MODIFIKASI INLINE EMITTER UNTUK SISTEM IRIGASI TETES BAWAH PERMUKAAAN TANAH (SUBSURFACE)
1 IRRIGATION
By
Muhammad Fadil Hakim
Subsurface drip irrigation has a relatively higher efficiency level compared with other irrigation systems, because it gives water only in plant root areas, so that it reduces water lost in irrigation. However, the conduct of this irrigation system deals with many problems, mainly in water flow distributions and soil wetting patterns that are not uniformed because emitters are clogged by tiny particles such as dust, sand, alga brought along the irrigation flows. More over, subsurface irrigation can only be applied by farmers or businessmen with larger capitals. The objective of this research were to design simple subsurface drip irrigation with in-line emitter dripper type, using local component, to test performance of drip irrigation system, and to analyze the patterns of soil wetting distribution. This research used emitter from TC (totteron cotton) cloth without additional materials, 3 layers, 10 cm and 15 fins with 100 cm and 200 cm operational heads. The irrigation system test was conducted by placing emitter in subsurface.
The results shows that the use of designs with 10 cm fin modification results in best uniformity of water distribution with the following emitter specification: discharge (q) = 18.4 l/hour, dripper variance coefficient (Cv) = 0.31, emission uniformity (EU) =75.4%, coefficient of discharge (Kd ) = 18.4, exponent (x) = 0.75 with orrifice dripper emitter type. The uniformity of distribution in sub unit of this design was 71.5% with 3.9 m average of wetting along planting plot (5 m) with water content ranging from 30% to 48% in one hour of irrigation. This range was still in range between field capacity and permanent withering point.
(2)
ABSTRAK
MODIFIKASI INLINE EMITTER UNTUK SISTEM IRIGASI TETES BAWAH PERMUKAAAN TANAH (SUBSURFACE)
Oleh
Muhammad Fadil Hakim
Irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface irrigation) mempunyai efisiensi irigasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi sistem irigasi yang lain, karena sistem irigasi tetes ini hanya memberikan air pada daerah perakaran tanaman, sehingga mengurangi kehilangan air irigasi. Namun dalam penerapan irigasi tetes ini masih ditemui banyak kendala, terutama pada distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam dikarenakan emitter tersumbat oleh partikel-partikel kecil seperti debu, pasir, lumut yang terbawa di dalam aliran irigasi. Selain itu, sistem ini hanya dapat diaplikasikan oleh para petani atau pengusaha dengan modal yang besar.
Penelitian ini bertujuan merancang sistem irigasi tetes sederhana dengan penetes jenis inline emitter, dengan menggunakan komponen lokal, uji kinerja sistem irigasi tetes, dan menganalisa pola distribusi pembasahan tanah.
Penelitian menggunakan emitter dari kain TC (Totteron Cotton) dengan penggunaan tanpa bahan, 3 lapis, sirip 10 cm dan sirip 15 cm dengan head
operasi 100 cm dan 200 cm. Uji coba sistem rancangan sistem irigasi dilakukan dengan menggunakan cara penempatan emitter di bawah permukaan tanah (subsurface).
Hasil yang diperoleh menunjukan penggunaan rancangan dengan modifikasi sirip 10 cm menghasikan nilai keseragaman penyebaran air terbaik dengan spesifikasi emitter sebagai berikut : Debit (q) = 18,4 l/jam; Koefisien variasi penates (Cv) = 0,31 ; Emission Uniformity (EU) = 75,4 %; coeficient of discharge (Kd) = 18,4 ; eksponen (x) = 0,75 dengan tipe emitter orrifice drippers. Keseragaman penyebaran pada sub- unit dalam rancangan ini adalah 71,5 % dengan rata-rata pembasahan subsurface adalah 3,9 m sepanjang bedengan penanaman (5 m) dengan kadar air berkisar antara 30% - 48% pada 1 jam pemberian air. Kisaran ini masih berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen.
(3)
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang manfaatnya sangat besar dalam kehidupan manusia. Salah satu sumber air yang melimpah dan dapat digunakan secara cuma-cuma adalah air hujan. Hujan merupakan satu-satunya sumber air bersih yang praktis dan dapat diperbaharui untuk penggunaan pada bidang
pertanian, industri, dan domestik. Ketergantungan akan hujan sebagai sumber air menjadi sulit ketika musim kemarau dengan intensitas curah hujan yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Peningkatan kebutuhan air, terbatasnya persediaan air alam, serta kualitas air yang kurang baik, menjadi sangat penting.
Permasalahan yang umum terjadi pada air untuk kebutuhan pertanian adalah tentang efisiensi dan pemanfaatan kebutuhan air yang tidak seimbang.
Penggunaan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan air bagi lahan yang memiliki ketersediaan air terbatas dan daerah yang kadar curah hujannya rendah. Sistem irigasi ini memberikan air dengan laju sangat rendah, pada tiap tanaman secara individu. Laju yang sangat rendah ini diperoleh dengan menggunakan emitter
yang dirancang khusus atau tabung sarang. Suatu emitter bisa memberikan air dengan laju 2 sampai 10 liter per jam dan dipasang sedikit di bawah permukaan
(4)
tanah. Sistem ini memungkinkan kesempatan untuk menggunakan air secara efisien karena kehilangan evaporasi yang minimum dan irigasi hanya dibatasi pada zone perakaran (Riyanto, 2009). Kekurangan yang terdapat pada sistem irigasi subsurface ini yaitu distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam dikarenakan emitter tersumbat oleh partikel partikel kecil seperti debu, pasir, lumut yang terbawa di dalam aliran irigasi serta biaya yang tidak murah dalam pengaplikasiannya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dikembangkan penelitian tentang modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) yang diharapkan dapat mengembangkan sistem irigasi yang murah, sederhana, mudah diterapkan pada lahan pertanian yang relative kecil dan memiliki distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang seragam ke setiap lahan tanaman.
B. Tujuan penelitian
1. Menguji keseragaman distribusi tetesan dari pipa yang sudah dimodifikasi/ uji keseragaman tetes.
2. Menganalisa hasil pola pembasahan tanah yang dihasilkan.
C. Perumusan masalah
Air merupakan salah satu sumber daya yang cukup melimpah di bumi ini. Penanganan akan sumber daya air yang kurang tepat sehingga menimbulkan permasalahan yang cukup serius yaitu air menjadi suatu benda langka dan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Efisiensi dan pemanfaatan yang tidak
(5)
sesuai menyebabkan sulitnya pemenuhan kebutuhan akan air terutama dalam sektor pertanian dikarenakan pada sektor ini pemenuhan kebutuhan akan air sangat penting.
Penggunaan sistem irigasi tetes subsurface merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan air bagi lahan yang memiliki ketersediaan air terbatas dan daerah yang kadar curah hujannya rendah. Kekurangan dari sistem irigasi
subsurface ini adalah sering terjadi penyumbatan oleh emitter diakibatkan
gangguan kotoran dari distribusi aliran air dan tanah yang masuk ke dalam lubang penetes/emitter sehingga menyebabkan distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam pada lahan juga biaya investasi yang cukup besar.
Penelitian ini akan memodifikasi sistem irigasi subsurface dengan menggunakan kain TC (totteron cotton) sebagai lapisan pembalut/emitter dengan harga yang relatif lebih murah dan tersedia banyak di pasaran dan berfungsi sebagai penahan atau penghalang partikel-partikel kecil berupa kotoran dan debu yang masuk ke dalam lubang penetes dan penggunaan sistem flushing pada ujung pipa lateral yang berfungsi sebagai pembersih atau pembilas kotoran yang masuk ke dalam pipa yang terbawa oleh aliran air.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermaanfaat untuk memberikan informasi teknologi sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) untuk para petani lahan kering pada pembudidayaan hortikultura dan sayuran.
(6)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Irigasi
Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan
merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi) berada dalam kedudukan yang sama penting dengan aspek pengelolaan (Sutardjo, 2006).
Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah
untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam– tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen, 1986).
Irigasi sangat diperlukan di daerah-daerah yang kebutuhan air dari sumber alami hanya cukup untuk memproduksi tanaman selama setengah tahun atau hanya cukup dalam beberapa tahun. Jumlah dan waktu irigasi tergantung pada beberapa faktor iklim, tanah dan tanaman. Sistem irigasi harus menyediakan air dengan tarif, jumlah, dan waktu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertanian irigasi.
(7)
Sistem irigasi mengalirkan air ke tanaman pada kuantitas dan waktu yang sesuai yang dibutuhkan oleh tanaman. Fungsi irigasi meliputi :
1. Mengalirkan air dari sumber air.
2. Memenuhi kebutuhan dalam dalam bidang peternakan. 3. Mendistribusikannya dalam setiap bidang.
Menururt Schwab et al. (1981), pendistribusian air irigasi pada tanaman dapat dilakukan dengan empat metode antara lain :
1. Irigasi permukaan (Surface Irrigation) yaitu pemberian air dengan penggenangan air langsung diantara petakan tanaman (furrow irrigation) dan baris tanaman (corrugation irrigation).
2. Irigasi bawah permukaan (Subsurface Irrigation) merupakan pemberian air pada tanaman melalui saluran-saluran di bawah permukaan tanah. 3. Irigasi Curah (Sprinkler Irrigation) metode pemberian pada tanaman yang
dilakukan melaui curahan air seperti curahan air hujan.
4. Irigasi tetes (Trickle Irrigation) pemberian air pada tanaman secara langsung baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan di daerah perakaran tanaman atau di sekitar tanaman.
B. Irigasi tetes
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi
(8)
seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim dkk, 2005). Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim. Sifat dan jenis tanahyang diperhatikan adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James, 1993).
Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral (Gambar 1). Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003).
Gambar 1. Pipa inline emitter
(9)
tanah diseluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebihan mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum tentang waktu pemberian air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah (Hakim dkk, 2005).
Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga dapat mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan atau mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986). Sistem irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antara lain (Keller dan Bliesner, 1990) :
1. Efisiensi irigasi tetes relative lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain. Pemberian air dilakukan dengan kecepatan yang telah ditentukan, dan hanya dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan.
2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu, karena hanya daerah perakaran yang dibasahi sedangkan bagian tanaman lain dibiarkan dalam kondisi kering.
3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang disebabkan kondisi tanah yang terlalu basah karena sistem irigasi tetes hanya membasahi daerah perakaran tanaman.
4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan efisien karena pemberian pupuk dan pestisida dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian air irigasi.
(10)
Kekurangan sistem irigasi tetes dalam penerapannya adalah :
1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes. 2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi. 3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena
kurangnya kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Sistem irigasi tetes ini memerlukan beberapa peralatan seperti emitter, pipa lateral, pipa utama, dan bangunan utama (Lingga, 2006). Irigasi ini ada dua macam, yaitu irigasi permukaan dan irigasi bawah tanah.
C. Irigasi bawah tanah (subsurface irrigation)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air
ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman. Pipa lateral dikubur dibawah tanah dan irigasinya diteteskan di dalam tanah pada zona perakaran. Sistem ini mulai diterima atau dioperasikan setelah permasalahan mengenai emitter yang tersumbat terselesaikan. Sistem ini sering diterapkan pada kebun tanaman buah kecil atau sayuran.
Prinsip kerja irigasi tetes yaitu mengalirkan air tetes demi tetes. Caranya, air dari sumber air dipompa dan disalurkan melalui pipa pendistribusian utama. Pipa tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa cabang (headerline). Pipa cabang
(11)
dihubungkan lagi dengan pipa penetes (drip tube). Pipa penetes ini dilengkapi dengan alat berlubang kecil atau emitter yang berfungsi agar air dapat menetes. Pipa penetes diletakkan di dalam zona perakaran. Gambar 2 memberikan ilustrasi mengenai sistem irigasi bawah permukaan.
Sumber : Hasan, 2005.
Gambar 2. Sistem irigasi bawah permukaan
Kekurangan dari sistem irigasi subsurface ini adalah :
1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.
2. Kontrol pengoperasian yang sulit dikarenakan pipa lateral yang ditimbun di dalam tanah.
3. Pembasahan ke tanaman yang tidak seragam dikarenakan air merembes ke dalam tanah sehingga menyebabkan kehilangan air (permeabilitas) yang cukup tinggi.
D. Komponen Irigasi Tetes
(12)
pengatur tekanan, katup kendali dan perangkat Back-flow (antisiphon), saringan, jaringan lateral (distribution lines), emitter, peralatan kontrol dan monitoring.
1. Sumber air
Air yang bersih sangat diperlukan untuk keberhasilan irigasi tetes, terutama penggunaan emitter yang kecil. Penyumbatan oleh bahan fisik atau kontaminasi kimia merupakan masalah utama dalam irigasi tetes. Sumber air bisa berasal dari air sumur, kolam, atau sungai. Air tanah umumnya mempunyai kualitas yang baik dan sebaiknya digunakan, sedangkan air permukaan bisa terkontaminasi oleh bakteri, algae, dan organisme lainnya yang hidup di dalam air.
2. Sumber tenaga, pompa, dan pengatur tekanan
Sebagian besar sistem irigasi tetes dirancang untuk kebun pekarangan (home garden) dan memerlukan tekanan sebesar 8 sampai 12 N/m2. Jika sumber air berasal dari air pam, diperlukan satu atau dua pengatur tekanan yang dipasang pada jaringan distribusi utama (Purser, 1999).
3. Katup kendali dan perangkat back-flow (antisiphon)
Dianjurkan untuk memasang katup kendali pada jaringan distribusi untuk sumber air yang berasal dari air pam atau sumur. Perangkat ini akan mencegah
terkontaminasinya sumber air dari arus balik air irigasi (Purser, 1999). Lebih baik lagi apabila disertai dengan alat pengukur.
4. Saringan
Saringan adalah komponen paling penting dari sistem irigasi tetes, kelemahan saringan adalah penyumbatan pada saringan. Kebanyakan air yang digunakan harus lebih bersih dari air minum. Sistem irigasi tetes biasanya memerlukan saringan kerikil, atau saringan pasir bertingkat. Rekomendasi dari pabrik
(13)
pembuat emitter harus diikuti dalam memilih sistem saringan. Bila tidak terdapat rekomendasi seperti di atas, diameter pembukaan netto dari saringan harus lebih kecil dari 1/10 sampai 1/4 dari diameter pembukaan emitter. Untuk air tanah yang bersih, suatu saringan ukuran 80 sampai 200 mesh sudah mencukupi (Schwab, 1992). Saringan diperlukan pada sistem irigasi tetes dan berfungsi untuk membuang pasir dan partikel bahan organik yang terlarut. Saringan ini akan membuang tanah, pasir dan partikel bahan organik yang terlarut, tetapi saringan tidak bisa membuang mineral terlarut, algae atau bakteri.
Untuk air dengan kandungan debu dan algae yang tinggi, diperlukan suatu saringan pasir yang didukung dengan saringan kain. Alat pemisah pasir yang terletak dibagian muka saringan mungkin diperlukan jika air mengandung cukup banyak pasir. Strainer pada jaringan dengan saringan yang bisa dipindah serta ulir pembersih sudah mencukupi bagi air dengan kandungan pasir yang kecil. Saringan sekunder bisa dipasang pada bagian pemasukan untuk tiap manifold. Hal ini dianjurkan sebagai tindakan pencegahan keamanan bila terjadi kecelakaan selama pembersihan atau kerusakan saringan memungkinkan partikel atau air tidak tersaring melewati bagian dalam sistem (Schwab, 1992).
5. Jaringan lateral (distribution lines)
Jaringan lateral bisa berupa selang atau pipa air dari karet, tapi untuk sistem irigasi permanen, pipa PVC merupakan alternatif terbaik (Purser, 1999). Jaringan lateral bisa diletakkan sepanjang baris pohon, dan diperlukan beberapa emitter
untuk tiap pohon. Kebanyakan lateral memiliki emitter majemuk, seperti tabung
(14)
atau dua lateral per baris tergantung pada ukuran pohon. Satu jaringan lateral sudah mencukupi untuk pohon kecil (Schwab, 1992).
6. Emitter
Tersedia beberapa tipe dan rancangan emitter secara komersial. Emitter
mengendalikan aliran dari jaringan lateral. Tekanan sangat berkurang oleh
emitter, kehilangan ini dilaksanakan oleh bukaan kecil, lintasan aliran panjang, ruang vortex, pengaturan secara manual, atau peralatan mekanis lainnya. Beberapa emitter diatur oleh tekanan dengan merubah panjang dan penampang melintang lintasan aliran atau ukuran lubang (orifice). Emitter memberikan debit yang relatif tetap pada berbagai kisaran tekanan. Beberapa emitter dapat
membersihkan dirinya sendiri dan mencuci secara otomatis. Pipa sarang atau tabung mempunyai banyak lubang-lubang kecil. Kebanyakan emitter diletakkan pada permukaan tanah, tetapi bisa juga ditanam pada kedalaman yang dangkal untuk proteksi (Schwab, 1992).
7. Peralatan kontrol dan monitoring
Peralatan yang diperlukan untuk mengontrol dan memonitoring sistem irigasi tetes (Purser, 1999):
Pengukur tekanan sebaiknya dipasang untuk memonitor tekanan pada sistem irigasi tetes.
Katup pengendali sebaiknya diletakkan antara sumber air dan jaringan lateral. Jika sumber air dari sumur, sungai, atau kolam, sebaiknya
dipasang perangkat back-flow untuk mencegah kemungkinan kontaminasi arus balik dari air irigasi ke sumber air.
(15)
Tensiometer atau peralatan lain yang bisa mengukur kelembaban tanah sangat membantu.
Menurut Keller dan Bliesner (1990), komponen sistem irigasi tetes terdiri atas: (1) Penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa lateral ke
tanah sekitar tanaman dengan debit yang rendah dan tekanan yang mendekati tekanan atmosfer. Air yang keluar dari penetes meresap ke dalam profil tanah akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Aliran air yang keluar dari penetes dapat diatur secara manual ataupun otomatis untuk mendapatkan debit air sesuai kebutuhan dalam waktu tertentu.
(2) Pipa lateral, merupakan tempat terpasangnya penetes. Biasanya pipa lateral terbuat dari PVC atau PE dengan diameter antara 12,7 mm (1/2 inchi) – 38,1 mm (1 ½ inchi).
(3) Pipa manifold atau sub utama, merupakan pipa yang menyalurkan air ke pipa-pipa lateral. Pipa manifold biasanya terbuat dari pipa PVC dengan diameter 50,8 mm (2 inchi) –76,2 mm (3 inchi).
(4) Pipa utama, pipa ini merupakan komponen yang menyalurkan air ke pipa-pipa manifold. Biasanya pipa utama terbuat dari pipa PVC atau paduan antara asbes dan semen.
(5) Pompa dan tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber air menuju ke jaringan perpipaan untuk irigasi tanaman.
(6) Komponen pendukung terdiri dari katup, pengatur tekanan, pengatur debit, tangki, dan sistem pengontrol.
(16)
Berdasarkan cara penempatan penetes pada pipa lateral, penetes dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penetes tipe line-sources dan penetes tipe point-source
(Keller dan Bliesner, 1990). Penetes tipe line-source merupakan penetes yang dipasang secara seri pada pipa lateral, sedangkan penetes tipe point-source
merupakan penetes yang dipasang secara individual pada pipa lateral. Jenis jenis penetes point-source antara lain penetes long path, source orifice, vortex dan
pressure compensanting. Penetes tipe line-source antara lain drip emitter inline non-pressure compensating, drip emitter adjustable non-pressure compensating, dan drip emitter pressure compensating button.
Sumber :Anonim, 2007.
Gambar 3. Jaringan Irigasi Tetes
Penetes tipe long path menggunakan tabung kapiler panjang dalam menyebarkan tekanan. Penetes tipe source orifice menyebarkan tekanan secara individual ataupun secara seri. Penetes tipe vortex memberikan efek pusaran, sedangkan tipe pressure compensanting button dapat mengalirkan air pada selang tekanan yang cukup besar pada pipa lateral.
(17)
Drip emitter inline non-pressure compensating merupakan tipe penetes yang dipasang seri dalam satu bedengan tanaman (Gambar 4). Tipe drip
emitter adjustable non-pressure compensating adalah tipe penetes yang dapat diset dari 0 GPH - 10 GPH (Gallon per Hour) dengan cara memutar tutup penetes yang akan menghasilkan suatu aliran yang dapat disesuaikan dari yang paling kecil hingga besar. Tutup penetes ini mempunyai sudut putar sebesar 360°. Tipe drip emitter pressure compensating button adalah tipe penetes yang dapat menyalurkan air dengan tekanan yang seragam sepanjang alur aliran dari titik awal sampai ujung saluran (Keller dan Bliesner, 1990).
Gambar 4. Pipa inline emitter pada tanaman sayuran
E. Tahapan rancangan irigasi tetes
Tahapan rancangan irigasi tetes yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menyusun nilai faktor-faktor rancangan, yang meliputi sifat fisik tanah, air
tanah tersedia, laju infiltrasi, evapotranspirasi tanaman, curah hujan efektif dan kebutuhan air irigasi.
(18)
2. Menyusun rancangan pendahuluan, mencakup pembuatan skema tata letak (layout) serta penetapan jumlah dan luas sub-unit dan blok irigasi.
3. Perhitungan rancangan hidrolika sub-unit dengan mempertimbangakan karakteristik hidrolika pipa dan spesifikasi emitter. Apabila persyaratan hidrolika sub-unit tidak terpenuhi, alternatif langkah/penyelesaian yang dapat dilakukan adalah:
1) Modifikasi tata letak. 2) Mengubah diameter pipa. 3) Mengganti spesifikasi emitter. 4) Finalisasi (optimalisasi) tata letak.
5) Perhitungan total kebutuhan tekanan (total dynamic head) dan kapasitas sistem, berdasarkan desain tata letak yang sudah final serta dengan mempertimbangkan karakteristik hidrolika pipa yang digunakan.
6) Penentuan jenis dan ukuran pompa air beserta tenaga/mesin penggeraknya.
Perhitungan rancangan hidrolika sub-unit merupakan tahapan kunci dalam proses desain irigasi tetes. Persyaratan hidrolika jaringan perpipaan harus dipenuhi untuk mendapatkan penyiraman yang seragam (nilai koefisien
keseragaman/coefficient of uniformity harus > 95 % untuk irigasi tetes).
Mengingat jumlah dan spesifikasi emitter maupun jenis dan diameter pipa yang sangat beragam, maka tahapan rancangan hidrolika sub-unit harus dilakukan dengan metode coba-ralat.
(19)
A. Desain pendahuluan
Desain pendahuluan sistem irigasi tetes menyangkut tiga faktor utama, yaitu penentuan kebutuhan/kedalaman puncak air irigasi, penentuan interval irigasi dan penentuan jumlah air total yang dibutuhkan untuk mengairi seluruh lahan.
Kedalaman bersih maksimum air irigasi yang dapat diberikan per irigasi pada suatu tekstur tanah tertentu.
B. Rancangan tata letak
Untuk mendapatkan suatu rancangan yang berhasil maka pertimbangan mengenai faktor tanaman, faktor tanah dan karakteristik penetes harus diintegrasikan dalam suatu sistem yang sesuai dengan bentuk dan topografi lahan. Tata letak sub-unit tergantung pada jarak penetes rata-rata, variasi head tekanan yang diinginkan, jumlah stasiun operasi yang dibutuhkan, panjang baris tanaman, topografi dan batas lahan. Sedangkan tata letak akhir sub-unit yang ideal memiliki beberapa kriteria diantaranya jumlah sub-unit dan titik pengontrol debit atau tekanan yang seminimum mungkin, tata letak saluran utama yang ergonomis dan ekonomis, keseragaman pada debit aliran sistem, konfigurasi sub-unit yang seragam, serta variasi head yang diijinkan.
C. Tipe dan hidrolika penetes
Berdasarkan cara penempatan pada lateral, penetes dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu penetes line-source dan penetes point-source. Termasuk dalam tipe penetes point-source diantara penetes long-path, source orifice, vortex dan
(20)
diantaranya porous pipe, double walled pipes, soaker hose dan porous plastics tubes. Penetes umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanismenya dalam menyebarkan tekanan. Penetes tipe long-path menggunakan tabung kapiler panjang dalam menyebarkan tekanan, tipe orifice tergantung pada beberapa
orifice baik individual ataupun secara seri dan penetes tipe vortex yang
memberikan efek pusaran. Penetes tipe flushing dirancang untuk memungkinkan sistem dioperasikan. Penetes tipe continous flushing memungkinkan berjalannya secara kontinu partikel padat yang besar selama sistem dioperasikan sehingga mengurangi kebutuhan akan penyaring halus. Penetes tipe compensating dapat mengalirkan air pada selang tekanan cukup besar pada saluran lateral sedangkan penetes tipe multi outlet dapat memberikan air pada dua atau lebih titik dengan penambahan selang kecil. Hubungan antara debit pengeluaran dengan tekanan operasi pada sebuah penetes dinyatakan dengan persamaan :
q = Kd . Hx ... (1) dalam hal ini:
q = debit keluaran penetes (l/jam) Kd = koefisien debit
H = head tekanan operasi x = eksponen debit
Penentuan koefisien debit dan eksponen debit pada sebuah penetes dapat menggunakan persamaan berikut:
... (2)
(21)
q1 = debit penetes (l/jam) pada tekanan operasi H1 (m)
q2 = debit penetes (l/jam) pada tekanan operasi H2 (m)
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan penetes adalah lebar
pembasahan, kebutuhan air tanaman, debit penetes dan kualitas air irigasi. Nilai x yang dihasilkan akan digunakan untuk menentukan klasifikasi tipe yang diteliti. Berikut beberapa tipe klasifikasi emitter yang digunakan dalam sistem irigasi tetes dengan intensitas rendah (Karmeli et al., 1985) :
- Laminar drippers :dengan nilai x = 0,8 – 1,0 - Orrifice drippers :dengan nilai x = 0,6 – 0,8 - Turbulent drippers :dengan nilai x = 0,4 – 0,6 - Labyrinth drippers :dengan nilai x = 0,4 – 0,6 - Regulated drippers :dengan nilai x = 0,1 – 0,3
D. Keseragaman irigasi tetes
Pola pembasahan pada irigasi tetes menyerupai bola lampu (bulb) (Gambar 5). Pola pembasahan ini tentunya akan mempengaruhi keseragaman pemberian air, tetapi pada irigasi tetes, keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan oleh setiap emitter. Karena debit emitter merupakan fungsi dari tekanan operasi yang menentukan keseragaman irigasi tetes. Variasi tekanan operasi pada sistem irigasi tetes (Gambar 6).
(22)
Gambar 5. Pola pembasahan irigasi tetes (Keller dan Blesner, 1990)
Variasi debit emitter juga disebabkan oleh proses pembuatan, karena tidak akan terdapat emitter yang persis sama dan dikenal dengan koefisien variasi pembuatan (Cv) (Gambar 4).
Gambar 6. Variasi tekanan operasi (Keller dan Bliesner, 1990)
Cvdihitung dengan persamaan (Keller and Bliesner,1990)
Cv = {√(q12
+ q22+ … + qn2– n.qa2)/ (n-1)}/qa ... (3)
dalam hal ini :
qn = debit emitter ke n qa = rata-rata debit emitter
(23)
Nilai koefisien variasi penetes ini kemudian diklasifikasikan dengan standar nilai yang dikeluarkan oleh American Society of Agricultural Engineers [ASAE.EP 405.1] yang ditunjukan pada Tabel 1.
Efisiensi sistem irigasi tetes merupakan parameter yang sangat penting untuk mengetahui perbandingan jumlah total air yang diberikan dengan jumlah air irigasi yang masuk ke dalam perakaran.Efisiensi sistem irigasi tetes dapat diketahui dari keseragaman penyebaran air (emisiion uniformity) (Tabel 2) dari
emitter (Keller and Blesner, 1990).
Klasifikasi nilai Cv seperti yang ditunjukan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi nilai Koefisien Variasi Penetes
Kualitas Drip and Spray Line Sources Tubing Sangat baik CV < 0.05 CV < 0.1 Rataan 0.05 < CV < 0.07 0.1 < CV < 0.2 Marjinal 0.07 < CV < 0.11 -
Kurang baik 0.11 < CV < 0.15 0.2 < CV < 0.3 Tidak dapat diterima 0.15 < CV 0.3 < CV Sumber : Keller dan Bliesner, 1990.
Tabel 2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan
Tipe Emiter Topografi EU untuk daerah kering (%)
Point source pada tanaman Seragamc 90 – 95 permanena Bergelombangd 85 – 90
Point source pada tanaman Seragam 85 – 90 permanen atau semi permanenb Bergelombang 80 – 90
Line source pada tanaman Seragam 80 – 90 tahunan dalam baris Bergelombang 75 - 85 Sumber : Keller dan Bliesner, 1990.
(24)
a
spasing> 4 m
b
spasing< 2 m
c
kemiringan< 2 %
d
kemiringan> 2 %
Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10%.
F. Kadar air tanah
Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa istilah dibawah ini perlu dipahami, yaitu:
1. Kapasitas lapang
Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah sesudah terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi sangat lambat. Keadaan ini terjadi 2 - 3 hari sesudah hujan jatuh yaitu bila tanah cukup mudah ditembus oleh air, textur dan struktur tanahnya uniform dan pori-pori tanah belum semua terisi oleh air dan temperatur yang cukup tinggi. Kelembaban pada saat ini berada di antara 5 - 40%. Selama air di dalam tanah masih lebih tinggi daripada kapasitas lapang maka tanah akan tetap lembab, ini disebabkan air kapiler selalu dapat mengganti kehilangan air karena proses evaporasi. Bila kelembaban tanah turun sampai di bawah kapasitas lapang maka air menjadi tidak mobile. Akar-akar akan membentuk cabang-cabang lebih banyak, pemanjangan lebih cepat untuk mendapatkan suatu air bagi konsumsinya.
2. Titik Layu Permanen adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan tetap layu baik pada siang ataupun malam hari.
(25)
3. Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu permanen.
G. Kain TC (totteron cotton)
TC merupakan kain yang tingkatnya berada di bawah katun namun harganya jauh lebih murah, bahan dasarnya adalah benang polyester yang terbuat dari serat sintetis atau buatan dari hasil minyak bumi. Kain ini campuran dari cotton combed sebanyak 35 % dan teteron yang populer juga disebut polyester sebanyak 65 %. Pencampuran ini dimaksudkan agar kain tetap kuat dan nyaman serta mudah menyerap keringat. Bahan berupa serat fiber poly. Kain jenis TC juga secara laju percepatan aliran dan kemampuan menyerap lebih baik dari kain jenis PE (Anonim, 2007).
(26)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Lahan Pertanian Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah pompa, pipa pompa, stopkran, kain TC (totteron cotton), alat pengukur tekanan, volumetric water content tester, tangki air, stop watch, timbangan digital, penggaris, gelas ukur, lem pipa, penyangga, cangkul, wadah sumber air, gelas plastik , sock drat (pipa T). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah dan kain TC.
C. Metode penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi tahap pengumpulan alat dan bahan, uji fisika tanah, uji karakteristik bahan, modifikasi emitter, pengamatan dan pengukuran, dan analisis data. Pelaksanaan pengujian dilakukan sesuai dengan mekanisme kerja sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface). Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
(27)
Gambar 7. Diagram alir modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface).
Pengamatan dan pengukuran Mulai
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Uji fisika tanah Uji karakteristik bahan
Modifikasi emitter
-pemberian pembalut 3 lapis pada pipa lateral
-Pemberian sirip lebar 10 dan 15 cm pada pipa lateral
-uji absorbsi -uji aliran dalam
bahan (KB) -FC -bulk density -KS -tekstur tanah -kapilaritas tanah
BD2-3 lapis BD3-10 cm BD4-15 cm
- Keseragaman tetesan - pembasahan memanjang - pembasahan tampak atas
Selesai Analisis Data
(28)
a. Skema tata letak sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)
Sistem irigasi ini sebenarnya hampir sama dengan sistem irigasi tetes permukaan (surface), perbedaan terletak pada pemasangan pipa lateralnya. Sistem irigasi permukaan memberikan air irigasi berupa tetesan di permukaan tanah dan mengalirkan aliran air untuk menghasilkan pola pembasahan di atas permukaan tanah sedangkan (subsurface) di bawah tanah. Skema tata letak sistem irigasi bawah permukaan (subsurface)terlihat seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Skema tata letak sistem irigasi tetes subsurface.
Rancangan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)
menggunakan rancangan single lateral dengan penggunaan pipa lateral berjumlah 6 buah untuk mengalirkan air ke emitter yang ditimbun dibawah permukaan tanah dan tepat berada di bawah perakaran tanaman. Tujuannya agar pola pembasahan dapat optimal ke tanaman. Pipa-pipa lateral tersebut ditanam atau dikubur dengan membentuk bedengan dengan ketinggian bedengan 20 cm. Bagian hulu dan hilir
tangki
pipa utama ½” socket
lateral ½ ” lebar bedengan 60 cm
jarak lateral 1,1 m
(29)
sudah diberi lubang galian untuk proses pengukuran kadar air tanah dan analisa profil pembasahan.
b. Rancangan penelitian
Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perlakuan dengan
pemberian sirip 10 cm (S-10), sirip 15 cm (S-15), pembalut 3 lapis kain TC (3L) dan tanpa bahan (TB). Modifikasi yang dilakuakan pada penelitian ini dengan pemberian sirip pada pipa lateral sepanjang 5 m dengan tujuan untuk
menghasilkan distribusi aliran air yang seragam dan optimal disepanjang alur bedengan.
Sistem irigasi tetes pada penelitian ini memiliki jarak lateral dan penetes, yaitu 110 cm x 45 cm, dengan jumlah penetes (emitter) sebanyak 30 buah. Komponen sistem irigasi tetes yang dibuat terdiri atas:
a. Penetes, emitter sebagai tempat keluarnya air pada pipa lateral.
b. Lateral, bahan yang digunakan pada lateral ini adalah selang PE (Polyethilene) warna hitam berukuran 1/2’ sebanyak 6 buah, pada masing-masing lateral
terdapat 10 buah penetesdengan diameter (ø) 10 mm. Jarak antar penetes45 cm.
c. Pipa utama, selang ini digunakan untuk menyalurkan air dari sumber ke pipa-pipa distribusi. Selang yang digunakan adalah selang PVC berukuran 1/2”.
d. Tangki, digunakan sebagai wadah penampungan air dengan kapasitas 60 liter. e. Pipa head operasi berfungsi sebagai head operasi/tekanan operasi.
f. Stopkran, berfungsi untuk mengatur besar aliran air yang akan di distribusikan ke pipa penetes.
(30)
g. Sock drat, berfungsi untuk penyambung antar pipa utama dan lateral.
h. Pompa yang digunakan adalah Merk Luckiness L-2400 dengan kapasitas 2400 L/H, dan daya 60 watt.
i. Volumetric water content tester, digunakan dalam pengukuran kadar air tanah volumetric.
c. Pengujian rancangan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)
1. Uji karakteristik bahan
Uji karakteristik bahan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari bahan yang akan digunakan pada penelitian ini. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kain jenis TC (totteron cotton). Uji ini meliputi :
1.1 Uji absorbsi
Uji absorbsi dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan dalam menyerap air. Prosedur pengujiannya meliputi menyiapkan kain jenis TC
ukuran 10 x 20 cm. Menimbang berat kering kainnya (BK), kemudian memasukkan kain ke dalam wadah berisi air sampai kain basah keseluruhan, lalu kain ditiriskan hingga air tidak menetes lagi, kemudian menimbang bobot basah kain (BB). Perhitungan uji absorbsi dapat menggunakan persamaan berikut :
Kb = ( BB – BK) A Dalam hal ini :
Kb : Air yang terserap oleh bahan (gram/m2) BK : Bobot kering kain (gram)
(31)
BB : Bobot basah kain (gram)
A : Luas bahan (m2)
1.2 Uji laju aliran bahan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan maksimum aliran air pada bahan. Prosedur pengujiannya yaitu menyiapkan kain jenis TC
ukuran 10 x 20 cm kemudian kain dicelupkan bagian ujungnya ke dalam wadah berisi air, diukur waktu pembasahan sampai air terbasahi keseluruhan. Perhitungan uji laju aliran dalam bahan dapat menggunakan persamaan
berikut ini :
UL = Pb/t ……….(5)
Dalam hal ini ;
UL : Uji laju aliran dalam bahan (m2/s) Pb : Panjang bahan (m)
t : Waktu pembasahan kain (s)
2. Uji fisika tanah
Uji fisika tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah yang digunakan pada penelitian ini. Uji fisika tanah meliputi :
2.1 Uji kapilaritas tanah
Pengujian kapilaritas tanah pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kapilaritas tanah berdasarkan penggunaan perlakuan lapisan kain dan penggunaan tanpa kain. Prosedur pengujian meliputi beberapa hal yaitu
(32)
persiapan alat dan bahan yang digunakan meliputi kain TC ukuran 10 x 20 cm sebanyak 15 potong kain, botol minuman mineral sebanyak 9 buah, wadah air, tanah 2 karung, ayakan pasir/tanah ukuran 2 mm. Memotong bagian atas botol minuman mineral, kemudian diberi label berdasarkan perlakuan 2 lapis kain ( UK2L), 3 lapis kain (UK3L) dan tanpa kain (UKTB). Menjemur tanah sampai kering lalu diayak menggunakan ayakan pasir/tanah ukuran 2 mm, kemudian dimasukkan ke dalam botol. Botol mineral yang telah berisi tanah dimasukkan kedalam wadah berisi air, lalu diukur laju ketinggian kapilaritas air yang naik sampai permukaan tanah pada botol dengan ulangan sebanyak 3 kali dan interval waktu yaitu 0, 0,25; 0,5; 1, 2, 3, 6, 12, 18, dan 24 jam.
2.2 Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah susunan relatif dari tiga ukuran zarah tanah, yaitu pasir debu dan liat. Penentuan tekstur tanah menggunakan contoh tanah terganggu. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Tanah, Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik Negeri Lampung.
2.3 Kapasitas lapang (FC)
Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah sesudah terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi sangat lambat, keadaan saat air tanah tidak mampu lagi di absorsi oleh akar tanaman disebut sebagai titik layu permanen. Prosedur pengujian kapasitas lapang yaitu mengukur terlebih dahulu berat ring sampel kemudian
(33)
penelitian dengan ring sampel, bagian bawah sampel tanah+ring ditutup dengan kain. Sampel tanah+ring kemudian direndam ke dalam wadah berisi air hingga jenuh, air akan naik secara kapiler hingga permukaan atas tanah. Sampel tanah+ring ditiriskan hingga tidak ada lagi air yang menetes. Sampel tanah+ring kemudian dioven pada suhu 1050C selama 48 jam, dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Menghitung nilai
kapasitas lapang dapat menggunakan persamaan berikut :
FC = W2-W3 x 100% ……… .(6) W3-W1
Dalam hal ini ;
FC = Kapasitas Lapang (%) W1 = Berat ring sampel (gram)
W2 = Berat ring+tanah setelah ditiriskan (gram)
W3 = Berat ring+tanah setelah ditiriskan, dioven T = 1050C , t = 48 jam (Tim dosen ilmu tanah, 2010).
2.4 Kerapatan isi (bulk density)
Kerapatan isi (bulk density) adalah bobot tanah kering oven (1050C) per satuan volume tanah dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam gram/cm3. Prosedurnya yaitu pengambilan sampel tanah pada tanah atau lahan yang akan digunakan pada penelitian dengan ring sampel. Sampel tanah yang diambil ditimbang beserta tabungnya (bobot tabung dan bobot tanah basah). Sampel tanah dioven pada suhu 1050C selama 24 jam, oven dimatikan, dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang ( bobot tanah kering+tabung). Penghitungan kerapatan isi dapat menggunakan persamaan berikut :
(34)
Kerapatan isi (bulk density) = Bobot kering tanah (gram) ……….(7) Volume tanah (cm3)
Penghitungan bobot kering tanah:
Bobot kering tanah (gram) = bobot tanah kering + tabung (gram) - bobot tabung (gram).
Sedangkan untuk perhitungan volume tanah menggunakan persamaan :
V = 3,14 x (d/2)2 x t ……… .(8) Dalam hal ini ;
D = diameter (cm) T = tinggi tabung (cm) V = Volume tabung (cm3)
(Tim dosen ilmu tanah, 2010).
3. Karakteristik penetes
Beberapa parameter yang digunakan dalam menguji karakteristik penetes adalah debit penetes, tekanan (head) operasi, hubungan debit penetes dengan head
operasi yang dikenal dengan komponen emisi, koefisien variasi penetes, diameter penetes dan volume basah tanah (Karmeli et al.s, 1985).
a) Debit penetes (Qe)
Qe = V/t ……… .(9)
Dalam hal ini:
Qe = debit penetes (l /jam)
V = volume (liter) t = waktu (jam)
(35)
b) Head operasi (H)
Head operasi (H) diambil dengan mengukur perbedaan antara permukan air di tangki dengan ujung pengeluaran di penetes dengan perlakuan tekanan operasi atau head operasi 100 cm dan 200 cm.
c) Koefisien variasi penetes (Cv)
Koefisien variasi penetes adalah parameter statis yang merupakan pembanding nilai standar deviasi penetes dengan rataan debit penetes, dari sejumlah
sampel penetes yang diuji dengan head operasi yang sama (Nakayama and bucks, 1986).
CV = S
Qavs ………...……… (10) Dalam hal ini :
CV = koefisien variasi S = standar deviasi Qavs = rataan debit (l /jam)
d) Eksponen debit (x)
Qe = kHx ………...…………..(11) Dalam hal ini :
Qe = debit penetes (l /jam)
k = konstanta
H = head operasi (m) x = eksponen debit
(36)
4. Karakteristik pipa
Elemen dasar untuk merancang pipa dalam sistem irigasi ini adalah menghitung kehilangan head sepanjang pipa oleh kain itu digunakan persamaan aliran dari Hasen willians untuk pipa lateral dan sekunder:
∆He = 5,35 . Qe 1,852 . L
D4,872 ………....(12) Dalam hal ini:
∆He = kehilangan head sepanjang pipa lateral (m)
Qe = debit total lateral (l/jam)
L = panjang pipa (m)
D = diameter dalam pipa (cm)
QL = Qe xne ; ( l /detik) ………...…………(13)
Karmeli et al (1985) menyatakan bahwa untuk menghitung head pada pipa lateral pemasukan (inlet) ke ujung akhir (end) dapat menggunakan rumusnya :
He(inlet) = He + 0,77 .∆He ………...………(14)
He(end) = He– 0,23 . ∆He ...………...….(15)
Persamaan untuk menghitung debit di sepanjang pipa lateral adalah
Q = 100 (He(inlet)x– He(end)x)
Hex ..……..………..………(16) Dalam hal ini:
= deviasi debit di sepanjang pipa lateral (%) He(inlet) = head pada pemasukan pipa lateral (m)
He(end) = head pada ujung akhir pipa lateral (m)
(37)
x = ekspansi emisi
a. Prediksi panjang pipa lateral
Parameter laju debit spesifik (specific discharge rate = SDR), dapat digunakan dalam memprediksikan panjang pipa lateral
SDR lateral (l /jam/m) = debit penetes (l/jam)
jarak antar dua penetes …….………....(17)
4. Kinerja sistem irigasi tetes
Nakayama dan Bucks (1986) mendefinisikan kriteria rancangan suatu sistem irigasi tetes dengan nilai kuantitatif dan variasi debit penetes yang digunakan sebagai dasar suatu rancangan.
Parameter yang biasa digunakan untuk melihat kinerja irigasi tetes adalah keseragaman emisi (EU).
EU = Q25% x 100%
Qa ………...(18) Dalam hal ini:
EU = keseragaman emisi
Q25% = 25% debit penetes terkecil (l/jam) Qa = rataan debit penetes (l/jam)
D. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan mengamati kinerja isistem irigasi berikut ini:
(38)
1. Perhitungan analisa koefisien dan eksponen debit penetes menggunakan Persamaan 13 dan 14.
2. Perhitungan kinerja sistem irigasi tetes dengan menggunakan Persamaan 14 dilakukan dengan perlakuan tinggi head operasi 100 cm dan 200 cm, panjang pipa lateral 5 meter dengan perlakuan tanpa bahan (TB), pembalut 3 lapis (3L), modifikasi sirip 10 cm (S-10) dan sirip 15 cm (S-15).
3. Analisa profil pembasahan yang dihasilkan
Pengamatan pola distribusi pembasahan tanah dilakukan dengan interval 0 cm, 15 cm, 30 cm dan 45 cm dengan lama pemberian air 1 jam meliputi tampak atas dan memanjang (Gambar 9) pada hulu dan hilir bedengan.
Gambar 9. Pengamatan distribusi pembasahan tampak atas dan memanjang.
Interval waktu pengambilan data sampel kadar air pola pembasahan tanah dilakukan dalam jangka waktu 15 menit, 30 menit, 60 menit, 24 jam, 48 jam dan 72 jam dengan mengambil data kadar air volumetric di 14 titik pengamatan di bagian hulu dan hilir bedengan (Gambar 10).
(39)
Jarak Horizontal (cm) 0 15 30 45
Gambar 10. Pengambilan nilai W pada tanah hasil pembasahan.
E. Analisis data
Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis untuk mengetahui karakteristik hidraulik (hubungan antara tekanan-debit aliran), pola pembasahan yang
dihasilkan, analisa keseragaman rancangan irigasi tetes (emission uniformity) pada perlakuan tanpa bahan, pembalut 3 lapis, sirip 10 cm, sirip 15 cm dengan
beberapa tingkat head operasi.
1
5
9
3 2
12
4
15
30
45
6 7 8
10 11
13 14
Ke
da
lama
n v
ertika
l (c
m
(40)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Rancangan sistem irigasi tetes diperoleh nilai koefisien keseragaman (EU) untuk masing-masing perlakuan sebesar :
- Tanpa bahan 63,3 % untuk head 100 cm dan 66,9 % untuk head 200 cm. - Pembalut 3 lapis 49,6 % untuk head 100 cm dan 74,7 % untuk head 200
cm.
- Modifikasi sirip 10 cm 75,4 % untuk head 100 cm dan 71,8 % untuk head
200 cm.
- Modifikasi sirip 15 cm 66,7 % untuk head 100 cm dan 47,5 % untuk head
200 cm, nilai ini masih dibawah nilai koefisien keseragaman yang disarankan yaitu 75%-85% namun menurut ASAE nilai koefisien keseragaman antara 70%-80% dapat diterima.
2. Modifikasi lateral dengan sirip 10 cm (S-10) yang memiliki nilai EU terbaik yaitu sebesar 75,4% dengan diameter pembasahan 390 cm (3,9 meter) pada
(41)
3. Pembasahan yang dihasilkan dengan peletakan emitter di bawah permukaan tanah (subsurface) menghasilkan pembasahan sebesar 34 cm untuk perlakuan tanpa bahan (TB) dengan kadar air berkisar 23%-56%, 39 cm untuk
perlakuan 3 lapis (3L) dengan kadar air 25%-44%, 280 cm untuk perlakuan sirip 15 cm (S-15) dengan kadar air 20-46%, dan 390 cm untuk perlakuan sirip 10 cm (S-10)dengan kadar air 30%-48%.
4. Sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) mampu
mempertahankan kondisi kadar air tanah pada zona perakaran pada kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan tingkat keseragaman
emitter kain TC (totteron cotton) ini dengan melakukan modifikasi perbaikan pada jaringan perpipaan.
2. Perlu dilakukan analisa lanjutan untuk menentukan debit aliran, head
operasi/variasi tekanan yang diperlukan dan ukuran jenis pipa yang sesuai (lateral dan utama) untuk meminimalisir terjadinya kehilangan energi (headloss) yang besar.
(42)
MODIFIKASI
INLINE EMITTER
UNTUK SISTEM IRIGASI
TETES BAWAH PERMUKAAN TANAH (
SUBSURFACE
)
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD FADIL HAKIM
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
(43)
Oleh
MUHAMMAD FADIL HAKIM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
(44)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Teks
1. Pipa inline emitter ... 6
2. Sistem irigasi bawah permukaan ... 9
3. Jaringan irigasi tetes ... 14
4. Pipa inline emitter pada tanaman sayuran ... 15
5. Pola pembasahan irigasi tetes ... 20
6. Variasi tekanan operasi. ... 20
7. Diagram alir modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) ... 25
8. Skema tata letak sistem irigasi tetes subsurface. ... 26
9. Pengamatan distribusi pembasahan tampak atas dan memanjang…….. 36
10. Pengambilan nilai W pada tanah hasil pembasahan ... 37
11. Pengujian kapilaritas tanah, (a) Uji kapilaritas tanpa bahan, (b) Uji kapilaritas 2 Lapis, (c) Uji kapilaritas 3 lapis……….… 41
12. Grafik tinggi pembasahan rata rata pada hasil uji kapilaritas tanah... 42
13. Penggunaan emitter ; (a) emitter pembalut 3 Lapis, (b) emitter tanpa bahan (c) emitter sirip 10 cm, (d) emitter sirip 15 cm... 43
14. Spesifikasi emitter pada berbagai perlakuan dan variasi tekanan... 45
15. Keseragaman penyebaran air (emisiion uniformity) pada berbagai perlakuan dan head operasi. ... 47
16. Dinamika kadar air selama 1 jam irigasi pada perlakuan head 100 cm; (a) tanpa bahan, (b) 3 lapis; (c) sirip 10 cm, (d) sirip 15 cm... 50
17. Dinamika kadar air setelah 1 jam irigasi pada perlakuan head 100 cm; (a) tanpa bahan, (b) 3 lapis; (c) sirip 10 cm, (d) sirip 15 cm... 51
(45)
iix
hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 57
20. Profil pola pembasahan pada perlakuan tanpa bahan subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 59
21. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 10 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 60
22. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 15 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 62
23. Pola pembasahan secara memanjang pada berbagai perlakuan head 100 cm ; (a) emitter pembalut 3 Lapis, (b) emitter tanpa bahan (c) emitter sirip 10 cm, (d) emitter sirip 15 cm... 64
24. Pembasahan tampak atas ; (a) tanpa bahan (b) pembalut 3 lapis (c) sirip 15 cm (d) sirip 10 cm... 65
25. Perubahan gradien head pada lateral sirip 10 cm... 68
26. Perubahan gradien head pada lateral sirip 15 cm... 68
27. Sistem perakaran tunggang ... 70
Lampiran 28. (a) Emitter menggunakan kain 3 lapis, (b) modifikasi sirip 10 cm, dan (c) modifikasi sirip 15 cm………... 81
29. Grafik dinamika perubahan kadar air sebelum dan sesudah irigasi pada berbagai perlakuan dan head 200 cm... 82
30. Profil pola pembasahan pada perlakuan 3 lapis subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 83
31. Profil pola pembasahan pada perlakuan tanpa bahan subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 84
32. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 10 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 85
33. Profil pola pembasahan dengan perlakuan sirip 15 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 86
34. Rangkaian sistem irigasi... 87
35. Pengukuran kadar air volumetrik... 87
36. Hasil pembasahan pada perlakuan modifikasi sirip... 88
37. Diameter pembasahan tanah pada perlakuan tanpa bahan... 88
38. Hasil pembasahan pada perlakuan tanpa bahan ... 89
39. Lubang pengukuran kadar air tampak memanjang... 89
(46)
iix
42. UJi kapilaritas menggunakan kain TC ... 91
43. Penampakan hasil pembasahan pada uji kapilaritas ... 91
44. Modifikasi inline emitter dengan menggunakan lebar sirip 10 dan 15 cm ... 92
45. Saluran bagian dalam tangki... 92
46. Rangkain pipa utama sumber irigasi ... 93
47. Gelas ukur ... 93
(47)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSEMBAHAN ... i
SANWACANA ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Tujuan penelitian ... 3
C. Manfaat penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi. ... 4
B. Irigasi tetes ... 5
C. Irigasi bawah tanah (subsurface irrigation) ... 8
D. Komponen irigasi tetes ... 9
E. Tahapan rancangan irigasi tetes ... 15
F. Kadar air tanah……….. 22
G. Kain TC (totteron cotton)……… 23
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian... 24
B. Alat dan bahan ... 24
C. Metode penelitian ... 24
a. Skema tata letak sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) ... 26
(48)
vi
D. Pengamatan dan pengukuran ... 35
E. Analisis data ... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian karakteristik bahan ... 38
B. Pengujian sifat fisik tanah ... 39
C. Pengujian karakteristik emitter ... 43
D. Keseragaman emitter... 46
E. Dinamika perubahan kadar air ... 48
G. Analisis head loss pada jaringan pipa irigasi tetes ... 67
H. Evaluasi rancangan irigasi ... 69
V. SARAN DAN KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
(49)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Karakteristik Kain Kaos Berdasarkan Jenisnya. Diakses dari Http://secondnew.multiply.com/journal/item/52/KARAKTERISTIK_KAIN _KAOS_BERDASARKAN_JENISNYA?&item_id=52&view:replies=threa ded. Tanggal 21 April 2011.
Anonim. 2007. Annual Books of Standard Irrigation Mechanical. Diakses dari http://chemical.otsukac.co.jp/products/agli/hiryo.html. Tanggal 28 Mei 2011.
Asep S., Dhalhar, M. A., Fuji K., Miyauchi S., dan Sudou S. 1990. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Buck, D.A dan Nakayama, F. S. 1986. Trickle Irrigation for Crop Production. US. Depart of Agriculture USA.
Hakim, Z. A, Rais . M, dan Murhadi. 2005. Prospek Sumbangan Intensifikasi Padi Dalam Usaha Mempertahankan Swasembada Beras. Makalah Pertemuan Nasional Pembangunan Lahan Pertanian. Cisarua, Bogor. Hansen, V.E, O. W. Israelsen, G. E. Stringham, E. P. Tachyan, dan Soetjipto.
1992. Dasar–dasar dan praktek irigasi. Erlangga. Jakarta.
Hansen, S. 1986. Pembelanjaaan Perusahaan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Hasan, M. 2005. Bangun Irigasi Dukung Ketahanan Pangan. Majalah Air,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
James, L. G. 1993. Principles of Farm Irrigation System Design. Washington State University.
Karmeli, D., G. Peri, dan M. Todes. 1985. Irrigation Sistem Design and Operation. Cape Town. Oxford University Press.
Keller, J. dan R. D. Bleisner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. AVI Publishing Company, Inc. New York, USA.
(50)
Lingga, P. 2006. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Netty Leurniadi. 2008. Karakteristik Bahan Untuk Pipa Lateral Berpori Pada Irigasi Tetes Mode Via – Flow. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Prastowo. 2003. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah dan Air. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Purser, J. dan T. Jahns. 1999. Trickle Irrigation for Alaska Gardens. Alaska Cooperative Extension. The University of Alaska Fairbanks Cooperative Extension Service.
Rina Wilastra. 2008. Perancangan Prototipe Penetes Dengan Menggunakan Komponen Lokal Pada Jaringan Irigasi Tetes. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Riyanto, S. 2009. Hemat air ala petani lampung. www.agrina-online.com. Didownload tanggal 22 januari 2011.
Schwab, G. O., D. D. Fangmeier, W. J. Elliot, and R. K. Frevert. 1992. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.
Schwab, G. O., R. K. Frevert, T. W. Edmiister, and K. K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons. Inc, NewYork. Sutardjo, A. 2006. Strategi dan Langkah Operasional Program Pertumbuhan
Kantong Penyangga Padi di LahanLebak. Makalah disajikan pada Pertemuan Nasional Program Pertumbuhan Kantong Penyangga Padi di Lahan Lebak. Cisarua, Bogor.
Suhardi. 1993. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisisus. Yogyakarta. Sutrisno. 2006. Pengaruh Perubahan Penampang Terhadap Kehilangan Energi
Pada Pipa Polivinil Chlorida (PVC). Skripsi. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Tim Dosen Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2010. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Tim Fisika Dasar. 2010. Penuntun Praktikum Fisika Dasar. Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
(51)
Judul Skripsi :
MODIFIKASI
INLINE EMITTER
UNTUK SISTEM IRIGASI TETES
BAWAH PERMUKAAN TANAH
(
SUBSURFACE
)
Nama Mahasiswa : Muhammad Fadil Hakim
Nomor Pokok Mahasiswa : 0714071012 Jurusan : Teknik Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. Ir. Nugroho Haryono.
NIP. 19810613 200501 1 001 NIP. 19570616 198503 1 002
2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian
Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc.
(52)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. ...
Sekertaris : Ir. Nugroho Haryono. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP : 19610826 198702 1 001
(53)
Sujud Syukurku sebagai hamba yang lemah kepada
Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatunya.
Kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda bukti,
hormat dan cintaku kepada kedua orang tuaku
tercinta H. M. Ali Nurfiah dan Hj. Yulina Nur
yang dalam setiap sujud dan hela nafasnya
senantiasa mendoakan keberhasilanku.
(54)
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS. Al-Baqarah : 153)
Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kemampuannya
(QS. Al-Baqarah : 286)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Alam Nasyrah : 6)
“
Tidak segala sesuatu yang diberikan kepada orang lain diukur dari
nilai dan kondisi barangnya. Tetapi cinta menuntun hati dan jiwa
agar selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai.
”
(Muhammad Fadil Hakim)
“
Sabar dan sholat adalah ramuan istimewa yang Allah berikan
kepada manusia agar mereka bisa menemukan solusi untuk setiap
masalah, mengatasi setiap kesulitan, mengubah kegagalan menjadi
harapan, menyulap kesedihan menjadi kebahagiaan, serta
melestarikan nikmat dengan rasa syukur yang tiada akhir.
”
(55)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Januari 1990, anak kedua dari tiga bersaudara
pasangan ayahanda Hi. M. Ali Nurfiah, S.sos dan Ibunda Hj. Yulina Nur S.pd. Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) PTPN VI pada tahun1994- 1995, dilanjutkan Sekolah Dasar (SD) Sejahtera IV Bandar Lampung tahun 1995-2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ditempuh dari tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 4 Bandar Lampung, sedangkan Sekolah Menengah Umum diselesaikan penulis di SMA Negeri1 Bandar
Lampung dari tahun 2004-2007.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis melanjutkan studi di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan
September 2007, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Penulis pernah melaksanakan Praktik Umum dengan judul ”Proses Pembuatan Keripik Melon (Cucumis melo L.) Menggunakan Penggoreng Vakum (Vacuum Frying) Pada B2PTTG-LIPI Subang Jawa Barat selama 40 hari, dari tanggal 1 Juli 2010 sampai 10 Agustus 2010.
(56)
periode 2008-2009 dan periode 2009-2010 sebagai Ketua Bidang Kaderisasi dan saat ini masih aktif menjadi anggota di organisasi Romanisti Indonesia Regional Lampung sebagai Ketua Divisi Nonton Bareng.
(57)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA) dengan judul “Modifikasi InLine Emitter Untuk Sistem Irigasi Tetes Bawah Permukaan Tanah (Subsurface)”. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bapak Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing Akademik atas bimbingan dan semua bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Nugroho Haryono selaku Pembimbing II atas bimbingan dan semua bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. SugengTriyono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan dan Pembahas atas semua saran, kritik dan bantuan yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Teknik Pertanian atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
5. Seluruh staff dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama ini.
(58)
iv
6. Papa dan Mama tersayang Drs. H. M. Ali Nurfiah - Dra. Hj. Yulina Nur, adik – adikku Fadillah Aliana Sari dan Ahmad Try Sutrisno yang tercinta beserta keluarga besar, terima kasih atas kasih sayang yang sangat luar biasa kepadaku, senantiasa selalu memberikan doa, moril dan perhatian yang tak terbatas hingga detik ini.
7. Para sahabat dan saudaraku rekan mahasiswa Teknik Pertanian yang selama ini sudah memberikanku rasa nyaman selalu bersama kalian.
Bandar Lampung, Juni 2012
(1)
Sujud Syukurku sebagai hamba yang lemah kepada
Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatunya.
Kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda bukti,
hormat dan cintaku kepada kedua orang tuaku
tercinta H. M. Ali Nurfiah dan Hj. Yulina Nur
yang dalam setiap sujud dan hela nafasnya
senantiasa mendoakan keberhasilanku.
(2)
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS. Al-Baqarah : 153)
Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kemampuannya
(QS. Al-Baqarah : 286)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Alam Nasyrah : 6)
“
Tidak segala sesuatu yang diberikan kepada orang lain diukur dari
nilai dan kondisi barangnya. Tetapi cinta menuntun hati dan jiwa
agar selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai.
”
(Muhammad Fadil Hakim)
“
Sabar dan sholat adalah ramuan istimewa yang Allah berikan
kepada manusia agar mereka bisa menemukan solusi untuk setiap
masalah, mengatasi setiap kesulitan, mengubah kegagalan menjadi
harapan, menyulap kesedihan menjadi kebahagiaan, serta
melestarikan nikmat dengan rasa syukur yang tiada akhir.
”
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Januari 1990, anak kedua dari tiga bersaudara
pasangan ayahanda Hi. M. Ali Nurfiah, S.sos dan Ibunda Hj. Yulina Nur S.pd. Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) PTPN VI pada tahun1994- 1995, dilanjutkan Sekolah Dasar (SD) Sejahtera IV Bandar Lampung tahun 1995-2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ditempuh dari tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 4 Bandar Lampung, sedangkan Sekolah Menengah Umum diselesaikan penulis di SMA Negeri1 Bandar
Lampung dari tahun 2004-2007.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis melanjutkan studi di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan
September 2007, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Penulis pernah melaksanakan Praktik Umum dengan judul ”Proses Pembuatan Keripik Melon (Cucumis melo L.) Menggunakan Penggoreng Vakum (Vacuum Frying) Pada B2PTTG-LIPI Subang Jawa Barat selama 40 hari, dari tanggal 1 Juli 2010 sampai 10 Agustus 2010.
(4)
Selama menjadi mahasiswa Teknik Pertanian, penulis aktif menjadi anggota bidang Kaderisasi di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATEKTAN) periode 2008-2009 dan periode 2009-2010 sebagai Ketua Bidang Kaderisasi dan saat ini masih aktif menjadi anggota di organisasi Romanisti Indonesia Regional Lampung sebagai Ketua Divisi Nonton Bareng.
(5)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA) dengan judul “Modifikasi InLine Emitter Untuk Sistem Irigasi Tetes Bawah Permukaan Tanah (Subsurface)”. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bapak Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan
Pembimbing Akademik atas bimbingan dan semua bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Nugroho Haryono selaku Pembimbing II atas bimbingan dan semua
bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. SugengTriyono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan dan Pembahas atas semua saran, kritik dan bantuan yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Teknik Pertanian atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
5. Seluruh staff dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama ini.
(6)
iv
iv
6. Papa dan Mama tersayang Drs. H. M. Ali Nurfiah - Dra. Hj. Yulina Nur, adik – adikku Fadillah Aliana Sari dan Ahmad Try Sutrisno yang tercinta beserta keluarga besar, terima kasih atas kasih sayang yang sangat luar biasa kepadaku, senantiasa selalu memberikan doa, moril dan perhatian yang tak terbatas hingga detik ini.
7. Para sahabat dan saudaraku rekan mahasiswa Teknik Pertanian yang selama
ini sudah memberikanku rasa nyaman selalu bersama kalian.
Bandar Lampung, Juni 2012