uteruslberat badan tikus ..................
10. Hasil uji sidik ragam kadar kalsium serum tikus .....................................
11. Hasil uji Beda Nyata Terkecil kadar kalsiurn serum tikus .......................
12. Hasil uji sidik ragam massa tulang femur tikus ........................................
13. Hasil uji sidik ragam densitas tulang femur tikus .....................................

52

14. Hasil uji sidik ragarn massa tulang lumbar keempat

56

1 Hasil uji sidik ragam rata-rata konsumsi pakan tikus

3. Hasil uji Beda Nyata Terkecil pertambahan berat badan tikus

.................................
15. Hasil uji sidik ragam densitas tulang lumbar keempat tikus .....................
16. Hasil uji Beda Nyata Terkecil densitas tulang lumbar keempat tikus .......
17. Prosedur analisis kandungan isoflavon ......................................................
18. Kromatogram standar isoflavon .................................................................
19. Kromatogram isoflavon tepung tahu .........................................................
20. Kromatogram isoflavon tepung tempe ....................................................
2 1. Prosedur analisis kadar air ........................................................................
22. Prosedur analisis kadar abu ......................................................................
23 . Prosedur analisis kadar protein ...............................................................
24. Prosedur analisis kadar lemak kasar .........................................................
25 . Prosedur analisis kadar serat kasar ...........................................................
26. Prosedur analisis kalsium dan fosfor ........................................................

52
53
53
53
54
54
54
55
55
55
56
56
57
58
60
61
62
63
63
63
65
65
66

27. Prosedur penentuan densitas dan massa tulang femur dan tulang lumbar

...........................................................................................
Prosedur ovariektomi ...............................................................................
keempat tikus

28.

69

70

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kedelai merupakan bahan pangan penting yang digunakan harnpir di seluruh
dunia. Di negara-negara timur kedelai telah digunakan sejak zarnan dulu sebagai
sumber gizi, bahan baku berbagai jenis makanan, dan bahan obat. Sementara itu, di
negara-negara barat hingga saat ini kedelai sebagian besar hanya dikonsumsi para
vegetarian dan mereka yang memahami manfaat kedelai bagi kesehatan.
Bertambahnya laporan-laporan penelitian tentang manfaat kedelai bagi kesehatan,
telah meningkatkan permintaan kedelai dari negara-negara barat (Messina, 1999a).
Berbagai produk dapat dihasilkan dari kedelai baik sehagai bahan makanan
maupun pakan ternak. Produk kedelai hasil industri tradisional yang terdapat dan
berpotensi di pasaran Indonesia antara lain adalah temp, tahu, tauco, kecap, dan
kembang tahu.
Tempe dikonsurnsi oleh jutaan masyarakat di Indonesia clan telah menjadi
sumber gizi yang sangat penting. Tempe mempunyai kandungan protein yang tinggi
dengan nilai PER yang hampir setara dengan kasein dan susu skim. Tempe
merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, besi, serta berbagai vitamin
(Syarief et.al., 1999).
Tahu merupakan produk makanan yang disukai masyarakat karena sifatnya
yang lunak, mudah diiris dan mempunyai rasa dan bau yang khas, sehingga dapat
diolah menjadi bemacam-macam masakan menurut selera. Tahu sering disebut

sebagai daging talc bertulang, karena tahu merupakan produk nabati yang mutu
proteinnya setingkat dengan produk hewani, yaitu daging dan ayam, dengan nilai
NPU 65% (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Selain sebagai sumber gizi yang baik, tempe dan tahu juga merupakan sumber
isoflavon yang penting karena &pat menyediakan 30 hingga 40 mg setiap penyajian
(Indiana Soybean Board, 1998). Kandungan isoflavon tempe, tahu dan beberapa
produk olahan kedelai lain dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan isoflavon kedelai dan pada berbagai produk olahan kedelai*
Produk

Isoflavon (mgfg)

Tahu
Miso
Tempe
Susu kedelai
Tepung kedelai (fiullfat)
Tepung
kedelai (defatted)
Konsentrat kedelai (aqueous washed)
Konsentrat kedelai (alcohol washed)
Isolat kedelai
Kedelai (raw)
-

1,4

Sumber: Archer Daniels Midland Company, 1999
Keterangan: * = Total isoflavon dinyatakan sebagai unit aglikon

Isoflavon adalah salah satu senyawa yang termasuk golongan flavonoid dan
merupakan bagian terbesar dalam golongan tersebut. Isoflavon yang ditemukan pada
Leguminoceae berjumlah cukup besar yaitu sekitar 0,25%. Sebanyak 99% isoflavon
pada kedelai berupa glikosida d m terdiri dari 64% genistin, 23% daidzin, dan 13%
glisitin 7-0-P-glikosida (Naim et.al., 1974). Pada umumnya isoflavon terdapat dalam
tanaman kacang-kacangan atau Leguminoceae dan tidak terdapat pada
mikroorganisme seperti bakteri, alga, jamur, dan lumut (Harbone, 1992).

3
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa isoflavon kedelai dapat mengurangi
resiko osteoporosis. Isoflavon memiliki struktur kimia yang sangat mirip dengan
hormon estrogen dan obat osteoporosis ipriflavon yang merupakan isoflavon sintetis.
Estrogen dan ipriflavon telah diketahui dapat melindungi densitas mineral tulang
wanita postmenopouse. Beberapa data menunjukkan bahwa isoflavon tidak hanya
menghambat kerusakan tulang tetapi juga menstimulasi pembentukannya (Messina,
1999a).
Ada beberapa perbedaan pada hasil penelitian tentang pengaruh isoflavon dan
produk olahan kedelai terhadap kesehatan tulang. Wangen et. al. (2000) mendapatkan
bahwa isoflavonper se tidak terbukti mempunyai pengaruh yang menguntungkan
pada remodeling tulang wanita pada saat pre- dan postmenopouse. Sementara Alekel
(2000) menemukan bahwa isolat protein yang kaya akan isoflavon menghambat
kehilangan tulang lumbar spine wanita premenopouse. Penelitian pada hewan
percobaan menunjukkan bahwa produk olahan kedelai memberikan pengaruh positif
pada kesehatan tulang (Arjmandi, et. al., 1996; Arjmandi et. al., 1998)
Penelitian pengaruh tahu dan t e m p terhadap kesehatan tulang menjadi topik
yang menarik, karena penelitian-penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan
pada umumnya menggunakan isoflavon murni. Tahu dan t e m p selain rnengandung
isoflavon, kandungan proteinnya juga mempunyai pengaruh positif terhadap
kesehatan tulang sehingga diharapkan dapat krsinergi untuk meningkatkan manfaat
isoflavon. The North American Menopause Society (2000), berdasarkan pendapat

dari berbagai dokter, merekomendasikan bahwa lebih baik mengkonsumsi produk
olahan kedelai yang mengandung isoflavon dibandingkan dengan suplemen isoflavon.
1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian tahu dan tempe
terhadap massa dan densitas tulang tikus percobaan betina yang diovariektomi. Untuk
melihat adahidaknya efek estrogenik isoflavon dalam tahu dan tempe maka diamati
berat uterus tikus. Evaluasi juga dilakukan terhadap jumlah konsumsi pakan,
pertambahan berat badan, dan efisiensi pakan tikus selama percobaan.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai, Tempe Kedelai, dan Tahu
Di antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang
baik. Di sarnping itu, kedelai dapat juga digunakan sebagai sumber lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral dan serat (Koswara, 1992). Kedelai merupakan sumber
yang baik bagi asam linoleat dan asam a-linolenat (Messina, 1999a).
Tempe kedelai adalah makanan tradisional Indonesia yang berasal dari kedelai
yang difermentasi. Fennentasi t e m p terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp.
pada kedelai rebus sehingga membentuk massa yang padat dan kompak. Menurut
Shurtleff dan Aoyagi (1979), tempe yang baik adalah tempe yang berwarna putih,
kompak, dan beraroma khas tempe.
Kedelai mengalami berbagai perubahan komposisi selama proses
pembuatannya. Keterlibatan mikroorganisme pada perubahan komposisi selama
proses pembuatan tempe terjadi pada saat perendarnan akibat aktivitas bakteri
pembentuk asam dan saat fermentasi oleh aktivitas kapang. Sebagai akibat dari
perubahan-perubahan tersebut tempe menjadi lebih enak, lebih bergizi, dan lebih
mudah dicerna.
Aktivitas enzim protease kapang menyebabkan protein teruai menjadi asam
amino bebas yang bersifat lebih mudah dimanfaatkan oleh tubuh. Muata et. al.
(1967) menyatakan bahwa pada umumnya jumlah asam amino bebas baik yang
esensial maupun nonesensial dalam kedelai meningkat akibat fermentasi. Meskipun

6
demikian, jumlah total asam amino tempe relatif sama dengan jumlah total asam
amino kedelai.
Tempe merupakan sumber vitamin yang baik t e r u m a vitamin B. Selain itu,
tempe juga merupakan sumber mineral khususnya kalsium, fosfor dan besi. Beberapa
mineral lain juga terdapat dalam tempe walau dalam jumlah kecil, seperti Mg (236
mg1100 g bk), Zn (3,s mg1100 g bk) dan Mn (1,; mg1100 g bk) (Shurtleff dan Aoyagi,

Metode dasar pembuatan tempe di Indonesia meliputi tahap pembersihan biji
kedelai kering, pencucian dan perendaman, perebusan pertama, pengupasan kulit,
perendaman (hidrasi), perebusan kedua, penirisan dan pendinginan, inokulasi,
pembungkusan dan inkubasi (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Tabel 2. Komposisi zat gizi tempe kedelai per 100 gram berat kering
Komponen
Energia
Abua
Lemaka
Karbohidrata
proteinb
Serata
Kalsiuma
Fosfora
Besia
Tiamina
Riboflavina
Niasina
Asam pantotenata
Piridoksina
Vitamin B 12a
Biotina

Satuan

Kedelai

Tempe

Kkal
g
g
g
!I
g
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mi?
mg
mg
mg

436
6,1
46,2
19,l
46,2
3,7
254
78 1
11
0,48
0,15
0,67
430
180
0,15
35

450
3,6
46,5
19,7
46,5
72
347
724
9
0,28
0,65
2,52
520
100
3,9
53

Sumber: a = Hermana, dkk., 1995; b = Direktorat Gizi Depkes, 198 1

Tahu merupakan konsentrat protein kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII, 1990), tahu adalah suatu produk makanan
berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.)
dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tanpa penarnbahan bahan lain yang
diizinkan. Tahu sering disebut sebagai daging tak bertulang, karena tahu merupakan
produk nabati yang mutu proteinnya setingkat dengan produk hewani, yaitu daging
dan ayam. Tahu merupakan surnber gizi yang lebih baik dibandingkan dengan
kedelai biasa, sebab pada tahu enzim inhibitor tripsin telah diinaktivasi, proteinnya
terdenaturasi, rasa dan flavornya telah diperbaiki (Sulaeman, Marliyati, dan Anwar,
1992). Komposisi zat gizi setiap 100 gram tahu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan zat gizi tahu segar per 100 gram berat kering
Zat Gizi
Energi (Kalori)
Protein (g)
IAmak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (RE)
Vitamin C (mg)
Vitamin B (mg)
Abu (g)

Jumlah
447,44

4,6 1

Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 198 1

Tahu dan t e m p merupakan produk olahan kedelai yang kaya akan isoflavon
yang dapat menyediakan kira-kira 30 hingga 40 miligram per penyajian. Produk
olahan kedelai yang dianggap sebagai produk generasi kedua memiliki kandungan
isoflavon yang jauh lebih rendah karena umumnya produk-produk tersebut banyak

8
mengandung komponen bukan kedelai. Kecap (soy sauce) dan minyak kedelai (soy
oil) tidak mengandung isoflavon (Indiana Soybean Board, 1998). Perkiraan
kandungan isoflavon kedelai dan produk olahan kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkiraan kandungan isoflavon kedelai dan produk olahan kedelai
per penyajian
Jenis makanan

Ukuran
penyajian

Genistein
(pg/g prot)

Total
Isoflavon
( ~ g / pro0
g

mg isoflavon
per penyajian

1106
1214
1185
472
301
30
277
209
1100
111

1891
1942
2084
928
548
56
53 1
336
2174
195

175,6
167,O
43,8
27,8
70,l
20,O
60,5
38,3
56,5
12,4

(€9
Mature soybeans, uncooked
Roasted soybeans
Tepung kedelai
Textured soy protein, dry
Green soebeans, uncooked
Susu kedelai
Tempe mentah
Tahu mentah
Isolat kedelai kering
Konsentrat kedelai kering

93
86
21
30
128
228
114
144
28
28

Sumber:HCF, 1998

2.2 Isoflavon

Isoflavon merupakan merupakan senyawa terbesar dalam golongan flavonoid.
Struktur dasar senyawa flavonoid adalah inti flavon yang terdiri dari 2 cincin benzen
(A dan B) yang berikatan melalui cincin karbon pran heterosiklik (Gambar 1). Posisi
cincin B benzen merupakan dasar untuk menggolongkan flavonoid menjadi
flavonoid (posisi 2)dan isoflavon (posisi 3).
Isoflavon utarna pada kedelai dan produk olahan kedelai adalah genistein

(4',5'7-tryl~ydroxyisoflavone)dan daidzein (4',7-dihydroxyisoflavone) serta bentuk
P-glikosidanya yaitu genistin dan daidzin. Pada genistin dan daidzin molekul glukosa

9
menempel pada posisi C-7 cincin A (Messina, 1999b). Selain itu ditemukan pula
senyawa isoflavon lain dalarn jumlah yang jauh lebih kecil yaitu glycitein (7,4'-

dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan glikosidanya yaitu glycitin (Wang et. al.,
1994).

Gambar 1. Struktur isoflavon utama pada kedelai
Selain isoflavon yang dikenal terdapat pada kedelai, ditemukan pula senyawa
turunan isoflavon pada usus. Senyawa-senyawa tersebut ,yaitu equol(7-hydroxyisoflavone), dihydrodaidzein, dan 0-desmethyllangolensin,berasal dari daidzein yang
diubah oleh mikroflora usus (Messina, 1999b).

10
Turunan senyawa isoflavon yang ditemukan pada tempe dan tidak ditemukan
pada kedelai adalah Faktor-II(6,7,4' tri-hidroksi isoflavon). Senyawa ini terbentuk
selama proses fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Faktor-I1 ini terikat dengan
senyawa karbohidrat melalui ikatan glikosidik dan akan dibebaskan pada proses
fermentasi (Pawiroharsono, 2000)
Isoflavon dalarn kedelai secara alarni sebagian besar ada dalam bentuk glikon.
Bentuk ini dipertahankan oleh tanaman sebagai bentuk inaktif hingga dibutuhkan
sebagai antioksidan (Anderson, 1998).

2.3. Biologi Tulang
Tulang tersusun dari sel-sel, matriks organik, dan mineral. Matriks organik
terdiri dari kolagen dan bahan dasar yang mengandung mukopolisakarida. Pada
komponen matriks ini mengendap kristaloid yang terdiri dari kalsium-fosfat
(Djojosoebagio, 1996).
Sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblas, dan osteoklas, mempunyai
fungsi khusus dan terletak pada posisi yang berbeda-beda (Djojosoebagio, 1996).
Osteoblas dan osteoklas merupakan sel utarna yang berperan dalam pembentukan dan
resorpsi tulang. Osteoblas adalah sel-sel pembentuk tulang yang berasal dari
prekursor sel stroma di sumsum tulang. Sel-sel ini mensekresikan sejumlah besar
kolagen tipe I, protein matriks tulang yang lain, dan alkalin fosfatase. Sel-sel ini
berdiferensiasi menjadi osteosit, yaitu sel-sel bundar yang dikelilingi oleh matriks
tulang dan ditemukan pada lakuna tulang, osteosit berfungsi untuk mempertahankan
keadaan tulang (Ganong, 1995).

Garnbar 2. Organisasi sel tulang (Ganong, 1983); Horrnon paratiroid (PTH);
Kalsitonin (CT); 1,25-dihidrokolekalsiferol(DHC).
Osteoklas adalah sel multinukleus yang menimbulkan erosi dan menyerap
tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Sel-sel ini berasal dari stem sel
hematopoietik melalui monosit. Osteoklas melekat ke tulang melalui perluasan
membran yang mengelilingi suatu daerah terpisah antara tulang dan bagian osteoklas
(Ganong, 1995).
Mineral tulang merupakan kristal hidroksiapatit (3Ca3(P04)2.Ca(OH)2).
Selain kalsium dan fosfor, tulang juga mengandung sitrat, natrium, barium, strontium,
timah, karbonat, fluor, klor, magnesium, kalium, dan air. Karbonat, sitrat, strontium
dan natrium terletak di permukaan kristal (Djojosoebagio, 1996).
Tulang manusia dewasa secara histologis terdiri atas 2 jenis tulang, yaitu
tulang kortikal(80-85%) dan tulang trabekular (1 5-20%). Tulang kortikal terdiri atas

lapisan-lapisan tulang yang tersusun rapat dan merupakan bagian terbesar dari tulang
panjang, sedangkan tulang trabekular terdiri atas lapisan-lapisan tipis yang
membentuk bagian dalam tulang (Ganong, 1995;
Selama hidup, tulang secara terus menerus diresopsi dan tulang baru dibentuk
kembali. Kalsium dalam tulang mengalami pertukaran dengan kecepatan 100%per
tahun pada bayi dan 18%per tahun pada orang dewasa. Remodeling tulang sebagian
besar adalah proses lokal yang berlangsung pada daerah-daerah kecil oleh populasi sel
yang disebut unit-unit remodeling tulang (Ganong, 1995).

Ouiescenae
Activation

Gambar 3. Siklus remodeling tulang (Gowen, 199 1 ).
Remodeling tulang merupakan proses fisiologis normal atau sebagai respon
terhadap kerusakan atau perturnbuhan (Gowen, 1991). Ringkasan tahap-tahap proses
remodeling tulang dapat dilihat pada Gambar 2.

13

Tulang d i m (quiescence bone) dilapisi oleh satu lapis sel yang terlihat inaktif
yang berasal dari osteoblas. Tahap pertama dari siklus remodeling tulang adalah
penempatan prekursor pada tempat tertentu, proliferasi, diferensiasi dan fusi
prekursor tersebut ke dalam osteoklas (tahap aktivasi). Tahap selanjutnya adalah
resorpsi, yaitu tahap dimana osteoid dan matriks yang telah mengalami mineralisasi
dirusak oleh aktivitas osteoklas. Sebelum memasuki tahap pembentukan (formation),
terdapat tahapan inaktif, dimana osteoklas hilang dan permukaan tulang yang rusak
tersebut tidak dilapisi oleh sel selain kadang-kadang terdapat mononuclear
phagocytes. Mononuclear phagocytes ini mungkin terlibat di dalam penempatan
prekursor osteoblas, yang selanjutnya akan mengalami proliferasi dan diferensiasi
pada lokasi yang sedang mengalami remodeling. Sel matang kemudian membentuk
matriks tulang baru hingga kerusakan tergantikan (formation). Osteoid selanjutnya
mengalami mineralisasi dan lapisan sel terlihat kembali (quiescence) (Gowen, 1991)
2.4 Pengaruh Hormon terhadap Kesehatan Tulang
Remodeling tulang dipengaruhi oleh berbagai hormbn dan faktor
pertumbuhan. Terdapat tiga hormon utama yang paling berpengaruh, dan ketiganya
berkaitan dengan metabolisme kalsium. Hormon paratiroid (PTH) meningkatkan
~ a ~ + ~ l adengan
s m a memobilisasinya dari tulang. Hormon ini meningkatkan
reabsorpsi ca2+didalam ginjal, yang diimbangi dengan peningkatan ca2+yang
difiltrasi. Paratiroid juga meningkatkan pembentukan 1,25-dihidrokolekalsiferol

(DHC). 1,25-dihidrokolekalsiferolini kemudian meningkatkan absorpsi ca2+dari

usus, memobilisasi ion dari tulang dan meningkatkan reabsorpsi ca2+dalam ginjal.
Sementara itu, hormon kalsitonin (CT) menghambat resorpsi tulang dan
meningkatkan jumlah ca2+dalam plasma (Ganong, 1995).
Selain ketiga hormon utarna di atas, beberapa hormon dan faktor perturnbuhan
juga dapat mempengaruhi pembentukan tulang dan metabolisme kalsium. Glukokortikoid merendahkan kadar ca2+plasma dengan menghambat pembentukan dan
aktivitas osteoklas, tetapi pada jangka panjang, hormon ini dapat menyebabkan
osteoporosis dengan m e n d a n pembentukan tulang dan meningkatkan resorpsi
tulang. Glukokortikoid m e n d pembentukan tulang dengan menghambat
replikasi sel dan sintesis protein di dalam tulang serta menghambat fungsi osteoblas.
Glukokortikoid juga m e n d a n absorpsi ca2+dan PO?- dari usus oleh kerja anti
vitamin D clan meningkatkan ekskresi ion-ion tersebut dari ginjal. Penurunan
konsentrasl ca2+plasma meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan resorpsi tulang
pun difasilitasi. Hormon pertumbuhan meningkatkan ekskresi kalsium di dalam urin,
tetapi juga meningkatkan absorpsi kalsium usus yang dapat lebih besar dari efek
ekskresi sehingga menghasilkan keseimbangan positif. Di samping itu IGF-I (insulin

like growthfactor I) yang dibentuk oleh kerja hormon pertumbuhan merangsang
sintesis protein di dalam tulang. Estrogen mencegah osteoporosis dengan efek
langsung atau tidak langsung terhadap osteoblas, sedangkan insulin dapat
meningkatkan pembentukan tulang (Ganong, 1995).
Estrogen pada awalnya dianggap berperan secara tidak langsung terhadap
kesehatan tulang. Peran tidak langsung ini dilakukan melalui pengaruh estrogen

terhadap berbagai hormon yang secara langsung mempengaruhi kesehatan tulang.
Anggapan ini berubah setelah ditemukannya reseptor estrogen beta pada tulang.
Estrogen adalah keluarga hormon yang disintesis dalam jaringan ovarium dan
ekstra ovarium. 17P-Estradiol adalah estrogen primer berasal dari ovarium. Pada
beberapa spesies, estron lebih banyak tetapi berasal dari jaringan ekstra ovarium.
Estrogen dibentuk dengan aromatisasi androgen dalam proses kompleks yang
memerlukan 3 langkah hidroksilasi, yang masing-masing membutuhkan Oz dan
NADPH. Kompleks enzim aromatase diduga meliputi P-450 oksidase yang
mempunyai h g s i ganda. Estradiol dibentuk jika subtrat kompleks enzim ini
testoteron, sedang estron berasal dari aromatisasi androstenedion (Granner, 1990).
Fungsi utama hormon ovarium adalah mempersiapkan determinan (penentu)
struktural sistem reproduksi wanita untuk reproduksi dengan mematangkan sel benih
primordial, mengembangkanjaringan yang menerima implantasi blastosit,
melengkapi hormonal timing untuk ovulasi, menetapkan, dengan hormon plasenta,
lingkungan yang diperlukan untuk mempertahankan kehamilan, dan melengkapi
pengaruh hormonal untuk persalinan dan laktasi (Granner, 1990).
Estrogen merangsang perkembangan jaringan yang terlibat dalam reproduksi.
Umwnnya hormon ini merangsang ukuran dan jumlah sel dengan meningkatkan
kecepatan sintesis protein, mRNA, rRNA, tRNA, dan DNA. Di bawah perangsangan
estrogen, epitel vagina berproliferasi dan berdiferensiasi; endometrium uterus
berproliferasi dan kelenjar mengalami hipertrofi dan memanjang; miometrium
mengembangkan motilitas intrinsik yang ritrnik; saluran kelenjar susu berproliferasi,

16
dengan mempengaruhi pembuluh darah tepi, estrogen khas menyebabkan vasodilatasi
dan pembuangan panas (Granner, 1990).
Estradiol juga mempunyai efek anabolik pada tulang dan tulang rawan,
sehingga menambah pertumbuhan tulang (Granner, 1990). Estrogen dapat
menstimulasi sel tulang untuk menghasilkan IGF-1. Selanjutnya IGF-1 akan
menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen tipe 1 oleh osteoblas (Gowen, 1991).
Percobaan menggunakan tikus menunjukkan bahwa estrogen dapat
meningkatkan absorbsi kalsium dari pakan, meningkatkan deposisi kalsium di dalam
tulang, clan menurunkan ekskresi kalsium dari tubuh. Sedangkan pada burung dara,
estrogen mampu meningkatkan kadar fosfat dalam serum (Djojosoebagio, 1996).
Estrogen dapat berpengaruh langsung terhadap kesehatan tulang melalui reseptor
estrogen beta. Estrogen dapat menekan produksi IL-6 oleh osteoblas, sehingga
menekan produksi osteoklas (Girasole et.al., 1992).
2.5 Isoflavon dan Kesehatan Tulang

Kemiripan struktur antara isoflavon dan estrogen dan penemuan bahwa
estrogen menunjukkan sifat estrogenik yang lemah merupakan awal timbulnya
spekulasi bahwa isoflavon dapat meningkatkan kesehatan tulang. Kemunculan
spekulasi ini juga didorong oleh kemiripan isoflavon kedelai dengan isoflavon
sintetik, 7-isoprop-oxyisoflavone (ipriflavone), yang telah terbukti dapat
meningkatkan masa tulang wanita pascamenopouse (Messina, 1999a).
Isoflavon &pat bersifat sebagai estrogen agonis atau antagonis. Pada jaringan
tulang, yang mengandung lebih banyak reseptor estrogen beta dari estrogen reseptor

alfa, isoflavon lebih bersifat agonis karena senyawa ini dapat memeliharajaringan
tulang atau minimal dapat menjaga keseimbangan antara aktivitas osteoblastik dan
osteoklastik. Pada jaringan yang banyak mengandung reseptor estrogen alfa, seperti
pada jaringan reproduksi, isoflavon bersifat sebagai antagonist. Pada jaringan ini
isoflavon menempati reseptor estrogen dan memblok stimulasi DNA (genome) dan
sintesis protein oleh estradiol (Anderson, 1998).
Anderson et a1.(1995) melaporkan bahwa genistein memberikan efek berbeda
terhadap tulang pada dua model tikus percobaan steril yang berbeda, yaitu tikus muda
yang sedang tumbuh dan tikus menyusui, yang diberi diet rendah kalsium. Setelah 2
minggu percobaan pada tikus muda dan 5 minggu percobaan pada tikus menyusui,
genistein pada dosis 1,O mg/hari memiliki pengaruh yang sama dengan conjugated
equine estrogen pada dosis Spglhari.
Arjmandi et. al. (1996) mempelajari pengaruh protein kedelai terhadap

kehilangan tulang akibat strerilisasi (ovariectomy). Penelitian yang menggunakan
tikus Sprague-Dawley tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa protein kedelai lebih
bersifat protektif terhadap tulang trabekular bila dibandingkan dengan tulang kortikal.
Pada penelitian lanjutan Arjmandi et. al.(1 998) yang menggunakan model yang sama
dengan penelitian Arjmandi et. al. (1996) diperoleh kesimpulan lebih jelas bahwa
isoflavon yang bertanggung jawab terhadap pengaruh positif terhadap tulang.
Penelitian pada manusia hingga saat ini masih menunjukkan hasil yang
kontradiktif tentang peran isoflavon terhadap kesehatan tulang . Potter et. al. (1998)
melaporkan bahwa sesudah 6 bulan perlakuan, densitas mineral tulang lumbar spine

18
meningkat secara nyata bila dibandingkan dengan nilai baseline pada wanita
postrnenopouse yang mengkonsumsi 40 gram protein kedelai yang mengandung 2,25
mg isoflavonlg protein, sementara itu pada wanita yang mengkonsumsi 40 g protein
yang mengandung isoflavon lebih rendah (1,39 mglg protein) densitas tulangnya
tetap. Wangen et.a. l(2000) mendapatkan bahwa isoflavonper se tidak terbukti
mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada pergantian tulang wanita pada saat
pre dan postmenopouse. Alekel et. al. (2000) melaporkan bahwa isolat protein yang
kaya akan isoflavon dapat menghambat kehilangan tulang lumbar spine wanita
premenopouse. Studi epidemilogis yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa
komsumsi yang tinggi terhadap produk olahan kedelai ternyata dapat meningkatkan
masa tulang wanita pada saat postmenopouse (Somekawa et. al,. 200 1).
2.6 Tikus Putih sebagai Hewan Model untuk Osteoporosis
Osteoporosis pada manusia merupakan penyakit kronis yang datang secara
perlahan-lahan yang belum sepenuhnya dipahami. Dengan alasan ini maka tidak ada
satupun hewan model yang sempurna untuk penyakit ini. Data-data dari percobaan
yang telah menghasilkan obat clan terapi baru untuk penyakit-penyakit tulang
menunjukkan bahwa model yang sempurna untuk osteoporosis pada manusia tidaklah
diperlukan. Dapat diprediksi, responnya cepat, sensitif, dan murah merupakan model
yang bagus dan praktis yang dibutuhkan (Tuukkanen, 2001).
Tikus yang diovariektomi biasanya merupakan model pilihan, tetapi hams
diperhatikan umur tikus dan lamanya waktu percobaan. Pada fase akut, model tikus
yang diovariektomi mengalami remodeling tulang yang cepat, kemudian melambat

pada jangka waktu penelitian yang lama. Walaupun hewan model tidak mengalami
patah tulang, kemungkinan untuk melakukan uji biokimiawi dengan tulang hewan
dapat menjadi cara yang akurat untuk menganalisa kerusakan yang dapat
mengakibatkan patah tulang (Tuukkanen, 200 1).
Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan
tertentu. Galur Sprague-Dawley memiliki kekhususan berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya. Galur Wistar ditandai
dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, serta galur Long-Evans yang lebih
kecil dari tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan
(Malole dan Pramono, 1989).
Tikus dapat dikandang bersarna dalam satu kelompok besar yang terdiri dari
jantan dan betina dari berbagai tingkat tanpa terjadinya perkelahian yang berarti.
Tikus betina mengalami kematangan seksual pada usia 50 hingga 72 hari (Bennett
dan Vickery, 1970). Tikus dapat hidup lebih dari 3 tahun dan produktif untuk berbiak
selama lebih dari sembilan bulan atau sampai usia satu tahun. Tikus sudah tidak
produktif lagi pada usia 450-500 hari.
Tikus betina sebagai model telah banyak digunakan untuk penelitian
osteoporosis. Pada penelitian ini tikus dibuat kekurangan hormon estrogen dengan

cara membuang ovariumnya (ovariectomy). Varietas yang umum digunakan adalah
Sprague-Dawley (Anderson et.al., 1995; Arjmandi et. al., 1996; Arjmandi et. al,.
1998; Fanti et. al., 1998).

111. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian; kandang hewan percobaan
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian; Pusat
Pengembangan Teknologi Pangan IPB; Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri (P3TB) Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Serpong. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2001 sampai Januari 2002.
3.2. Pakan, Hewan Percobaan, dan Pelaksanaan Percobaan

Persiapan pakan meliputi pembuatan tahu dan tempe, tepung tahu dan tepung
tempe, dan pencampuran pakan. Diagram proses pembuatan tempe dan tahu masingmasing dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Kedelai yang digunakan adalah impor dari
Amerika yang diperoleh dari agen kedelai di daerah Cilendek Bogor. Ragi yang
digunakan adalah ragi Hanoman (BPPT) . Bahan penggumpal yang digunakan dalam
pembutan tahu adalah CaS04. Tahu dan tempe yang diperoleh selanjutnya
dikeringkan dengan drum drier (R Simon Dryers Ltd., England) dan digiling menjadi
tepung. Diagram proses pembuatan tepung tahu dan tempe dapat dilihat pada
Gambar 6. Tepung yang dihasilkan digunakan sebagai bahan pakan tikus pada
pelaksanaan penelitian
Analisis kandungan isoflavon (Lampiran 17) dilakukan terhadap tepung tahu
dan tepung tempe. Analisis proksimat lengkap (Lampiran 2 1-25) dilakukan terhadap

21

tepung tahu dan tepung tempe sebagai dasar perhitungan dalam formulasi pakan
tikus. Selain itu dianalisis pula kandungan kalsium dan fosfor (Lampiran 26) tepung
tahu dan tepung tempe.
Kedelai bersih
Perendaman (1 2 jam)

I
+
Penggilingan

I
+
Penambahan air
(5 bagian air)
Perebusan
(1 00'-1 10°C; 0,7 kg/cm)
Penyaringan

A

Susu kedelai

Ampas

Curd
Pengepresan din Pencetakan
Pendinginan dalam air
(20 menit)

1

Tahu

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tahu

Whey

22

Selama menunggu waktu analisis dan pemberian pakan, tepung tahu dan
tepung tempe dikemas dalam kantung plastik polietilen, kemudian disimpan dalam
lemari es.
Kedelai
Pembersihan

+

Pencucian

4
Perebusan
(1 00°C; 30 menit)

4

Perendaman dengan air rebusan (36 jam)
Pengupasan kulit
Pengukusan
(1 00°C; 10 menit)
Pendinginan (suhu kamar)
Peragian
(2 g per kg kedelai)
Pembungkusan dengall plastik

(Suhu kamar; 48 jam)

4

Tempe

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tempe
Komposisi pakan perlakuan yang akan diberikan adalah isonitrogenous dan
isokalori dengan perhitungan yang disesuaikan dengan anjuran AOAC (1 990) sebagai
berikut:

1,60 x 100

Protein:

x = --------------

%N contoh
(X x % ekstrak eter)

g

Minyak:

- -----------------------100
1

Vitamin :

(X x % kadar abu)

5

Mineral:

- ----------------------100

(X x % kadar serat kasar)

1

Selulosa:

- ...............................
100

5-

Air:

(X x % kadar air)

------------ ---------100

Pati jagung: untuk membuat 100%.
Tempe

Tahu

4

4
4
Penggi lingan
(penggiling daging)
Pengeringan
(drum drier)

4
Penepungan
(disk mill)

4
Pengayakan (60 mesh)
I

Tepung tempeltepung tahu

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan tepung tempe dan tepung tahu

Semua bahan pakan diaduk hingga homogen dan diukur kadar airnya untuk
mengetahui berat kering pakan yang diberikan. Kadar air sisa pakan juga diukur
untuk mengetahui berat kering pakan yang tersisa. Berat kering pakan yang dimakan
tikus adalah selisih antara berat kering pakan yang diberikan dengan berat kering
pakan sisa. Kalsium dan fosfor pada pakan yang menggunakan tepung tahu dan
tepung tempe diatur sama dengan pakan kasein menggunakan kalsium karbonat atau
potasium fosfat monobasik.
Pemberian pakan perlakuan dilakukan selama 32 hari. Tikus diberi pakan
secara ad libitum dan diberi minum air bebas ion. Kandang yang digunakan adalah
kandang plastik yang diberi lubang pada bagian bawahnya.
Ovariektomi tikus dilakukan berdasarkan prosedur Hogan et. al. (1986)
(Lampiran 28). Tikus yang akan diovariektomi dibius dengan ketamin (Ketavet)
dengan dosis lmY200 gram BB. Ovariektomi tikus dilakukan pada saat tikus berusia
90 hari. Kemudian dilakukan pemulihan hingga jahitan siap dilepas (20 hari).
Sebelum percobaan dimulai, tikus normal dan yang diovariektomi diadaptasikan di
lingkungan laboratorium percobaan selama 10 hari.
Percobaan menggunakan 24 (dua puluh empat) tikus betina Sprague-Dawley
yang berusia 17 minggu. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan
berat badan awal. Setiap kelompok terdiri dari 8 ekor tikus, yaitu 2 ekor tikus betina
steril yang akan diberi ransum dengan sumber protein kasein sebagai kontrol negatif

(OvxC), 2 tikus betina steril yang akan diberi ransum dengan sumber protein tepung
tahu (OvxH), 2 tikus betina steril yang akan diberi ransum dengan sumber protein

tepung tempe (OvxT), dan 2 tikus betina normal yang akan diberi ransum dengan
sumber protein kasein sebagai kontrol positif (NonOvx).
Setelah 32 hari percobaan, tikus dibius dan dimatikan ,kemudian darah dari
leher ditampung untuk diambil serumnya. Serum dari setiap tikus ditempatkan ke
dalam botol kecil dan disimpan pada suhu lemari es hingga waktu analisis. Tulang
yang dianalisis adalah tulang paha sebelah kanan (rightfemur) dan tulang lumbar
keempat Wurth lumbar bones) yang dikeluarkan dari tubuh tikus melalui operasi.
3.3. Pengamatan
Untuk mengamati pengaruh perlakuan terhadap tulang tikus percobaan maka
diamati massa dan densitas tulang (Lampiran 27) femur sebelah kanan dan tulang
lumbar keempat, serta kadar kalsium (Lampiran 26) serum. Data lain yang juga diukur

adalah berat tikus awal dan setelah percobaan, serta jumlah ransum yang dikonsumsi.
Untuk melihat efek estrogenik dari isoflavon, maka diamati juga berat uterus tikus
setelah selesai percobaan.

3.4. Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adaiah Rancangan
Acak Kelompok Lengkap dengan perlakuan tikus betina ovariektomi yang diberi
ransum dengan surnber protein kasein (OvxC), tikus betina ovariektomi yang diberi
ransum dengan sumber protein tepung tahu (OvxH), tikus betina ovariektomi yang
diberi ransum dengan sumber protein tepung tempe (OvxT), dan tikus betina normal
diberi ransum dengan sumber protein kasein (NonOvx).

26

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang diperoleh
kemudian diolah dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
parameter yang diuji. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan, data yang
menunjukkan pengaruh nyata, selanjutnya diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil

(BNT).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Tahu dan Tepung Tempe
Hasil analisis tepung tahu dan tepung tempe menunjukkan adanya empat jenis
senyawa isoflavon yaitu, faktor-2, daidzein, glisitein, dan genistein (Tabel 5).
Kromatogram HPLC iso