BAB II KONSEP DASAR

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal
maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada
gangguan vaskuler (definisi menurut WHO).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk , 2000).
Stroke adalah gangguan neurologi yang dapat timbul sekunder dari
suatu proses patologi dan pembuluh darah (Price, 2000).
Stroke adalah Infark dari sebagian otak karena kekurangan aliran darah
ke otak (Junaidi, 2004).
Stroke adalah gangguan fungsi otak akut yang disebabkan terhentinya
suplai darah ke otak dimana terjadi secara mendadak dan cepat dengan gejala
sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami gangguan.


Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi
kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Otak

Gambar B.1 Anatomi Otak
(http://www.medicastore.com)

Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan
sekitar 100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5
% dari berat tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh
ternyata digunakan oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya.
Otak tidak mampu menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak
tergantung dari pasokan aliran darah, yang secara kontinyu membawa
oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya otak terdiri dari tiga bagian besar
dengan fungsi tertentu yaitu:
a. Otak besar
Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi

intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas informasi
sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang halus.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus frontalis, lobus
parientalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
b. Otak kecil
Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi gerakan dan
keseimbangan.
c. Batang otak
Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan berbagai fungsi
tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan,
serta mengatur pernafasan dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari,

otak tengah, pons dan medula oblongata (Lanny sustrani, syamsir
alam, iwan hadi, 2003 ).
2. Saraf kepala dibagi dua belas yaitu:
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata),
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar.sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk ( sensori dan motoris )
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinyasebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk ( sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,

gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

C. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan
dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik

cerebral

(Pecahnya


pembuluh

darah

serebral

dengan

perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya

adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir,
memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan
lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu
penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang
kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau

tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh
darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan

tekanan

darah

yang

tiba-tiba

bisa


menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang
pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):

1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit

kardiovaskuler (Embolisme

serebral

mungkin

berasal

dari


jantung).
3. Kadar

hematokrit

normal

tinggi (yang

berhubungan

dengan

infark

cerebral).
4.

Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.


5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang
dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7.

Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan
darah, merokok kretek dan obesitas.

8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
Faktor-faktor atau keadaan yang memungkinkan terjadinya stroke dikelompokkan
menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
Riwayat

stroke,

hipertensi,


hiperkolesterol, obesitas, merokok.

penyakit

jantung,

diabetes

millitus,

D. PATOFISIOLOGI
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah
ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi
menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1. Kehilangan motorik.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.
2. Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau
afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih, meliputi :

inkontinensiaurinarius

transier,

inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan.
3. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri
 Mengalami hemiparese kanan
 Perilaku lambat dan hati-hati

Hemisfer kanan
 hemiparese
tubuh

sebelah

kiri

 Kelainan lapang pandang kanan

 penilaian buruk

 Disfagia global

 mempunyai

kerentanan

 Afasia

terhadap sisi kontralateral

 Mudah frustasi

sehingga
terjatuh

memungkinkan
ke

sisi

yang

berlawanan tersebut

F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada stroke trombotik/emboli/ stroke non hemoragik didasarkan
pada:
1. Mempertahankan perfusi jaringan serebral secara adekuat: misalnya dengan tirah
baring, monitor tekanan darah dan tingkat kesadaran.

2. Melindungi jaringan marginal disekitar infark.
3. Merangsang pulihnya fungsi neuron yang mengalami kerusakan ireversibel.
4. Mencegah pembentukan bekuan darah dan gangguan serebral lainnya, misalnya
pemberian antikoagulan seperti Dicumarol, heparin.
Sedangkan tindakan pembedahan dilakukan untuk:
1. Mengeluarkan bekuan darah atau thrombus dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri yang sebagian teroklusi.
3. Melakukan bypass pada arteri yang tersumbat dengan venous graft.
Selain yang disebutkan di atas yaitu:
1. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD>200 mmHg.

3. Brain (B3)
Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.
4. Bladder (B4)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan
tekhnik steril. Inkotinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5. Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. Bone (B6)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum

adalah hemiplegia (paralisis pada saah satu) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satusisi tubuh, adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobillitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensorik, atau

paralisis/hemiplegia,

mudah lelah

menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin,2004).

H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Aktivitas / istirahat:
Merasa kesulitan melakukan kegiatan karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis ( hemiplegia), gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
2. Sirkulasi:
Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi arterial,
frekuensi nadi yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG, Bruits pada
arteri karotis, femoralis, iliaka yang abnormal.
3. Integritas Ego:
Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.

4. Eliminasi:
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi
abdomen, bising usus bisa negatif.
5. Makanan/cairan:
Nafsu makan berkurang, mula muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM, penngkatan
lemak dalam darah, obesitas.
6. Neurosensori:
Pusing, sakit kepala, sinkop selama periode serangan, kelemahan, kesemutan,
penglihatan menurun, penglihatan ganda, hilangnya rangsang sensorik seperti
sentuhan yang bersifat kontralateral, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman,

penurunan

status

mental

tingkat

kesadaran,

paralysis

kontralateral pada ekstremitas, paralysis pada wajah yang ipsilateral, afasia,
apraksia, ukuran / reaksi pupil yang tidak sama, dilatasi atau miosis pupil
yang ipsilateral biasanya karena perdarahan atau herniasi, kejang.

7. Nyeri / kenyamanan:
Sakit kepala, tingkah laku yang berbeda-beda, gelisah, ketegangan otot.
8. Pernafasan:
Riwayat merokok, ketidakmampuan menelan, membatukkan, nafas tidak
teratur, suara nafas ronkhi karena aspirasi.
9. Keamanan:

Gangguan penglihatan, perubahan sensori persepsi, tidak mampu mengenali
objek, warna, kata dan wajah, gangguan respon terhadap panas, dingin,
kesulitan menelan, gangguan dalam memutuskan.
10. Interaksi sosial:
Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi.

I. PATHWAYS KEPERAWATAN
Penyakit yang mendasari stroke (alcohol, hiperkolesteroid,
merokok, stress, depresi, kegemukan)
Aterosklerosis
(elastisitas pembuluh
darah menurun

Kepekatan darah
meningkat

Pembentukan thrombus

Obstruksi thrombus
di otak

Penurunan aliran darah ke otak

Perubahan
perfusi
jaringan
serebral

Hipoksia Cerebri

Infark jaringan otak
Kerusakan pusat gerakan motorik di
lobus frontalis Hemisphare/hemiplagia

Kerusakan
mobilitas fisik

Kelemahan pada nervus
V, VII, IX, X, XII

Mobilitas menurun

Penurunan kemampuan
otot mengunyah/menelan

Tirah baring

Gangguan pemenuhan nutrisi

Resti gangguan
integritas kulit

Perubahan
persepsi
sensori

Kurang
perawatan diri

(Sylvia, Doengoes, Price, 2001)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,
hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori
transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis (
penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun hilang
rasa ujung lidah.

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah, hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral (Doenges M.E
2000).
Tujuan keperawatan:
a. Klien dapat mempertahankan perkusi yang normal.
b. Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.

Kriteria hasil:
a. Klien tidak gelisah.
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
c. GCS Motorik: 6, Verbal: 5, Eye: 4
d. Pupil isokor, reflek cahaya (+).
e. Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi:
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya.
Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total.
Rasional: Untuk mencegah perdarahan ulang
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap
dua jam.
Rasional: Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
Rasional: Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.

Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK.
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional: Memperbaiki sel yang masih viable.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis
(Doengoes, 2000).
Tujuan keperawatan:
a. Klien mampu melaksanakan parestesia, flaksid aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi.
b. Bertambahnya kekuatan otot.
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi:
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Rasional: Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit.

Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
Rasional: Memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
d. Tinggikan kepala dan tangan .
Rasional: Mempermudah pemenuhan oksigen ke jaringan seluruh tubuh.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,
transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit), tekanan psikologis (
penyempitan lapangan persepsi

disebabkan oleh kecemasan) (Doengoes,

2000).
Tujuan:
a. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil:
a. Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
b. Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Intervensi:
a. Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional: Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan.

b. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
Rasional: Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan
disorientasi klien.
c. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama.
Rasional: Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d. Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek.
Rasional: Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah
dapat dimengerti.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control atau koordinasi otot
(Doengoes, 2000).
Tujuan:
a.

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil:
a.

Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien

b.

Klien

dapat

mengidentifikasi

sumber

memberikan bantuan sesuai kebutuhan

pribadi/komunitas

untuk

Intervensi:
a.

Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.

b.

Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terusmenerus.

c.

Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional:

Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan

d.

Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya.
Rasional: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu

e.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi .
Rasional: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan

rencana

terapi

dan

mengidentifikasi

kebutuhan

alat

penyokong khusus.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun
hilang rasa ujung lidah.
Tujuan:
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
b. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik untuk merangsang
nafsu makan.
c. BB stabil.
d. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat.
Intervensi:
a. Observasi tekstur, turgor kulit.
Rasional: Mengetahui status nutrisi klien.
b. Lakukan oral hygiene.
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
c. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Rasional: Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada
klien.
d. Letakkan posisi kpala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.

Rasional: Untuk klien lebih mudahuntuk menelan karena gaya gravitasi
e. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional: Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko
tersedak.
f. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Rasional: Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
g. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau
makanan melalui selang.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.