Peningkatan Kinerja Sistem Spatial Data Warehouse Kebakaran Hutan Menggunakan GeoServer dan GeoMondrian

PENINGKATAN KINERJA SISTEM SPATIAL DATA
WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN
GEOSERVER DAN GEOMONDRIAN

LUKSIE WIPRIYANCE

ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kinerja
Sistem Spatial Data Warehouse Kebakaran Hutan Menggunakan GeoServer dan
GeoMondrian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Luksie Wipriyance
NIM G64090066

ABSTRAK
LUKSIE WIPRIYANCE. Peningkatan Kinerja Sistem Spatial Data Warehouse
Kebakaran Hutan Menggunakan GeoServer dan GeoMondrian. Dibimbing oleh
HARI AGUNG ADRIANTO dan AGUS BUONO.
Kebakaran hutan dapat dideteksi secara periodik oleh satelit sebagai area
titik panas yang terjadi pada waktu dan lokasi tertentu. Frekuensi terjadinya
kebakaran hutan di Indonesia tergolong tinggi sehingga kumpulan data titik
panas akan berukuran sangat besar. Kumpulan data titik panas tersebut dapat
disimpan ke dalam tempat penyimpanan khusus misalnya data warehouse.
Sistem data warehouse kebakaran hutan sudah pernah dikembangkan pada
penelitian sebelumnya dengan menggunakan GeoServer sebagai web map server
dan GeoMondrian sebagai OLAP server. Namun, sistem tersebut masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya runtime sistem lambat dan rendahnya jumlah
titik panas yang ditampilkan. Pada penelitian ini dilakukan konfigurasi ulang

sistem yang bertujuan memperbaiki kekurangan tersebut sehingga kinerja sistem
meningkat. Konfigurasi dilakukan pada bagian Java Runtime Environment,
sumber database, skema kubus data, dan penanganan error pada OpenLayers.
Konfigurasi tersebut menghasilkan runtime sistem yang lebih cepat dan jumlah
titik panas yang lebih besar.
Kata kunci: data warehouse, kebakaran hutan, web map server, OLAP server.

ABSTRACT
LUKSIE WIPRIYANCE. System Performance Optimization in Spatial Data
Warehouse of Forest Fire Using GeoServer and GeoMondrian. Supervised by
HARI AGUNG ADRIANTO and AGUS BUONO.
Forest fire can be periodically detected by satellite as hotspot areas that
occur at specified time and location. The frequency of forest fire in Indonesia is
high so the data collection of hotspots will be very large. That data collection of
hotspots can be stored into specific storage such as data warehouse. A data
warehouse system of forest fire was built in the previous research using
GeoServer as web map server and GeoMondrian as OLAP Server. However, that
system still has some limitations such as the poor system runtime and the low
amount of retrieved hotspots. In this research, the system would be reconfigurated in order to fix those limitations so that the system performance
would increase. The configuration involves some part of the system including

Java Runtime Environment, database source, data cube schema, and error
handling in OpenLayers. It has resulted 155 ms higher speed of runtime and 1310
higher number of retrieved hotspots.
Keywords: data warehouse, forest fire, web map server, OLAP server.

PENINGKATAN KINERJA SISTEM SPATIAL DATA
WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN
GEOSERVER DAN GEOMONDRIAN

LUKSIE WIPRIYANCE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji:
Dr Imas S. Sitanggang, SSi MKom

Judul Skripsi: Peningkatan Kinerja Sistem Spatial Data Warehouse Kebakaran
Butan Menggunakan GeoServer dan GeoMondrian
: Luksie Wipnyance
Nama
: G64090066
NIM

Disetujui oleh

I
Ban Agu g Adnanto, SKorn MSi
VPembimbing I

-


Tanggal Lulus:

2 9 JUL 2013

DrIr A
Pernbimbing II

Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja Sistem Spatial Data Warehouse Kebakaran
Hutan Menggunakan GeoServer dan GeoMondrian
Nama
: Luksie Wipriyance
NIM
: G64090066

Disetujui oleh

Hari Agung Adrianto, SKom MSi
Pembimbing I


Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah data
warehouse kebakaran hutan, dengan judul Peningkatan Kinerja Sistem Spatial
Data Warehouse Kebakaran Hutan Menggunakan GeoServer dan GeoMondrian.
Dalam pelaksanaan tugas akhir ini banyak pihak yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1

Ayah Wijiono, Ibu Supriyati, dan Kakak Gendrie yang senantiasa
memberikan dukungan, kasih sayang, doa dan semangat yang tiada tara.
2
Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Dr Ir Agus Buono,
Msi MKom selaku dosen pembimbing I dan II yang selalu memberikan
bimbingan dan nasehat selama pengerjaan tugas akhir.
3
Ibu Imas S. Sitanggang, SSi MKom selaku dosen penguji atas
kesediaannya sebagai penguji pada ujian tugas akhir.
4
Ibu Ir Meuthia Rachmaniah, MSc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5
Teman-teman satu bimbingan: Ade, Hendrik, dan Kak Ilman yang
senantiasa saling memberikan semangat dan bersedia menjadi teman
diskusi.
6
Hanna, Iis, Fara, Nurul, Rini, Wulan, Ari, Erwin, Haqqi, Fahri, Bimo,
Rangga, Yuzar, dan rekan-rekan Ilkom 46 yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan satu sama lain.

7
Annisa, Putri, Monika, Bety, dan Resa, sahabat yang senantiasa
memberikan semangat dan motivasi yang luar biasa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Luksie Wipriyance

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Analisis Sistem Awal

3

Pengukuran Kinerja Sistem Awal

3

Konfigurasi Sistem

3


Pengukuran Kinerja Sistem Setelah Konfigurasi

3

Pembandingan Kinerja Sistem

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Analisis Sistem Awal

3

Pengukuran Kinerja Sistem Awal

7

Konfigurasi Sistem

9

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Skema tahapan penelitian
Arsitektur sistem awal
Alur kerja sistem awal dimodifikasi dari Imaduddin (2012)
Hasil eksekusi kueri pada modul JPivot
Grafik perbandingan runtime sistem berdasarkan versi JRE
Skema kubus data multidimensi dimodifikasi dari Imaduddin (2012)
Hasil eksekusi kueri untuk menampilkan titik panas pada level
provinsi
Tampilan layer level provinsi
Hasil operasi drill down pada Provinsi Riau
Error yang terjadi pada OpenLayers
Tampilan layer titik panas pada modul peta

2
5
6
8
9
10
12
13
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Skema kubus data multidimensi dalam bentuk XML
2 Potongan fail JSON hasil eksekusi kueri
3 Tampilan lengkap sistem

17
19
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan dapat dideteksi secara periodik oleh satelit penginderaan
jarak jauh yang mendeteksi titik panas pada waktu dan lokasi tertentu. Suatu area
akan terdeteksi sebagai titik panas apabila memiliki temperatur yang melebihi
ambang batas yaitu 46.85°C (Dephut 2000). Pada tahun 2012, jumlah titik panas
yang terpantau di wilayah Indonesia mencapai 15 392 titik dengan lokasi
kemunculan paling banyak terletak di Provinsi Riau (Radius 2012). Frekuensi
kemunculan titik panas yang tinggi tersebut menyebabkan besarnya ukuran data
titik panas.
Data titik panas yang berukuran besar dapat disimpan ke dalam tempat
penyimpanan khusus misalnya data warehouse. Data warehouse akan merekam
titik panas sesuai dengan koordinat lokasi, waktu kemunculan, dan satelit yang
mendeteksi. Data warehouse tersebut dapat diberi kueri masukan sesuai
kebutuhan pengguna. Selain itu, pada data warehouse juga dapat dilakukan
operasi Online Analytical Processing (OLAP) seperti drill down, roll up, slice,
dan dice. Data hasil eksekusi kueri atau operasi OLAP tersebut dapat ditampilkan
dalam bentuk tabel, grafik, atau peta. Dengan demikian, persebaran titik panas
akan lebih mudah diamati.
Imaduddin (2012) telah membangun sebuah sistem data warehouse
kebakaran hutan di Indonesia dengan GeoServer sebagai web map server dan
GeoMondrian sebagai OLAP server. Penyajian data pada sistem ini terdiri atas
dua modul yaitu modul JPivot dan modul peta. Modul JPivot menampilkan data
hasil eksekusi kueri dari GeoMondrian dalam bentuk tabel dan grafik. Modul peta
menampilkan visualisasi kartografis dari data yang terdiri atas layer dasar dan
layer titik panas. Layer dasar yang dimaksud adalah layer peta wilayah Indonesia
yang dihasilkan oleh GeoServer, sedangkan layer titik panas berasal dari
koordinat kumpulan titik panas hasil eksekusi kueri GeoMondrian. Selain itu,
sistem ini dapat menerima kueri masukan dari pengguna serta menyediakan tools
untuk melakukan operasi OLAP. Namun, sistem ini masih memiliki beberapa
kekurangan, di antaranya jumlah titik panas yang ditampilkan masih terbatas dan
runtime sistem yang cenderung lambat.
Pada penelitian ini dilakukan konfigurasi ulang untuk memperbaiki
kekurangan sistem hasil penelitian Imaduddin (2012). Peningkatan kinerja sistem
meliputi dua hal, yaitu runtime sistem dan jumlah titik panas yang dapat
ditampilkan oleh sistem. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan kinerja
sistem yang lebih baik dari sebelumnya.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini ialah cara meningkatkan kinerja
sistem spatial data warehouse kebakaran hutan hasil penelitian Imaduddin (2012)
agar runtime sistem meningkat dan jumlah titik panas yang ditampilkan
bertambah.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah melakukan konfigurasi ulang pada sistem
spatial data warehouse kebakaran hutan hasil penelitian Imaduddin (2012)
meliputi runtime sistem dan jumlah titik panas yang ditampilkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki sistem Imaduddin (2012)
sehingga menghasilkan suatu kinerja sistem yang optimal dalam menangani
jumlah data yang besar.
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3

Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
Penelitian ini hanya difokuskan pada peningkatan kinerja sistem dengan tidak
mengubah fungsi-fungsi yang ada.
Operasi roll up dan drill down pada modul peta hanya bisa dilakukan pada
dimensi lokasi.
Data titik panas yang dipakai hanya meliputi wilayah Pulau Sumatera.

METODE PENELITIAN
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.
Tahapan tersebut berlaku untuk masing-masing komponen sistem yang akan
dikonfigurasi.

Gambar 1 Skema tahapan penelitian

3
Analisis Sistem Awal
Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini ialah analisis sistem hasil
penelitian Imaduddin (2012). Tahap ini dilakukan untuk mengetahui arsitektur
sistem secara detil sehingga akan memudahkan tahap penelitian selanjutnya.
Analisis sistem meliputi analisis lingkungan pengembangan sistem dan alur kerja
sistem.
Pengukuran Kinerja Sistem Awal
Pada tahap ini konfigurasi sistem belum diubah sama sekali, yaitu masih
dalam konfigurasi aslinya. Hasil pengukuran kinerja sistem awal ini akan
digunakan sebagai pembanding untuk hasil kinerja sistem setelah dilakukan
dikonfigurasi. Variabel yang diukur ialah runtime sistem dan jumlah titik panas
yang ditampilkan.
Konfigurasi Sistem
Tahap ini merupakan tahap paling penting dalam penelitian ini. Konfigurasi
dilakukan pada komponen sistem yang dapat memengaruhi kinerja sistem.
Komponen sistem tersebut di antaranya Java Runtime Environment (JRE), sumber
database, dan OpenLayers. Konfigurasi sistem ini diharapkan dapat
meningkatkan kinerja sistem baik dari sisi runtime sistem maupun jumlah titik
panas yang ditampilkan.
Pengukuran Kinerja Sistem Setelah Konfigurasi
Setelah konfigurasi berhasil dilakukan, pengukuran kinerja sistem akan
dilakukan kembali. Tahap ini sama dengan tahap pengukuran kinerja sistem awal.
Hasil pengukuran ini nantinya akan dibandingkan dengan kinerja sistem awal.
Pembandingan Kinerja Sistem
Pada tahap ini, kinerja sistem setelah konfigurasi akan dibandingkan dengan
kinerja sistem awal. Hasil konfigurasi dikatakan meningkat apabila titik panas
yang ditampilkan lebih banyak atau runtime sistem yang lebih cepat. Jika hasil
konfigurasi tidak menunjukan peningkatan tahap konfigurasi sistem dilakukan
kembali.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sistem Awal
Sistem Imaduddin (2012) merupakan suatu sistem data warehouse
kebakaran hutan yang di dalamnya terdapat data titik panas di wilayah Indonesia
yang terdeteksi oleh satelit berdasarkan lokasi dan waktu kemunculan. Definisi
dari data warehouse sendiri adalah suatu kumpulan data yang bersifat subject-

4
oriented, integrated, time variant, dan non-volatile yang berperan dalam proses
pengambilan keputusan (Inmon 2002). Kumpulan data tersebut disimpan dalam
sebuah tempat penyimpanan yang berukuran besar berbentuk multidimensi.
Bentuk multidimensi ini mendukung kemudahan dalam melakukan proses analisis
data.
Web map server yang digunakan pada sistem ini ialah GeoServer.
GeoServer merupakan sebuah perangkat lunak server berbasis Java dan bersifat
open source yang memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan
memanipulasi data spasial. GeoServer dapat menyajikan data spasial dalam
bentuk peta pada sisi aplikasi client seperti web browser maupun pada aplikasi
desktop. Pada sistem ini, GeoServer berperan dalam menyimpan layer dasar peta
wilayah Indonesia dan menampilkannya pada saat ada request dari client.
Operasi OLAP pada sistem ini ditangani oleh GeoMondrian. GeoMondrian
adalah perangkat lunak bersifat open source yang merupakan pengembangan dari
OLAP server Mondrian yang sudah mendukung data spasial. Dengan kata lain,
GeoMondrian merupakan implementasi dari spatial OLAP server. GeoMondrian
dapat menangani tipe data geometri sehingga mampu menyimpan bentuk vektor
geometri ke dalam kubus data. GeoMondrian pada sistem ini bertugas melakukan
proses eksekusi kueri OLAP yang berasal dari masukkan pengguna.
Lingkungan Pengembangan Sistem Awal
Perangkat keras yang digunakan adalah Personal Computer (PC) dengan
spesifikasi sebagai berikut:
 processor Intel Core2Duo @2.1 GHz,
 RAM 2 GB DDR3, dan
 HDD 320 GB.










Perangkat lunak yang digunakan sebagai berikut:
sistem operasi Windows 7 Professional,
JDK 1.6.0.04,
Apache Tomcat 6.0 sebagai web server,
Spatialytics sebagai spatial OLAP framework,
GeoMondrian sebagai spatial OLAP server,
GeoServer 2.1 sebagai web map server,
OpenLayers 2.8 sebagai JavaScript library untuk menampilkan peta,
PostgreSQL 8.4 sebagai database server dengan ekstensi PostGIS untuk
menyimpan data spasial, dan
Schema Workbench 1.0 untuk membuat kubus data multidimensi.

Kebutuhan di Sisi Client dan Server
Dalam menjalankan sistem ini, ada beberapa hal yang harus dipenuhi pada
sisi client dan server. Pada sisi client JRE harus ter-install karena sistem berupa
aplikasi web yang berbasis Java sehingga membutuhkan JRE untuk
menerjemahkan kode program Java tersebut. Sedangkan kebutuhan pada sisi
server untuk lebih jelasnya diuraikan pada bagian arsitektur sistem (Gambar 2).

5
Arsitektur Sistem Awal
Sistem Imaduddin (2012) merupakan sistem data warehouse kebakaran
hutan yang dibangun pada framework Spatialytics. Detail arsitektur sistem
ditunjukkan pada Gambar 2. Arsitektur sistem terdiri atas tiga bagian yaitu
database server, application server, dan client.
1 Bagian database server merupakan Database Management System (DBMS)
yakni PostgreSQL 8.4. PostgreSQL ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan data titik panas dengan ekstensi PostGIS sehingga dapat
menangani data spasial.
2 Bagian application server menggunakan Apache Tomcat 6.0 sebagai web
container atau servlet container dari PostgreSQL JDBC driver, GeoServer
2.1, GeoMondrian 1.0, dan Spatialytics server. PostgreSQL JDBC driver
berfungsi sebagai jembatan yang memungkinkan server untuk dapat
mengakses PostgreSQL. GeoServer berperan sebagai web map server untuk
menyimpan layer dasar peta wilayah Indonesia yang dibangkitkan dari data
yang ada pada PostgreSQL. GeoMondrian merupakan OLAP server tempat
kueri OLAP akan dieksekusi. Spatialytics server akan menerima kueri
masukan dari pengguna kemudian mengirimkannya ke GeoMondrian dan
mengembalikan hasil eksekusi kueri ke client.
3 Bagian client, dalam hal ini adalah Spatialytics client terdiri atas modul peta
dan modul JPivot. Modul peta divisualisasikan oleh OpenLayers 2.8.
OpenLayers mengambil layer dasar peta dari GeoServer serta data hasil
eksekusi kueri yang dikirim oleh Spatialytics servlet. Modul JPivot
merupakan bagian dari GeoMondrian yang dapat menampilkan hasil eksekusi
kueri dalam bentuk tabel dan grafik.
Hubungan antar ketiga bagian sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Arsitektur sistem awal

6
Alur Kerja Sistem Awal
Pada saat sistem pertama kali diakses, Spatialytics client membutuhkan data
untuk ditampilkan pada modul peta dan modul JPivot. Data yang ditampilkan
merupakan hasil eksekusi kueri yang dimasukkan pengguna. Kueri berasal dari
editor kueri MDX pada Spatialytics client (a) yang kemudian dikirim oleh olap4js
menuju Spatialytics servlet (b). Tool olap4js ini bertugas memeriksa struktur data
multidimensi seperti hirarki, dimensi, level, dan member. Spatialytics servlet akan
mengirim kueri ke GeoMondrian untuk dieksekusi (c).
Dalam proses eksekusi kueri, GeoMondrian membutuhkan koneksi ke
PostgreSQL JDBC driver (d) untuk mengakses PostgreSQL (e). Hasil eksekusi
kueri akan dikembalikan oleh PostgreSQL melalui PostgreSQL JDBC driver
menuju GeoMondrian. Spatialytics servlet bertugas mengirimkan hasil kueri
dalam bentuk Javascript Object Notation (JSON) menuju Spatialytics client yang
diwakili oleh olap4js. Data JSON yang diterima oleh olap4js berupa kumpulan
objek titik panas hasil eksekusi kueri yang selanjutnya akan di-parsing oleh
Featurizer (f). Hasil parsing akan dikirim menuju SOLAPContext berupa fitur
objek seperti nama objek, nilai objek, dan nilai geometrinya (g). SOLAPContext
mengirimkan kumpulan objek tersebut beserta proyeksi dan style peta ke
OpenLayers untuk divisualisasikan (h).
Pada modul peta, selain membutuhkan layer titik panas, OpenLayers juga
membutuhkan layer dasar peta. Layer dasar peta berasal dari layer peta yang
disimpan pada GeoServer. Dalam proses pembentukan layer peta, GeoServer
perlu melakukan koneksi dengan PostgreSQL JDBC driver (i) untuk mengakses
database pada PostgreSQL. Pengaksesan database ini bertujuan mengambil data
geometri untuk pembentukan layer dasar peta yang kemudian disimpan oleh

Gambar 3 Alur kerja sistem awal dimodifikasi dari Imaduddin (2012)

7
GeoServer yang kemudian divisualisasikan oleh OpenLayers (j). Sementara itu,
modul JPivot merupakan bagian dari GeoMondrian sehingga tidak perlu adanya
koneksi dengan bagian lain. Hasil eksekusi kueri dari GeoMondrian dapat
ditampilkan langsung pada modul JPivot (k).
Pengukuran Kinerja Sistem Awal
Tahap ini merupakan tahap awal pengembangan sistem. Pada penelitian ini
digunakan perangkat yang sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya. Berikut
beberapa perangkat yang berbeda:
 processor Intel Core i3-2350M,
 RAM 2 GB DDR3,
 HDD 640 GB,
 sistem operasi Windows 7 Ultimate, dan
 PostgreSQL 9.0.
Runtime Sistem
Pengukuran runtime sistem dilakukan dengan menggunakan jMeter, sebuah
aplikasi benchmarking untuk mengukur performa sistem. Pada jMeter terdapat
fasilitas untuk membuat test plan yang berisi konfigurasi seperti nama server web,
path sistem yang akan diuji, jumlah thread yang diinginkan, dan jumlah iterasi.
Thread dalam hal ini diibaratkan sebagai pengguna yang mengakses sistem. Pada
pengukuran ini ditentukan jumlah iterasi sebanyak 10 kali dan jumlah thread
sebanyak 1.
Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran runtime sistem awal menggunakan
aplikasi jMeter. Runtime sistem pada iterasi pertama cenderung jauh lebih besar
dibandingkan iterasi kedua, ketiga, dan seterusnya. Setelah iterasi pertama,
runtime turun jauh menjadi puluhan bahkan satuan yang kemudian berubah secara
fluktuatif sampai iterasi terakhir.
Sistem ini menggunakan Apache Tomcat yang membutuhkan Java Virtual
Machine (JVM) untuk menjalankannya. JVM merupakan mesin komputasi
abstrak yang di dalamnya terdapat sekumpulan instruksi dan menggunakan
Tabel 1 Hasil pengukuran runtime sistem awal
Iterasi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Runtime sistem pada pengukuran ke1
2
3
Runtime (ms)
218
270
253
3
5
6
5
5
6
5
6
5
4
9
6
3
8
11
5
6
8
7
17
6
4
12
6
17
6
5

8
berbagai area memori. JVM merupakan bagian dari teknologi Java yang
mendukung adanya cross-platform serta kemampuan melindungi pengguna dari
program berbahaya (Lindholm dan Yellin 1997). JVM akan berperan sebagai
penengah untuk menerjemahkan instruksi Java agar dapat dibaca oleh sistem
operasi atau perangkat tertentu.
Pada saat sistem pertama kali diakses, yakni pada iterasi pertama, class
loader pada JVM melakukan proses loading untuk semua class yang dibutuhkan
oleh sistem. Dengan kata lain, JVM melakukan inisialisasi class untuk pertama
kalinya. Class yang sudah di-load oleh class loader disimpan ke memori. Ketika
sistem diakses kembali pada iterasi kedua, JVM tidak perlu melakukan inisialisasi
class lagi seperti pada awal iterasi. Class dapat langsung dipanggil oleh JVM dari
memori. Demikian pula untuk iterasi ketiga dan selanjutnya. Hal ini menyebabkan
runtime sistem pada iterasi pertama jauh lebih besar dibandingkan dengan iterasiiterasi berikutnya.
Jumlah Titik Panas
Pada sistem ini terdapat dua database, yaitu db_forestfire dan
geohotspot. Database db_forestfire berisi data titik panas dari tahun 19972005 yang jumlahnya mencapai 473 892 titik. Sistem ini belum bisa menangani
ukuran data yang besar sehingga Imaduddin (2012) hanya mengambil 190 titik
dari database db_forestfire kemudian disimpan ke geohotspot. Dengan
digunakannya database geohotspot yang berukuran kecil, sistem dapat
menangani kueri yang dimasukkan oleh pengguna. Database db_forestfire
hanya digunakan sebagai sumber data pada GeoServer yang berfungsi menyimpan
layer peta.
Gambar 4 menunjukkan titik panas yang dihasilkan pada modul JPivot yang
merupakan hasil eksekusi kueri dari GeoMondrian. Kueri MDX yang dimasukkan
yaitu:
SELECT
{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
{[lokasi].[Sumatera Selatan]} ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[1997]

Kueri tersebut menunjukan bahwa pengguna ingin mencari jumlah titik
panas yang berada di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 1997 dari kubus data
geohotspot. Pada Gambar 4 bisa dilihat bahwa JPivot hanya menampilkan titik
panas yang berada pada Provinsi Sumatera Selatan yang berarti hasil eksekusi
kueri benar.

Gambar 4 Hasil eksekusi kueri pada modul JPivot

9
Konfigurasi Sistem
Pengaturan Java Runtime Environment (JRE)
GeoServer dalam lingkungan pengembangan dapat dievaluasi berdasarkan
tiga kriteria, yaitu realibility, availability, dan performance. Reliability mengukur
kemampuan GeoServer dalam memenuhi request untuk peta. Availability
mengukur kesiapan GeoServer dalam menerima request. Performance mengukur
kecepatan GeoServer dapat mengembalikan respon dari sebuah request (OpenGeo
2009). Dengan mempertimbangkan aspek performance, maka dilakukan
konfigurasi pada bagian JRE yang di dalamnya terdapat JVM. Pada tahap ini
diberikan tiga perlakuan pada sistem dengan mengubah JRE sebanyak tiga versi
yang berbeda. Selanjutnya, pengukuran runtime sistem dilakukan pada masingmasing versi.
Versi JRE yang akan diukur ialah JRE 1.6.0.04, JRE 6, dan JRE 7.
Pengaturan JRE dilakukan pada servlet container di mana GeoServer berada yaitu
Apache Tomcat. Contoh kode program untuk mengatur JRE menggunakan JRE 7:
SET JRE_HOME=C:\Program Files\Java\jre7

Gambar 5 menunjukkan perbandingan hasil pengukuran runtime untuk versi
JRE yang berbeda. Pada grafik tersebut diperlihatkan bahwa runtime untuk JRE 7
jauh lebih kecil atau lebih cepat dibandingkan dengan JRE 1.6.0.16 dan JRE 6.
Runtime untuk JRE 1.6.0.16 dan JRE 6 nilainya tidak jauh berbeda karena pada
dasarnya keduanya termasuk dalam pengembangan Java 6. Hasil pengukuran ini
membuktikan bahwa versi JRE sangat memengaruhi kinerja sistem, dalam hal ini
adalah runtime sistem. Semakin baru versi JRE yang digunakan, semakin cepat
runtime yang dihasilkan.

Gambar 5 Grafik perbandingan runtime sistem berdasarkan versi JRE

10
Modifikasi Sumber Database
Tahap ini dilakukan untuk menguji kinerja sistem dengan menggunakan
database db_forestfire yang berisi lebih dari 400 000 data titik panas.
Konfigurasi tidak hanya dilakukan pada koneksi database tetapi juga pada skema
kubus data karena harus disesuaikan dengan database yang digunakan. Modifikasi
skema kubus data yang dilakukan hanya sebatas menyesuaikan nama atribut dari
database yang baru. Modifikasi ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak Schema Workbench. Skema kubus data disimpan dalam bentuk fail XML
yang nantinya akan dibaca oleh GeoMondrian untuk mengeksekusi kueri yang
dimasukkan pengguna.
Gambar 6 menunjukkan skema kubus data multidimensi yang digunakan
pada sistem berupa skema snowflake. Struktur fail XML dari skema ini dapat
dilihat pada Lampiran 1. Tabel fakta_forestfire berisi data jumlah
munculnya area titik panas yang ditangkap oleh satelit tertentu pada waktu
tertentu. Tabel tersebut merupakan tabel fakta yang menjadi pusat kubus data.
Kubus data terdiri atas tiga dimensi yaitu dimensi waktu, lokasi, dan satelit.
Dimensi waktu berdasarkan tabel tb_waktu memiliki tiga level, yakni tahun,
kuartil, dan bulan. Dimensi satelit hanya memiliki satu level, yaitu nama satelit.
Nama satelit menunjukkan satelit yang mendeteksi kemunculan area titik panas.
Dimensi lokasi terdiri dari tiga level yaitu level hotspot, kabupaten, dan provinsi.
Level hotspot merujuk langsung pada lokasi area titik panas. Masing-masing level
memiliki properti berupa data geometri yang menunjukan koordinat lokasi.

Gambar 6 Skema kubus data multidimensi dimodifikasi dari Imaduddin (2012)

11
Measure yang digunakan pada kubus data ini adalah jumlah hotspot yang
merupakan hasil penjumlahan dari atribut jumlah pada tabel
fakta_forestfire.
Sistem dapat menerima masukkan kueri dari pengguna dalam bentuk kueri
Multi-Dimensional eXpressions (MDX). MDX merupakan sebuah bahasa yang
memungkinkan pengguna untuk menjalankan kueri OLAP pada kubus data mirip
seperti menjalankan kueri SQL pada database relasional (Whitehorn et al. 2002).
Struktur kueri MDX mirip dengan struktur SQL, yaitu terdapat syntax SELECT,
FROM, dan WHERE. Namun, pada kueri MDX terdapat COLUMNS dan ROWS yang
harus diatur pada bagian SELECT untuk menentukan atribut isi pada kolom dan
baris. Penulisan kueri MDX ini tentunya harus disesuaikan dengan skema kubus
data terutama untuk measure, dimensi, dan level.
Database db_forestfire terdiri dari 473 892 fakta titik panas. Jumlah
tersebut terlalu besar sehingga sistem tidak mampu menanganinya. Dengan
demikian, perlu dilakukan reduksi data pada tabel fakta_forestfire dan
tb_geohotspot. Proses reduksi data dilakukan dalam beberapa percobaan untuk
mencari ukuran data maksimal yang dapat ditangani oleh sistem. Kueri yang
digunakan untuk menguji masing-masing ukuran data ialah:
SELECT
{ [Measures].[Jumlah_Hotspot] } ON COLUMNS,
{ [lokasi].[Hotspot].Members } ON ROWS,
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu]

Setelah melakukan beberapa percobaan ternyata jumlah maksimal titik
panas yang dapat ditampilkan oleh sistem sebanyak 1500 titik. Sementara itu,
untuk ukuran data yang melebihi jumlah tersebut, misalnya 2000 titik, terjadi
error pada JPivot. Error tersebut berhubungan dengan Java heap space atau biasa
disebut Java heap memory. Java heap space ini di-generate pada JVM saat
pertama kali sistem dijalankan saat class instances dan array dialokasikan
(Lindholm dan Yellin 1997). Error terjadi karena ukuran Java heap yang kurang
sehingga tidak mampu menampilkan titik panas dengan jumlah lebih dari 1500
titik.
Ukuran Java heap dapat diatur pada Tomcat dengan mengubah nilai
minimum dan maksimumnya. Kode program untuk mengatur nilai yaitu: SET
JAVA_OPTS=-Xms512m -Xmx1024m. Xms merupakan nilai minimum dan XMs
merupakan nilai maksimum. Nilai atau ukuran maksimum ini bergantung pada
sistem operasi dan ukuran RAM yang digunakan. Semakin besar ukuran RAM
yang digunakan maka semakin besar nilai maksimum yang dapat ditentukan. Nilai
maksimum ini akan menentukan ukuran data yang dapat ditangani oleh sistem.
Pada penelitian ini tidak dilakukan penambahan nilai maksimum tidak dilakukan
karena spesifikasi perangkat keras yang kurang memadai sehingga tetap pada
pengaturan awal yakni 1024 MB.
Ukuran data yang akan digunakan sudah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan
pengujian untuk kueri lainnya yaitu menampilkan titik panas pada level hotspot
provinsi. Berikut kueri MDX yang dimasukkan:
SELECT
{ [Measures].[Jumlah_Hotspot] } ON COLUMNS,
{ [lokasi].[Hotspot Provinsi].Members } ON ROWS,

12

Gambar 7 Hasil eksekusi kueri untuk menampilkan titik
panas pada level provinsi
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu]

Gambar 7 menunjukkan hasil eksekusi kueri tersebut yang ditampilkan pada
modul JPivot. Hasil eksekusi kueri tersebut berupa jumlah titik panas yang ada
pada semua provinsi dan semua waktu. Pada modul JPivot ini dapat dilakukan
operasi drill down yang akan menghasilkan jumlah titik panas pada masingmasing kabupaten pada setiap provinsi yang ada. Operasi drill down dapat
dilakukan lagi sampai pada level hotspot.
Selanjutnya, dilakukan pengujian untuk menampilkan titik panas pada
modul peta. Modul peta divisualisasikan oleh OpenLayers dengan mengambil
layer dasar peta dari GeoServer dan objek titik panas dari fail JSON hasil eksekusi
kueri yang dikirim dari GeoMondrian melalui Spatialytics servlet. Contoh
potongan fail JSON tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengujian dimulai dengan menampilkan titik panas pada level hotspot
provinsi. Masing-masing wilayah provinsi merupakan layer poligon yang
memiliki warna bervariasi berdasarkan jumlah kemunculan titik panas pada
wilayah tersebut. Perbedaan warna ini diatur dengan menentukan interval jumlah
titik panas. Karena pembagian interval pada sistem sebelumnya masih bersifat
statis, perlu dilakukan modifikasi agar pembagian interval bersifat dinamis sesuai
dengan jumlah titik panas yang dihasilkan dari proses eksekusi kueri. Hasil
modifikasi tampilan pada layer provinsi ditunjukkan pada Gambar 8. Berikut
pseudocode untuk pembagian interval:
Array titik_panas, id_interval;
var jumlah_minimum, jumlah_maksimum, jumlah_interval;
var range, step, i;
jumlah_minimum = min(titik_panas);
jumlah_maksimum = max(titik_panas);
jumlah_interval = 5;
range = jumlah_maksimum – jumlah_minimum;
step = range/jumlah_interval;
for(i = 0; i < titik_panas.length; i++){
id_interval[i] = floor(titik_panas[i]/step);
}

13

Gambar 8 Tampilan layer level provinsi
Gambar 9 menunjukkan hasil operasi drill down pada Provinsi Riau
sehingga menghasilkan layer level kabupaten. Sama seperti pada level provinsi,
layer yang ditampilkan berbentuk poligon dengan perbedaan warna berdasarkan
jumlah kemunculan titik hotspot pada setiap wilayah kabupaten. Tampilan
lengkap sistem dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pada pengujian selanjutnya, kueri yang dimasukkan adalah kueri untuk
menampilkan semua titik panas pada level hotspot. Seharusnya, modul peta
menampilkan titik-titik panas berdasarkan koordinatnya. Namun, pada pengujian
ini modul peta gagal menampilkan titik-titik panas yang ada. Dengan demikian
perlu dilakukan pengecekan error, seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Hasil operasi drill down pada Provinsi Riau

14

Gambar 10 Error yang terjadi pada OpenLayers
Penanganan Error pada OpenLayers
Pengecekan error dilakukan pada web browser. Dari pengecekan ini
ditemukan error pada bagian renderer OpenLayers. Error terjadi karena nilai jarijari (r) dari semua objek titik panas bernilai infinity atau tak hingga. Nilai jari-jari
ini merupakan nilai yang digunakan oleh OpenLayers untuk menggambarkan
lingkaran representasi titik panas pada level hotspot. Nilai infinity pada jari-jari
menyebabkan OpenLayers tidak dapat me-render overlay titik panas tersebut.
Kode program yang mendeklarasikan nilai r tersebut terdapat pada fail
SVG.js, dengan potongan kode program:
node.setAttributeNS(null, "r", style.pointRadius);

Karena error yang terjadi adalah semua titik panas memiliki nilai r yang tak
hingga, penentuan nilai r yang statis harus dilakukan agar titik panas dapat
ditampilkan. Berikut hasil modifikasi kode programnya:
node.setAttributeNS(null, "r", 2);

Setelah dilakukan modifikasi program, pengujian pada modul peta kembali
dilakukan. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 11 yaitu objek titik panas
dapat terlihat.

Gambar 11 Tampilan layer titik panas pada modul peta

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Runtime sistem dapat dipengaruhi salah satunya oleh JRE yang digunakan.
Kecepatan runtime sistem berubah sesuai dengan versi JRE. Semakin baru versi
yang digunakan, semakin cepat runtime sistem yang dihasilkan.
Jumlah titik panas yang mampu ditangani oleh sistem bertambah dari 190
titik menjadi 1500 titik baik pada modul peta maupun modul JPivot. Besarnya
jumlah titik yang dapat ditangani oleh sistem dipengaruhi oleh ukuran Java heap.
Ukuran Java heap ini dapat diatur dengan menyesuaikan besarnya RAM yang
digunakan.
Saran
Hasil penelitian ini sudah menghasilkan kinerja sistem yang lebih bagus dari
sistem sebelumnya, tetapi masih banyak beberapa hal yang bisa dilakukan
sehingga kinerja sistem lebih optimal. Berikut beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya.
1 Peningkatan spesifikasi perangkat keras yang digunakan dalam lingkungan
pengembangan sistem, misalnya prosesor yang lebih bagus dan ukuran RAM
yang lebih besar.
2 Pembuatan tabel agregasi pada database dan skema kubus data. Hal ini
bertujuan mengurangi beban GeoMondrian dalam proses eksekusi kueri
terutama untuk kueri yang sekiranya sering dimasukkan oleh pengguna.
3 Penggantian editor kueri MDX menjadi bentuk combo box yang lebih mudah
dipahami. Dengan demikian, sistem ini tidak hanya terbatas untuk pengguna
yang mengerti format kueri MDX.
4 Pengembangan fungsi operasi roll up dan drill down untuk dimensi waktu.

DAFTAR PUSTAKA
[Dephut] Departemen Kehutanan (ID). 2000. A guide to hot spots and forest fires
in Sumatra[Internet]. [diunduh 2013 Jun 1]. Tersedia pada: http://www.dephut.
go.id/INFORMASI/PHPA/FFPCP/articles/FFPCP%20%20Hotspot%20Guide.
htm.
Imaduddin A. 2012. Sinkronisasi antara visualisasi peta dan query OLAP pada
spatial data warehouse kebakaran hutan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Inmon WH. 2002. Building The Data Warehouse: Ed. ke-3. New York (US): John
Wiley & Sons.
Lindholm T, Yellin F. 1997. The Java Virtual Machine Specification. California
(US): Addison-Wesley.
OpenGeo. 2009. GeoServer in production. Di dalam: Free and Open Source
Software for Geospatial 2009 (FOSS4G 2009); 2009 Okt 21-23; Sydney,
Australia. Sydney (AU): FOSS4G.

16
Radius DB. 2012. Titik panas sudah mencapai 15392 titik [Internet]. [diunduh
2012 Des 9]. Tersedia pada: http://regional.kompas.com/read/2012/08/28/1640
2351/Titik.Panas.Sudah.Mencapai.15.392.Titik..
Whitehorn M, Zare R, Pasumansky M. 2002. Fast Track to MDX. London (UK):
Springer.

17
Lampiran 1 Skema kubus data multidimensi dalam bentuk XML









































18
Lanjutan















19
Lampiran 2 Potongan fail JSON hasil eksekusi kueri
{"cellSet": {
"axes": [
{
"members": [[{
"dimension": "Measures",
"hierarchy": "Measures",
"level": "MeasuresLevel",
"name": "Jumlah_Hotspot",
"properties": {
"$visible": false,
"CATALOG_NAME": null,
"CHILDREN_CARDINALITY": 0,
"CUBE_NAME": null,
"DEPTH": null,
"DESCRIPTION": null,
"DIMENSION_UNIQUE_NAME": "[Measures]",
"DISPLAY_INFO": null,
"HIERARCHY_UNIQUE_NAME": "[Measures]",
"IS_DATAMEMBER": null,
"IS_PLACEHOLDERMEMBER": null,
"LEVEL_NUMBER": 0,
"LEVEL_UNIQUE_NAME": "[Measures].[MeasuresLevel]",
"MEMBER_CAPTION": "Jumlah_Hotspot",
"MEMBER_GUID": null,
"MEMBER_KEY": "Jumlah_Hotspot",
"MEMBER_NAME": "Jumlah_Hotspot",
"MEMBER_ORDINAL": 0,
"MEMBER_TYPE": 3,
"MEMBER_UNIQUE_NAME": "[Measures].[Jumlah_Hotspot]",
"PARENT_COUNT": 0,
"PARENT_LEVEL": 0,
"PARENT_UNIQUE_NAME": null,
"SCHEMA_NAME": "hotspot",
"VALUE": null
}
}]],
"positions": [[0]]
},
{
"members": [[
{
"dimension": "lokasi",
"hierarchy": "lokasi",
"level": "Hotspot",
"name": "1",
"parent": "ACEH SINGKIL",
"properties": {
"$visible": null,
"CATALOG_NAME": null,
"CHILDREN_CARDINALITY": 0,
"CUBE_NAME": null,
"DEPTH": null,
"DESCRIPTION": null,
"DIMENSION_UNIQUE_NAME": "[lokasi]",
"DISPLAY_INFO": null,
"HIERARCHY_UNIQUE_NAME": "[lokasi]",
"IS_DATAMEMBER": null,

20
Lanjutan
"IS_PLACEHOLDERMEMBER": null,
"LEVEL_NUMBER": 3,
"LEVEL_UNIQUE_NAME": "[lokasi].[Hotspot]",
"MEMBER_CAPTION": "1",
"MEMBER_GUID": null,
"MEMBER_KEY": 1,
"MEMBER_NAME": "1",
"MEMBER_ORDINAL": -1,
"MEMBER_TYPE": 1,
"MEMBER_UNIQUE_NAME": "[lokasi].[Seluruh
Indonesia].[NANGGROE ACEH DARUSSALAM].[ACEH SINGKIL].[1]",
"PARENT_COUNT": 1,
"PARENT_LEVEL": 2,
"PARENT_UNIQUE_NAME": "[lokasi].[Seluruh
Indonesia].[NANGGROE ACEH DARUSSALAM].[ACEH SINGKIL]",
"SCHEMA_NAME": "hotspot",
"VALUE": null,
"pointgeom": {
"coordinates": [
97.86,
2.29
],
"type": "Point"
}
}
},

21
Lampiran 3 Tampilan lengkap sistem

Drill down

Memilih style peta

Roll up
Zoom

Submit kueri

22
Lanjutan

Menampilkan data titik
panas dalam fail excel
Menampilkan grafik

Roll up

Drill down

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 14 Januari 1992 dari ayah
Wijiono dan ibu Supriyati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi anggota Unit
Kegiatan Mahasiswa MAX!! IPB dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer.
Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Data Mining
pada tahun ajaran 2012/2013. Pada tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan
Praktik Kerja Lapangan di Ipteknet BPPT Serpong.