Desain Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Pada Kawasan Konservasi Perairan Di Kabupaten Kepulauan Anambas

DESAIN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
BERKELANJUTAN PADA KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

LILLY APRILYA PREGIWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Desain Pengelolaan
Perikanan Tangkap Berkelanjutan Pada Kawasan Konservasi Perairan di
Kabupaten Kepulauan Anambas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Lilly Aprilya Pregiwati
NIM C462110094

RINGKASAN
LILLY APRILYA PREGIWATI. Desain Pengelolaan Perikanan Tangkap
Berkelanjutan Pada Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten Kepulauan
Anambas. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO,
ARIF SATRIA dan MULYONO S. BASKORO
Sebagian Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas telah ditetapkan menjadi
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) sejak tahun 2014 berdasarkan
KEPMEN No. 37 tahun 2014. Penetapan itu memberikan konsekuensi kepada
KKPN Kepulauan Anambas sebagai salah satu wilayah penangkapan yang terletak
di WPP 711 harus menjaga keberlanjutan baik keberlanjutan (1) kualitas habitat
dan sumberdaya ikan, (2) aktivitas dan nilai yang telah berkembang di masyarakat
lokal serta pendapatan dan mata pencaharian masyarakat serta (3) meningkatkan
kapasitas lokal baik ditingkat masyarakat maupun kelembagaan.
Permasalahan perikanan tangkap yang terjadi di KKPN Kepulauan Anambas
yaitu adanya gejala lebih tangkap yang ditandai dengan semakin meningkatnya

jumlah upaya penangkapan yang tidak dibarengi dengan produksi penangkapan,
ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil, dan lokasi penangkapan yang semakin
jauh hingga melebihi batas perairan kabupaten. Selain itu, permasalahan mengenai
rusaknya ekosistem akibat aktivitas penambangan karang dan penangkapan ikan
yang merusak pada beberapa tahun lalu. Dengan adanya pembentukan KKPN
Kepulauan Anambas, maka perlu diperhatikan bahwa pengelolaan perikanan
selanjutnya harus diatur berdasarkan zonasi agar pemanfaatan perikanan
memperhatikan keberlanjutan. Permasalahan tersebut menggambarkan bahwa
sangat minimnya upaya pengelolaan perikanan di KKPN Kepulauan Anambas
sehingga perlu diatur strategi pengelolaan dengan pendekatan ekosistem agar tetap
mempertahankan keberlanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis
aktifitas perikanan tangkap di KKPN Kepulauan Anambas, (2) menilai kinerja
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, (3) menentukan alokasi optimal unit
penangkapan ikan di KKPN Kepulauan Anambas, dan (4) merumuskan desain
pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Konservasi.
Jenis data yang diperoleh yaitu data sekunder dan data primer yang dilakukan
dengan observasi secara langsung di lapangan melalui hasil wawancara dan survei.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode in-depth interview, dimana
semua informasi penting tentang perikanan didapatkan dari informan yang
menguasai permasalahan perikanan tangkap. Analisis data yang digunakan yaitu,

analisis fungsi nilai untuk penentuan komoditas unggulan dan pemilihan teknologi
penangkapan, Model Linear Goal Programming untuk optimasi unit penangkapan,
Pendekatan EAFM untuk penilaian aktivitas penangkapan ikan, tools E-KKP3K
untuk penilaian kinerja pengelolaan KKPN Kepulauan Anambas dan metode
deskriptif untuk menyusun model pengelolaan perikanan tangkap.

Hasil penilaian kondisi pengelolaan perikanan dengan indikator pada EAFM
sebagai metode penilaian perikanan berbasis ekosistem didapatkan bahwa KKPN
Kepulauan Anambas termasuk dalam kategori baik. Sedangkan penilaian kinerja
pengelolaan dengan menggunakan E-KKP3K didapatkan bahwa status pengelolaan
yang telah dilakukan di KKPN Kepulauan Anambas berada pada katagori hijau
yang berarti pengelolaan KKPN Kepulauan Anambas masih minimum. Hasil
penilaian analisis fungsi nilai menyebutkan bahwa komoditas unggulan
sumberdaya perikanan di Anambas yaitu kerapu, cumi, tongkol, tenggiri, dan kuwe.
Pemilihan alat tangkap yang tepat sesuai aspek teknis, sosial, ekonomi, dan
lingkungan adalah menggunakan pancing ulur, kemudian berturut-turut pancing
tonda, bagan, dan terakhir bubu. Alokasi jumlah unit penangkapan optimum yang
digunakan dalam penangkapan komoditas unggulan yaitu 2371 untuk pancing ulur,
dan 70 untuk bagan, 2 pancing tonda dan 967 bubu.
Desain pengelolaan perikanan tangkap di KKPN Kabupaten Kepulauan

Anambas adalah: a) Pengelolaan SDI tangkap harus sesuai dengan daya dukung
sumber daya tersebut dalam hal ini potensi perikanan di KKPN Kabupaten
Kepulauan Anambas, b) Jumlah alat tangkap yang harus ada di KKPN Kepulauan
Anambas yaitu 2371 untuk pancing ulur, dan 70 untuk bagan, 2 pancing tonda dan
967 bubu, dan c) Semua pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam
pengambilan keputusan pengelolaan KKPN Kabupaten Kepulauan Anambas.
Dalam upaya implementasi desain pengelolaan perikanan tangkap di KPPN
Kabupaten Kepulauan Anambas diperlukan Desain kelembagaan pengelolaan
perikanan. Desain pengelolaan perikanan tangkap yang perlu diterapkan di KKPN
Kepulauan Anambas yaitu bagaimana kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap
dalam kawasan konservasi perairan yang telah diatur berdasarkan sistem zonasi.
Kelembagaan ini harus menyeimbangkan peran pemerintah daerah sebagai
pemegang kuasa atas wilayah perairan Kabupaten serta Satker Loka KKPN
Pekanbaru sebagai pemegang kuasa pengelolaan kawasan konservasi dengan
menyatukan persepsi mengenai pengelolaan perikanan. Adapun konsep hubungan
interaksi pengelola disusun berdasarkan pendekatan triple helix.
Kata Kunci: Desain, kawasan konservasi perairan, Kabupaten Kepulauan
Anambas, pengelolaan, perikanan tangkap.

SUMMARY

LILLY APRILYA PREGIWATI. Design of Sustainable Marine Fisheries
Management for Marine Protected Area in Anambas Island Regency Supervised by
BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO, ARIF SATRIA and
MULYONO S. BASKORO
Anambas Islands Regency has been established as National Marine
Conservation Area (KKPN) since 2014 through Marine and Fisheries Ministerial
Decree Number 53 year 2014. The Establishment of KKPN Kepulauan Anambas,
as one of fishing area located at FMA (Fisheries Management Area) 711, impacted
to its responsibility to maintain the sustainability of (1) fish resources and habitat
quality, (2) activities and local wisdom within the communities as well as their
income and livelihoods, and (3) enhance the local capacities of the community and
institutional.
The problems of capture fisheries at KKPN Kepulauan Anambas was
overfishing indication marked by the increasing of fishing effort not resulted to the
increase amount of fish catch, smaller sizes of fish catch, and the fishing site was
farther up beyond the region’s boundary. Moreover, problems also occurred to the
ecosystem due to coral mining activity and the impact of destructive fishing
practiced a few years ago. Since established as KKPN, the future fisheries
management in Anambas Islands should take into account its zoning system to
ensure the sustainability of its resources. The above problems illustrate the very

lack of effort of fisheries management in Anambas Islands, so that it needs to be
managed further using ecosystem approach to management. Objectives of this study
are: (1) Analyze capture fisheries activities in Anambas; (2) Assess the
performance of KKPN; (3) determine optimum allocation unit for fish captures in
KKPN Kepulauan Anambas; and (4) formulate fisheries management design in
conservation area.
Type of Data used consists of secondary and primary data, which were
collected through site observation using interviews and surveys. Data retrieval was
done by technical in-depth interview method, whereas all important fisheries
information obtained from key sources who mastered the problems in capture
fisheries. Method of data analysis applied in this study were value function analysis
to determine leading commodities priority and selection of suitable technology for
catching fish, Linear Goal Programming model for simulated optimum fishing unit,
EAFM approach to assess capture fisheries activities, E-KKP3K tools to assess
KKPN Kepulauan Anambas performance, and descriptive method to create a model
for fisheries capture management.
The results from EAFM method categorized KKPN Kepulauan Anambas as
good category, while E-KKP3K assessment categorized the management of KKPN
Kepulauan Anambas as green category which means that it is still in minimum
category. The value function analysis suggested grouper, squid, long-tail tuna,

narrow-fish and giant trevally as the leading commodities in Anambas. Hand line,
lift net, troll line and trap, were suggested as the selected method in Anambas to
maximize the result of capture fisheries based on technical, social, economic, and
environment aspects. The Total Allowance Catch (TAC) for each leading
commodity were 2371 for hand line, 70 for lift net, 2 for troll line, and 967 for trap.

KKPN Fisheries management design in Anambas Islands should as follows:
a) capture fisheries management must consistent with its carrying capacity, which
means fisheries potency of KKPN Kepulauan Anambas, b) Numbers of fishing
tools that allowed in KKPN Kepulauan Anambas should be 2371 for hand line, 70
for lift net, 2 for troll line, and 967 for trap, and c) all stakeholders should be
involved in decision making process of KKPN Kepulauan Anambas fisheries
management. An Institutional Design is needed to implement fisheries management
design in KKPN Kepulauan Anambas. Capture fisheries management design
applied in KKPN Kepulauan Anambas should follow with the marine conservation
institutional design that already incorporated with zoning system. The institutional
design developed has to be able to balance the roles between local government as
authority of the region marine areas and Center for KKPN Pekanbaru as the
authority for marine conservation area by harmonizing their perception of fisheries
management concept. Inter-relation concept between these authorities were

developed using triple helix approach.
Keywords : Design, fisheries management, marine fisheries, marine protected
area, Anambas Island Regency

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

DESAIN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
BERKELANJUTAN PADA KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

LILLY APRILYA PREGIWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr Mustaruddin, STP
Dr Ir Sugeng Budiharsono

Penguji pada Sidang Promosi:

Dr Mustaruddin, STP
Dr Ir Sugeng Budiharsono


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan dengan judul Desain
Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan pada Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Kepulauan Anambas.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang tinggi kepada:
1. Komisi pembimbing yang terdiri dari Dr Ir Budy Wiryawan, MSc (ketua), Dr Ir
Sugeng Hari Wisudo, MSi (anggota), Dr Arif Satria, SP, MSi (anggota) dan Prof
Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc (anggota) atas kesabaran, waktu dan sumbangan
pemikiran yang sangat berharga dalam mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan penulisan disertasi ini
2. Penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup dan sidang promosi yaitu
Dr Mustaruddin, STP dan Dr Ir Sugeng Budiharsono atas saran dan masukan
yang diberikan untuk perbaikan penulisan disertasi ini
3. Pemeritah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas, Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas, Satker Loka KKPN Kepulauan
Anambas serta pihak-pihak yang telah memberikan dukungan, masukan dan data
untuk melengkapi penyelesaian disertasi ini
4. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, suami dan putraputri tercinta serta pimpinan dan rekan-rekan sejawat/staf atas doa dan dukungan

dalam menyelesaikan disertasi ini
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan kemanfaatan bagi pengembangan
pengelolaan perikanan di kawasan konservasi perairan Anambas pada khususnya
dan pengelolaan perikanan Indonesia pada umumnya

Bogor, September 2016
Lilly Aprilya Pregiwati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Berpikir
Kebaharuan (Novelty)
Metode Penelitian

1
1
4
6
6
6
11
11

2 KONDISI UMUM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN KABUPATEN
KEPULAUAN ANAMBAS
17
Letak Geografis Wilayah Penelitian
17
Kondisi Perikanan Tangkap
17
Kondisi Kawasan Konservasi Perairan
23
Kondisi Pengelolaan Kawasan Konservasi
25
3 PENILAIAN AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN DI KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

28
28
29
34
41

4 KINERJA PENGELOLAAN PERIKANAN DI KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
42
Pendahuluan
42
Metode Penelitian
43
Hasil dan Pembahasan
45
Simpulan
52
5 OPTIMASI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN NASIONAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
53
Pendahuluan
53
Metode Penelitian
54
Hasil Pembahasan
57
Simpulan
70
6 DESAIN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Pendahuluan

71
71

Metode Penelitian
Hasil Dan Pembahasan
Simpulan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

72
72
97
98
98
99

DAFTAR PUSTAKA

100

LAMPIRAN

106

RIWAYAT HIDUP

134

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Analisis data yang digunakan dalam pengolahan data
14
Perkembangan jumlah dan struktur armada penangkapan ikan di Kabupaten
Kepulauan Anambas selama periode tahun 2010-2014
18
Jumlah Armada tangkap pompong pada tahun 2014
18
Perkembangan alat tangkap ikan di Kabupaten Kepulauan Anambas selama
periode tahun 2010-2015
19
Musim penangkapan berdasarkan jenis ikan di Kabupaten Kepulauan
Anambas
21
Tutupan lamun (%) pada beberapa lokasi di Kepulauan Anambas
24
Lokasi hutan mangrove di Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan hasil
identifikasi
25
Kriteria dan bobot indikator penilaian EAFM
30
Model bendera
34
Hasil penilaian domain sumberdaya ikan
36
Hasil penilaian domain ekosistem dan habitat
37
Hasil penilaian domain teknologi penangkapan ikan
38
Hasil penilaian domain sosial
38
Hasil penilaian domain ekonomi
39
Hasil penilaian domain kelembagaan
40
Indeks hasil agregat indikator EAFM pada setiap domain
40
Kriteria pertanyaan dalam alat ukur status pengelolaan kawasan
menggunakan E-KKP3K
44
Status kinerja pengelolaan Kawasan Konservasai Perairan (KKP)
47
Ringkasan hasil analisis status efektivitas pengelolaan KKPN Kepulauan
Anambas
48
Jumlah pertnyaan peringkat Biru yang jawabannya Tidak
49
Jumlah pertanyaan pada peringkat Emas yang jawabannya Tidak
51
Matriks analisis nilai fungsi dalam pemilihan komoditas unggulan
58
Hasil penilaian untuk aspek teknis penangkapan komoditas unggulan
61
Kriteria dan penilaian aspek sosial penangkapan komoditas unggulan
62
Kriteria dan penilaian aspek ekonomi penangkapan komoditas unggulan 62
Kriteria penilaian aspek lingkungan penangkapan komoditas unggulan 63
Total hasil penilaian aspek teknis, sosial, ekonomi, dan lingkungan
63
Jumlah produksi dari jenis ikan unggulan
65
Nilai potensi perikanan di Kepulauan Anambas berdasarkan kajian
Komnaskajiskan dan kajian SEAFDEC
66
Potensi dan jumlah JTB komoditas unggulan
66
Hasil Optimasi alat tangkap dengan alat tangkap eksisting
69
Matriks strategi pengelolaan perikanan tangkap di kawasan konservasi
perairan Anambas
90

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir Penelitian
2 Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles 2001)

8
9

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Spektrum ko-manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Pomeroy dan
Rivera 2005)
10
Lokasi Penelitian di Kabupaten Kepulauan Anambas
12
Indeks musim penangkapan ikan di Kabupaten Kepulauan Anambas
22
Struktur Satker Loka KKP Kabupaten Kepulauan Anambas
26
Contoh penentuan peringkat pengelolaan kawasan konservasi perairan EKKP3K (KKP 2012)
45
Tren produksi komoditas unggulan di Kabupaten Kepulauan Anambas 60
Kobe plot rencana strategi pengelolaan perikanan di KKPN Kepulauan
Anambas
73
Triple helix dalam pengelolaan KKPN Kepulauan Anambas
86
Desain kelembagaan pengelolaan KKPN Kepulauan Anambas
87
Desain pengelolaan perikanan di KKPN Kepulauan Anambas
89
Kapal pompong yang digunakan nelayan
107
Kapal jukung yang digunakan nelayan
107

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Gambar armada kapal yang digunakan nelayan Kabupaten Kepluauan
Anambas
107
Kegiatan diskusi dengan stakeholders
108
Rumus pengolahan Lindo
109
Hasil pengolahan Lindo
110
Penilaian aktivitas penangkapan menggunakan EAFM
112
Matriks penilaian status pengelolaan menggunakan E-KKP3K
119

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa
lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan
pembangunan Indonesia di masa mendatang. Kawasan ini menyediakan
sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun, hutan
mangrove, perikanan, dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberikan
jasa lingkungan yang besar karena keindahan alamnya dapat menggerakkan industri
pariwisata bahari (Fauzi dan Anna 2005).
Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2008. Kabupaten
Kepulauan Anambas dan laut sekitarnya terletak di Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) 711 termasuk dalam perairan Laut Cina Selatan yang secara geografis
sebagai jalur pelayaran internasional. Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki
255 pulau dan 5 diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti
Singapura dan Malaysia. Dengan luasan laut 98% daripada daratannya, mata
pencaharian utama masyarakat adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Secara umum potensi perikanan di WPP 711 masih tergolong sangat tinggi.
Tahun 2013, tercatat 10,93% atau sebesar 623,937 ton dari total produksi perikanan
di Indonesia berasal dari WPP 711 (DJPT-KKP 2014). Sedangkan total potensi
perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan DKP Kepri (2013)
mencapai 88.792,20 ton/tahun. Sebagaimana yang tertera dalam KEPMEN KP
Nomor 53 tahun 2014, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki potensi
sumberdaya alam laut yang sangat tinggi berupa ekosistem terumbu karang, dan
keanekaragaman jenis biota laut, disamping keindahan wisata bahari serta sebagai
tempat pemijahan beberapa spesies yang dilindungi seperti penyu sisik dan ikan
napoleon. Luas terumbu karang teridentifikasi seluas 3.705,84 hektar dengan
tutupan karang hidup antara 6% hingga 80%, luas padang lamun sebesar 62,77
hektar, dan luas hutan mangrove 766,32 hektar yang terdiri atas 122,86 hektar
dengan kerapatan tinggi, 493,04 hektar dengan kerapatan sedang dan 150,42 hektar
dengan kerapatan rendah.
Perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat menjadi
penggerak ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil. Pengelolaan sumberdaya
perikanan yang baik dan tepat akan memberikan kontribusi ekonomi dan sosial
yang besar seperti pengembangan sektor perikanan, penciptaan lapangan pekerjaan,
pengurangan kemiskinan, serta pemenuhan kebutuhan protein ikan secara
berkesinambungan (KKP dan JICA 2009). FAO (2007) menyebutkan bahwa
penduduk dunia mengkonsumsi ikan sebanyak 16,60 kg/kapita/tahun. Di Indonesia
sendiri 4,6 juta orang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya laut. Hal ini
menunjukkan betapa tingginya tingkat konsumsi ikan dunia dan tingginya

2
ketergantungan manusia Indonesia terhadap sumberdaya laut. Ekosistem laut selain
sebagai sumber makanan dan pendapatan juga sebagai regulator iklim dan cuaca.
Ketergantungan ini seyogyanya mendorong komitmen politik untuk
mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan sejalan dengan world
summit on sustainable development dalam mengembangkan sistem global jaringan
KKP. Setidaknya pembentukan KKP akan berkontribusi dalam pembangunan
berkelanjutan untuk menjaga ekosistem (ecological), mengelola konflik dalam
pemanfaatan sumberdaya (social), dan memfasilitasi pemanfaatan sumberdaya
secara efektif (economical). Hal ini selaras dengan kategori utama tujuan perikanan
yakni aspek biologi, ekonomi, sosial, dan politik (Hilborn 2007).
KKP merupakan salah satu instrumen keberlanjutan ekosistem dengan
tujuan antara lain untuk konservasi biodiversitas dan habitat, pengelolaan perikanan
dan sebagai basis data secara ilmiah, serta mengarah pada berbagai tujuan
pengelolaan pesisir dan laut dengan pendekatan basis ekosistem. Pada sisi
masyarakat lokal, KKP sebagai instrumen untuk mempertahankan pola pengelolaan
lokal dan peluang untuk upaya konservasi, pengembalian dan perlindungan
biodiversitas guna kelangsungan mata pencaharian mereka. Hal tersebut produktif
jika dibarengi dengan dukungan terhadap hak masyarakat lokal yang
diimplikasikan dalam partisipatori pada manajemen dan basis masyarakat yang
merupakan cikal bakal dari ko-manajemen.
Isu pembentukan KKP adalah tetap terjaganya keberlanjutan hak akses dan
pemanfaatan oleh masyarakat lokal untuk keberlanjutan sumberdaya dan ekonomi
dengan tetap mengembalikan manfaat ekonomi dan sosial-budaya kepada mereka,
dukungan terhadap inisiasi masyarakat lokal dalam pengelolaan dan konservasi,
dan prinsip pengelolaan basis masyarakat. Dengan kata lain, KKP merupakan
upaya pengelolaan perikanan yang telah ada untuk lebih baik dengan salah satu
tujuannya adalah mengurangi resiko eksploitasi berlebih (McGillard 2011). Hal
utama yang penting menurut Hilmi (2012) adalah menjaga ketahanan dan proteksi
terhadap kekayaan biodiversitas yang akan bermanfaat bagi masyarakat baik lokal,
nasional maupun global, mengingat seperlima terumbu karang dunia berada di
indonesia yakni sekitar 51.020 km2 (Glaser et al. 2012).
Sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas baru ditetapkan menjadi
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) pada tahun 2014 melalui
KEPMEN Nomor 37 tahun 2014 dengan total luasan 1.262.686,2 ha. Sebagai
kawasan konservasi, KKPN Kepulauan Anambas merupakan sebuah kawasan
perlindungan laut yang dikelola berdasarkan prinsip konservasi dengan azas
pemanfaatan sumberdaya perikanan terbatas karena diatur dalam beberapa kluster
zona yang telah ditetapkan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap kegiatan
perikanan harus sesuai dengan aturan zonasi yang telah ditetapkan. Zona Perikanan
tangkap berkelanjutan merupakan suau sub zona yang diatur dalam pembentukan
KKPN Kepulauan Anambas. Sub zona inti merupakan kawasan dimana kegiatan
perikanan tangkap hanya dapat beroperasi di daerah tersebut. Berdasarkan Kepmen

3
KP No 53 tahun 2014 total luasan subzona perikanan tangkap berkelanjutan yang
ada di KKPN Kepulauan Anambas mencapa 1.222.498,99 ha atau sekitar 96,82%
dari total luas KKPN Kepulauan Anambas atau sekitar 0,26% dari total luas
perairan Kabupaten Kepulauan Anambas yang mencapai 4.602.927 ha.
Sumberdaya perikanan di perairan Kabupaten Kepulauan Anamabas tidak
akan luput dari ancaman kerusakan baik ancaman antropogenik maupun alami,
yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan stok sumberdaya ikan. Hasil
pengamatan studi sebelumnya menunjukkan bahwa ancaman kerusakan yang
bersifat antropogenik marak terjadi. Kondisi Kabupaten Kepulauan Anambas yang
strategis menyebabkan wilayah perairan Anambas sering menjadi kawasan praktek
illegal fishing dari negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Singapura, dan
Thailand. Hal ini menyebabkan kerusakan ekosistem perairan yang akan
mengancam dan dapat memprediksi pendapatan Indonesia dari sektor perikanan
tangkap akan menurun drastis karena eksploitasi berlebihan dari berbagai stok ikan
(WWF 2008). Selain itu kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat
tangkap desktruktif seperti bom dan potas serta penambangan karang dan mangrove
masih terjadi.
Peluang terjadinya kerusakan habitat dan ekosistem serta peningkatan over
fishing sumberdaya sangat besar karena sejauh ini belum tersedia sistem serta
model pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan lestari untuk suatu
kawasan konservasi. Sementara itu, kawasan konservasi merupakan kawasan yang
telah ditetapkan berdasarkan zonasi, dimana aktivitas penangkapan ikan hanya
berlaku di zona kawasan konservasi berkelanjutan. Pembagian zonasi ini tentunya
akan banyak menimbulkan permasalahan jika tidak diatur oleh sistem dan model
pengelolaan yang tepat, mengingat sebagian besar masyarakat Kabupaten
Kepulauan Anambas memiliki profesi sebagai nelayan.
Oleh karena itu, perlu perencanaan dalam pengelolaan perikanan tangkap
yang berada dalam wilayah kawasan konservasi perairan. Pendekatan kawasan
dalam pengelolaan perikanan memprakarsai sejumlah pemanfaatan berdasarkan
pembatasan penangkapan dalam wilayah dan waktu yang menghubungkan daerah
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan daerah yang tidak boleh diambil hingga
pembatasan alat tangkap tunggal baik secara sementara maupun permanen
(Pipitone 2012). Adapun tujuan pengelolaan sumberdaya ikan sendiri adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan dan sekaligus untuk
menjaga kelestarian sumberdaya ikan (SDI) dan lingkungannya (Lembaga Negara
Republik Indonesia 2004). Pengelolaan ini harus direncanakan sedemikian
mungkin agar tidak terjadi benturan kepentingan sehingga dapat menimbulkan
sebuah konflik dalam pengelolaan.
Penelitian dalam pengelolaan perikanan sebenarnya sudah banyak
dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu Wiadnya et al. (2005) yang mengkaji
mengenai kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia: menuju kawasan
perlindungan laut. Dikemukakan bahwa perilaku manusia dalam mengeksploitasi

4
sumberdaya perikanan turut memengaruhi jumlah stok ikan di laut. Laju
pertumbuhan populasi ikan akan terus meningkat dan menurun setelah mencapai
titik optimum sedangkan perilaku manusia dalam mengekstraksi perikanan akan
terus meningkat, selama pelaku usaha masih melihat adanya keuntungan dari
kegiatan penangkapan ikan. Pada akhirnya akan terjadi inefisiensi ekonomi karena
pelaku usaha tidak mendapatkan keuntungan optimum dari kegiatan ekstraksi
sumberdaya perikanan.
Hamdan (2007) dalam penelitiannya tentang analisis kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap berkelanjutan di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa
kondisi perikanan tangkap di kabupaten tersebut kurang berkelanjutan, ditinjau
dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, etika maupun kelembagaan.
Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: tekanan terhadap lahan
mangrove, besarnya subsidi, rendahnya tingkat pendidikan, mitigasi habitat dan
transparansi merupakan faktor pengungkit utama. Alat tangkap seperti purse seine,
gillnet, lampara, jaring klitik, pancing, sero, pukat pantai dan dogol yang
dioperasikan di kabupaten ini juga, sudah dalam kondisi overcapacity.
Penelitian di Desa Teluk, Kabupaten Pandeglang oleh Priyatna et al. (2005)
menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sangat berpengaruh terhadap dasar
pengambilan keputusan dalam bertindak dan berimplikasi terhadap model
pengelolaan sumberdaya perikanan. Masyarakat tidak mengenal sistem hak
kepemilikan sumberdaya perikanan (SDP), didasarkan persepsi bahwa semua
orang berhak memanfaatkan SDP karena laut merupakan milik Allah. Masyarakat
juga tidak berkewajiban melakukan upaya konservasi karena anggapan “ikan tidak
akan habis” dan pertimbangan rasional jangka pendek untuk kepentingan ekonomi.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa konsepsi non-property right system
berimplikasi terhadap pengelolaan SDP secara open access.
Penelitian mengenai pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Pulau-pulau
Kecil dengan kasus kecamatan Siau Timur Selatan Kabupaten Sitaro oleh Bawalo
(2015) menjelaskan bahwa masih begitu banyak kendala dalam pengelolaan
perikanan di kawasan pulau-pulau kecil terutama mengenai permasalahan
penangkapan ikan secara ilegal serta ketersediaan infrastruktur yang kurang
memadai. Adanya peristiwa perubahan harga ikan per musim juga mempengaruhi
dalam upaya pengelolaan di samping harus ada pemberdayaan masyarakat nelayan
dan penguatan kelembagaan
Perumusan Masalah
Sejak sebelum terbentuk hingga menjadi kabupaten pada tahun 2008, banyak
terjadi aktivitas penangkapan ikan atau lainnya di Kabupaten Kepulauan Anambas
yang merusak kondisi ekosistem perairan. Masalah mengenai ekosistem yang
terjadi yaitu masih banyaknya aktivitas penambangan karang serta illegal fishing.
Selain itu, walaupun telah berhenti, pengaruh penggunaan alat tangkap yang tidak

5
ramah lingkungan pada beberapa tahun silam sangat berdampak besar terhadap
kondisi perikanan sekarang. Imbas tersebut diindikasikan dari kondisi terumbu
karang di beberapa tempat di KKPN Kepulauan Anambas yang buruk seperti pada
laporan Corservation International Indonesia (2011) yang menyatakan bahwa
persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) di KKPN
Kepulauan Anambas berkisar antara 20 – 62% dengan rata-rata 45,2%. Dari hasil
persentase tersebut menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang berkisar antara
buruk hingga bagus dengan rata-rata kondisi sedang. Pet-soede dan Erdmann
(1988) menjelaskan bahwa penggunaan bahan peledak dan racun sianida di
Indonesia tidak hanya terjadi di perairan bebas, tetapi juga merambah dan
menghancurkan sebagian besar terumbu karang di kawasan konservasi.
Selain masalah ekosistem, masalah lain yang muncul adalah gejala terjadinya
penangkapan berlebih (overfishing). Gejala ini dapat dilihat dari peningkatan upaya
penangkapan ikan (dengan indikator jumlah alat tangkap) yang tidak dibarengi
dengan kenaikan produksi sesuai penambahan upaya penangkapan ikan untuk
beberapa komoditas tertentu (Santoso 2015). Di sisi lain, sebagian besar masyarakat
Anambas menggantungkan hidupnya menjadi nelayan, dimana jumlah nelayan
terus meningkat setiap tahunnya namun jumlah tangkapan nelayan semakin
menurun, ukuran tangkapan untuk beberapa ikan tertentu semakin menurun dan
masyarakat menjadi semakin jauh untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
Selain itu, beberapa fasilitas sarana prasarana yang telah tersedia seperti pelabuhan
pendaratan dan tempat pelelangan ikan (TPI), tidak digunakan nelayan karena
dianggap tidak dapat memudahkan dalam melakukan aktivitasnya.
Permasalahan tersebut menggambarkan bahwa sangat minimnya upaya
pengelolaan perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Partisipasi masyarakat
lokal terbatas pada saat implementasi dan belum jelas porsi antara pemangku
kepentingan di sisi pemerintah dan non pemerintah sehingga agenda dan target
KKP tidak tepat. Keterbatasan masyarakat tersebut dimungkinkan karena
keterbatasan kapasitas masyarakat untuk dapat menjadi representatif dan terlibat
dalam proses manajemen pengelolaan.
Sementara itu, sejak tahun 2014 sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan
Anambas telah ditetapkan menjadi sebuah Kawasan Konservasi Perairan Nasional
(KKPN) yang tergolong dalam kategori Taman Wisata Perairan (TWP). Sementara
Kawasan Konservasi Perairan yang telah ditetapkan kemudian dikelola berdasarkan
asas zonasi. Mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 tahun
2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, zonasi
dapat diartikan sebagai suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya
dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam
ekosistem. Hal ini menegaskan bahwa di suatu kawasan konservasi tidak semua
wilayah perairan dapat dimanfaatkan secara leluasa oleh pelaku perikanan, ada
batas-batas daerah tertentu yang tidak boleh dilakukan aktivitas perikanan, baik

6
penangkapan ataupun budidaya perikanan. Sedangkan dalam kegiatan perikanan,
diharapkan kegiatan pemanfaatan perikanan dapat dilakukan semaksimal mungkin
untuk memberikan keuntungan yang maksimal bagi para nelayan, mengingat
sebagian besar masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki profesi
sebagai nelayan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan perikanan yang sifatnya
komprehensif untuk menyatukan tujuan yang berbeda dari kondisi yang ada di
Kabupaten Kepulauan Anambas. Bagaimana melakukan pengelolaan perikanan
dengan tujuan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada di suatu Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang telah dibatasi oleh zonasi dalam
pengelolaannya.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menyusun desain pengelolaan
perikanan tangkap yang berkelanjutan di wilayah kawasan konservasi perairan
Kabupaten Kepulauan Anambas. Tujuan tersebut dijabarkan dalam tujuan khusus
yakni:
1) Menilai aktifitas perikanan tangkap di KKPN Kepulauan Anambas dengan
EAFM;
2) Menilai Kinerja Pengelolaan Kawasan Konsevasi Perairan dengan E-KKP3K;
3) Menentukan alokasi optimal unit penangkapan ikan di KKPN Kepulauan
Anambas; dan
4) Merumuskan desain pengelolaan perikanan tangkap di Kawasan Konservasi.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
1. Sebagai bahan acuan bagi para pemanfaat sumberdaya mengenai status sumber
daya perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Anambas; dan
2. Sebagai bahan informasi dan acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam
perencanaan zonasi dan menetapkan rencana pengelolaan serta kondisi
kapasitas masyarakat di kawasan perairan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
3. Sebagai contoh atau template model pengelolaan berkelanjutan untuk wilayah
yang ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan atau sejenisnya
Kerangka Berpikir
Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai salah satu wilayah di Provinsi
Kepulauan Riau dikaruniai dengan ekosistem perairan tropis memiliki karakterstik
dinamika sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan, yang
tinggi. Keragaman sumberdaya ikan ini menuntut adanya komitmen dan kearifan

7
dalam pengelolaannya. Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban
seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 31/2004 yang ditegaskan
kembali pada perubahannya yaitu Undang- Undang No 45/2009. Secara alamiah,
pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak
terpisahkan satu sama lain yaitu (1) dimensi sumberdaya perikanan dan
ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan
sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri.
Sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas telah ditetapkan sebagai
Kawasan Konservasi Perairan Nasional melalui KEPMEN Nomor 37 tahun 2014.
Konsekuensi tersebut berupa pengelolaan yang terbatas terhadap zona-zona tertentu
serta pemanfaatan yang sesuai dengan tujuan ditetapkannya suatu wilayah menjadi
KKPN. Pengelolaan dan pemanfaatan tersebut harusnya dapat diatur dengan baik
untuk mencegah berbagai macam konflik yang telah terjadi ataupun yang akan
terjadi sebelum dan sesudah ditetapkannya Kabupaten Kepulauan Anambas
menjadi Kawasan Konservasi Perairan.
Kendati telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan nasional,
berbagai studi terkini menunjukkan bahwa kondisi pengelolaan perikanan di
Kepulauan Anambas sangat memprihatinkan. Fenomena overfishing dan dampak
yang tidak diharapkan dari penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Hal
ini berdampak langsung terhadap implikasi sosial-ekonomi dan ketahanan pangan
masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas. Tingginya
dinamika sumberdaya ikan ini tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem diwilayah
Kabupaten Kepulauan Anambas yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem
tropis. Oleh sebab itu diperlukan desain pengelolaan sumberdaya perikanan di
Kabupaten Kepulauan Anambas yang lebih komprehensif sesuai dengan
karakteristik kawasan konservasi. Hal ini dimaksudkan agar kawasan konservasi
perairan nasional Kabupaten Kepulauan Anambas benar-benar dapat sinergis
dengan aktivitas ekonomi masyarakat nelayan. Secara grafis kerangka pikir
penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

8

Gambar 1 Kerangka pikir Penelitian
Prinsip konservasi dan perikanan berkelanjutan akan menerapkan
pengelolaan kawasan konservasi dengan zonasi secara kolaboratif melalui
pendekatan adaptif, penerapaan budaya lokal, dan keberlanjutan produktivitas
perikanan dan pelestarian pemanfaatannya. Di sisi lain diperlukan pula dukungan
masyarakat lokal dan integrasi pengetahuan dalam kerangka otonomi daerah
(Bruckmeier and Larsen 2008).
Menurut Charles (2001) konsep pembangunan perikanan berkelanjutan
mengandung empat aspek keberlanjutan yaitu :
1. Keberlanjutan ekologi: memelihara keberlanjutan stok/biomass perikanan
sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan
kualitas ekosistem yang menjadi perhatian utamanya.
2. Keberlanjutan sosioekonomi: memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan
pelaku perikanan pada tingkat individu. Mempertahankan atau mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan perhatian
keberlanjutan.
3. Keberlanjutan komunitas: keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau
masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan yang
berkelanjutan.

9
4.

Keberlanjutan kelembagaan: menyangkut pemeliharaan aspek finansial dan
administrasi yang sehat dalam sistem pengelolaan sebagai prasyarat dari ketiga
pembangunan perikanan.
Implementasi konsep di atas harus mempertimbangkan kondisi wilayah pesisir
yang ada hakekatnya penggerak utama kemajuan perekonomian di wilayah pesisir
ditentukan oleh lima faktor yaitu ketersediaan sumberdaya manusia, ketersediaan
sumberdaya alam, tingkat penggunaan teknologi, kekuatan institusi/kelembagaan;
dan kebijakan politik.

Gambar 2 Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles 2001)
Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga
dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu (1) dimensi sumberdaya
perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan
untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan
itu sendiri (Charles 2001).
Salah satu penerapan dari pengelolaan perikanan yaitu sistem ko-manajemen.
Ko-manajemen perikanan dapat diartikan sebagai pembagian atau pendistribusian
tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam
mengelola sumberdaya perikanan (Pomeroy dan Rivera 2005). Tujuan utama komanajemen adalah pengelolaan perikanan yang lebih tepat, lebih efisien, serta lebih
adil dan merata. Berdasarkan definisi ini maka pemerintah dan masyarakat
bertanggung jawab bersama-sama dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan
perikanan. Ko-manajemen juga menyiratkan bahwa kerjasama antar pemerintah
dan masyarakat merupakan inti ko-manajemen.

10
Pomeroy and Rivera (2005) menyatakan terdapat 5 (lima) tipe besar komanajemen menurut peran dari pemerintah dan pelaku perikanan, yaitu: (1)
Instruktif. Tipe ini terjadi ketika terdapat komunikasi dan tukar informasi yang
minimal antara pemerintah dan pelaku perikanan. Tipe ini berbeda dengan rejim
sentralisasi dalam hal dimana terdapat mekanisme dialog antara pemerintah dan
pelaku perikanan namun tetap dalam konteks instruksi informasi dari apa yang telah
diputuskan oleh pemerintah, (2) Konsultatif. Terdapat mekanisme dialog antara
pemerintah dan pelaku perikanan tetapi pengambilan keputusan masih dilakukan
oleh pemerintah, (3) Kooperatif. Dalam level ini, pemerintah dan pelaku perikanan
bekerja sama dalam mengambil keputusan sebagai partner yang memiliki posisi
tawar yang sama (equal partner), (4) Advisori. Dalam kerangka ini, pelaku
perikanan memberikan input bagi pengambil keputusan tentang perikanan
kemudian pemerintah menetapkan keputusan tersebut, (5) Informatif. Pemerintah
mendelegasikan pengambilan keputusan kepada pelaku perikanan untuk kemudian
diinformasikan kembali kepada pemerintah. Secara jelas konsep ko-manajemen
dalam pengelolaan sumberdaya ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Spektrum ko-manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan
(Pomeroy dan Rivera 2005)
Namun, penerapan ko-manajemen tidak cocok untuk dilaksanakan di daerah
seperti Kabupaten Kepulauan Anambas. Hal itu disebabkan karena kondisi
masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas yang masih belum siap dalam
penerapannya. Sehingga perlu satu komponen penguat dalam pengelolaan
perikanan di Kawasan Konservasi Kabupaten Kepulauan Anambas dengan
pendekatan Triple helix. Pendekatan Triple helix merupakan konsep yang
dikembangkan oleh Leydesdorff dan Etzkowitz pada tahun 1996 yang merupakan
interaksi antara masyarakat, industri dan pemerintah dalam meningkatkan daya
saing ekonomi suatu negara. Dengan adanya triple helix diharapkan adanya
transpormasi ilmu dan teknologi terhadap daya saing ekonomi melalui manajemen
inovasi. Penerapan pendekatan Triple helix sebagai masyarakat sebagai fakor kunci
karena diharapkan setiap pengelolaan perikanan harus bertumpu pada masyarakat

11
sesuai teori people centered development oleh (Karten 1984). Karten (1984)
menjelaskan bahwa pendekatan dalam kegiatan pembangunan yang berorientasi
pada masyarakat (people oriented) harus diubah dengan pendekatan pembangunan
yang berpusat pada masyarakat (people centered development) artinya usaha
pembangunan yang berlangsung dalam masyarakat dengan pendekatan
pembangunan berorientasi pada masyarakat sebagai potret sentral pembangunan
dengan berbagai dimensinya.
Kebaharuan (Novelty)
Kebaharuan dari penelitian ini adalah adanya konsep pengelolaan perikanan
tangkap berkelanjutan untuk suatu kawasan konservasi dengan pendekatan teori
Triple Helix
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di perairan KKPN Kepulauan Anambas yang
mencakup tujuh Kecamatan yaitu, Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Tengah,
Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Palmatak,
Kecamatan Jemaja, dan Kecamatan Jemaja Timur (Gambar 4).
Waktu penelitian dibagi menjadi dua periode waktu yaitu: waktu pertama
adalah periode survei awal sekaligus dilakukan pengumpulan data sekunder di
lokasi penelitian dan instansi terkait pada bulan Desember 2013 dan waktu kedua
yaitu pengambilan data lapang mencakup data wawancara kepada semua
stakeholder perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas dan update data sekunder
pada bulan Maret – April 2015.

12

Gambar 4 Lokasi Penelitian di Kabupaten Kepulauan Anambas

13
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari pengambilan data langsung di lapangan
mengenai kondisi biofisik perairan, kondisi sosial ekonomi perikanan, dan
status kelembagaan di KKPN Kepulauan Anambas. Perolehan data primer
dilakukan dengan wawancara langsung terhadap masyarakat dan berbagai
pihak yang terkait.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari berbagai data yang telah tersedia di instansi
terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas,
BAPPEDA Kepulauan Anambas, LKKPN Kepulauan Anambas yang meliputi
data produksi perikanan, data jumlah alat tangkap dan armada kapal, data
luasan kawasan konservasi, dan data ekosistem perairan yang meliputi data
kondisi ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
wawancara dan pengamatan (observasi) langsung. Sedangkan pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan studi literatur/dokumentasi.
Interview atau wawancara, digunakan dengan cara tanya jawab secara
langsung dengan responden mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan
penelitian. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan
(Narbuko dan Achmadi 2005). Pada penelitian ini metode wawancara yang
digunakan dalam menggali data primer yaitu dengan teknik wawancara mendalam
(in-depth interview), dimana semua informasi penting mengenai perikanan
didapatkan dari informan kunci yang menguasai masalah mengenai perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Anambas. Taylor dan Bogdan (1998)
mendefinisikan bahwa in-depth interview merupakan wawancara antar seorang
pewawancara dengan seorang informan yang dilakukan berulang-ulang yang
bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai perspektif informan terhadap
kondisi kehidupannya, pengalaman-pengalaman serta situasi yang dihadapi.
Jumlah informan tidak ditentukan karena pada teknik in-depth interview jumlah
informan adalah sesuai dengan kebutuhan data.
Studi literatur/dokumentasi yang dimaksudkan disini yaitu proses
pengumpulan dan pengkajian infomasi yang telah tersedia seperti buku/literature,
informasi di internet, laporan tahunan, serta data yang dibutuhkan dan telah tersedia
di instansi/dinas terkait. Adapun Dinas yang menjadi tujuan studi literature yaitu
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA), BMKG, dan Satker Loka KKPN Kepulauan Anambas.

14
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Indeks Musim
Penangkapan menggunakan Analisis Indeks Penangkapan, penilaian aktivitas
penangkapan ikan menggunakan EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries
Management), penilaian kinerja pengelolaan menggunakan E-KKP3K (Evaluasi
Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil), Pemilihan komoditas unggulan dan teknologi penangkapan ikan
menggunakan metode scoring, optimasi unit penangkapan menggunakan Model
Linear Goal Programming dan perumusan desain pengelolaan dengan metode
deskriptif.. Analisis data yang digunakan berdasarkan tujuan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis data yang digunakan dalam pengolahan data
Jenis Data Yang
Sumber Data
Teknik Analisis Data
Dikumpulkan
Musim
 Nelayan,
Dinas Indeks
Analisis
Indeks Data Produksi per bulan,
Penangkapan
Kelautan
dan
Perikanan
Musim Penangkapan Data jumlah alat tangkap
dan informasi mengenai
musim penangkapan
Tujuan

Menganalisis aktifitas
perikanan tangkap di
KKPN
Kepulauan
Anambas

Menilai
Kinerja
Pengelolaan Kawasan
Konservasi Peraian

Menentukan alokasi
optimal
unit
penangkapan ikan

Merumuskan desain
pengelolaan
perikanan tangkap di
Kawasan Konservasi

Data mengenai ekosistem  Data sekunder dari
Dinas Perikanan dan
perairan,
penangkapan
Kelautan, Satker Loka
ikan, kondisi ekonomi,
KKPN
Kepulauan
kondisi sosial masyarakat
Anambas,
Dinas
dan kondisi kelembagaan
lingkungan
hidup,
di KKPN Kepulauan
Bappeda.
Anambas.
 Data
primer
hasil
wawancara
dengan
nelayan dan stakeholder
terkait
Kondisi
administrasi Hasil wawancara dengan
mengenai
pengelolaan stakeholder Satker Loka
perikanan
berdasarkan KKPN
Kepulauan
aspek biofisik, ekonomi
Anambas
dan sosial budaya, tata
kelola, pendanaan, dan
pelembagaan.
Data mengenai kondisi  Data sekunder (DKP
Anambas dan Satker
perikanan tangkap
Loka KKPN Kepulauan
Anambas)
 Data primer (hasil
wawancara dengan
nelayan).

Pendekatan
EAFM
(Ecosystem Approach to
Fisheries Management)

EKKP3K
(Evaluasi
Efektivitas Pengelolaan
Kawasan
Konservasi
Perairan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil)

Metode Skoring dan
Model Linear Goal
Programming

Analisis
Metode
Deskriptif berdasarkan
Teori
Triple
Helix
System

15
Selain analisis tersebut untuk mengetahui pola musim penangkapan ikan di
lokasi penelitian, maka dibutuhkan pola musim yang akurat. Penghitungan pola
musim dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan (catch) dan upaya
(effort) per bulan. Untuk mencari pola musim penangkapan digunakan data CPUE
bulanan, namun karena data CPUE yang dihasilkan dari lapangan memiliki peluang
yang tidak sama besar dengan distribusi normal maka metode rata-rata bergerak
(moving average) digunakan agar data yang diperoleh mendekati data sebenarnya.
Pola musim penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan analisis deret waktu
terhadap hasil penangkapan. Dajan (1998) telah menghitung dengan langkahlangkah berikut:
1.
Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG)



2.

+



=

=−

Keterangan :
RGi
: Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i;
CPUEi
: CPUE urutan ke-i; dan
i
: 7, 8, … …, n-5
Menyususn rata-rata bergerak secara terpusat
=

∑�

� � =

3.

=

Keterangan :
RGPi
: Rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i;
RGi
: Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i; dan
i
: 7, 8, … …, n-5
Rasio rata-rata tiap bulan


4.



=


� �

Keterangan :
Rbi
: Rasio rata-rata bulan urutan ke-i;
CPUEi
: CPUE urutan ke-i;
RGPi
: Rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i; dan
i
: 7, 8, … …, n-5
Menyususn rasio rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun
setiap bulan dimulai daru bulan Juli-Juni. Selanjutnya menilai total rasio ratarata tiap bulan, kemudian menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan
dan pola musim penangkapan.

16
i.

Rasio rata-rata untuk bulan ke-I (RBBi) :


ii.

=

∑�
=

Keterangan :
RBBi
: Rata-rata dari Rbij untuk bulan ke-i;
RBij
: Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j;
i
: 1, 2, … …, 12; dan
j
: 1, 2, 3, … …, n
Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) :


iii.



= ∑�
=

Keterangan :
JRBB
: Jumlah rasio rata-rata bulanan;
RBBi
: