BAB II KONSEP DASAR
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal, juga terjadi proliferasi di hati limpa dan nodus limfatikus dan invaasi organ non hematologis seperti meningen, traktus gastroinsestinal, ginjal dan kulit (Bruner & Suddarth. 2002).
Akut Mielogenus Leukemia (AML) adalah timbulnya disfungsi sumsum tulang, menyebabkan menurunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan trombosit. Sel-sel leukemia menyusupi limfanodus, limpa, hati, tulang dan sistem saraf pusat (cecilyl betz, 2002).
Leukemia adalah penyakit Maligna proliferatif generalicata dari jaringan pembentuk darah dan biasanya melibatkan leukosit (Rosa.M. Sacharin,2002).
Akut mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang ditandai dengan adanya proliferasi leukosit yang tidak terkontrol didalam darah, sumsum tulang dan jaringan retikuloendotelial (Tucker, 1999).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan akut mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi leukosit
(2)
yang tidak teratur sehingga timbul disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah neutrofil, eritrosit dan trombosit.
B. Anatomi dan Fisiologi
1.
AnatomiBeberapa pengertian darah menurut beberapa ahli :
1) Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian : bagian cair yang disebut plasma dan bagian padat yang sebut sel-sel darah (Pearce Evelyn, 2002 : 133).
2) Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya merah (Syaifuddin, 1997 : 232). 3) Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan
plasma (Guyton, 1992).
Proses pembentukan sel darah (Hemopoesis) terdapat tiga tempat , yaitu : sumsum, hepar dan limpa.
1) Sumsum tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah : a) Tulang vertebrae
Vertebrae merupakan serangkaian tulang-tulang kecil yang tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang belakang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang) berbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga berat badan.
(3)
Bagian yang menjorok dari korpuas ke belakang disebut Arkus neoralis (lengkung neoral) yang dilewati medulla spinalis, yang membawa serabut-serabut dari otak ke semua bagian tubuh. Pada Arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan dilekati otot-otot yang menggerakkan tulang belakang, yang dinamakan Processus Spinalis.
b) Sternum (tulang dada)
Sternum adalah tulang dada. Tulang ini sebagai pelekatan tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni, Corpus Sterni, dan Processus Spinosis.
c) Costa (tulang iga)
Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang costa vertebro sternalis, 3 pasang costa vertebro condralis dan 2 pasang costa fluktuantes. Costa di bagian posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior melekat pada tulang sternum, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama sekali tidak melekat.
2) Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah diafragma. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan lobus sinistra. Dari kedua lobus tampak adanya ductus hepaticus dextra dan ductuas hepaticus sinistra, keduanya bertemu membentuk
(4)
ductus hepaticus komunis. Ductus hepaticus comunis menyaut dengan ductus sistikus membentuk ductus coledakus.
3) Limpa
Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen limpa berbentuk setengah bulan berwarna kemerahan. Limfa adalah organ berkapsula dengan berat normal 100 – 150 gr. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfoid dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak.
2. Fisiologi
Volume darah pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1,041 – 1,067 dengan temperatur 380C dan PH 7,37 – 7,45.
a. Fungsi darah secara umum terdiri atas : 1) Sebagai alat pengangkut
a) Mengambil O2 atau zat makanan dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
(5)
b) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh.
c) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leokusit, antibodi atau zat-zat anti racun.
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh
Fungsi khususnya diterangkan lebih banyak di struktur/bagian- bagian dari masing-masing sel-sel darah dan plasma darah.
b. Darah terdiri dari dua bagian, yaitu : 1) Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya kira 8 m, tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerah-merahan karena di dalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung O2. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru-paru.
(6)
Pengikatan O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksi hemoglobin (Hb+ O2 → HbO2). Jadi O2 diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin dan kemudian dilepaskan dalam jaringan HbO2 → Hb + O2 dan seterusnya Hb akan mengikat dan bersenyawa dengan CO2 yang disebut karbodioksisa hemoglobin (Hb + CO2→ HbCO2) yang mana CO2 akan dilepaskan di paru-paru.
Eritrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa, dan hari, yang kemudian akan beredar ke seluruh tubuh selama 14 -15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan berguna untuk mengikat O2 dan CO2. jumlah Hb dalam orang dewasa kira-kira 11,5-15 mg%. Normal Hb wanita 11,5-15,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 – 17,0 mg%.
Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila keduanya berkurang maka keadaan in disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena perdarahan yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit.
b) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai
(7)
bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000 – 11000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel System). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah.
Sel leukosit selain di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leokosit yang ada dalam darah akan meningkat.
Hal ini disebabkan sel leokosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut. macam-macam leokosit meliputi :
1) Agranulosit
Sel yang tidak mempunyai granula, terdiri dari : a. Limfosit
Leokosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan Intinya besar, banyaknya 20-25%.
(8)
Fungsinya membunuh dan memakan bakteari yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
b. Monosit
Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. 2) Granulosit
a) Neotrofil
Mempunyai inti, protoplasma banyaknya bintik-bintik, banyaknya 60-70%.
b) Eosinofil
Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%. c) Basofil
Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar, banyaknya ½ %.
c) Trombosit (sel plasma)
Merupakan benda-benda kecil yang bentuknya dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong. Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3. Trombosit memegang peran penting dalam pembekuan darah, jika kurang dari normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan terus menerus.
Proses pembekuan darah dibantu oleh zat Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka.
(9)
Jika tubuh terluka, darah akan keluar, tombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadi pembekuan. 2) Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.)
c. Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin) e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. f. Antibodi atau anti toksin
(10)
C. Etiologi
Penyebab leukemia belum diketahui, tetapi hal ini dapat diakibatkan oleh interaksi sejumlah faktor . faktor-faktor tersebut adalah :
1. Neoplasma
Ada persamaan antara leukemia dengan penyakit neoplastik lain, misalnya poliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi organ. Lebih dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat berubah bentuk yang akhirnya menjadi leukemia akut.
2. Infeksi
Pada manusia, terdapat bukti kuat untuk etiologi virus baik satu jenis leukemia/limforma sel T. Beberapa hasil penelitian yang menyokong teori sebagai penyebab leukemia antara lain : enzyme reverase transciptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Sepeti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan ganom sel yang terinfeksi.
3. Radiasi
Radiasi, khususnya sumsum tulang, bersifat leukaemogonik. Terdapat insiden leukemia yang tetap hidup setelah bom atom di Jepang, pada pasien ankylosing spondylitis yang telah menerima penyinaran spinal dan pada anak-anak yang ibunya menerima sinar x abdomen selama hamil.
(11)
4. Keturunan
Ada laporan beberapa kasus yang terjadi pada suatu keluargha pada kembar identik. Ada insiden yang lebih meningkat pada penyakit herediter, khususnya Sondron Down (dimana leukemia terjadi peningkatan frekuensi 20-30 kali lipat) anemia fanconui dan aoksia-talangfeksia.
5. Zat Kimia
Terkena bensin kronie, yang dapat menyebabkan displasia sumsum tulang dan perubaan kromosom, merupakan penyebab leukemia yang ditetapkan mantap, khususnya obat yang mengalkalisasi sepeti khlorambusil, mustin, melfalan, dan prokarbazin.
D. Patofisiologi
Leukemia adalah satu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari sel induk darah dan pertumbuhannya dimulai dari mana sel itu berasal. Sel-sel tersebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proliferasi sel terjadi di limfa maka akan membesar sehingga dapat terjadi hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia dan trombositopenia. Pada leukemia yang disertai splenomegali sering terjadi komplikasi hemolisis.
(12)
Infeksi terjadi oleh suatu bahanyangmenyebabkan reaksi seperti ionfeksi oleh virus. Kelainan pada leukemia bukan merupakan penyakit primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap infeksi tersebut.
Terdapat peninggian insiden leukemia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar rontgen. Diduga bahwa peninggian insiden disini karena akibat radiasi akan merendahkan referensi terhadap bahan dari penyebab leukemia tersebut.
Pada leukemia akut hepar, lien dan kelenjar getah bening membesar secara cepat, keluhan nyeri akibat regangan kapsel organ tersebut menjadi jelas. Infiltrasi ke otak akan menyebabkan keluihan sakit kepala dan infiltrasi ke tulang menyebabkan fraktur spontan. Infiltrasi ke gusi menimbulkan hipertrofi gusi dan sering disertai pendarahan gusi. limfadenopati dapat menyertai leukemia dan apabila kelompokkan pembesaran kelenjar ini menekan pembuluh darah dan pembuluh getah bening, maka akan terjadi edema lokal.
Infiltrasi ke paru menyebabkan batuk dan sesak, pembesaran kelenjar getah bening diabdomen dapat menyebabkan keluhan rasa tidak enak di perut, dan rasa cepat kenyang. Infiltrasi ke ginjal dapat menyebabkan hematuria dan gagal ginjal.
Keluhan akibat adanya anemia lemah badan dan cepat lelah. Trombositopenia menimbulkan pendarahan baik dari kulit dan selaput lendir. (Long ,2000; Issalbacher,2000).
(13)
E. Manifestasi Klinis
1. Bukti anemia, perdarahan dan infeksi a. Demam
b. Keletihan c. Pusat d. Anorexia
e. Petekia dan perdarahan f. Nyeri sendi dan tulang
g. Nyeri abdomen yang tidak jelas h. Berat badan turun
i. Pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotelia hati, limfa dan linfonodus.
2. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges a. Sakit kepala
b. Iritabilitas c. Letargi d. Muntah e. Edema pupil f. Koma
3. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang terkena
a. Kelemahan ekstremitas bawah
(14)
F. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang 2. Infeksi
3. Perdarahan 4. Splenomegali 5. Hepatomegali
2. Penatalaksanaan
1. Pelaksanaan kemoterapiTerdapat dengan fase pelaksanaan kemoterapi : a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5 %.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melalui intrakranial untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
(15)
c. Kosolidasi
Pada fase kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Irradiasi Kranial
3. Tranfusi darah dan trombosit bila ditemukan trombositopenia 4. Transplantasi sumsum tulang bila diperlukan
H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian fokus
1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelemahan otot.
2. Sirkulasi ; palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membarn mukosa pusat. 3. Eliminasi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, fese hitam,
penurunan haluaran urin, darah pada urine.
4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas.
5. Makanan/cairan : anoreksia, muntah, perubahan ras, faringitis, penurunan BB dan disfagia.
6. Neurosensori penuruan koordinasi, disorientasi, pusing, kesemutan parestisia, aktifitas kejang otot mudah terangsang.
(16)
7. Nyeri : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri sendi perilaku hati-hati gelisah.
8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas.
9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol,. Demam, infeksi, kemerahan, purpura,pembesaran nodus limfe, limpa/hati.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien AML adalah sebagai berikut
1. Jumlah sel darah putih bisa berkurang, normal atau meningkat. 2. Pada sebagian besar kasus terjadi trombositopena
3. Biasanya pada pemeriksaan fungsi lumbal memperlihatkan bahwa cairan spinal mempunyai tekanan yang meninggi dan mengandung sel leukemik 4. Pemeriksaan dengan Sinar X dapat memperlihatkan lesi tulang
5. Tes fungsi hati fan ginjal dilakukan sebagai pedoman sebelum terapi 6. Biopsi/ Apsirasi sumsum tulang, untuk mengidentifikasi adanya blast
dalam sumsum tulang 7. Pemeriksaan rotgen dada
(17)
(18)
J. FOKUS INTERVENSI 1. Dx 1
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen : kelemahan umum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil : a. Laporan peningkatan aktivitas yang dapat diukur
b. Menunjukkan tanda fisiologis tidak toleran misalnya nadi, pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
1.1. Evaluasi laporan kelemahan perhatian ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas.
1.2. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyembuhan jaringan.
1.3. Implementasi tehnik penghematan energi contoh lebih baik duduk dari pada berdiri
1.4. Berikan kebersihan mulut sebelum makan 1.5. Kolaborasi berikan oksigen tambahan
Rasional : memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler
(19)
2. Dx 2
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran organ atau modus limfe
Tujuan : Setelah melakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : a. Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Tampak relax dan mampu beristirahat dengan tenang Intervensi :
2.1. Mengkaji intensitas skala nyeri (skala 0-10)
Rasional : dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi
2.2. Monitor tanda-tanda vital perhatian petunjuk non verbal misalnya Rasional : dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi
2.3. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional : meningkatkan istirahat
2.4. Tempatkan pada posisi ruangan dan sokong sendi ekstremitas dengan bantal
Rasional : dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang / sendi
2.5. Berikan tindakan kenyamanan (misal : pijatan, kompres dingin) dan dukungan psikologis)
Rasional : meminimalkan kebutuhan / meningkatkan efek obat 2.6. Kolaborasi analgetik, narkotik
(20)
3. Dx 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : a. Nafsu makan meningkat b. BB meningkat
Intervensi :
3.1. Observasi dan catat masukan makanan, bila jumlahnya kurang dari yang diperlukan berikan cairan parenteral
3.2. Sajikan makanan dalam bentuk menarik dan berikan sedikit-sedikit tapi sering
3.3. Motivasi anak untuk menghabiskan porsi makanan 3.4. Timbang berat badan sesuai indikasi
3.5. Kolaborasi = konsul ahli gizi
(Tucker, 1999)
4. Dx 4
Resiko cidera : Pendarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi pendarahan
Kriteria Hasil : Tidak mengalami perdarahan Intervensi :
(21)
4.1. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50000 mm3 resiko perdarahan pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
4.2. Hindari aktifitas bermain yang mungkin menyebabkan cidera fisik 4.3. Jangan memberi mainan dengan permukaan tajam/runcing
4.4. Inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan dan tempat tusukan terhadap perdarahan
4.5. Beri bantalan tidur untuk mencegah trauma 4.6. Beri tranfusi trombosit sesuai indikasi
(Tucker, 1999)
5. Dx 5
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder yang tidak adekuart
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anak terhindar dari infeksi Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi : 5.1. Monitor suhu badan
Rasional : hipertemi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi 5.2. Cegah menggigil : tingkatkan cairan
Rasional : membantu menurunkan demam, yang menambah ketidakseimbangan cairan
(22)
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan resiko infeksi 5.4. berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : meningkatkan energi
5.5. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan
Rasional : meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah dehidrasi
5.6. Kolaborasi
- Px lab mis : hitung darah lengkap
Rasional : penurunan jumlah SDP normal / matun dapat diakibatkan oleh proses penyakit / kemoterapi
- Pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan sumber potensial kontaminasi bacterial
(Doengoes, 2000)
6. Dx 6
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas suplai O2 ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan pasien menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria Hasil :
- Pernafasan dalam rentang normal - Tak ada sianosis
(23)
Intervensi
6.1. Monitor frekuensi / kedalaman pernafasan area sianosis 6.2 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya takikardi
6.3. Observasi peningkatan batuk
6.4. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi 6.5. batasi aktivitas klien
(Doengoes, 2000)
7. Dx 7
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pernurunan suplai O2 ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria Hasil :
- TTV pasien stabil, kulit hangat, dan tidak ada sianosis - Turgor kulit baik, kapileri refill (2 detik)
Intervensi :
7.1. Monitor TTV
7.2. Kaji pengisian kapiler, warna kulit, turgor kulit
(24)
7.4. Catat adanya perubahan tingkat kesadaran 7.5. Pertahankan suhu lingkungan
(Doengoes, 2000)
8. Dx 8
Resiko tumbuh kembang tidak terpenuhi berhubungan dengan efek hospitalisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tumbuh kembang klien terpenuhi
Kriteria Hasil : klien dapat beraktifitas sesuai dengan umumnya Intervensi
8.1 Bina hubungan saling percaya 8.2 Berikan terapi bermain
8.3 Kaji aktifitas bermain yang disukai anak
8.4 Anjurkan keluarga untuk memberikan mainan pada klien.
(Tucker,1998)
9 Dx 9
Resiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan diagnosa dan aturan pengobatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kien memiliki koping yang efektif
(25)
Kriteria Hasil : klien mengungkapkan secara verbal koping internal dan eksternal yang edekuat dan efektif
Intervensi
9.1 Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien 9.2 Kaji mekanisme koping klien
9.3 Libatkan klien dalam perawatan klien untuk memenuhi harapan mereka akan keterlibatan dalam perawatan anak
9.4 Anjurkan klien untuk melanjutkan intervensi dengan klien secara normal
(1)
3. Dx 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : a. Nafsu makan meningkat b. BB meningkat
Intervensi :
3.1. Observasi dan catat masukan makanan, bila jumlahnya kurang dari yang diperlukan berikan cairan parenteral
3.2. Sajikan makanan dalam bentuk menarik dan berikan sedikit-sedikit tapi sering
3.3. Motivasi anak untuk menghabiskan porsi makanan 3.4. Timbang berat badan sesuai indikasi
3.5. Kolaborasi = konsul ahli gizi
(Tucker, 1999)
4. Dx 4
Resiko cidera : Pendarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi pendarahan
Kriteria Hasil : Tidak mengalami perdarahan Intervensi :
(2)
4.1. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50000 mm3 resiko perdarahan pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
4.2. Hindari aktifitas bermain yang mungkin menyebabkan cidera fisik 4.3. Jangan memberi mainan dengan permukaan tajam/runcing
4.4. Inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan dan tempat tusukan terhadap perdarahan
4.5. Beri bantalan tidur untuk mencegah trauma 4.6. Beri tranfusi trombosit sesuai indikasi
(Tucker, 1999)
5. Dx 5
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder yang tidak adekuart
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan anak terhindar dari infeksi Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi : 5.1. Monitor suhu badan
Rasional : hipertemi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi 5.2. Cegah menggigil : tingkatkan cairan
Rasional : membantu menurunkan demam, yang menambah ketidakseimbangan cairan
(3)
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan resiko infeksi 5.4. berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : meningkatkan energi
5.5. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan
Rasional : meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah dehidrasi
5.6. Kolaborasi
- Px lab mis : hitung darah lengkap
Rasional : penurunan jumlah SDP normal / matun dapat diakibatkan oleh proses penyakit / kemoterapi
- Pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan sumber potensial kontaminasi bacterial
(Doengoes, 2000)
6. Dx 6
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas suplai O2
ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan pasien menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria Hasil :
- Pernafasan dalam rentang normal - Tak ada sianosis
(4)
Intervensi
6.1. Monitor frekuensi / kedalaman pernafasan area sianosis 6.2 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya takikardi
6.3. Observasi peningkatan batuk
6.4. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
6.5. batasi aktivitas klien
(Doengoes, 2000)
7. Dx 7
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pernurunan suplai O2 ke sel
jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria Hasil :
- TTV pasien stabil, kulit hangat, dan tidak ada sianosis - Turgor kulit baik, kapileri refill (2 detik)
Intervensi :
7.1. Monitor TTV
7.2. Kaji pengisian kapiler, warna kulit, turgor kulit
(5)
7.4. Catat adanya perubahan tingkat kesadaran 7.5. Pertahankan suhu lingkungan
(Doengoes, 2000)
8. Dx 8
Resiko tumbuh kembang tidak terpenuhi berhubungan dengan efek hospitalisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tumbuh kembang klien terpenuhi
Kriteria Hasil : klien dapat beraktifitas sesuai dengan umumnya Intervensi
8.1 Bina hubungan saling percaya 8.2 Berikan terapi bermain
8.3 Kaji aktifitas bermain yang disukai anak
8.4 Anjurkan keluarga untuk memberikan mainan pada klien.
(Tucker,1998)
9 Dx 9
Resiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan diagnosa dan aturan pengobatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kien memiliki koping yang efektif
(6)
Kriteria Hasil : klien mengungkapkan secara verbal koping internal dan eksternal yang edekuat dan efektif
Intervensi
9.1 Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien 9.2 Kaji mekanisme koping klien
9.3 Libatkan klien dalam perawatan klien untuk memenuhi harapan mereka akan keterlibatan dalam perawatan anak
9.4 Anjurkan klien untuk melanjutkan intervensi dengan klien secara normal