Performance of Local Sheep With The Ration of Corn Cob Fiber Sources Combined with Different Protein Sources
PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT
SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN
BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN
SKRIPSI
IKKA F. M. KENNEDY
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
IKKA F. M. KENNEDY. D24070296. 2012. Performa Domba Lokal Jantan yang
Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber
Protein. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
: Ir. Lilis Khotijah, M.Si.
: Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.
Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba
untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha
peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa
keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat
Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan
biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan
rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif
pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan
alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha
adalah tongkol jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba
lokal jantan dan Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal
jantan yang mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi
sumber protein.
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal jantan berumur sekitar
1,5 tahun dengan kisaran bobot badan 22,3-29,4 kg. Ransum yang digunakan adalah
ransum yang mengandung protein kasar sekitar 15%; Total Digestible Nutrient
(TDN) sekitar 65%; dan air diberikan secara ad libitum. Terdapat empat perlakuan
dalam penelitian ini, diantaranya ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok,
bungkil kelapa, dan urea (P1); ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok,
bungkil kelapa, dan bungkil kedelai (P2); ransum yang terdiri dari tongkol jagung,
onggok, bungkil kelapa, dan tepung ikan (P3); dan ransum yang terdiri dari tongkol
jagung, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan (P4). Rancangan
percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Pengelompokan domba dilakukan berdasarkan bobot badan besar (27,2-29,4 kg),
agak besar (26,0-27,0 kg), sedang (24,8-25,6 kg), dan kecil (22,3-24,5 kg). Peubah
yang diamati adalah konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar
(SK), lemak kasar (LK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), TDN, pertambahan
bobot badan (PBB), konversi ransum, serta Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap konsumsi BK, SK, BETN, konversi ransum, dan PBB. Perlakuan
berpengaruh terhadap konsumsi PK, LK, dan TDN. Pemberian ransum untuk domba
lokal jantan yang mengandung sumber serat tongkol jagung dengan kombinasi
sumber protein dari bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan masih
memberikan pengaruh yang sama baik terhadap performa domba. Perhitungan
Income Over Feed Cost (IOFC) menunjukkan bahwa ransum tongkol jagung dan
onggok yang dikombinasikan dengan bungkil kelapa dan tepung ikan memberikan
nilai ekonomis yang paling tinggi.
Kata-kata kunci : domba lokal jantan, tongkol jagung, sumber protein
ABSTRACT
Performance of Local Sheep With The Ration of Corn Cob Fiber Sources
Combined with Different Protein Sources
Kennedy, I. F. M., L. Khotijah, and S. Suharti
The objective of this research was to evaluate the performance of local sheep with
the ration of corn cob fiber sources combined with different protein sources. Sixteen
local sheeps about 1.5 years old, weighed about 22.3-29.4 kg were used and divided
into four groups of four animals in each group. The sheep were allocated in a Block
Randomized Design. The treatment diets were, P1: ration of corn cob, cassava by
product, coconut meal, and urea; P2: ration of corn cob, cassava by product, coconut
meal, and soybean meal; P3: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal,
and fish meal; and P4: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, soybean
meal, and fish meal. Data were analyzed using analysis of variance and the
differences were tested using Duncan’s method. The results showed that the
treatments did not significantly affect on dry matter intake, crude fiber intake,
nitrogen-free extract intake, feed conversion ratio, and daily weight gain. The
treatment significantly affect on intake of crude protein, crude fat, and Total
Digestible Nutient (TDN). The ration of corn cob fiber sources combined with copra
meal, soybean meal, and fish meal can be used in local sheep and still have good
performance on local sheep. Income Over Feed Cost (IOFC) showed that ration of
corn cob fiber sources combined with copra meal and fish meal gave the highest
economic value.
Key words : local sheep, corn cobs, protein sources
PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT
SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN
BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN
IKKA F. M. KENNEDY
D24070296
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul
: Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat
Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein
Nama : Ikka F. M. Kennedy
NIM
: D24070296
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Lilis Khotijah, M.Si.)
NIP. 19660703 199203 2 003
(Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.)
NIP. 19741012 200501 2 002
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.)
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 6 September 2012
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 10 Mei 1989 di Blitar,
Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, dari pasangan Bapak Ridwan dan Ibu Tutuk
Sri Winarti.
Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK
Dharma Wanita, Plosorejo pada tahun 1994-1995,
dilanjutkan dengan Sekolah Dasar di SD Negeri
Plosorejo 2, Blitar pada tahun 1995-2001, kemudian
menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama pada
tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 1 Blitar dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan
pada tahun 2004-2007 di SMA Negeri 1 Blitar, Jawa Timur. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
organisasi dalam skala kampus maupun nasional. Penulis dipercaya menjadi
Koordinator Wilayah Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB)
pada tahun 2008-2010, Pengurus Wilayah II Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan
Indonesia (Ismapeti) pada tahun 2008-2010, dan Ketua Kelompok Pecinta Alam
Fakultas Peternakan, IPB (Kepal-D) pada tahun 2008-2010. Penulis juga
berkesempatan mendapat beasiswa Dana POM pada tahun 2007-2009 dan PPA dari
pemerintah pada tahun 2009-2011.
Bogor, September 2012
Ikka F. M. Kennedy
D24070296
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kekuasaan,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat
Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein” yang ditulis
berdasarkan penelitian pada bulan September sampai November 2011 di
Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis
sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Peternakan, Insitut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berisi informasi tentang performa domba lokal jantan yang
mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam
dunia peternakan, bermanfaat bagi Penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya.
Bogor, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………..
i
ABSTRACT …………………………………………………………….
ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………….
iii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….
iv
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………..
v
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...
x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xi
PENDAHULUAN ………………………………………………………
1
Latar Belakang ………………………………………………….
Tujuan …………………………………………………………...
1
2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
3
Domba Lokal ……………………………………………………
Pakan ……………………………………………………………
Tongkol Jagung ………………………………………….
Onggok …………..………………………………………
Bungkil Kelapa ……….…………………………………
Bungkil Kedelai …………………………………………
Tepung Ikan ……………………………………………..
Konsumsi Pakan ……... …………………………………………
Protein Kasar ……………….……………………………
Lemak Kasar …..……….…….………………………….
Serat Kasar …….…………….………………………….
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen …….……………………
Total Digestible Nutrient …….…….……………………
Pertambahan Bobot Badan …………………………………..…
Konversi Pakan …………………………………………………
Income Over Feed Cost (IOFC) ………………………………...
3
4
4
5
5
6
7
8
9
10
10
10
11
12
13
14
MATERI DAN METODE ……………………………………………...
Lokasi dan Waktu ……………………………………………….
Materi …………………………………………………………...
Ternak Percobaan ……………………………………….
Kandang dan Peralatan ………………………………….
Pakan …... …………………………………………….…
Prosedur …………………………………………………………
16
16
16
16
16
16
18
Pembuatan Pakan ……………………………………….
Pemeliharaan ……………………………………………
Rancangan dan Analisis Data …………………………………..
Perlakuan ……………………………………………….
Rancangan ………………………………………………
Analisis Data ……………………………………………
18
18
19
19
20
20
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
21
Konsumsi Pakan ………………………………………………...21
Konsumsi Bahan Kering (BK) ………………………….
Konsumsi Protein Kasar (PK) …………………………...
Konsumsi Lemak Kasar (LK) …………………………..
Konsumsi Serat Kasar (SK) …………………………….
Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) …….
Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) ……………
Pertambahan Bobot Badan (PBB) ………………………………
Konversi Pakan ... ………………………………………….……
Income Over Feed Cost (IOFC) ………………………………...
21
23
24
24
25
26
27
29
30
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
32
Kesimpulan ……………………………………………………...
Saran …………………………………………………………….
32
32
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………
33
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..
34
LAMPIRAN …………………………………………………………….
39
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering ...4
2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering ... ….…...
5
3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering ...6
4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering ..
7
5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering …....
7
6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung
Ikan ……………………………………………………………….
8
7. Komposisi dan Harga Bahan Pakan Ransum Penelitian ….……....
17
8. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan ............. .…………………...
17
9. Rataan Konsumsi Bahan Kering …………….…………………….
21
10. Rataan Konsumsi Nutrien Pakan …... …….………………...…….
22
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan …………….………………….
27
12. Rataan Konversi Pakan …... ……….……………………………...
29
13. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Selama 28 Hari
Pemeliharaan ……………………………….……………………..
30
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya ..…………
12
2. Domba yang Digunakan dalam Penelitian …………….………….
16
3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian ………..……..………….
18
4. Kurva Pertumbuhan Domba Selama Penelitian …...…..………….
28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Konsumsi BK ………..………………………….
40
2. Analisis Ragam Konsumsi PK …………..………………………..
40
3. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi PK …
40
4. Analisis Ragam Konsumsi LK …………..……………………….
40
5. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi LK ...41
6. Analisis Ragam Konsumsi SK …………..……………………….
41
7. Analisis Ragam Konsumsi BETN ... ……..……………………….
41
8. Analisis Ragam Konsumsi TDN ... …..…..……………………….
41
9. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi TDN..
42
10. Analisis Ragam PBB ………….....…..…..……………………….
42
11. Analisis Ragam Konversi Pakan …....…..…..…………………….
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan
dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS,
2012a). Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba
untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha
peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa
keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat
Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan
biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan
rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif
pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan
alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha
adalah tongkol jagung.
Tongkol jagung merupakan limbah hasil pengolahan jagung yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan sumber serat dan ketersediaannya juga cukup banyak.
Kuantitas tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi
jagung di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012b).
Tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi yang diperkirakan dapat
menjadi alternatif pakan sumber serat untuk substitusi rumput. Penggunaan tongkol
jagung sebagai sumber serat harus diimbangi dengan sumber protein untuk
meningkatkan kualitas ransum karena tongkol jagung memiliki kandungan protein
yang rendah.
Pakan sumber protein yang dapat digunakan adalah bungkil kedelai dan
tepung ikan. Bahan pakan sumber protein yang dikombinasikan adalah bungkil
kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, dan urea. Bungkil kelapa memiliki kandungan
lemak yang tinggi, serta kandungan protein nabati yang sangat potensial untuk
meningkatkan kualitas karkas. Bungkil kedelai memiliki kandungan dan kelarutan
protein yang tinggi, memiliki asam amino yang seimbang, serta palatabilitas yang
tinggi. Penggunaan bungkil kedelai diharapkan juga dapat meningkatkan palatabilitas
ransum dan meningkatkan kualitas ransum. Menurut Sutardi (1979), perpaduan
antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai dapat saling menutupi kelemahan masing-
masing sehingga menjadi jauh lebih baik, bungkil kelapa yang biasanya defisien
akan metionin, kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Tepung ikan
termasuk sumber protein hewani dengan kelarutan rendah jika dibandingkan dengan
sumber protein nabati. Tepung ikan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan protein
bypass domba. Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan
pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin,
sehingga diharapkan tepung ikan juga dapat menutupi kelemahan bungkil kelapa
yang defisien akan metionin. Urea merupakan sumber nitrogen nonprotein yang
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pada ransum. Pemanfaatan urea diharapkan
dapat meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen untuk mikroba rumen sehingga
dapat meningkatkan kualitas ransum.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba lokal jantan dan
Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal jantan yang
mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo
Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries.
Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk dan secara
fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal seperti babi dan unggas
(Wodzicka et al., 1993).
Domba yang dikenal di Indonesia ada tiga bangsa yaitu domba garut, domba
ekor gemuk, dan domba ekor tipis atau lebih dikenal dengan nama domba lokal.
Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang
baik pada iklim tropis dan tidak mengenal adanya musim pembiakan (non seasonal
breeding) sehingga perkembangbiakan dapat berlangsung sepanjang tahun. Domba
lokal memiliki ciri-ciri ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulunya beragam, ekor
tipis, dan tidak terlalu panjang (Devendra dan McLeroy, 1992).
Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa,
berbulu kasar, tidak seragam, hasil daging relatif sedikit, dan pola warna bulu sangat
beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam umumnya.
Bobot dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan
persentase karkas berkisar antara 44%-49% (Devendra dan McLeroy, 1992). Ekor
pada domba lokal umumnya pendek dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm; lebar
pangkal ekor 5,6 cm; dan tebal 2,7 cm (Devendra dan McLeroy, 1992).
Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan
dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS,
2012a). Hai ini dikarenakan domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di
masyarakat karena mempunyai fungsi ekonomis, sosial, dan budaya serta merupakan
sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia
melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba impor (Sumantri et al.,
2007). Ternak-ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan
antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas
rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara
dengan biaya rendah, mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya (FAO,
2002).
Pakan
Tongkol Jagung
Potensi limbah tanaman jagung yaitu 50% batang, 20% daun, 20% tongkol,
dan 10% kulit buah jagung (klobot) dihasilkan pertahun, akan tetapi pemanfaatan
limbah tanaman jagung belum maksimal karena bersifat bulky, musiman, dan cepat
rusak setelah dipanen (Umiyasih dan Wina, 2008). Penggunaan limbah tongkol
jagung sebagai pakan umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki lahan dan
menanam tanaman pangan (Febrina dan Liana, 2008).
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan industri
pengolahan jagung. Menurut Parakkasi (1999), tongkol jagung memiliki persentase
sebesar 20% dari berat jagung bertongkol (buah jagung tanpa klobot). Kuantitas
tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi jagung
pipil di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012b).
Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kuantitas tongkol jagung di Indonesia
sebanyak 4.410.813 ton. Komposisi nutrien tongkol jagung dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
BETN (%)
Selulosa (%)
Lignin (%)
TDN (%)
Tongkol Jagung a
90
1,9
3,6
0,8
40,2
53,5
28
7
50
Tongkol Jagung b
90
2,2
3,3
0,6
40
53,9
-
-
48
Keterangan : a Perry et al. (2003), b Parakkasi (1999)
Tongkol jagung mengandung protein kasar yang rendah yaitu sebesar 4,64%
dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Rendahnya
kandungan protein dan tingginya kandungan lignin tongkol jagung menyebabkan
selulosa tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen yang berakibat
kecernaannya menjadi rendah (Brandt dan Klopfenstein, 1986). Menurut Perry et al.
(2003), tongkol jagung sebaiknya dipotong-potong atau digiling terlebih dahulu
sebelum diberikan pada ternak ruminansia agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan
4
efisien. Yulistiani (2010) melaporkan bahwa, amoniasi tongkol jagung dapat
digunakan dalam ransum komplit domba komposit sumatra dan menghasilkan
pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari. Penelitian lain melaporkan bahwa
tongkol jagung giling dipakai dalam ransum kambing lokal afrika jantan pada level
36% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian 37 g/ekor/hari
(Aregheore, 1995).
Onggok
Onggok adalah produk limbah yang merupakan hasil samping pembuatan pati
dari ubi kayu (cassava). Onggok merupakan pakan sumber energi yang berasal dari
limbah pembuatan tepung tapioka dengan jumlah mencapai 19,7% dari produksi ubi
kayu. Pemanfaatan onggok masih sangat sederhana dan dikategorikan sebagai hasil
samping yang bernilai ekonomi sangat rendah. Serat terdiri dari hemiselulosa, pektin,
dan selulosa. Onggok juga kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna bagi ternak
dan penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum karena
harganya murah, cukup tersedia, dan mudah didapat (Rasyid et al., 1996). Penelitian
Shaliha (2012) terhadap domba yang mendapat sumber energi berbasis onggok
mendapatkan pertambahan bobot badan 91-108 g/ekor/hari. Kandungan nutrien dari
onggok dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
BETN (%)
Kandungan
86
0,89
1,77
1,48
6,66
89,20
Sumber : Irawan (2002)
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah
kelapa segar/kering (SNI, 1996a) dan mengandung protein kasar sebesar 18%
(Wibowo, 2010). Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial
untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Sebagai sumber protein,
bungkil kelapa baik digunakan untuk ternak, namun bungkil kelapa memiliki
5
kecernaan yang rendah karena tingginya kandungan serat kasar. Menurut Sutardi
(1979), perpaduan antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai ternyata lebih unggul
daripada bungkil kelapa atau bungkil kedelai saja. Kedua sumber protein ini seolah-
olah dapat saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga menjadi jauh lebih
baik, kemungkinan bungkil kelapa yang biasanya defisien akan metionin,
kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Aregheore (2005) menyatakan
bahwa peningkatan pemberian bungkil kelapa dapat menurunkan konsumsi bahan
kering, namun dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan memberikan
konversi pakan yang rendah. Balitnak (2011) melaporkan bahwa bungkil kelapa
mengandung 21,7% protein kasar; 17,1% lemak kasar; 16,2% serat kasar; 0,1%
kalsium; 0,62% fosfor; 1667 kkal/kg ME; dengan kecernaaan bahan kering sebesar
60%. Kandungan nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Abu (%)
Lemak Kasar (%)
BETN (%)
Mutu 1
88
20
16
8
14
42
Mutu 2
88
18
18
10
17
36
Sumber: SNI (1996a)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah
diekstraksi minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent) (SNI,
1996b). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43%-48%. Bungkil kedelai
juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor, namun zat antinutrisi
tersebut tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai
bahan pakan. Bungkil kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki
kandungan protein yang tinggi tetapi kandungan Ca, P, dan vitamin A rendah serta
mengandung asam amino yang hampir lengkap (Tangendjaja, 1987). Fahmy et al.
(1992) mengatakan bahwa dengan bungkil kacang tanah dan kacang kedelai sebagai
sumber protein utamanya dapat menggemukkan berbagai bangsa domba. Hasilnya
adalah pertambahan bobot hidup 189-186 g/ekor/hari. Penggunaan bungkil kedelai
sebanyak 20% pada ransum berbasis tongkol jagung yang diberikan pada domba
6
komposit sumatra dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari
(Yulistiani, 2010). Kandungan nutrien bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Serat Kasar(%)
Abu(%)
Lemak Kasar(%)
BETN(%)
Mutu 1
88
53,4
6,8
6,8
4
29
Mutu 2
88
50
7,4
8
4
30,6
Mutu 3
88
46,6
10,2
9,1
5,7
28,4
Sumber: SNI (1996b)
Tepung Ikan
Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil
atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (SNI, 1996c). Tepung ikan mengandung
protein yang cukup tinggi, sehingga bahan tersebut digunakan sebagai sumber utama
protein pada pakan, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung
ikan juga digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang baik mempunyai
kandungan protein kasar 58%-68%; air 5,5%-8,5%; dan garam 0,5%-3,0%
(Sitompul, 2004). Tepung ikan mempunyai variasi kualitas yang sangat tinggi,
standarisasi pengolahan dan tingkat nutrien tepung ikan yang didatangkan dari luar
negeri mempunyai kadar protein antara 55%-65% dan lemak 5%-7% (NRC, 2006).
Kandungan nutrien tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Serat Kasar(%)
Abu(%)
Lemak Kasar(%)
Ca(%)
P(%)
Mutu 1
90
65
1,5
20
8
2,5-5,0
1,6-3,2
Mutu 2
88
55
2,5
25
10
2,5-6,0
1,6-4,0
Mutu 3
88
45
3
30
12
2,5-7,0
1,6-4,7
Sumber: SNI (1996c)
Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan
sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin yang
merupakan asam amino pembatas pada ternak ruminansia. Kandungan protein atau
asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses
7
pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang
berwarna coklat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau
menjadi rusak (Sitompul, 2004). Susunan asam amino bungkil kelapa, bungkil
kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Asam Amino
Arginin
Glisin
Serin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Fenilalanin
Tirosin
Treonin
Triptofan
Valin
B. Kelapa
1,96
0,89
0,96
0,41
0,60
1,21
0,48
0,37
0,24
0,81
0,46
0,66
-
0,89
B. Kedelai
3,14
1,90
2,29
1,17
1,96
3,39
2,69
0,62
0,66
2,16
1,91
1,72
0,74
2,07
Tepung Ikan
3,68
4,46
2,37
1,42
2,28
4,16
4,51
1,63
0,57
2,21
1,80
2,46
0,49
2,77
Sumber : NRC (2006) dan Parakkasi (1999)
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh terrnak yang
akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
(Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi
oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum, tingkat konsumsi
ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari hewan, makanan
yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999).
Daya cerna makanan diikuti kecepatan aliran makanan yang tinggi dalam saluran
pencernaan dapat meningkatkan konsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi adalah palatabilitas yang tergantung dari beberapa hal yaitu
penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, tekstur, dan temperatur lingkungan (Pond et
al., 1995).
Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting untuk
menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Menurut Aregheore
(2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas
ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh
8
kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak. Semakin baik kualitas makanannya,
semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1999).
Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase penggemukan
dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 690-1240
g/ekor/hari. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC untuk ternak
domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% - 4,14% bobot badan.
Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang
mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari
atau 4,17% bobot badan.
Protein Kasar
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan
juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Protein
tersusun dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk
jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan digunakan sebagai bahan
bakar jika kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak
(Winarno, 1992).
Pemberian pakan yang tidak dibatasi (melebihi hidup pokok) akan
meningkatkan konsumsi protein karena ternak mempunyai kesempatan untuk makan
lebih banyak (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Peningkatan konsumsi protein juga
dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan
protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi (Boorman, 1980). Menurut
NRC (2006), domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah yang
tinggi dibandingkan domba yang dewasa. Kisaran standar NRC (2006) untuk domba
dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 122-154
g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari.
Konsumsi protein kasar pakan dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan
yang dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan
(Parakkasi, 1999). Konsumsi protein pakan sangat erat kaitannya dengan konsumsi
bahan kering pakan, semakin tinggi konsumsi bahan kering pakan mengakibatkan
semakin tinggi pula konsumsi protein pakan (Sudarman et al., 2008). Konsumsi
protein kasar juga sangat erat kaitannya dengan kandungan serat kasar di dalam
9
ransum. Menurut Maynard dan Loosli (1993), sifat voluminous serat kasar dapat
menurunkan kapasitas ruang rumen sehingga ternak merasa kenyang dan konsumsi
protein pun menurun.
Lemak Kasar
Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut
organik (Parakkasi, 1999). Kadar lemak yang tinggi pada ransum mengganggu
pertumbuhan mikroba rumen. Penambahan lemak dalam ransum sapi dan domba
menurunkan kecernaan serat karena asam lemak rantai panjang menghambat
metabolisme mikroba rumen (Palmquist et al., 1986). Lemak mempengaruhi
palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan
(Toha et al., 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia
pakan, yaitu salah satunya kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan.
Konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) dalam ransum
untuk domba awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59
g/ekor/hari.
Serat Kasar
Pakan kaya serat mempunyai sifat fisik yang bervariasi dan dapat
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecernaannya. Kandungan serat kasar
yang tinggi mampu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan
(Tillman et al., 1998). Menurut Toharmat et al. (2006), jenis pakan kaya serat dapat
mempengaruhi konsumsi bahan kering yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi
nutrien. Hal ini berarti bahwa konsumsi bahan kering pakan dapat dimanipulasi
melalui pemilihan jenis pakan kaya serat yang diberikan. Faktor yang berpengaruh
pada konsumsi serat kasar antara lain konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien
ransum. Kandungan serat kasar dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat
kecernaan pakan dalam tubuh ternak. Semakin banyak serat kasar yang terdapat
dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin
rendah daya cerna dari bahan makanan (Hartadi et al., 1997).
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (BETN)
BETN merupakan fraksi karbohidrat selain serat kasar yang umumnya mudah
tercerna, antara lain pati dan gula. Pada fase pertumbuhan, salah satu komponen
10
nutrien yang penting dalam pakan adalah energi, kebutuhan energi ini sangat
bergantung dari status fisiologis ternak. Hartadi et al. (1997) menambahkan bahwa
hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk hidup pokok, memenuhi
kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru.
Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi
dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Konsumsi energi yang berlebihan oleh
ternak akan mengalihkan penggunaan energi untuk memproduksi lemak tubuh yang
lebih tinggi. Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan
menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan
menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun, dan yang paling buruk
adalah dapat menyebabkan kematian. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa
kebutuhan energi pakan ditentukan oleh lingkungan, umur, bobot badan, bangsa,
komposisi pakan, dan pertambahan bobot badan yang dikehendaki. Kondisi
lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan energi adalah temperatur, kelembaban,
dan kecepatan angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993).
Total Digestible Nutrient (TDN)
Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari
semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna seperti protein, lemak, serat
kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi TDN seperti suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan,
bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan
dari zat makanan lainnya (Aboenawan, 1991). Perry et al. (2003) menyatakan bahwa
nilai TDN suatu bahan pakan dipengaruhi beberapa hal, antara lain persentase bahan
kering dari bahan tersebut, bahan kering pakan yang akan dicerna, jumlah bahan
mineral dalam kecernaan bahan kering, dan jumlah lemak dalam bahan kering yang
dapat dicerna. Semakin tinggi TDN dari suatu pakan, maka pakan tersebut akan
semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan.
Kadar TDN bahan pakan umumnya berbanding terbalik dengan serat
kasarnya (Anggorodi, 1990). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba
dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 550-990
g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari.
11
Rianto et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi TDN domba yaitu sebesar 341,33
g/hari dan menurut Purbowati et al. (2009) konsumsi TDN antar perlakuan yang
tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh kandungan TDN pakan relatif sama dan
konsumsi BK yang tidak berbeda nyata. Kurangnya konsumsi energi dapat
mengakibatkan pertumbuhan lambat atau berhenti, bobot hidup berkurang, fertilitas
menjadi rendah, kegagalan reproduksi, rendahnya kualitas wol, daya tahan tubuh
terhadap penyakit berkurang, dan angka kematian tinggi (Ensminger, 1991).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dari tulang, otot,
organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Pertumbuhan secara normal dimulai
dari saat sebelum lahir dan sesudah lahir hingga ternak mencapai ukuran tubuh
dewasa (Ensminger, 1991). Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi
pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk
gerak otot, dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998). Pola
pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi
yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh
umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan
berhubungan dengan berat dewasa (Wodzicka et al., 1993). Kurva yang
menunjukkan hasil penelitian Inounu et al. (2008) mengenai pertumbuhan bobot
badan domba dapat dilihat pada Gambar 1.
Domba Garut
Domba M. Charollais
X Garut
Domba St. Croix X Garut
Domba M. Charollais X
St. Croix X Garut
Domba St. Croix X
M. Charollais X Garut
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya
Sumber : Inounu et al. (2008)
12
Pada umumnya pertumbuhan domba diketahui dengan cara pengukuran
terhadap bobot dan tinggi badan. Pengukuran bobot tubuh dapat menentukan tingkat
konsumsi, efisiensi pakan, dan harga (Parakkasi, 1999). Sebagai gambaran
pertumbuhan bobot badan domba, (Inounu et al., 2008) menyatakan bahwa domba
garut akan mencapai bobot potong 35 kg pada umur 25,07 bulan dan persilangannya
akan mencapai bobot potong 35 kg pada kisaran umur 15-19 bulan. Pertumbuhan
bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang
diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi
fisiologis ternak, dan tata laksana (NRC, 2006). Arifiyanti (2002) menyatakan bahwa
kandungan zat makanan dalam pakan memenuhi batas kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi akan lebih tinggi dan akan
memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik.
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam pakan dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat kasar dalam
pakan akan menurunkan bobot badan. Tingkat kenaikan bobot badan harian domba
dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g/ekor/hari. Rataan pertambahan
bobot badan harian domba yang s