Zikir dan Ratib Sammân

5. Zikir dan Ratib Sammân

a. Zikir

Pada awalnya praktik zikir dalam tarekat Sammâniyah terdiri atas zikir nâfi itsbât, yaitu zikir yang diberikan kepada pemula dengan latihan berzikir nâfi itsbât 10-100 kali setiap hari, namun bisa ditambah sampai 300 kali setiap hari. Zikir ism al­jalâlah, adalah dengan membaca Allah, Allah,

47 Wawancara dengan Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015 48 Wawancara dengan Imam Jaya, tanggal 30 Agustus 2015 49 Wawancara dengan Tuangku Mudo, tanggal 07

September 2015

Munir: Dinamika Ritual Tarekat Sammâniyah Palembang

diberikan kepada murid yang telah mencapai tingkatan khusus, dilakukan antara 40, 101, atau 300 kali sehari. Zikir ism al­`isyârah, yaitu zikir dengan membaca Huw Huw, diberikan kepada murid yang mencapai tingkatan tinggi atau sudah menjadi mursyid. Jumlah zikirnya 100-700 kali setiap hari, umumnya mereka membaca sebanyak 300 kali setiap hari. Dan zikir khusus, yaitu zikir Ah Ah. Ini hanya diberikan kepada murid yang telah menjadi mursyid dan telah mencapai maqam tertinggi karena sudah ma`rifatullâh. Jumlah zikir yang diwajibkan antara 100-700 kali setiap hari. 50

Maqam zikir itu terbagi atas tiga bagian dengan memperhatikan tingkatan hati masing- masing. Pertama ahli gaflah, golongan ini hatinya lupa kepada Allah, hatinya tidak berfungsi, tidak menjalankan tashdîq. Orang yang demikian hanya mulutnya saja yang menyebut lâ ilâha illa allâh. Kedua ahli suluk; mulutnya senantiasa berzikir dan hatinya berjaga dengan tashdîq. Ketiga ahli khawâsh; Golongan ini lidahnya menyebut dan hatinya hadir

pada hadhratul qudsi. 51 Arti zikir itu sendiri adalah

ingat. Ingat ini memiliki beberapa kriteria, yaitu ingat sebatas kabar atau cerita (di mulut saja), ingat karena mengetahui, dan ingat karena memang benar-benar bersama dengan yang diingat. Masing- masing porsi memiliki cara tersendiri.

50 Wawancara bersama Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015. 51 Baca Santapan Jiwa, hal 175-76. Zikir ialah ingat, untuk

mengingat seseorang haruslah terlebih dulu mengetahui dengan apa yang diingatnya.

Bila dilihat dari pengucapannya, zikir tebagi menjadi dua bahagian. Ada yang dilafadzkan dan tidak dilafadzkan. Pertama adalah zikir yang dilafadzkan, zikir ini dikenal dengan jahar. Zikir jahar ini terbagi menjadi dua, ada yang diucapkan dengan keras/sekuat tenaga ataupun diucapkan dengan lembut. Yang menjadi tolak ukurnya adalah didengar oleh telinga. Kedua adalah zikir sirr. Zikir ini tidak dilafdzkan melalui lisan, akan tetapi cukup di dalam hati atau kalam qalbu dan pada akhirnya tidak lagi bersuara dan berhuruf. Firman Allah Swt.,

Artinya: ”Hai orang­orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak­banyaknya. Dan bertasbihlah kepada­Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat­Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang­orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang­orang mukmin itu) pada hari mereka menemui­Nya ialah: Salam dan dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (Q.S. al-Ahzab [33]: 41-44).

Salah satu tujuan berzikir kepada Allah adalah untuk menyerahkan diri kepada Allah, supaya ditukarkan Allah menjadi milik Allah (hak Allah). segala yang dihadiahkan Allah pada tubuh kita seperti nyawa, pendengaran, penglihatan, supaya diserahkan kepada Allah waktu berzikir. Menurut ulama tasawuf zikir itu terbagi menjadi tiga derajat, yaitu: zikir dengan lisan, zikir dengan hati, dan zikir dengan sirr. Zikir lisan adalah zikir nâfi dan itsbât tanpa disertai tashdîq. Adapun zikir dengan hati ialah zikir yang disertai Allah ilham dengan dituangi nur untuk menyertakan tashdîq, yakni memandang af`al, asma’`, dan sifat Allah. Dan zikir sirr adalah zikir yang mengikuti perjalanan nafas dengan melaksanakan halimat Huw. Tujuan terakhir yakni menuju ahad. Untuk itu, kita menggunakan hak, yakni menggunakan rasa. Zikir ini termasuk rahasia dasar yang tidak sanggup lidah mengutarakannya, karena ia

semata-mata mengikuti nur di dalam hati. 52 Allah memerintahkan kita untuk ber zikir, hingga mencapai zûq (rasa). Faedah zikir ini diharapkan agar hati yang keras dapat menjadi lembut dengan

secara terus-menerus ber zikir kepada Allah. 53

Adapun adab berzikir di antaranya adalah: bertobat kepada Allah, suci badan dari hadats dan najis, mengharumkan pakaian, berniat menjunjung perintah Allah, duduk di tempat yang suci, menghadap kiblat, mengharumkan tempat duduk, ikhlas hati, berzikir secara lahir dan zhâhir dan makanan dan pakaian harus yang halal dan baik 54

Zikir dalam pandangan Sammâniyah Majlis Ta’lim Ummatu Wahidah tidak terikat pada bentuk lafaz dan huruf. Namun bukan berarti meninggalkan adab dan tatakrama yang berlaku dalam syariat dan sosial. Hakikat zikir itu di balik huruf atau lafaz yang terucap. Karena zikir yang dilafaz dan berbentuk huruf tersebut terbatas oleh ruang dan waktu. Hakikat zikir sebenarnya adalah ingat yang tidak berkeputusan dan tidaklah dikatakan ingat bila seseorang itu tidak mengetahui. Apapun kalimat lafaz zikir yang terucap, kalimat thoyyibah yang

52 Menyegarkan Iman dengan Tauhid, h. 68-73 53 Lihat dalam karya Tuangku Mudo Salmi Hamidi,

Perjalanan Sebuah Qalbu, h. 74

54 Baca di dalam karya Zen Syukri, disebutkan tentang adab berzikir. Adab berzikir itu terbagi menjadi tiga, yaitu:

sebelum, selagi, dan sesudah berzikir, Zen Syukri, Menyegarkan Iman dengan Tauhid, (Jakarta: Izhar Publishing, 2012), h. 70-71

MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016

disenandungkan tetap selalu dalam keadaan ingat

gholib atasnya zikir itu. 56

dan tahu kepada Allah. “Ingatlah Kamu dimanapun Zikir yang disebutkan adalah asma` atau kamu berada”, baik di waktu pagi dan petang. 55 nama. Mustahil nama itu berpisah dengan yang

Firman Allah Swt., memiliki nama. Allah memberikan semua nama kepada benda-benda yang ada di alam semesta ini. Telah kita ketahui sebelumnya bahwa kejadian alam semesta ini berasal dari zat Allah. Maka wajar bila seseorang yang sudah berada dalam kehadhirat Allah dapat melihat wajah Allah di mana saja ia berada, firman-Nya:

Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam di atas ´arsy, Dia mengetahui apa yang masuk

Artinya: “Dan kepunyaan Allah­lah timur dan barat, ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya

Maka kemanapun kamu menghadap di situlah dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha luas kepada­Nya dan Dia bersama kamu di mana saja

(rahmat­Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al- kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang

kamu kerjakan.” (Q.S. al-Hadid [57]: 4). Baqaroh [2]: 115). Firman-Nya:

Syekh Abdushsamad al-Palimbani di dalam kitabnya Hidayatussalikiin ia mengutip perkataan gurunya Al- a’rif billâh Sayyidi Syekh `Abdul

Artinya:.“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada Karim Sammân al-Madani di dalam kitabnya

satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) nafhatul uluhiyyah fi kayfiyati sulukit thoriqotul

di langit.”(Q.S. Âli-´Imrân [3]: 5) muhammadiyyah. Syahdan, bermula segala adab

Tuangku Mudo memeberikan penjelasan yang zikir itu berlaku bagi orang yang ber zikir dengan

senada, menurutnya zikir itu tatkala dia diucapkan ikhtiyarnya, adapun orang yang tidak berikhtiar

maka tidaklah berbentuk huruf, bersuara maka tidak lazim baginya segala adab. Dan hanya

namun tidak berupa. Hanya kau sajalah yang saja adab mereka itu taslim bagi warid, yaitu

mengetahuinya. Dicontohkannya saat seseorang menerima bagi barang yang datang daripada

melihat kucing. Bila mengetahui yang menjadikan zikir itu serta hudhur hati semata-mata kepada

kucing itu adalah Allah, itu disebut maknawi zikir. Allah Ta`ala, dan terkadang berlaku atas lidahnya

Namun bila Kau menyaksikan gunung seketika itu Allah, Allah, Allah, atau Huw, Huw, Huw, atau

itu pula Kau sambungkan dengan penciptanya, La, La, La, atau A,A,A,A, atau Ah, Ah, Ah, atau,

maka itulah pengertian zikir yang sebenarnya. Haa, Haa, Haa, atau Hi, Hi, Hi, atau suara dengan

Pengertian zikir ini adalah ingat yang tidak tiada huruf atau menggetar-getar karena telah

berkeputusan. 57 Namun ditegaskan lagi oleh kalangan mursyid Sammâniyah Majlis Ta’lim

55 Wawancara bersama Syekh Husein, tanggal 19

Ummatu Wahidah. Dikatakan seseorang itu dapat

Agustus 2015. Setelah dibai`at, maka mursyid Sammaniyah Majelis Taklim Ummatu Wahidah memberikan zikir sirr

ingat karena telah mengetahui dulu. Mustahil

Allah-hu kepada salik. Hal ini bertujuan untuk jalan menuju

dapat mengingat rokok kalau sebelumnya belum

kepada pengenalan diri. Di samping itu adab yang diutarakan dalam berzikir adalah dengan menyebut asma`, seperti yang

mengetahui apapun tentang rokok. Mustahil bisa termaktub di dalam asma` ul husna, serta meninggalkan 58 ingat untuk makan tanpa diketahui rasa lapar.

perkataan yang keji dan menjaga badan tetap bersih dan

Untuk bisa ingat atau dzikrullah dengan sempurna

hati tetap syuhud kepada zikrullah. Di dalam tarekat yang dipimpin Imam Jaya (Sammaniyah wa Naqsyabandiyah), menyamakan ajarannya dengan tarekat-tarekat mu`tabaroh

lain, baginya semua tarekat sama karena berasal dari guru dan 56 Baca Syekh Abdusshamad al-Palimbani, Hidayatussalikin... sumber yang sama yaitu Nabi Muhammad Saw., menurutnya

h. 305

perbedaan hanya terletak dalam memilah-milah materi dan 57 Wawancara dengan Tuangku Mudo, tanggal 07 gaya saja. (hasil wawancara bersama Imam Jaya pada tanggal

September 2015

08 September 2015). 58 Wawancara dengan Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015

Munir: Dinamika Ritual Tarekat Sammâniyah Palembang

maka seseorang itu harus tahu terlebih dahulu itu dipecah menjadi beberapa perkara, yaitu Ya kepada zat wâjibal wujûd hakiki mutlak.

Bashîr, Ya Samî`, Ya Malik, Ya Allâh, Ya Lathîf, Ya Hâdi, Dalam majelis Ta’lim Ummatu Wahidah

Ya Rozzâq, Ya Mâni’, Ya Mu’thî. Dari perkara inilah tarekat Sammâniyah terdapat amalan zikir yang

yang mana hal yang paling menonjol pada diri kita. dilakukan setelah shalat fardhu, dan itupun

Bila seseorang sudah mengetahui pengetahuan dilakukan bukan karena ada tujuan lain melainkan

sifat yang ada pada basmalah, sudah barang tentu semata-mata ikhlas untuk mengenal diri dan

ia akan memiliki sifat rahmat dan kasih sayang mengenal Tuhan. Tata-cara yang dilakukan ada

sehingga menjadikan keharmonisan di muka bumi. jumlah tertentu, misalnya “Allahu ” sebanyak tiga

Dengan demikian tidak ada lagi perpecahan yang ratus kali dan kemudian “nâfi-itsbât” sebanyak

terjadi baik itu sesama umat bergama atau lintas 116 kali. Dan ini bukan terhenti sebatas ini saja,

agama. Karena sudah memahami hakikat yang ada bukan pada hitungan, dan bukan pada tempat.

pada dirinya. 63 Zikir Hû Hû ini adalah zikir yang Hal yang terpenting adalah keikhlasan, dan perlu

dilaksanakan oleh hati mengikuti jalannya nafas diperhatikan dalam zikir yang dikenal oleh kalangan

naik turun. Waktu naik dengan kalimat Hû waktu Ummatu Wahidah adalah ingat. Ingat tidaklah

turun dengan kalimat Allah. 64 berbentuk dan berupa, tidak pula berhuruf.

Kontinyu selama hayat dikandung badan. Inilah

b. Ratib Sammân

hubungan intens yang terjadi antara hamba dan Di kalangan masyarakat, tarekat Sammâniyah Tuhannya. 59 Bilamana salat maktubah itu adalah

dikenal dengan ritual pembacaan Râtib Sammân­ hubungan kepada Allah yang diwaktukan, maka

nya, dengan sangat populer dan pembacaan ratib zikir yang tiada berkeputusan ini adalah bentuk

Sammân masih dipraktikkan di Nusantara ini, salat daim yang tak mengenal waktu dan tempat. 60 termasuk di daerah perkotaan seperti Bekasi,

Namun agak berbeda halnya dengan Sammâniyah Pondok Pinang (Jakarta), dan Cinere (Bogor). yang berada di surau baitul ibadah yang dipimpin

Di kalangan pengikut tarekat Sammâniyah ritual oleh Ustaz Jaya. ia lebih menekankan makna salat

membaca ratib bisa memakan waktu enam sampai kepada ritual yang syarat dengan rukun. Ustaz yang

tujuh jam. Meski ritual ini harus dipimpin oleh menjadikan kitab Ihya` ulumuddin sebagai refrensi

salik (orang yang telah dibaiat) orang yang pribadinya ini mengatakan bahwa salat itu terdiri

mengikuti pembacaan ratib ini bisa saja berasal dari syarat dan rukun. ia tidak mengenal istilah

dari luar anggota tarekat. Ada empat bagian shalat daim atau shalat secara terus menerus. 61 dalam pembacaan ratib Sammân, di kalangan

Kemudian Tuangku menyebutkan hadis pengikut tarekat,ini yaitu: pertama membaca yang berbunyi “kullu amrin zî bâlin lâ yabdau bi

shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, bismillâhirrahmânirahîm fahuwa yaqtha`. Baginya

keluarga, dan sahabatnya dan juga ke pendiri bukanlah sekedar lafadz basmalah saja. Namun perlu

tarekat. Kedua, membaca zikir lâ ilâ ha illâ allâh untuk diketahui maksud darinya. Kalimat basmalah 62 dengan enam variasi yang berbeda dalam dua

59 Al-Ghazali, Bidâyah al­Bidâyah, (Libanon: Dar al-Ilm, tt.), h. 98 bermuat af`al, asma`, sifat, dan zat. “Arrahmânirrahîm” adalah 60 Wawancara dengan Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015

Maha Pengasih dan Penyayang. Bila bentuk kasih dan sayang 61 Hal ini dibuktikan saat menaggapi peristiwa sunan kalijaga

Allah kepada manusia dengan mencukupi serta selalu dalam yang menanti gurunya kembali. Baginya sunan tidak meninggalkan

pengawasannya, maka bentuk kasih sayang manusia kepada kewajiban s}alat lima waktu walaupun saat dilaksanakannya

Tuhannya ialah dengan berserah diri kepada-Nya “La hawla walâ shalat berwaktu itu tetap dengan zikrullâh. Beliau lebih memilih

quwwata illa billâhi al­‘aliyyi al­adzim”. Ketika berhubungan sesama untuk tidak berada di wilayah semantik. Baginya permainan

manusia sudah dengan benar membawa dan memahami sifat semantik akan mudah membuat orang tersesat. Kalaupun ingin

rahmân dan rahîm yang diberikan Allah kepadanya. Sehingga memaknakan ingat yang tidak berkeputusan, cukuplah kalimat

dengan keadaan ini menciptakan “baldatun thayyibatun wa rabbun zikrullâh yang mewakilinya, bukan salat daim. Karena shalat yang

gafûr”, menciptakan negeri yang baik dan membawa ampunan kita ketahui terdiri dari syarat dan beberapa rukun. Wawancara

Tuhan. Bila setiap negara kecil yang ada pada diri manusia sudah dengan Imam Jaya pada tanggal 08 September 2015

membawa kedamaian, maka tentu saja akan mendamaikan 62 Penjelasan yang agak berbeda dengan tujuan yang sama

negara besar yang di mana tempat Ia bernaung/tanah air. diutarakan oleh mursyid sammaniyah M.T. Ummatu Wahidah. 63 Wawancara dengan Tuangku Mudo, tanggal 07

Makna basmalah menurut mereka adalah: huruf “ba” itu berarti

September 2015

bermula, “sin” artinya sirr atau rahasia, “mim” bermakna 64 Baca K.H. M. Zen Syukri, Santapan Jiwa, (Jakarta: Azhar, muhammad atau hidup. Jadi untuk arti “bismi”, adalah bermula

2013), h. 81. (Semua alam yang dipertalikan kepada Yang Satu rahasia hidup itu adalah “Allah”. Di dalam alif, lam-lam, ha

yaitu Hu zat Wâjibal Wujûd)

MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016

nada suara dan tempo. Dari enam variasi itu, tiga Sammân ini telah banyak tersebar, namun yang pertama dibaca dengan posisi duduk, yang dikenal

membedakan dengan ratib Sammân yang ada dengan ratib duduk. Sisanya dibaca sambil berdiri,

di tempat lain biasanya terletak pada tawasul yang dikenal dengan ratib berdiri, dengan ketukan

kepada para masyayikh. 68

kaki dan goyangan badan ke sana ke mari. Ketiga Tidak ada paksaan dalam mengamalkan ratib, membaca zikir ketujuh, yakni membaca Ahum!

yang terpenting dari pengamalannya adalah Ahhum!... Ahum! Ahhhum!... disertai dengan

dilakukan dengan keikhlasan, ridho karena Allah, menari dalam lingkaran. Dan diakhiri dengan

tidak ada tujuan lain yang bersifat keduniaan, membaca Ahil! Ahhhil!... Ahil! Ahhhil! Keempat

hanya semata-mata untuk tahu kepada diri dan adalah membaca zikir terakhir yang berbunyi

mengetahui Allah. 69 Dalam Sammâniyah surau `Am! Ah! Am! ... `Am! Ah `Am!... 65

Baitul Ibadah tidak melakukan ritual Râtib, mereka Adapun ratib Sammân yang terdapat dalam

hanya melakukan wirid, zikir, dan salawat. Begitu Majelis Taklim Ummatu Wahidah terdiri dari

pula halnya dengan majelis Tuangku Mudo. beberapa kalimat thoyyibah, di antaranya adalah:

Menurut riwayat yang diperoleh darinya, bahwa

1) Tawasul kepada Nabi Muhammad saw. sesungguhnya ratib Sammân itu dibuat oleh

2) Shalawat kepada Rasulullah, dan kepada Abdhussomad al-Palimbani, untuk mengangkat para keluarga, shabat-sahabat, istri-istri, dan

drajat gurunya, maka dibuatlah Ratib itu dengan keturunannya.

nama gurunya Syekh Muhammad Sammân.

3) Tawasul kepada Syekh Muhammad Sammân, kemudian para wali Allah dari timur hingga

c. Tawasul

barat bumi. Sebagai sebuah bentuk kegiatan tarekat,

4) Seruan kepada Allah. tawasul adalah lazim dipraktikkan, begitu juga

5) Memberikan salam kepada Syekh Muhammad yang diajarkan dalam tarekat Sammâniyah. Dengan Sammân.

bersandar pada sebuah hadis Nabi yang berbunyi

6) Memberikan salam kepada Rasulullah. zikir “auliya’ tanzîl al­rahmah”, artinya dengan mengingat kekasih Allah maka akan turun rahmat. 70

7) Isrtigfar. Tawasul bukanlah permintaan tolong kepada para

8) Nâfi-itsbât dan Kidungan. nabi atau sahabat. Bukan pula kepada para wali

9) Tilawah al-Quran. atau orang-orang tertentu sebagai perantara untuk

10) Shalawat kepada Nabi Muhammad. menyampaikan hajat kepada Allah karena diyakini

11) Takbir. bahwa mereka yang ditawasuli atau mereka yang

12) Tawasul kepada para wali Allah dan Syekh- dibacakan surah al-Fatihah dapat membantu untuk syekh pembesar tarekat.

menyampaikan keinginan.

13) Tawasul kepada dewan mursyid tarekat Dalam pandangan tarekat Sammâniyah Majlis Sammâniyah.

Ta’lim Ummatu Wahidah, tawasul adalah bentuk

14) Puji-pujian. 66 penyerahan kepada Allah karena tidak ada daya Ratib ini dilakukan dengan duduk dan biasanya

dan upaya dalam berfatihah melainkan dengan dipimpin oleh salah satu anggota jama`ah yang

hak Allah dengan harapan mudah-mudahan telah dibaiat. Ratib Sammân yang ada pada Majelis

Allah berkenan menunjukkan kepada ahadiyat- Taklim Ummatu Wahidah tetap dijaga keasliannya

nya sama seperti mereka yang telah sampai

turun temurun hingga sampai sekarang. 67 Ratib

kepada ahadiyat Allah. Mereka adalah para nabi,

65 Baca di Mengenal dan Memahami Tarekat­Tarekat masyayikh berbeda dengan ratib samman yang ditemukan Muktabarah di Indonesia, h. 203-204

dalam Majelis Taklim Ummatu Wahidah. Dalam Sammaniyah 66 Dalam kitab ratib Sammaniyah Majelis Taklim Ummatu

ummatu wahidah zikir nafi itsbat tidak ditentukan, zikir Wahidah.

dilakukan secara kondisional bergantung kepada khalifah yang 67 Seperti yang ditemukan dalam ratib samman yang ada

memimpin jalannya ratib samman.

pada Zen Syukri, zikir 68 nafi itsbat ditentukan sebanyak 300 kali, Wawancara dengan Buya Umar, tanggal 19 Agustus 2015. baca Izzah Zen Syukri, Rekaman Kehidupan KH. M. Zen Syukri,

69 Wawancara degan Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015 (Jakarta: Penerbit Azhar, 2012), h. 187 dan Rahasia Sembahyang,

70 Bandingkan dengan Mengenal dan Memahami Tarekat­ h. 109 tentang ratib Samman dan juga tawashul kepada para

Tarekat Muktabarah di Indonesia, h. 207

Munir: Dinamika Ritual Tarekat Sammâniyah Palembang

sahabat-sahabat, dan para waliullah. Selain itu pula tawasul dalam pandangan Sammâniyah adalah bentuk ziarah atau silaturahmi sebagai wujud adab yang seharusnya dapat dilakukan oleh sesama muslim. Selain itu pula sebagai bentuk terima kasih karena melalui orang-orang terdahulu sehingga ajaran tauhid ini dapat dirasakan dan dipelajari sampai saat ini. 71

Tuangku mudo memberikan nama lain dari

tawasul yaitu rabithah. 72 Rabithah artinya adalah

berhubungan batin dan lahiriyah antara murid dan mursyidnya yang sudah mendapat ijazah (baiat) perjanjian. Dalam hal ini maqam rabithah menghadirkan rupa wajah syekhnya sebagai suatu sistem untuk mendekatkan diri kepada Allah. Rabithah mengandung arti dengan membayangkan rupa syekh atau guru mursyidnya yang kamilah dalam pikiran di saat melaksanakan ibadah, lebih khusus ketika berzikir. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna, atau mengkhayalkan rupa guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabithah di tengah-tengah dahi itu menurut ahli hakikat dapat menolak getaran-getaran dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah. pada saat seperti ini maka membaca do`a “ilahi anta maqshudi”, mengkhayalkan rupa guru dari kening kemudian turun ke tengah hati. Menafikan (meniadakan) dirinya dengan kurrah derajat: “lâ ilâ ha illâ allâh. Ilâhi anta maqshûdi” 73

Mengenai tawasul atau mengirim surah al- Fatihah kepada silsilah dilakukan oleh jama`ah Surau Baitul Ibadah sebelum melakukan zikir, dengan

alasan sebagai bentuk adab dan izin/permisi. 74

Tuangku Mudo, malakukan tawasul ini setelah beratib. Menurutnya, kesimpulan dari mengaji diri bahwa tawasul yang disampaikan kepada masyayikh itu tidak terlepas dari diri, dan tidak pula berpisah dari guru. Kalau dalam ilmu tauhid, dan ilmu tarekat dinamakan dengan Rabithah. “hendaklah kamu beserta Allah, kalau kamu belum mampu, kamu adakan diri kamu itu kepada mursyid/ syeikh”. Dicontohkannya seperti orang yang mau berangkat ke Jakarta akan tetapi tidak pernah atau belum tahu tentang kota Jakarta, maka

71 Wawancara dengan Syekh Husein, tanggal 19 Agustus 2015 72 Wawancara dengan Tuangku Mudo, tanggal 07

September 2015 73 Tuangku Mudo Salmi Hamidi, Perjalanan..., h. 175-177

74 Wawancara dengan Imam Jaya, tanggal 08 September 2015

hendaklah pergi kepada ahlinya atau orang yang sudah pernah ke Jakarta, dengan demikian akan sampai ke tempat tujuan. Namun Tuangku Mudo lebih menekankan kepada tidak adanya kekhususan dalam menempatkan tawasul. Baginya semua sama dan bergantung kepada pribadinya mau dilakukan sebelum ataupun sesudah ritual. Yang jelas tidak ada perintah untuk mengkhususkannya. 75

Penutup

Ritual tarekat Sammâniyah tersebut terdiri atas baiat, suluk, pengijazahan, syukuran dan mahar, serta zikir. Lafal baiatnya menggunakan dua kalimat syahadat tanpa menggunakan waw ‘athaf bagi “sekte” Majlis Ummatu Wahidah, sedangkan untuk sekte lainnya menggunakan dua kalimat syahadat pada lazimnya. Suluk, dalam tarekat Sammâniyah “sekte” Majlis Ummatu Wahidah tidak terikat dengan waktu dan tempat, tetapi sepanjang masa dan di mana saja (zikir da`im), sementara bagi “sekte lainnya ada beberapa tingkatan jumlah hari dan dilakukan di surau, atau masjid khusus. Dalam hal pengijazan, bagi “sekte” Syattâriah Sammâniyah prosesi diawali dengan mandi dengan air jeruk dan talqin empat mata oleh seorang mursyid, sementara bagi “sekte” Majlis Ummatu Wahidah tanpa prosesi mandi air jeruk, tetapi langsung talqin dengan disaksikan oleh dewan mursyid yang berjumlah lima orang di ruang tertutup. Mengenai mahar, terdapat perbedaan antara “sekte-sekte” tersebut. Adapun zikir ketiga “sekte” tarekat Sammâniyah Palembang ini berbeda-beda, namun yang konsisten menggunakan zikir Ratib Sammân adalah “sekte” Majelis Ummatu Wahidah.

Pustaka Acuan

Al-Kaf, Idrus, Mengupas Wahdatul Wujud Syaikh Abdus Shamad al­Palimbani: Kajian Kritis Terhadap Naskah Zad al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al­‘Alamin Karya Syaikh Abdus Shamad al­Palimbani, Bandung: Pustaka Hidayah, 2011.

Al­Palimbani, Abdus Somad, Siar Salikin, Medan:

Maktabah wa Matba’ah Su’ûdiyah, 1352 H. _____, Hidayah al­Salikin, Medan: Maktabah wa Matba’ah Su’ûdiyah, 1352 H. Athaillah, Ibnu, Al­Hikam, Alih bahasa Ismail

75 Wawancara dengan Tuangku Mudo, tanggal 07 September 2015

MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016

Ba`adillah, Jakarta Timur : Khatulistiwa Press, Nasr, Seyyed Hossein, Ensiklopedi Tematis 2012.

Spiritualitas Islam Manifestasi, Bandung, Mizan Azra, Azumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah

Khazanah Ilmu ilmu Islam, 2003. dan Kepulauan Nusantara Abad XII dan XVIII,

Rabbani, Capt. Wahid Bakhs, Sufisme Islam, Bandung: Mizan, 1994.

Jakarta: Sahara, 2004.

Boerhan, Doernes, Kumpulan Wirid dan Shalawat” Ratib Sammâniyah Majelis Taklim Ummatu yang diamalkan di Perguruan Baitul Ibadah:

Wahidah, tp.tt

Thariqat Sufiah Islam Sammâniah, tp, tt. Syukri, Izzah Zen, Rekaman Kehidupan KH. M. Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning, Pesantren

Zen Syukri dan Rahasia Sembahyang, Jakarta: dan Tarekat, Bandung: Mizan, 1995.

Azhar, 2012.

Ghazali, Al-, Bidayah al­Bidayah, Libanon: Dar al- _____, Menyegarkan Iman dengan Tauhid, Jakarta, Ilm, tt.

Izhar Publishing, 2012.

Gulen, Muhammad Fethullah, Tasawuf Untuk Kita _____, Santapan Jiwa Mengenal dan Memahami Semua, Jakarta: Republika, 2013.

Tarekat­Tarekat Muktabarah di Indonesia, Kementrian Agama RI, Mushaf Al­Qur`an Terjemah,

Jakarta: Azhar, 2012.

Bandung : Eksamedia, 2009. Wawancara dengan Buya Umar, sapaan yang Khilmi, Slamet, Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah

biasa digunakan untuk memanggil guru besar di Kedung Paruk Banyumas, Laporan Penelitian

Majelis Taklim Ummatu Wahidah Tarekat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1998.

Sammâniyah

Masyhuri, Aziz, 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Wawancara dengan Imam Jaya, Mursyid Tarekat Surabaya: Imtiyaz, 2014.

Naqsabandiyah Sammâniyah Palembang. Mudo, Salmi Hamidi, Tuangku, Perjalanan

Wawancara dengan Tuangku Mudo Salmi Hamidi, Sebuah Qalbu, Palembang: Majelis Tharuqat

Mursyid Tarekat Sattariyah Sammâniyah Syathariyah Sammaniyah, 2014.

Palembang.

Mulyati, Sri, Mengenal dan Memahami Tarekat­ Wawancara dengan ust. Efran Endari, Katib Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta:

Jami’ah Ahlut Toriqah An-Nahdhiyah Sumsel. Kencana, 2006.

Wawancara dengan Ustaz Syekh K.H. Buya Munir, Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah

Muhammad Umar. ZA. Guru besar tarekat Khalidiyah di OKU Timur Sumatera Selatan,

Samaniyah Palembang. Laporan Penelitian Puslit IAIN Raden Fatah

ZA, Muhammad Umar, Syarah Kitab, Ad-Durunnafis Palembang tahun 2008

Nafis karya Syekh al-Banjari, tt. Nasr, Sayyed Hossein, Ensiklopedi Tematis

Zulkifli, “Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Spiritualitas Islam, Alih bahasa Rahmani

Tradisional di Palembang”, Laporan Penelitian Astuti, Bandung: Mizan, 2002.

DIPA IAIN Raden Fatah Palembang tahun 1999

| 214