Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

ANALISIS DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN CAKALANG
(Katsuwonuspelamis) DAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI
PERAIRAN UTARA PAPUA, PASIFIK BARAT

Oleh

HAROLD JOPPIE DAVID0 WAAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

1

Judul Tesis

: Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang
(Kafsuwonuspelamh)dan Madidihang (Thunnus

albacares) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat
Nama Mahasiswa


: Harold Joppie Davido Waas

NRP

: C 525010021

Program Studi

: Tehologi Kelautan

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Dr. Indra Java. M.Sc
Ketua

Dr. Vineentius P Siregar. DEA
Aw!zota
Menyetujui,


Tanggal Lulus : 30 April 2004

ANALISIS DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN CAKALANG
(Katsuwonuspelamis) DAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI
PERAIRAN UTARA PAPUA, PASIFIK BARAT

Oleh

HAROLD JOPPIE DAVID0 WAAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

1

Judul Tesis

: Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang

(Kafsuwonuspelamh)dan Madidihang (Thunnus

albacares) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat
Nama Mahasiswa

: Harold Joppie Davido Waas

NRP

: C 525010021

Program Studi

: Tehologi Kelautan

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Dr. Indra Java. M.Sc
Ketua


Dr. Vineentius P Siregar. DEA
Aw!zota
Menyetujui,

Tanggal Lulus : 30 April 2004

0

4

0
1901 1992 1993 1994 1985 1996 1997 1996 1998 2WO

TAHUN

Gambar 1. Perkembangan laju tangkap perikanan tuna dan cakalang
di perairan Samudera Pasif& (199 1-2000)

Fakta yang ada menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan yang masih

dibolehkan dan kecenderungan p e n m a n laju tangkap memberikan satu ha1 yang
kontradiksi. Diduga bahwa turunnya laju tangkapan tuna dan cakalang sebagai
akibat sulitnya menentukan daerah tangkapan cakalang dan madidihang yang
potensial karena dinamika perairan yang kompleks.
Hasil wawancara dllapangan membuktikan dugaan tersebut bahwa pada
umurnnya proses pencarian daerah tangkapan masih bersifat konvensional melalui
dua pendekatan, yaitu : 1) deteksi agregat-agregat yang dapat dilihat seperti
kelompok burung, lumba-lumba dan apungan kayu, 2) pemakaian alat bantu
pengumpul ikan (FAD) seperti rumpon, walaupun armada yang digmakan
menggunakan teknologi moderen untuk mendeteksi keberadaan gerombolan ikan
tersebut.
Bagi nelayan tradisional dan sebagian besar nelayan moderen, teknik ini

.

cukup akurat dan menjadi faMor tunggal &lam interpretasi area dua jenis tuna

TLNJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Distribusi Cakalang dan Madidihang

Lindberg (FAOb, 1994) mengklasifikasi ikan cakalang clan madidihang
sebagai berikut :
(a). Ikan Cakalang
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Gnathostomata
: Telwstomi
Class
Subclass : Actinopterygii
Order : Scrombroidei
Family : Scombridae
Sub family : Scombrinae
Tribe
: Thunnini
Genus : Katsuwonus
Species :pelamis

Gambar 2. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Diskripsi morfologis : bentuk tubuh memanjang seperti cerutu dan agak

membulat, simetris, gigi kecil-kecil runcing tersusun secara sen. Gill rackers
sebanyak 53

-

63 pada helai insang pertama. Dua sirip dorsal yang terpisah

dlmana sirip perlama mempunyai 14 - 16 jari-jari keras, sedangkan snip kedua
memiliki 7

- 9 *lets

dan 7 w e t dibelakang sirip dubur Pada bagian ekor

terdapat 2 keel yang keras. Badan tidak bersisik kecuali pada bagian dada dan
lateral line. Punggung berwama biru kehitarnan, bagian perut abu-abu dengan
4 - 6 garis hitam yang membujur (Collete dan Nauen, 1983).

(b). Ikan Madidihang
Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata
Superclass : Gnathostomata
Class
: Teleostomi
Subclass : Actinopte~ygii
Order
: Parciformes
Suborder :Scombroidei
Family
: Scombridae
Sub family : Scombrinae
Tribe
: Thunnini
Genus : Thunnus
Species :ulbucures

Gambar 3. lkan Madidihang (Thunnus albacares)

Diskripsi morfologi : rangka terdiri dari tulang sejati , b e r t u p insang kepala
simecris. Pada helai insang pertama gill rackers bejumlah 26 - 34. Badan tertutup

oleh sisik cycloid yang sangat kecil. Terdapat sebaris gigi pada kedua rahang juga
ada gigi pada vormen dan palatine. Dibelakang sirip punggung diikuti dengan

8

-

10 jnler sedangkan dibelakang skip dubur membentuk sabit yang panjang,

lebih dari 20% dari panjang total. Jari-jari pada sirip perut ada yang berjari keras

dan lemah (1 beqari-jari keras, 5 bgari-jari lemah). Panjang sirip dada selalu

Gambar 5. Peta daerah penelitian dan stasiun TRITON Bouy Mooring di perairan Utara Papua.
Gabungan huruf dan angka nurnerik pada grid 1 x 1 derajat merupakan kode area
untuk memu*
penentmn posisi.

TRITON Bouy Mooring
I

I
I
I
I
I

I

8-

------

Korelasi

Validasi
I
I

I


I

I

I
I

I
I

I

I

ANALISIS

Daerah Potensial
Cakalang + Madidihang

Gambar 6 . Diagram alir proses pene1itian

Cakalang + Madidihang

serta adanya Halmahera Eddies yang intensif tetjadi sepanjang tahun diduga turut

memberikan konstribusi tingginya nilai klorofil-a pada bagian peraim tersebut.
Hasil analisis variasi musiman dan bulanan WoroJil-adi lokasi penelitian
menunjukkan bahwa pada musim timur maupun barat variasi nilai konsentrasi
Wororofi-arelatif tidak jauh berbeda tetapi berfluktuasi dan berbeda menurut bulan.
Nilai konsentrasi Worofil-apada musim timur bewariasi antara 0,05 - 0,45 mgim3
,sedangkan pada m u s h barat berkisar antara 0,02 - 4,33 mg/m3. Variasi bulanan

nilai minimum dan maksimum klorofil-a memiliki pola yang sarna kecuali pada
bulan Januari - Februari nilai Worofi1-a minimum memiliki pola yang berbanding
terbalik dengan klorofil-a maksimum. Konsentrasi WoroJil-abulanan dengan nilai
< 0,5 mg/m3 hanya ditemukan pada bulan Januari, Juli, Agustus clan Desember

(Gambar 13).

-..-Rerata
-Minimum
-Maksimum

Gambar 13. Gr& variasi bulanan nilai Rlorof1-a di Perairan Utara Papua

Gambar 14. Grafik korelasi hubungan SPL dengan hasil tan-

cakalang dan madidihsng

Isoterm Penangkapan dan Indikator Pembatas Daerah Tangkapan
Isoterm sebagai indikator penangkapan dan membatasi distribusi daerah
tangkapan cakalang dan madidihang di suatu perairan penting untuk'diketahui
karena berbeda untuk tiap lokasi perairan. Lehodey et al. (1998) telah menemukan

daerah penangkapan cakalang dan madidihang intensif di perairan barat Pasifik
dibatasi oleh isoterm 28 - 29 "C yang berperan sebagai indikator zona konvergen,

sedangkan menurut Shixin (1993) daerah penangkapan intensif cakalang
diperairan sekitar Jepang dibatasi oleh distribusi isoterm permukaan 20 "C.
Pada penelitian ini telah diidentifikasi kedua indikator tersebut dengan
menggabungkm data tangkapan hasil penelitian dengan data tahun 1988 - 1991
yang dikoleksi oleh Amita (1997) pada perairan yang sama. Hasil analisis
menunjukkan bahwa lokasi penangkapan cakalang dan madidihang di perairan
utara Papua umumnya ditemukan pada julat isoterm 28,50 - 31 "C kecuali pada
bulan Juli ditemukan pada isoterm 26,50 - 27 "C. Pada musim timur formasi

musim barat (bulan November) seiring dengan kenaikan kedalaman batas atas
termoklin (Gambar 16).

20

34

-

30M-

so60 -

Gambar 15. GI& distxibusi vertikal kedalaman hatas atas lapisan
termokh menurut lintang

Gambar 16. Grafik hubungan laju tangkapan dengan distribusi vertikal
kedalamm rerata batas atas termoklin (BaTh)

Untuk cakalang, hasil tangkapan yang tinggi (>.I00 ton) pada musim timur
dijumpai pada bulan April, Mei, Juli dan September dengan puncaknya pada
bulan September. Hal menarik dapat dilihat bahwa pada bulan April dan
September, cakalang tertangkap pada nilai konsentrasi klorofl-a > 3 mg/m3 dan
sebaliknya pada bulan Mei dan Juli justru tertangkap pada konsentrasi klorofila
yang lebih rendah yaitu < 2 mg/m3. Selanjutnya hasil tangkapan cakalang pada
musim barat hanya dijumpai pada bulan Februari dan Maret dengan puncaknya
pada bulan Mar& terutama tertangkap pada konsentrasi nilai klorofil-a >2 mg/m3.
Berbeda dengan cakalang, madidihang justru ditemukan tinggi hanya pada musim
timur dengan puncaknya pada bulan April dan Agustus dan ditemukan tertangkap
pada nilai konsentrasi klorofil-a > 3 3 mg/m3.

-Madiiihang
-Cakalang

-Klorotil-a

Gambar 17. Gr& Time Lag penangkapan cakalang dau madidihang
her-kandungan Morofl-a di Perairan Utara Papua

Analisis hubungan antara klorofl-a dengan hasil tangkapan cakalang dan
madidihang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berfluktuasi menurut
musim antara hasil tangkapan kedua spesimen dengan klorofl-a. Cakalang

ditemukan memiliki hubungan yang kuat dengan konsentrasi klorofi-a (R > 0,5)

pada musirn timur yaitu pada bulan Juni - Agustus sedangkan pada musim barat
hanya ditemukan pada bulan Januari. Selanjumya untuk madidihang pada musim
timur hubungan ini ditemukan pada bulan Juni - Juli sedangkan pada musim barat
hanya ditemukan pada bulan November (Gambar 18).
Menurut Loukos et al. (2003) bahwa fitoplankton bukan merupakan
makanan alami tuna tetapi sebagai rantai dasar makanan tuna. Produksi tersier dan
sekunder membuat makan tuna (forage) bergantung pada produktivitas primer
fitoplankton. Perkembangan

makanan

tuna

dari

produktivitas

primer

membutuhkan waktu beberapa minggu untuk crustaceans kecil sampoli beberapa
bulan untuk ikan pelagis kecil. Selama pergerakan acak organisme tersebut oleh
sirkulkasi oseanik, maka distribusi rnakan ini diikuti oleh tuna.Distrjbusi tuna
lebih mendekati area dengan produktivitas yang tinggi dan atau front antara massa
air yang diketahui sebagai agregat konsentrasi makanan tuna (Yamamoto dan

Nishizawa, 1986; Power, 1996).

Gambar 18. Grafjkkorelasi hubungan antara hasil tangkapan dalaag dan
madidihmg dengan nilai konsentrasi klorofil -a

tiambar 19. Hubungan antara laju tangkapan cakalang dm madidihaug
dengan rerata kecepatan ~ N S

Fenomena Oseanografi Hubungannya Dengan Distribnsi Daerah Tangkapan
Temal Front
Termalfront merupakan fenomena oseanogmfi yang telah diyakini sebagai

indikator konsentrasi daerah penangkapan tuna yang intensif. Fenomena ini telah
dibuktikan kebenarannya oleh beberapa peneliti seperti Laevastu dan Hayes
(1981) ;Narain (1993) ;Shixing et al. (1990) dan Lehodey et al. (1998).
Hasil kajian terhadap termal front yang ditmmkan dari citra SPL
menunjukkan bahwa kejadian tennal front di perairan utara Papua terdeteksi
muncul pada musim timur yaitu pada bulan Agustus - Oktober. Pada bulan
Agustus fiont masih kelihatan lemah dengan gradien suhu horisontal 1 " C h
membentuk meandering di atas perairan sekitar Manokwari dan memanjang

* 603 mil laut kearah Timur Laut sarnpai pada 2'

LU. Pada bulan ini daerah

konsentrasi penangkapan kelihatannya masih menyebar walaupun ada yang
mendekati meandering dari front (Gambar 20).
Front kelihatan tegas pala bulan September dengan @en

suhu

horisontal 1,5 " C h . Bentuk meandering semakin menyempit bergerak menjauhi
perairan sekitar Manokwari ke arah utara Pulau Biak dengan arah pergeseran
Timur Laut dan memanjang

5

616 mil laut mendekati 3" LU. Pada bulan ini

daerah tangkapan lebih terkonsentrasi pada bagian meanderrng dan sepanjang
garisfiont.

Pada bulan Oktober ke-

front ditemukan terpisah mengelompok

membentuk sentroid-sentroid dingin yang dilingkupi oleh air hangat dengan
gradien suhu horisontal 2 "Cllan. Luas sentroid berkism antara 10 - 101 mil2
menyebar terpisah pada perairan. Berbeda dengan bulan sebelumnya, konsentrasi
daerah tangkapan &ang

dan madidihang pada bulan ini ditemukan sedikit

mengelopok pada daerah sekitar front jauh di Utara Manokwari antara I" - 2" LU

dan laimya dominan tertangkap pada daerah non strukhu (Gambar 21).

Gambar 20. Pola tennalfront bulan Agustus

Gambsr 21.Pola temlfi.onfbulan September

Gambar 22. Pols termalhnr b u h Oktober

Hal menarik yang ditemukan pada fenomena ini yaitu laju tangkapan

cakalang dan madidihang tinggi di daemh sekitar meandering pada bulan Agustus
- September dan daerah selritar front bulan Oktober. Kejadian ini mendukung

pendapat Narain (1993) bahwa laju tangkapan tertinggi ditemukan pa& daerah

termal front dan terjadi sebaliknya dengan kenampakan tersebut. Bentuk front

terkonsentrasi pada boundary current. Formasi daerah penangkapan pada musim
barat tetap didominasi oleh zona divergen sebesar 67% kemudian diikuti oleh
boundary current sebesar 19%, daerah non stnrktur sebesar 11% dan zona

konvergen sebesar 4% (Gambar 23). Kejadian ini sekaligus membuktikan
pendapat di atas bahwa daerah produktif tangkapan cakalang dan madidihang juga
ditemukan pada area-area tersebut selain daerah termaffront.

.

MUSIM TlMUR
MUSIM BARAT
STOTAL KEHADIRAN

DNERGL

KONVERGEN

I JNMY

NONSTRUKTUR

INDIKATOR OSEANOGRAFI

Gambar 23. Persentase kehadiran fenomena m s indikator kehadiran
cakalang dan madidihang

Besarnya laju tangkapan cakalang pada daerah divergen pada musim timur
berkisar antara 1,66 - 24,55 tonkapalljam (rerata 189,12 tonikapalhari),
sedangkan pada musim barat berkisar antara 2,83 - 13,23 tonikapal/jam (rerata
153,12 tonikapalhri). Laju tangkapan pada daerah konvergen pada musim timur
berkisar antara 3,80 - 7,56 tonikapalljam (rerata 136,08 tonikapalhari) sedangkan
pada musim barat besamya laju tangkapan sebesar 12,98 tonkapalljam ditemukan
hanya satu lokasi pada bulan Januari. Demikian halnya dengan laju tangkapan
cakalang yang berasosiasi dengan boundary current pada musim timur ditemukan

4

S

"

"

Q

0

"

Q

S

"

"

"

~ $ ~ i ~ P ' Z l i ? ] a F

i . . .o

II

im.8

"It

Lampiran 3.Klorofil-a dan distribusi daerah tangkapan cakalang dan madidihang

(A) Bulan Jan&

(B) Bulan Februari

(C) Bulap Maret

*emm

(D) Bulan April

ifB
5

1;'r;$

i f !

f

3

'I 1I 1I
l

I
.
.

-1

Lampiran 7.Citra LAG SeaWZFS Bulm Mei dan Juli 2003

c m ccp

(A) Citra SeaWTFS 3 1 Mei 2003

.-a,..:
x;: &

.
.a
4

i :=;ti:b.
--\w&#d . > yf+

r '*';p.a. *.
.-.

%

1-

-'

t

'

#*.

-..-?;

%.-A

,T

(9) Citra SeaWlFS 24 Juli 2003

Lampiran 18. Armada dan hasil tangkapan PT. BIAK MINA JAYA

(1)

KM.MINA 02 (1025 1