Performance of Ongole Grade Cattle Fed Mulberry Leave Meal Combined with Different Concentrates

PERFORMA SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI
PAKAN TEPUNG DAUN MURBEI DENGAN KOMBINASI
KONSENTRAT YANG BERBEDA

DUTA SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Performa Sapi Peranakan
Ongole yang Diberi Pakan Tepung Daun Murbei dengan Kombinasi
Konsentrat yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2012

Duta Setiawan
NIM D151080191

ABSTRACT
DUTA SETIAWAN. Performance of Ongole Grade Cattle Fed Mulberry
Leave Meal Combined with Different Concentrates. Under supervision of
HENNY NURAINI and KOMANG G WIRYAWAN.
The purpose of this experiment was to study the ability of mulberry leave
meal addition on concentrates on the digestibility of nutrient and performance of
Ongole Grade. This experiment used a randomized block design, with 4
treatments and 4 blocks. Treatments consisted of P1 (native grass and concentrate
feed in the form of mulberry leaves meal and concentrate complete), P2 (native
grass and concentrate feed in the form of mulberry leaves meal and corn
concentrate), P3 (native grass and concentrate feed in the form of mulberry leaves
meal and rice bran concentrate), P4 (native grass and concentrate feed in the form
of mulberry leaves meal and concentrate tapioca waste). The experiment was
conducted for 4 months with the adaptation periods for 2 weeks. Parameters

measured were feed consumption, daily body weight gain, feed efficiency, Income
Over Feed Cost (IOFC), revenue cost ratio, nutrient digesbility, nitrogen retention,
VFA, NH 3 and allantoin urine. The results showed that the mulberry leave meal
addition on different concentrate did not significantly (P>0.05) affect daily body
weight gain, feed consumption, feed efficiency and Income Over Feed Cost
(IOFC), but significantly on digestibility of dry matter and organic matter
(P0.05). Konsumsi bahan kering
harian sapi PO penelitian adalah 3.3% dari bobot badan atau berkisar 3.49-4.13
kg. Rataan konsumsi dari semua taraf perlakuan sebesar 3.8 kg/ekor/hari.
Pemberian ransum secara iso protein pada setiap perlakuan sehingga
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata. Pertambahan
bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 0.73-1 kg/ekor/hari.
Sedangkan nilai efisiensi pakan pada penelitian ini adalah perlakuan P1 sebesar
0.24; P2 sebesar 0.27; P3 sebesar 0.19 dan P4 sebesar 0.26.
Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap Income Over Feed
Cost (IOFC) dan R-C ratio. Nilai IOFC perlakuan P1 (Rp.13 840 per ekor/hari),
P2 (Rp. 16 251 per ekor/hari), P3 (Rp.7 352 per ekor/hari), dan P4 (Rp. 10 837
per ekor/hari). Ransum perlakuan P2 memiliki nilai IOFC tertinggi sebesar

Rp.16 251 per ekor/hari. Dengan demikian ransum perlakuan P2 memiliki nilai

ekonomis yang paling besar. Nilai R-C ratio pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4
masing-masing sebesar 2.29; 2.57; 1.81 dan 2.59 masih sangat menguntungkan
karena memiliki nilai R-C ratio > 1 maka perlakuan ransum semacam ini secara
ekonomis menguntungkan.
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan
bahan organik, Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN (P0.05). Fenomena ini menunjukkan bahwa tepung daun murbei mampu
meredam laju pelepasan NH 3 dari kompleks konsentrat komplit, konsentrat
jagung, konsentrat dedak padi dan konsentrat onggok, sehingga pasokan NH 3
dalam rumen dapat terkendali. Perlakuan P2 memiliki konsentrasi VFA paling
tinggi disebabkan adanya sinkronisasi C dan N antara DNJ dalam tepung daun
murbei dengan karbohidrat mudah tercerna (RAC). DNJ pada perlakuan P2
memperlambat proses hidrolisis pakan dalam rumen, sehingga ketersediaan RAC
menjadi lebih seimbang dan membuat kondisi rumen tetap stabil dalam fermentasi
yang mengakibatkan terbentuknya VFA yang lebih banyak.
Penelitian menghasilkan kesimpulan: penggunaan tepung daun murbei
yang dikombinasikan dengan berbagai konsentrat yang berbeda menghasilkan
performa yang sama pada sapi PO. Berdasarkan nilai kecernaannya, tepung daun
murbei dapat dikombinasikan dengan konsentrat tunggal seperti jagung, onggok
maupun konsentrat komplit.
Kata kunci: tepung daun murbei, sapi peranakan ongole, performa, kecernaan

nutrien.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Institut Pertanian Bogor
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERFORMA SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI
PAKAN TEPUNG DAUN MURBEI DENGAN KOMBINASI
KONSENTRAT YANG BERBEDA

DUTA SETIAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis

Nama
NIM
Program Studi/Mayor

: Performa Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan
Tepung Daun Murbei dengan Kombinasi Konsentrat

yang Berbeda
: Duta Setiawan
: D151080191
: Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Henny Nuraini, M. Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan
Anggota

Mengetahui

Koordinator Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr

Tanggal Ujian: 3 Oktober 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan, karena tesis penelitian
dengan judul ”Performa Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan Tepung Daun
Murbei dengan Kombinasi Konsentrat yang Berbeda” untuk dapat diselesaikan.
Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Andil yang sangat besar diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis
sejak masa perkuliahan hingga penyelesaian penelitian, maka pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan terima kasih dan rasa
hormat yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si, sebagai ketua komisi pembimbing yang penuh
kesabaran meluangkan waktu untuk senantiasa memberikan motivasi,
bimbingan, arahan dan masukan pada penulis, sejak proses penyusunan
proposal penelitian hingga penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, sebagai anggota komisi pembimbing.
Terima kasih atas segala masukan, kritikan dan saran demi penyempurnaan
penelitian dan tesis ini baik dari segi substansi maupun penulisan.
3. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Litbang
Pertanian Kementrian Pertanian melalui program KKP3T tahun 2008, serta
seluruh instansi yang telah memberi kesempatan dan bantuan, mulai dari masa
kuliah sampai selesainya tesis ini.
4. Teman-teman di Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Angkatan
2008 atas dorongan dan kerjasamanya selama masa perkuliahan hingga
penyelesaian studi ini.
5. Istri Nurfia Oktaviani Syamsiah, anak Labib Thoriq Mujadid, orangtua dan
keluarga atas do’a restu serta dukungannya. Semoga Tesis ini menjadi karya
yang bermanfaat.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Februari 2012


Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 04 Maret 1983 dari ayahanda
Biyono dan ibunda Supatmi. Penulis merupakan putra pertama dari lima
bersaudara. Tamat sekolah dasar pada tahun 1995 dari SDN Bogem 1, sekolah
menengah pertama tahun 1998 dari SMPN 1 Kawedanan dan sekolah menengah
atas tahun 2001 dari SMAN 1 Magetan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Tahun
2001 penulis melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor
dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan master penulis mulai di Sekolah
Pascasarjana IPB pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2012.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...........................................................................................

i

DAFTAR TABEL ...................................................................................


ii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

iv

PENDAHULUAN ...................................................................................
Latar Belakang................................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................

1
1
4
4


TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
Sapi Peranakan Ongole (PO)...........................................................
Sapi Bakalan ...................................................................................
Pertumbuhan Ternak .......................................................................
Penggemukan Sapi Potong ..............................................................
Tanaman Murbei dan Potensinya sebagai Bahan Pakan...................
Budidaya Tanaman Murbei .............................................................
Senyawa 1-Deoxynojirimycin Murbei .............................................
Jagung ............................................................................................
Dedak Padi .....................................................................................
Onggok ...........................................................................................
Konsumsi Ransum ..........................................................................
Pertambahan Bobot Badan ..............................................................
Efisiensi Pakan ...............................................................................
Kecernaan Bahan Pakan..................................................................

6
6
7
7
8
9
11
14
14
15
16
16
18
19
19

METODELOGI PENELITIAN................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
Materi Penelitian.............................................................................
Prosedur .........................................................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Analisis Data ..................................................................................
Peubah yang Diamati ......................................................................

21
21
21
24
25
26
26

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
Konsumsi Ransum ..........................................................................
Pertambahan Bobot Badan ..............................................................
Efisiensi Pakan ...............................................................................
Income Over Feed Cost (IOFC) ......................................................
R-C Ratio........................................................................................
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) ..................................................
Kecernaan Bahan Organik (KCBO) ................................................
Kecernaan Protein Kasar .................................................................

32
32
33
35
36
37
38
40
41

Kecernaan Serat Kasar ....................................................................
Kecernaan Lemak Kasar .................................................................
Kecernaan BETN ............................................................................
Retensi Nitrogen .............................................................................
NPU (Net Protein Utilization) .........................................................
Nilai Biologis .................................................................................
Kadar Amonia ................................................................................
VFA Total Rumen ..........................................................................
Alantoin Urin ..................................................................................

42
43
44
45
46
47
48
49
51

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
Kesimpulan.....................................................................................
Saran ..............................................................................................

53
53
53

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

54

LAMPIRAN ............................................................................................

61

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei pada lahan
petani ulat sutera di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ...............

12

2

Luas areal tanaman murbei (ha) di Indonesia .....................................

13

3

Komposisi zat makanan pada jagung (As Fed) ..................................

15

4

Spesifikasi persyaratan mutu dedak padi (SNI 01.3178-1996) ...........

16

5

Susunan ransum penelitian ................................................................

23

6

Perhitungan nilai income over feed cost (IOFC) dan R-C ratio ..........

23

7

Rataan hasil pengamatan konsumsi BK, PBB (Pertambahan Bobot
Badan), efisiensi pakan sapi PO dengan perlakuan pakan yang
mengandung tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat ........

32

Hasil perhitungan income over feed cost (IOFC) dan R-C ratio sapi
PO dengan perlakuan pakan yang mengandung tepung daun murbei
sebagai pengganti konsentrat .............................................................

37

Kecernaan protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETN pakan
yang mengandung tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat

42

10 Retensi nitrogen, NPU dan nilai biologis pakan yang mengandung
tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat .............................

45

11 Amonia rumen, VFA total dan alantoin urin pakan yang
mengandung tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat ........

48

8

9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Daun murbei ....................................................................................

9

2

Struktur bangun 1-deoxynojirimycin .................................................

14

3

Sapi yang digunakan dalam penelitian ..............................................

21

4

(a) Kandang individu, (b) Timbangan bobot badan, (c) Pompa
vacum penyedot cairan rumen ..........................................................

22

Pertambahan bobot badan dan dan konsumsi pakan yang
mengandung tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat ........

34

Kecernaan bahan kering dan dan bahan organik yang mengandung
tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat .............................

39

5
6

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Sidik ragam konsumsi ransum sapi PO ......................................

62

2

Sidik ragam pertambahan bobot badan (PBB) .............................

62

3

Sidik ragam efisiensi pakan.........................................................

62

4

Sidik ragam income over feed cost (Rp) ......................................

62

5

Sidik ragam R-C ratio ................................................................ .

63

6

Sidik ragam kecernaan bahan kering ...........................................

63

7

Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering ..................................

63

8

Sidik ragam kecernaan bahan organik .........................................

63

9

Uji lanjut Duncan kecernaan bahan organik ................................

64

10

Sidik ragam kecernaan protein kasar ...........................................

64

11

Sidik ragam kecernaan serat kasar...............................................

65

12

Uji lanjut Duncan serat kasar ......................................................

66

13

Sidik ragam kecernaan lemak kasar ............................................

66

14

Uji lanjut Duncan lemak kasar ....................................................

66

15

Sidik ragam kecernaan BETN .....................................................

67

16

Uji lanjut Duncan BETN.............................................................

67

17

Sidik ragam retensi nitrogen .......................................................

67

18

Uji lanjut Duncan retensi nitrogen...............................................

67

19

Sidik ragam NPU (Net Protein Utilization) .................................

68

20

Sidik ragam nilai biologis ...........................................................

68

21

Sidik ragam kadar amonia ...........................................................

68

22

Sidik ragam VFA total ................................................................

68

23

Sidik ragam alantoin urin ............................................................

69

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi dan kebutuhan daging sapi yang terus meningkat setiap tahun,
tidak diimbangi oleh produksi yang memadai sehingga hampir setiap tahun terjadi
kesenjangan antara produksi dan konsumsi daging sapi. Produksi daging yang
masih rendah, menuntut usaha-usaha penggemukan ternak sapi potong semakin
meningkat.
Usaha penggemukan ternak sapi potong ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan daging bagi masyarakat dari berbagai lapisan. Usaha penggemukan
sapi pedaging merupakan salah satu upaya peningkatan produksi daging, karena
melalui usaha ini diharapkan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi
dan efisien. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktifitas ternak sapi
terutama sebagai penghasil daging yang berkuantitas dan berkualitas baik ialah
melalui perbaikan pakan dalam suatu sistem pemeliharaan yang intensif.
Penggemukan sapi pedaging secara feedlot merupakan suatu cara pemeliharaan
dengan menerapkan pemberian pakan secara intensif, agar sapi tersebut dapat
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dan efisien sehingga dapat
mencapai target bobot potong dalam waktu yang relatif singkat. Peningkatan
produksi daging sapi sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang
diberikan. Strategi pemberian pakan yang disesuaikan dengan pencemaanya akan
membantu meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi (nutrien) untuk
pembentukan jaringan otot (daging).
Pakan adalah salah satu faktor penting proses perbaikan populasi dan
produktivitas ternak. Namun ironisnya sebagian komponen pakan khususnya
bahan konsentrat masih impor. Kondisi saat ini mengharuskan adanya upaya yang
lebih kuat untuk mencari alternatif bahan pengganti konsentrat dengan bahan
pakan lokal potensial.
Salah satu bahan pakan lokal yang berpotensi menggantikan konsentrat
adalah murbei. Kandungan protein kasar daun murbei sebesar 20.4% (Machii et

2

al. 2000), merupakan indikator kualitas murbei yang baik. Penggunaan murbei
diharapkan dapat meningkatkan kecernaan di rumen dan absorpsi protein di usus
halus sehingga dapat meningkatkan produktifitas ternak tersebut.
Kandungan protein kasar daun murbei 22-23% lebih tinggi dibandingkan
hijauan lainnya seperti rumput raja 8.2%, rumput gajah 9%, star grass 8.9% dan
alfafa 17%. Daun murbei memiliki kadar protein yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan legum Leucaena yang mengandung protein kasar sebesar
21.5% maka murbei dapat digunakan sebagai pengganti legum jika dilihat dari
kadar proteinnya (Yulistiani 2008). Kandungan lain dalam daun murbei yaitu
tanin 0.85% merupakan nilai yang sangat kecil untuk berpotensi mengikat protein
dibandingkan dengan daun kaliandra yang mengandung tanin sebesar 11.3%
(Makkar 1993) dan Leucaena leucocephala sebesar 13.9% (Yulistiani 2008).
Kadar tanin diatas 5% dapat menurunkan degradasi protein, N amonia dan
kecernaan serat (Makkar 1993). Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi
daun yang tinggi menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan sebagai bahan
pakan ternak menggantikan konsentrat khususnya untuk ternak ruminansia (Shayo
2002).
Daun

murbei

mengandung

senyawa

aktif

yaitu

senyawa

1-

deoxynojirimycin (DNJ) sebesar 0.24% (Oku et al. 2006). DNJ merupakan salah
satu senyawa aktif yang dapat menjadi agen lepas lambat RAC (readily available
carbohydrates). Ketersediaan RAC atau karbohidrat non-struktural dalam sistem
rumen yang seimbang dan berkesinambungan dapat meningkatkan fermentabilitas
bahan pakan.
Serangkaian

penelitian

telah

dilakukan,

dimulai

dari

penelitian

pendahuluan yang bertujuan untuk mengkaji potensi tanaman murbei sebagai
bahan pakan. Pada tahap ini diperoleh data potensi tanaman murbei, meliputi
komposisi nutrien makro, kandungan senyawa anti nutrisi dan fitokimia. Lignin
dan silika daun murbei masing-masing sebesar 3.18% dan 0.06%, kadar yang
masih relatif rendah, sehingga komponen dinding sel tersebut tidak mengurangi
kualitas daun murbei. Guna mengkaji jenis karbohidrat yang dilepas secara lambat
dalam sistem rumen akibat penambahan ekstrak daun murbei yang mengandung

3

senyawa 1-deoxynojirimycin, dilakukan uji aktivitas enzim cairan rumen dan uji
daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat. Uji aktivitas enzim menggunakan
enzim kasar yang dikoleksi dari cairan rumen sapi potong yang diperoleh dari
RPH, sedangkan uji daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat dengan
kehadiran ekstak daun murbei (EDM) yang mengandung senyawa DNJ dilakukan
dengan fermentasi in vitro (Ramdania 2008). Penambahan ekstrak daun murbei
(EDM) pada media dengan substrat berupa maltosa mengakibatkan penghambatan
aktivitas enzim maltase. Dinamika konsentrasi VFA yang dihasilkan dari
percobaan in vitro juga menggambarkan adanya perbaikan proses fermentasi
dalam media rumen dengan penambahan EDM yang mengandung senyawa DNJ.
Hasil percobaan ini mengindikasikan kemampuan ekstrak daun murbei yang
mengandung senyawa DNJ untuk menghambat hidrolisis karbohidrat non
struktural, khususnya maltosa dalam sistem rumen. Kemampuan ini akan menjaga
kesinambungan penyediaan RAC, sehingga mikroba-mikroba penghasil enzim
pencerna karbohidrat struktural dapat berkembang optimal.
Penelitian penggunaan daun murbei dalam ransum dengan sumber serat
berbahan dasar jerami padi guna meningkatkan efektivitas fermentasi dalam
rumen in vitro dan in vivo juga dilakukan. Seluruh peubah yang diamati
mengindikasikan adanya perbaikan efektivitas fermentasi akibat kehadiran murbei
dalam ransum. Nilai pH yang cenderung semakin rendah, produksi gas yang
semakin tinggi, konsentrasi ammonia yang semakin rendah pada tingkat
penggunaan murbei sebesar 75% menggantikan konsentrat, konsentrasi VFA
tertinggi yang juga diperoleh serta degradasi bahan kering dan bahan organik
pakan tertinggi menggambarkan potensi murbei yang baik untuk digunakan
sebagai pakan ternak ruminansia, terutama bila ransum yang disusun terdiri atas
jerami padi sebagai pakan dasar sumber serat. Oleh karena itu, penambahan
senyawa 1-DNJ dalam bentuk pemberian tepung maupun ekstrak daun murbei
dapat meningkatkan fermentabilitas pakan berbasis jerami padi dan menghasilkan
performa yang baik. Syahrir (2009) melaporkan bahwa hasil pertambahan bobot
badan harian sapi PO jantan yang lebih tinggi masing-masing sebesar 0.91, 0.96,
dan 0.79 kg/hari dengan pemberian pakan jerami padi, konsentrat dan murbei

4

yang memiliki imbangan 50:50:0, 50:25:25 dan 50:0:50. Trujillo (2002)
melaporkan penggunaan substitusi konsentrat komersial dengan daun murbei
dengan imbangan 100:0, 75:25 dan 50:50 menghasilkan pertambahan berat badan
sapi dara masing-masing sebesar 0.406, 0.437 dan 0.406 kg/hari.
Penelitian pemberian pakan sumber serat jerami padi, konsentrat dan
murbei yang memiliki imbangan 50:25:25 menghasilkan performa dan kecernaan
yang baik. Hasil penelitian menguak bahwa penggunaan murbei 25% akan
menghasilkan performa dan kecernaan yang paling maksimal, tetapi belum
menginformasikan sumber RAC (readily available carbohydrates)

bahan

konsentrat yang bisa digunakan. Diperkirakan penelitian lanjutan pemanfaatan
tepung daun murbei dalam ransum yang dikombinasikan dengan berbagai sumber
RAC (readily available carbohydrates) bahan konsentrat yang berbeda (jagung,
dedak dan onggok) akan menghasilkan efisiensi produksi dan efisiensi ekonomi,
serta menjadi alternatif pakan yang murah, berkualitas dan dapat meningkatkan
produktivitas ternak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :
1.

Mengetahui kemampuan tepung daun murbei dengan kombinasi konsentrat
yang berbeda terhadap performan dan kecernaan pakan sapi Peranakan
Ongole (PO).

2.

Menghasilkan pakan yang murah berbasis tepung daun murbei dan mudah
terjangkau masyarakat.
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:
1.

Diketahuinya seberapa besar pengaruh kombinasi daun murbei dengan
pakan konsentrat yang berbeda (konsentrat lengkap, konsentrat jagung,
konsentrat dedak padi, konsentrat onggok) terhadap kualitas pakan dan
peningkatan performa sapi PO.

5

2.

Mengetahui sumber RAC (readily available carbohydrates) yang sesuai
dengan kombinasi tepung daun murbei sehingga menghasilkan pakan murah
dan mudah bagi peternak.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Peranakan Ongole (PO)
Indonesia memiliki banyak bangsa sapi potong lokal diantaranya adalah
sapi Peranakan Ongole (PO). Bangsa sapi PO ini tersebar luas dan bagian terbesar
dah populasi terdapat di pulau Jawa terutama di Jawa Timur. Sapi PO merupakan
bukti keberhasilan pemuliaan sapi potong di Indonesia pada masa lalu. Bangsa
sapi ini baru terbentuk sekitar tahun 1930 melalui sistem persilangan dengan
grading up sapi Jawa dengan sapi Sumba Ongole (SO) (Bakti 2002).
Sapi PO merupakan hasil pemuliaan melalui sistem persilangan dengan
grading up sapi Jawa dan Sumba Ongole (SO) lebih dari setengah abad silam.
Sejak pembentukannya hingga menjadi suatu bangsa sapi yang mantap, sampai
saat ini belum banyak usaha terarah yang dilakukan untuk meningkatkan potensi
biologik dan genetiknya. Meskipun demikian seperti yang dapat diamati sapi PO
tetap berkembang secara alami sebagai bangsa sapi yang sudah mantap dengan
baku karakteristik morfologi yang mudah dikenali. Sapi PO juga menunjukkan
keunggulan sapi tropis yaitu daya adaptasi iklim tropis yang tinggi, tahan terhadap
panas, tahan terhadap gangguan parasit seperti gigitan nyamuk dan caplak,
disamping itu juga menunjukkan toleransi yang baik terhadap pakan yang
mengandung serat kasar tinggi (Soeprapto 2006).
Sapi PO dibeberapa daerah dipelihara dengan tujuan ganda disamping
sebagai sapi potong penghasil daging juga untuk sapi kerja, hanya di daerah lahan
kering dimana tidak ada persawahan sapi ini dipelihara sebagai sapi potong
penghasil daging. Keadaan ini juga memberikan kontribusi terhadap potensi
biologis baik produksi maupun reproduksinya. Potensi produksi sapi PO
menunjukkan pertumbuhan yang lambat bila dibandingkan dengan bangsa sapi
eksotik yang telah mengalami seleksi untuk pertumbuhan dan dipelihara dalam
lingkungan yang diperuntukkannya (Iswanto 2003).

7

Sapi Bakalan
Sapi bakalan merupakan sapi muda yang disiapkan untuk penggemukan.
Sapi yang akan dijadikan sapi bakalan diseleksi terlebih dahulu karena
mempengaruhi kualitas dan kuantitas daging sapi potong hasil penggemukan.
Seleksi terhadap sapi bakalan biasanya mengacu pada standar parameter bobot
badan, kesehatan dan proporsi badan sapi. Seleksi sapi dapat dilakukan oleh
seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengevaluasi parameter standar
untuk sapi bakalan sesuai dengan tujuannya, seperti sapi bakalan, sapi bibit, sapi
siap potong. Evaluasi yang baik akan menampilkan hasil seleksi yang memenuhi
kriteria (Usri et al. 1979).
Parameter-parameter standar untuk seleksi sapi bakalan hanya mencakup
kualitas dan kuantitas sapi yang dapat dievaluasi dengan penilaian dan
pengamatan tubuh sapi bagian luar (yang tampak). Kriteria kesehatan juga hanya
dievaluasi berdasarkan pengamatan bagian yang dapat diamati secara langsung.
Tubuh sapi dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian yang digunakan sebagai
penggolongan daging berdasarkan kualitasnya atau berdasarkan segi komersialnya
(Sugeng 1998).
Pertumbuhan Ternak
Pertumbuhan adalah bertambahnya bobot hingga ukuran dewasa tercapai
atau lebih spesifik pertumbuhan dapat dijelaskan dengan bertambahnya unit
produksi biokimia baru oleh pembagian sel, pembesaran sel atau persatuan dari
bahan-bahan material yang berasal dari lingkungan. Secara sederhana Berg &
Butterfield (1988) mendefinisikan pertumbuhan sebagai terjadinya perubahan
ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa. Perubahan
ukuran meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi
tubuh termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot,
lemak, tulang dan organ dalam serta komponen kimia terutama air, lemak dan abu.
(Gurnadi 1983 & Soeparno

1998). Pertumbuhan pada umumnya dinyatakan

dengan mengukur kenaikan bobot hidup yang mudah dilakukan dan biasanya
dinyatakan sebagai pertambahan bobot badan harian atau average daily gain

8

(ADG). Kurva pertumbuhan

diperoleh dari plot bobot hidup terhadap umur

(Taylor 1984 & Tillman et al. 1998).
Perkembangan adalah produk hasil dari perbedaan pertumbuhan dari
masing-masing bagian tubuh dari suatu organisme. Perkembangan menunjukkan
koordinasi berbagai proses hingga kematangan (kedewasaan) tercapai, seperti
diferensiasi seluler dan perubahan bentuk tubuh (Taylor 1984 & Tillman et al.
1998).
Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai
pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai.
Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva hampir tidak
berubah, ditunjukkan oleh pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting
mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat. Tumbuh
kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, lingkungan dan
manajemen. Potensi pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor bangsa heterosis
(hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung sistem
manajeman yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim
(Judge et al. 1989).
Penggemukan Sapi Potong
Tujuan usaha penggemukan antara lain untuk memperoleh penambahan
bobot badan yang relatif tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan
dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak, serta
menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi (Dyer & O'mary 1977).
Pertumbuhan dan lama penggemukan dipengaruhi oleh faktor bibit sapi bakalan,
umur sapi bakalan, bangsa sapi, jenis kelamin dan bobot badan sapi bakalan serta
efisiensi pakan (Gurnadi 1975).
Perusahaan penggemukan ternak sapi yang berlokasi di daerah padat
penduduk (seperti di Pulau Jawa) pada umumnya menggunakan sistem feedlot.
Hal ini didasarkan pada penggunaan lahan yang relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan penggemukan yang dilakukan pada ladang penggembalaan (pasture
fattening).

Penggemukan

sapi

sistem

feedlot

didasarkan

pada

prinsip

9

penggemukan di kandang dengan pemberian pakan konsentrat secara penuh yang
terdiri dari campuran berupa biji-bijian dan sorgum seperti pollard, jagung,
bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, dan sebagainya, dengan penambahan
mineral dan garam (Blakely & Bade 1991). Sapi yang digemukkan secara feedlot
adalah sapi yang memiliki pertumbuhan yang tinggi sehingga waktu yang
diperlukan untuk mencapai bobot tertentu menjadi lebih singkat. Waktu
penggemukan yang lebih singkat ini dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi
ekonomi dalam penggunaan pakan (Tillman et al. 1998).
Tanaman Murbei dan Potensinya sebagai Bahan Pakan
Tanaman murbei (Morus sp.) merupakan bagian dari ordo urticalis, famili
Moraceae dan Genus Morus. Tanaman murbei diklasifikasikan sebagai berikut
(Martin et al. 2002) :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledone

Ordo

: Urticales

Famili

: Moraceae

Genus

: Mores

Spesies

: Lebih dari 30 species dan 300 varietas

Gambar 1. Daun murbei

10

Tanaman murbei termasuk semak atau pohon berukuran kecil sampai
sedang dengan tinggi tanaman mencapai 15 m dan diameter batang mencapai 60
cm. Tanaman murbei dapat tumbuh di daerah temperit sampai ke daerah tropik
yang kering. Tanaman toleran tumbuh pada temperatur lingkungan 5.9 sampai
27.5° C dan pH tanah dari 4.9 sampai 8.0. Di India dilaporkan bahwa tanaman
murbei dapat tumbuh pada daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 3300
m dpl. Daun murbei dapat dilihat pada Gambar 1.
Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan yang
berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrien dan daya adaptasi
tumbuhnya yang baik (Singh & Makkar 2002). Produksi daun murbei sangat
bervariasi, tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan pemupukan.
Martin et al. (2002) melaporkan produksi biomassa murbei dengan interval
depoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/tahun dan produksi daun sebesar 16
ton BK/ha/tahun, sedangkan Boschini (2002) melaporkan produksi daun sebesar
19 ton BK/ha/tahun. Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan
leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi
sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1995) dan lamtoro mini (Desmanthus
virgatus) dengan potensi produksi sebesar 7-8 ton BK/ha/tahun (Suyadi et al.
1989).
Jenis yang banyak digunakan di Indonesia adalah Morus alba karena
memiliki nutrisi yang baik. Daun murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi
dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia maupun monogastrik. Daun
murbei mengandung protein kasar 20.80%, serat kasar 12.09%, lemak kasar
3.19%, BETN 53.16%, silika 0.06% dan lignin 3.18% (Syahrir 2009). Menurut
Machii et al. (2000) kandungan protein kasar daun murbei sebesar 20.4%
merupakan salah satu indikator bahwa daun murbei memiliki kualitas yang baik
sebagai bahan pakan. Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh asam
aminonya yang lengkap. Pada daun murbei juga teridentifikasi adanya asam
askorbat, karotene, vitamin B1, asam folat dan profitamin D (Singh & Makkar
2002).

11

Budidaya Tanaman Murbei
Tanaman murbei dapat diperbanyak dengan biji, stek atau okulasi.
Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal, tetapi menghasilkan tanaman yang
lebih baik dibandingkan dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan tanaman
dengan stek membutuhkan 75 000 sampai 120 000 stek/ha, sedangkan
perbanyakan

dengan

okulasi

membutuhkan

4000

tanaman/ha.

Teknik

perbanyakan tanaman dengan okulasi secara eksklusif dilakukan di Jepang
(Machii et al. 2002).
Tanaman murbei mencapai ketinggian 1.3 m pada umur 10 minggu.
Pemanenan pertama daun dilakukan pada umur 3 bulan setelah penanaman.
Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 10 kali/tahun untuk daerah yang beririgasi,
sedangkan pada daerah tadah hujan dapat dilakukan pemanenan sebanyak 6 - 7
kali. Tanaman murbei dapat berproduksi dengan baik sampai berumur 15 tahun.
Setelah itu, tanaman harus diremajakan.
Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei yang diterapkan
oleh petani ulat sutra disajikan pada Tabel 1. Produksi daun murbei dari lahan
yang diberi pupuk kandang dan dipanen pada umur tangkai 60 hari (Murbei II)
lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daun murbei dari lahan tanpa
pemupukan dan dipanen pada umur tangkai 90 hari (Murbei I). Martin et al.
(2002) melaporkan produksi daun murbei tertinggi diperoleh dari pemanenan
dengan interval defoliasi 90 hari, yakni mencapai 645 g BK/pohon/tahun,
sedangkan pemanenan dengan interval defoliasi 60 dan 45 hari menghasilkan
daun murbei masing-masing sebesar 378 dan 456 g BK/pohon/tahun. Produksi
daun murbei yang dipanen dari penelitian ini, pada umur tangkai 60 dan 90 hari
masing-masing sebesar 66.92 dan 89.01 g BK/pohon, atau 401.52 dan 356.04 g
BK/pohon/tahun.
Sebagian besar wilayah Indonesia belum tertanam tanaman murbei. Tabel
2. tersaji data luas areal tanaman murbei disetiap propinsi di Indonesia. Sampai
tahun 2004, areal tanaman murbei di Indonesia baru seluas ±10 000 ha, jauh lebih
kecil dibandingkan dengan negara lain, misalnya Jepang seluas 14 884 ha (Machii
et al. 2002), Brasil seluas 37 745 ha (Almeida & Fonseca 2002), Thailand seluas

12

35 000 ha, bahkan India dan Cina masing-masing mencapai 280 000 dan 626 000
ha (Sanchez 2002). Potensi produksi, kualitas dan daya adaptasi yang baik dari
tanaman murbei menjadikan tanaman murbei berpotensi untuk dikembangkan dan
disebarluaskan, tidak hanya sebagai pakan ulat sutra tetapi juga untuk kebutuhan
lain, misalnya sebagai pakan ternak.
Tabel 1. Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei pada
lahan petani ulat sutra di Kab. Enrekang Sulawesi Selatan
Keterangan Teknis Penanaman
Jumlah sampel (pohon)
Umur tanaman (tahun)
Umur tangkai (hari)

Murbei I
25
3.5
90
Tanpa
pemupukan

Pemupukan
Jarak tanaman (cm2)
Jumlah pohon/ha
Bobot segar daun/pohon (kg)
Kadar air daun segar (%)
Berat kering daun/pohon (g)
Produksi daun perpanen (kg BK)
Produksi daun (g BK/pohon/tahun)
Produksi daun (kg BK/ha/tahun)

60x30
50 000
0.43
79.3
89.01
4 450.5
356.04
17 802

Murbei II
90
3.5
90
Pemupukan
dengan pupuk
kandang
60x30
50 000
0.28
76.1
66.92
3 346.0
401.52
20 076

Sumber: Sahrir (2009)

Sanchez (2002) melaporkan bahwa di Indonesia, tanaman murbei baru
digunakan sebagai pakan ulat sutra, sedangkan penelitian atau pemanfaatan daun
murbei sebagai pakan ternak belum dijumpai. Kondisi yang berbeda terjadi di
negara-negara bagian Amerika yang telah menggunakan daun murbei sebagai
bahan pakan ternak.

Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) Indonesia dikenal

beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan
baku pakan ayam, antara lain Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus
australis, Morus cathayana, Morus mierovra, Morus alba var. macrophylla, dan
Morus bombycis. Doran et al. (2006) menyatakan daun murbei potensial menjadi
sumber pakan di wilayah tropis.

13

Tabel 2. Luas areal tanaman murbei (ha) di Indonesia
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.

Propinsi
Nangroe Aceh
Darusalam
Sumatera Utara
Riau
Sumatera Barat
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Lampung
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Irian Jaya Barat
DKI Jakarta
Jumlah/Total

2000

2001

2002

2003

2004

140.0
868.0
2 029.0
584.0
584.0
530.0
122.0
5 270.0
-

140.0
868.0
2 992.0
941.3
313.6
540.0
122.0
6 588.2
25.0
20.0
-

140.0
868.0
2 992.0
941.3
483.5
540.0
122.0
6 037.7
25.0
20.0
-

140.0
868.0
2 992.0
941.3
496.2
540.0
122.0
4 216.3
25.0
20.0
-

140.0
868.0
2 992.0
941.3
496.2
540.0
122.0
4 184.5
25.0
20.0
-

10 127.0 12 581.5 12 198.4 10 338.7 9 492.5
Sumber: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005)

14

Senyawa 1-Deoxynojirimycin Murbei
Peran senyawa aktif dalam ransum dapat berdampak positif, tetapi juga
dapat berdampak negatif terhadap performa ternak. Salah satu senyawa aktif yang
terdapat pada daun murbei adalah 1-deoxynojirimycin (DNJ) (Oku et al. 2006).
Senyawa DNJ (C 6 H 13 NO 4 ) pertama kali diisolasi dari akar tanaman murbei diberi
nama moroline. Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan
stereokimia dari monosakarida yang memiliki potensi menghambat ceramid
glukosyltransferase dan (α, β) glukosidase secara spesifik. Struktur bangun
senyawa 1-DNJ (C6H13NO4) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur bangun 1-deoxynojirimycin (Kimura et al. 2004)

Senyawa DNJ memiliki potensi menghambat (α,β) glukosidase secara
spesifik. Sebagai contoh, N-butyl DNJ digunakan untuk mengurangi sintesa
substrat glikolipid (Mellor et al. 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivate DNJ
berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase
pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida. Senyawa
DNJ dapat menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes
(Kimura et al. 2004). Senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase
dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat
(karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat (Hock & Elstner 2005).
Jagung
Jagung merupakan bahan makanan yang kaya energi dan rendah dalam
serat serta mineral. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam biji
jagung yang terdiri atas amilosa dan amilopektin (Rubatzky & Yamaguchi 1998).
Meskipun jagung sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah protein

15

dan proteinnya berkualitas rendah. Protein jagung sekitar 8.5% (National Research
Council 1994).
Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara
penanaman, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung berubah
selama pertumbuhan. Kandungan zat-zat makanan dalam jagung dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi zat makanan pada jagung (As Fed)
Komponen

Jumlah

Bahan Kering (%)

89

Protein (%)

8.5

Lemak (%)

3.8

Serat Kasar (%)

2.2

Ca (%)

0.02

P Non Phytat (%)

0.08

Metionin (%)

0.18

Energi Metabolisme (kkal/kg)

3.35

Sumber : (NRC) National Research Council (1994)

Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari
lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Menurut National
Research Council (1994) dedak padi merupakan energi metabolis sebesar 2980
kkal/kg, protein kasar 12.9%, lemak 13%, serat kasar 11.4%, Ca 0.07%, P tersedia
0.22%, Mg 0.95% serta kadar air 9%.
Pemanfaatan dedak sebagai bahan pakan ternak sapi sudah umum
dilakukan bisa mencapai 40%. Dedak padi mempunyai kandungan energi dan
protein yang cukup baik. Kandungan protein kasar 12.7-13.5%, lemak 10.6-13.6%
dan serat kasar 8.2-12.2% (Mathius & Sinurat 2001). Dedak padi dispesifikasikan
berdasarkan kandungan nutrien dapat digolongkan berdasarkan standar mutu
dedak padi (Tabel 4).

16

Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu dedak padi (SNI 01.3178-1996)
Komposisi

Mutu I

Mutu II

Mutu III

Air (%) maksimum

12

12

12

Protein Kasar (%) minimum

11

10

8

Serat Kasar (%) maksimum

11

14

16

Abu (%) maksimal

11

13

15

Lemak (%) maksimum

15

20

20

Asam Lemak Bebas (%) thd lemak mak

5

8

8

Ca (%)

0.3-0.4

0.3-0.4

0.3-0.4

P(%)

0.6-1.6

0.6-1.6

0.6-1.6

Silika (%) maksimum

2

3

4

Sumber : Dewan Standarasasi Nasional (2001)

Onggok
Onggok yang berasal dari umbi singkong merupakan limbah padat dari
pengolahan tepung tapioka. Kandungan zat makanan yang terdapat pada onggok
adalah protein 3.6%; lemak 2.3%; air 20.31% dan abu 4.4% (National Research
Council 1994). Onggok berpotensi sebagai pakan ternak sapi karena mengandung
karbohidrat atau pati yang masih cukup tinggi sehingga biasa dimanfaatkan
sebagai sumber energi.
Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak

IPB, onggok mengandung BETN 71.64% dan energi metabolisme

2488.93 Kal/kg. Menurut Sulyono et al. (1977) koefisien protein onggok lebih
tinggi bila dibandingkan dengan koefisien cerna protein dedak padi, hal ini karena
kandungan serat kasar onggok lebih rendah yaitu 7.8%. Penggunaan onggok
dalam konsentrat sapi bisa mencapai 40%.
Konsumsi Ransum
Ransum adalah makanan, terdiri dari satu atau lebih bahan makanan yang
diberikan kepada ternak untuk kebutuhan 24 jam, diberikan sekaligus atau
beberapa kali (Perry et al. 2003). Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat

17

makanan temak, yang berarti bahwa tidak hanya memenuhi kandungan zat
makanan yang pantas tetapi juga harus dapat dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup. Apabila penyediaan ransum dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada
kemampuan ternak yang bersangkutan untuk mengkonsumsinya, maka akan
menyebabkan terjadinya pemborosan.
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum bahan
kering ruminansia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a) faktor hewan
(bobot badan, umur dan kondisi, stress yang diakibatkan oleh lingkungan), b)
makanan yaitu sifat fisik dan komposisi kimia makanan yang mempengaruhi
kecernaan yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi. Menurut Church & Pond
(1988), faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas dan selera.
Palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur dan suhu makanan yang
diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar pada
ternak. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah kesehatan ternak, stress
karena penyakit dan keadaan kandang yang berdesak-desakan, suara ribut dan
penanganan yang berlebihan dalam menjaga ternak dapat mengakibatkan
penurunan konsumsi.
Tingkat konsumsi makanan adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh
hewan bila makanan tersebut diberikan ad libitum. Banyaknya jumlah makanan
yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan salah satu faktor penting yang
secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak. Konsumsi makanan
dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas makanan dan oleh faktor kebutuhan
energi ternak yang bersangkutan. Makin baik kualitas makanannya, makin tinggi
konsumsi makanan seekor ternak. Konsumsi makanan ternak berkualitas baik
ditentukan oleh status fisiologi seekor ternak (Perry et al. 2003).
Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor hewan selama sehari
perlu diketahui. Dengan mengetahui jumlah bahan kering yang dimakan dapat
dipenuhi kebutuhan seekor hewan akan zat makanan yang perlu untuk
pertumbuhannya, hidup pokok maupun produksinya. Bahan kering merupakan tolok
ukur dalam menilai palatabilitas makanan yang diperlukan untuk menentukan
mutu suatu pakan. Kemampuan ternak mengkonsumsi bahan makanan merupakan

18

hal yang perlu diperhatikan karena erat hubungannya dengan tingkat produksi
ternak yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan variasi kapasitas produksi yang
disebabkan oleh makanan pada berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi
(60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil pencernaan produk (15%) (Parakkasi
1999).
Pertambahan Bobot Badan
Menurut McDonald et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan
peningkatan ukura