Persepsi Korban terhadap Layanan Perlindungan

Persepsi Korban terhadap Layanan Perlindungan

Patut diakui bahwa walaupun sudah ada peningkatan upaya pemberian informasi kepada kelompok masyarakat yang rentan terhadap perdagangan orang mengenai hak-hak mereka (seandainya menjadi korban) seperti misalnya hak untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah negara setempat dan dari Perwakilan RI di luar negeri, namun masih banyak korban yang belum memahami layanan yang seharusnya dan sewajarnya mereka dapatkan ketimbang perlakuan Pemerintah setempat yang lebih cenderung menganggapnya sebagai kriminal, migran ilegal atau undocumented migrant.

Berbagai hal yang disinyalir oleh Rosenberg (2003) bahwa pelatihan yang diberikan kepada calon pekerja migran sebelum pemberangkatan (yang tidak selalu diberikan) yang dinilai tidak cukup memberikan informasi tentang hak-hak mereka sebagai pekerja migran dan berbagai masalah yang mungkin ditemui di tempat kerjanya nanti dan bagaimana melindungi diri mereka sendiri atau di mana bantuan dapat diperoleh, telah diupayakan untuk dipenuhi tidak saja oleh Pemerintah tetapi juga melalui kerjasama dengan LSM yang peduli, antara lain:

x Forum 182 Batam bekerjasama dengan ICMC, ACILS dan USAID menerbitkan buku

saku kecil “Panduan Informasi Untuk Melawan Praktek Perdagangan Manusia” yang didiseminasikan kepada mereka yang pernah dibantu untuk disebarluaskan kepada rekan-rekannya agar jangan mengalami nasib yang sama dengannya. Tetapi seandainya pun menghadapi situasi yang rawan, dapat mengambil tindakan-tindakan penyelamatan seperlunya.

x ICMC bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, ACILS, dan

USAID telah menerbitkan dan membagikan secara gratis komik “Petualangan Wening dan Kawan-kawan. Selalu Ada jalan Pulang” kepada kelompok masyarakat yang dinilai rentan terhadap perdagangan orang seperti anak-anak sekolah, remaja perempuan di pedesaan, dan lain-lain. Diseminasi komik ini bekerjasama dengan jaringan LSM yang peduli di seluruh Indonesia.

x ACILS bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan mengeluarkan

iklan layanan masyarakat yang ditempatkan pada kemasan makanan untuk program perbaikan gizi masyarakat yang berisikan pesan untuk memerangi perdagangan orang di beberapa tempat di Jawa Barat.

Pemberian informasi kepada kelompok masyarakat yang rentan selain dilakukan secara langsung kepada target kelompok sasaran, juga dilakukan melalui aparat yang bertugas menangani korban perdagangan orang seperti misalnya aparat Kepolisian, petugas shelter, petugas pendamping korban, dan Pemerintah Daerah serta dinas-dinas terkait, seperti misalnya penyampaian leaflet dan booklet yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang didiseminasikan kepada dinas-dinas dan Pemerintah Daerah setiap kali melakukan sosialisasi, advokasi dan monitoring ke Daerah.

Sosialisasi dan advokasi ketentuan-ketentuan internasional yang berkaitan dengan perlakuan yang harus diberikan kepada korban perdagangan orang berkaitan dengan hak-hak mereka seperti misalnya tidak memperlakukan mereka sebagai kriminal, merahasiakan identitas korban, memberikan perlindungan dari ancaman trafficker, memberikan bantuan pemulihan kesehatan dan atau trauma konseling serta hak-hak lainnya, juga diberikan secara lebih meluas kepada aparat Kepolisian dan juga media massa agar dalam pemberitaan identitas korban dijaga dan dilindungi.

Untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada korban perdagangan orang, Pemerintah RI dengan focal point Kementerian Pemberdayaan Perempuan bekerjasama dengan ICMC pada tahun 2004 telah menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemulangan Korban Perdagangan Orang dan menyusun modul-modul pendidikan dan pelatihan bagi para pengelola program sejak dari Perwakilan RI di luar negeri sampai ke lembaga-lembaga terkait di dalam negeri termasuk LSM dan organisasi kemasyarakatan yang peduli dalam masalah ini.

SOP ini dan berbagai panduan yang sudah ada sebelumnya antara lain yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial (termasuk yang disusun tahun 2004: Pedoman Penanganan Anak melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak dan pedoman Pencegahan Perdagangan Anak dan Rehabilitasi Sosial Anak), akan terus disosialisasikan kepada pihak Kepolisian (RPK), Perwakilan RI di luar negeri, aparat Pemerintah Pusat dan Daerah, PJTKI, LSM dan organisasi sosial termasuk kepada calon pekerja migran dan masyarakat umum sehingga mereka dapat mengetahui hak-haknya dan kepada aparat dapat bertindak sebagaimana seharusnya dalam memperlakukan korban perdagangan orang. Upaya ini akan dilakukan juga kepada Pemerintah negara tetangga dan negara tujuan lainnya agar mereka bersedia memberikan perlindungan kepada korban perdagangan orang bekerjasama dengan Perwakilan RI di negara yang bersangkutan.