Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama sepuluh tahun terakhir ini, setelah Good Corperation Governance GCG semakin popular. Hal itu dapat terwujud karena ada dua keyakinan. Keyakinan pertama yaitu Good Corperation Governance GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka. Keyakinan kedua, krisis ekonomi dunia di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan Good Corperation Governance GCG. Di antara system regulator yang payah, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktik perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Direction BoD yang kurang peduli terhadap hak hak pemegang saham minoritas. Berdasarkan keyakinan tersebut, tuntutan Good Corperation Governance GCGsecara konsisten dan komperhensif datang secara beruntun dari berbagai lembaga investasi, baik domestik maupun mancanegara guna menuntut prinsip umum dalam Coorporate Governance yang meliputi transparansi, disclosure, independence, responbility, dan fairness agar dapat menuju kearah yang lebih sehat, maju, mampu bersaing, dan dikelola secara dinamis serta professional. 1 Menurut Ginanjar 2003 dalam Effendi 2007 menyatakan bahwa Good Corperation Governance GCG sebenarnya adalah upaya perusahaan untuk mendekati garis orbit menuju pusat spiritual.dimensi moral dari implementasi Good Corperation Governance GCG terletak pada prinsip akuntanbilitas, prinsip pertanggungjawaban, prinsip keterbukaan, dan prinsip kewajaran. Berdasarkan Organization for Economic Coorperation and Development OECD salah satu komponen dari Corporate Governance adalah adanya system pelaporan keuangangan yang memadai. Tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang di butuhkan oleh penggunaya dalam membuat keputusan. Dalam penyusunanya, laporan keuangan tidak terlepas dari perilaku manajer perusahaan yaitu sehubungan dengan pemilihan kebijakan yang konservatif atau cenderung liberal, tergantung nilai pelaporan laba yang diinginkan. Hal ini merupakan pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai penelitian telah dilakukan menurut tujuan dari manajer perusahaan, misalnya peneitian Healy dan Wahlen dalam Yulianti dan Fitriani, 2005 menyatakan bahwa tujuanya dilakukanya manajemen laba adalah untuk menyembunyikan kondisi perusahaan yang sesungguhnya dari pemegang saham atau untuk mempengaruhi perjanjian atau kontrak yang dibuat berdasarkan informasi laporan keuangan. Dalam Black ’s Law Dictionary disebutkan bahwa kontrak adalah suatu perjanjian Agreement antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat untuk sesuatu hal yang tidak khusus Selain adanya tujuan tertentu dari manajer perusahaan, konflik juga dapat timbul dari kadar pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan mengharapkan untuk memperoleh semua informasi yang mereka butuhkan dari laporan keuangan, sementara informsi tersebut belum tentu tersedia. Perusahaan harus membayar biaya yang dibutuhkan untuk mengumpukan dan menyediakan suatu informsi yang diungkapkan perusahaan sangat terbatas. Pelaporan keuangan masih perlu ditingkatkan dana diperbaiki karena pada dasarnya akuntan lebih memilih tindakan berdasarkan nilai yang ada dalam pikiran mereka. Dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis seorang akuntan. Oleh sebab itu pemahaman seorang calon akuntan mahasiswa akuntansi sangat diperlukan dalam hal etika dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang telah dimiliki oleh pendidikan tinggi akuntansi sebagai subsistem pendidikan tinggi, tetapi pendidikan tinggi akuntansi juga bertanggung jawab pada pengajaran ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang etika yang harus dimiliki oleh mahasiswanya dan agar mahasiswanya mempunyai kepribadian personality yang utuh sebagai calon akuntan yang profesional. Dalam survey pemeringkatkan Good Corperation Governance GCG Yang dilakukan oleh Credit Lyonnaise Scurities Asia tahun 2000, hanya 18 perusahaan yang dinilai baik secara internasional walaupun demikian hanya satu perusahaan yang memperoleh nilai di atas 60 yaitu PT Unilever Indonesia Yuliani dan Fitriani, 2005 hal tersebut menunjukan rendahnya implementasi Good Corperation Governance GCG dalam perusahaan. Yang berarti pula aplikasi dari kode etik bisnis yang menjadi acuan manajemen maupun akuntan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari masih sangat kurang. Wyatt 2004 dalam menyatakan bahwa kelemahan yang terdapat pada akuntan adalah keserakahan individu dan korporasi, pemberian jasa yang mengurangi independensi, sikap terl alu “Lunak” pada klien dan peran serta dalam menghindari aturan akuntansi yang ada. Wyatt menambahkan bahwa untuk menghindari hal-hal tersebut, akuntan pendidik seharusnya memberikan perhaitian yang besar dalam pendidikan akuntansi atas dua hal, yaitu apresiasi terhadap profesi akuntan dan apresiasi mengenai dilema etika etichal dilemmas. Hal ini dapat dituangkan dalam bentuk mata pelajaran, metode pengajaran sampai kepenyusunan kkurikulum yang merlandaskan nilai-nilai etika dan moral. Gaa and Thorne 2004 dalam Yulianti dan Fitriani 2005 mengatakan bahwa pendidikan akuntansi selama ini memfokuskan pada dimensi pilihan kebijakan tetapi tidak diperhatikan nilai dan kredibilitasnya yang mem pengaruhi pilihan tersebut. Pendidikan di kelas seharusnya tidak difokuskan pada etika dalam subyek-subyek akademis melainkan pada sensitivitas etika itu sendiri. Sehingga akuntan pendidik dalam memberikan mata kuliah akuntansi seperti dasar-dasar akuntansi, akuntansi menengah 1,akuntansi menengah 2, akuntansi lanjut 1, akuntansi lanjut2, akuntansi biaya 2, auditing, teori akuntansi, akuntansi manajemen, dan analisa laporan keuangan sebaiknya tidak hanya menekankan pada teknis semata, tapi harus memutuskan etika-etika ke dalam mata kuliah tersebut. The America Accounting Assosiation AAA melalui Bedford Commiten menekankan perlunya memasukan studi mengenai persoalan-persoalan etis dalam pendidikan Wulandari dan Sularso dalam Anggraini, 2006. Sehingga beralasan sekali apabila pendidikan tinggi akuntansi merespon dengan memasukan atau mengintegrasikan etika dalam kurikulum. Hal tersebut dikarenakan keberadaan mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang diemban oleh pendidikan perguruan tinggi akuntansi sebagai subsistem pendidikan tinggi, yang tidak saja bertanggung jawab pada pengajaran ilmu pengetahaun bisnis dan akuntansi transparan ilmu pengetahuan semata kepada mahasiswanya, tetapi juga bertanggung jawab mendidik mahasiswanya agar mampu mempunyai kepribadian Personality yang utuh sebagai manusia. Dalam pendidikan akuntansi inilah, seorang akuntan pendidik dituntut untuk dapat menyampaikan tentang pendidikan etika sebaik mungkin dan sejelas mungkin. Berdasarkan alasan tersebut banyak peneliti yang meneliti persepsi mahasiswa mengenai etika, seperti halnya Yulianti dan Fitirani 2005 yang menguji persepsi mahasiswa terhadap etika penyusunan laporan keuangan. Penelitian tersebut menguji perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi tingkat atas dan mahasiswa akuntansi tingkat bawah, menguji perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dan non akuntansi, serta menguji perbedaan persepsi berdasarkan gender. Penelitian ini mereplikasi penelitian tersebut, dengan tujuan ingin mengetahui etika mahasiswa akuntansi tingkat bawah dan mahasiswa akuntansi tingkat atas dalam penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI MENGENAI ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN”

1.2 Rumusan Masalah Penelitian