ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PEMASARAN BENIH PADI INBRIDA VARIETAS CIHERANG DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PEMASARAN
BENIH PADI INBRIDA VARIETAS CIHERANG
DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Siti Hardiyanti1, Hanung Ismono2, dan Suriaty Situmorang2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi benih padi inbrida varietas ciherang di Kabupaten Lampung
Tengah, dan (2) Menganalisis efisiensi sistem pemasaran benih padi inbrida
varietas ciherang di Kabupaten Lampung Tengah.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja. Responden petani diambil
secara acak sederhana dan responden lembaga pemasaran diambil dengan metode
snow ball. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara, serta pengisian kuisioner. Responden
penelitian terdiri dari petani penangkar, perusahaan produsen benih, kios-kios
pertanian, dan petani pengguna benih padi di Kabupaten Lampung Tengah. Data
sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan beberapa instansi, seperti BPS,
Dinas Pertanian, dan instansi/lembaga terkait. Pengumpulan data dilaksanakan
pada bulan Juli – Agustus 2010. Metode analisis data meliputi analisis efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan
analisis efisiensi sistem pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Penggunaan faktor-faktor produksi

benih padi inbrida varietas Ciherang di Kabupaten Lampung Tengah belum
efisien, di mana : (a) Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap
produksi benih padi inbrida varietas ciherang adalah luas lahan (X1), benih pokok
(X2), pupuk phonska (X4), pupuk dolomit (X5), pupuk SP-36 (X6), dan pupuk
kandang (X7), sedangkan pupuk urea (X3), pestisida (X8), dan tenaga kerja (X9)
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi benih padi inbrida varietas ciherang.
(b) Proses produksi benih padi inbrida varietas ciherang berada pada daerah I
(Increasing return to scale). (2) Sistem pemasaran benih padi inbrida varietas
ciherang di Kabupaten Lampung Tengah belum efisien, di mana : (a) Struktur
pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan monopolistis. (b) Perilaku pasar :
PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani tidak menghadapi kesulitan dalam
memasarkan benihnya. (c) Keragaan pasar : terdapat empat saluran pemasaran
benih padi ciherang, dengan RPM yang tidak merata antar lembaga pemasaran
dan elastisitas transmisi harga yang kurang dari satu.
Keterangan :
1
Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Lampung
2
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung


ABSTRACT
ANALYSIS OF PRODUCTION AND MARKETING EFFICIENCY
OF INBRED PADDY SEED OF CIHERANG VARIETY
IN CENTRAL LAMPUNG DISTRICT
By
Siti Hardiyanti1, Hanung Ismono2, and Suriaty Situmorang2

The research was aimed to: (1) Analyze the efficiency of the usage of production factors
of inbred paddy seed of Ciherang variety in Central Lampung District, and (2) Analyze
the efficiency of marketing system of inbred paddy seed of Ciherang variety in Central
Lampung District.
The location was determined purposively. Seed breeder respondents taken by simple
random sampling and marketing channels respondents taken by snow ball method. Data
consist of primary and secondary data. Primary data were collected through interviews
and questionnaire. Respondents were seed breeders, seed producer companies, agriculture
shops, and farmer who used the paddy seed in Central Lampung District. Secondary data
were obtained from various literatures and some institutions, such as the Central Bureau
Statistic, Department of Agriculture, and other institutions. Data were collected in July –
August 2010. The analysis data method were efficiency analysis of production factors (i.e.

Cobb-Douglas production function) and efficiency analysis of marketing system.
The results showed that: (1) The usage of production factors of inbred paddy seed of
Ciherang variety in Central Lampung District has not efficient yet, where: (a) The
production factors significantly affected to the production of inbred paddy seed of
Ciherang variety were land area (X1), stock seed (X2), phonska fertilizer (X4), dolomite
fertilizer (X5), SP-36 fertilizer (X6), and manure (X7), meanwhile urea fertilizer (X3),
pesticides (X8), and labor (X9) did not significantly affected to the production of inbred
paddy seed of Ciherang variety. (b) The process production of inbred paddy seed of
Ciherang variety was located in region I (Increasing returns to scale). (2) Marketing
system of inbred paddy seed of Ciherang variety in Central Lampung District has not
efficient yet, where: (a) Market structure formed was monopolistic competition. (b)
Market conduct : Sang Hyang Seri Co. and Pertani Co. was not face difficulties in
marketing their seeds. (c) Market performance : there were four marketing channels of
inbred paddy seed of Ciherang variety, with unevenly RPM between marketing agencies
and the elasticity of price transmission that less than one.
Keywords : efficiency, production, marketing, paddy seed

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1.

Penggunaan faktor-faktor produksi benih padi inbrida varietas ciherang
di Kabupaten Lampung Tengah belum efisien, di mana :
a.

Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi
benih padi inbrida varietas ciherang di Kabupaten Lampung Tengah
adalah luas lahan (X1), benih pokok (X2), pupuk phonska (X4),
pupuk dolomit (X5), pupuk SP-36 (X6), dan pupuk kandang (X7),
sedangkan pupuk urea (X3), pestisida (X8), dan tenaga kerja (X9)
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi benih padi inbrida
varietas ciherang.

b.

Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien, karena proses
produksi benih padi inbrida varietas ciherang berada pada daerah I

(Increasing return to scale).

2.

Sistem pemasaran benih padi inbrida varietas ciherang di Kabupaten
Lampung Tengah belum efisien, di mana :
a.

Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan monopolistis,
di mana terdapat beberapa produsen yang menghasilkan barang yang
berbeda karakteristik (differentiated product).

b.

Perilaku pasar : PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani tidak
menghadapi kesulitan dalam memasarkan benihnya, karena masingmasing perusahaan memiliki pangsa pasar yang sudah jelas, sistem

pembayaran dilakukan secara tunai, dan harga ditentukan oleh pihak
produsen.
c.


Keragaan pasar, meliputi :
(1). Saluran pemasaran benih padi inbrida varietas ciherang ada 4,
yaitu :
 Petani penangkar → PT SHS → Distributor → PKP →
PKD → Petani pengguna benih PT SHS
 Petani penangkar → PT SHS → Distributor → PKP →
Petani pengguna benih PT SHS
 Petani penangkar → PT Pertani → PKP → PKD → Petani
pengguna benih PT Pertani
 Petani penangkar → PT Pertani → PKP → Petani pengguna
PT Pertani
(2). Margin pemasaran dan RPM pada masing-masing saluran
pemasaran penyebarannya tidak merata yang mengindikasikan
sistem pemasaran benih padi inbrida varietas ciherang belum
efisien.
(3). Elastisitas transmisi harga dari petani penangkar PT SHS dan
petani penangkar PT Pertani bernilai 0,474 dan 0,475,
sedangkan elastisitas transmisi harga dari masing-masing
perusahaan produsen sebesar 0,857 dan 0,972. Nilai Et < 1,

hal ini menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar
tidak bersaing sempurna atau dengan kata lain sistem
pemasaran yang terjadi belum efisien.

B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1.

Bagi petani penangkar, hendaknya mampu mengalokasikan penggunaan
faktor-faktor produksi untuk usahatani penangkaran benih padi inbrida
varietas ciherang secara tepat dan mengikuti petunjuk penangkaran benih
dari perusahaan mitra, BPP, dan BPSB, sehingga hasil produksi yang
diperoleh dapat maksimal. Bagi perusahaan produsen benih, hendaknya
selalu memberikan pembinaan kepada para petani penangkar agar dapat
memproduksi benih secara optimal baik secara kualitas maupun
kuantitas.

2.


Bagi pemerintah, hendaknya meningkatkan peranannya dalam
memberikan informasi teknologi budidaya penangkaran benih padi, baik
melalui media massa maupun melalui media penyuluhan pertanian, untuk
meningkatkan pengetahuan petani dalam proses penangkaran benih,
sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi benih padi.

3.

Bagi peneliti sejenis, disarankan agar membahas lebih lanjut mengenai
restriksi model fungsi produksi benih padi, untuk mengetahui tingkat
efisiensi produksi benih padi secara ekonomis, serta menganalisis lebih
lanjut mengenai strategi pemasaran benih padi pada masing-masing
perusahaan.

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah


Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi
persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali
sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian
nasional. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berpotensi untuk
terus dikembangkan, sehingga sektor pertanian memegang peranan penting
dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya
penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian (Sadjad, dkk,
2001).

Subsektor tanaman pangan merupakan salah satu komponen yang paling
penting dalam sektor pertanian. Pembangunan pertanian dalam subsektor
tanaman pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna
memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri,
meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas
kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan kerja (Soekartawi,
1997). Dari berbagai komoditas tanaman pangan yang ada (seperti jagung,
kedelai, padi, kacang-kacangan, dan ubi kayu), tanaman padi menduduki
kedudukan yang paling istimewa. Hal ini terjadi karena tanaman padi
merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia
(Pitojo, 2000).


Padi (Oryza sativa) merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas
penduduk di dunia, yang sudah dikenal dan dibudidayakan oleh petani di
seluruh wilayah nusantara. Selain itu, padi adalah bahan pangan pokok yang
sangat strategis dalam tatanan kehidupan dan ketahanan pangan nasional,
sehingga produksi padi dalam negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan
bagi Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan
pemerintah Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan
stabilitas harga padi (Swastika dkk, 2007). Produksi padi Indonesia pada
tahun 2009 adalah 62.561.146 ton, dengan luas panen sebesar 12.668.989 ha.
Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi di Indonesia tahun
2005 – 2009 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi di
Indonesia, tahun 2005 – 2009
No

Tahun

1
2005

2
2006
3
2007
4
2008
5
2009*
Rata-rata
r (%/tahun)

Produksi
(Ton)
54.151.097
54.454.937
57.157.435
60.325.925
62.561.146
57.730.108
3,69

Keterangan : r = pertumbuhan rata-rata
* = angka sementara
Sumber
: Badan Pusat Statistik, 2009

Luas panen
(Ha)
11.839.060
11.786.430
12.147.637
12.327.425
12.668.989
12.153.908
1,72

Produktivitas
(Ton/Ha)
4,57
4,62
4,71
4,89
4,94
4,75
1,97

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi padi di Indonesia dalam
kurun waktu tahun 2005 – 2009 adalah 57.730.108 ton dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 3,69 persen per tahun. Luas panen padi relatif tidak
banyak mengalami perubahan. Produktivitas padi pada tahun 2009 meningkat
sebesar 0,05 ton/ha atau naik sebesar 1,03% dibandingkan tahun 2008.
Dengan peningkatan produktivitas padi yang relarif rendah tersebut,
diperlukan perhatian ekstra dari pemerintah agar mampu mempertahankan
swasembada beras dan ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Indonesia memiliki sentra produksi padi yang tersebar di beberapa wilayah
nusantara. Penyebaran produksi padi, baik padi sawah dan padi ladang, di
seluruh Indonesia menunjukkan terkonsentrasinya produksi padi hanya pada
pulau tertentu. Pada tahun 2009 produksi padi Indonesia tercatat sebesar
62.561.146 ton dan sekitar 53,50 persen dihasilkan di Pulau Jawa. Tingginya
produksi padi di Pulau Jawa tersebut disebabkan oleh tingginya produktivitas
dan luas panen dibandingkan pulau-pulau lainnya. Produksi padi Provinsi
Lampung menempati urutan ketujuh terbesar di Indonesia dengan jumlah
produksi pada tahun 2009 sebanyak 2.547.516 ton (BPS, 2009).
Perkembangan produksi padi di sepuluh sentra padi di Indonesia tahun 2005 –
2009 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan produksi padi di sepuluh sentra padi di Indonesia,
tahun 2005 – 2009
No

Produksi (Ton)

Provinsi
2005

2006

2007

2008

2009*

r
(%/thn)

1

Jawa Timur

9.007.265 9.346.947 9.402.029

10.474.773 10.839.308

4,81

2

Jawa Barat

9.787.217 9.418.572 9.914.019

10.111.069 10.620.613

2,13

3

Jawa Tengah

8.424.096 8.729.291 8.616.855

9.136.405

9.326.123

2,61

4

Sulawesi Selatan

3.390.397 3.365.509 3.635.139

4.083.356

4.139.492

5,25

5

Sumatera Utara

3.447.394 3.007.636 3.265.834

3.340.794

3.469.529

0,49

6

Sumatera Selatan

2.320.110 2.456.251 2.753.044

2.971.286

3.063.561

7,25

7

Lampung

2.124.144 2.129.914 2.308.404

2.341.075

2.547.516

4,72

8

Sumatera Barat

1.907.390 1.889.489 1.938.120

1.965.634

2.060.320

1,97

9

Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara
Barat

1.598.835 1.636.840 1.953.868

1.954.284

2.012.400

6,19

1.367.869 1.552.627 1.526.347

1.750.677

1.861.781

8,21

10

Keterangan : r = pertumbuhan rata-rata
* = angka sementara
Sumber
: Badan Pusat Statistik, 2009

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi padi di Provinsi Lampung terus
mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2005 – 2009, dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 4,72 persen per tahun. Pada tahun 2009 produksi
padi di Lampung mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar
206.441 ton atau naik 8,82 persen dibandingkan dengan tahun 2008.
Peningkatan produksi padi di Provinsi Lampung tersebut tidak terlepas dari
penyediaan sarana produksi oleh pemerintah seperti pembangunan saluran
irigasi yang dapat mengairi sawah petani, juga peningkatan penggunaan benih
padi varietas unggul. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas
padi per kabupaten di Provinsi Lampung, tahun 2007 – 2008 disajikan pada
Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi per
kabupaten di Provinsi Lampung, tahun 2007 – 2008
Tahun 2007
Tahun 2008
Produksi Luas Panen Produktivitas Produksi Luas Panen Produktivitas
(Ton)
(Ha)
(Ton/Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton/Ha)
1 Lampung Barat
148.087
34.238
4,33
148.070
34.256
4,32
2 Tanggamus
220.649
47.833
4,61
251.970
51.090
4,93
3 Lampung Selatan
405.034
89.507
4,53
280.514
58.502
4,79
4 Lampung Timur
352.057
77.203
4,56
382.387
77.470
4,94
5 Lampung Tengah 539.270
120.685
4,47
514.792
107.377
4,79
6 Lampung Utara
129.937
34.461
3,77
121.353
30.707
3,95
7 Way Kanan
137.793
34.39
4,01
152.198
38.118
3,99
8 Tulang Bawang
350.906
81.341
4,31
354.546
81.765
4,34
9 Pesawaran
106.850
21.702
4,92
10 Bandar Lampung
6.908
1.493
4,63
8.727
1.763
4,95
11 Metro
17.763
3.804
4,67
19.668
3.797
5,18
Provinsi Lampung 2.308.404 524.955
4,40
2.341.075
506.547
4,62

No

Kabupaten

Sumber : Lampung dalam Angka, 2009
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan
sentra produksi padi terbesar di Provinsi Lampung. Pada tahun 2008,
produksi padi di Kabupaten Lampung Tengah mengalami penurunan akibat
semakin sempitnya luas panen padi di daerah tersebut. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah (2009)
menyatakan bahwa penurunan produksi padi tahun 2008 sebesar 24.478 ton
terjadi akibat penyempitan luas panen sebesar 13.308 hektar. Oleh karena itu,
perlu adanya upaya untuk peningkatan produksi padi melalui intensifikasi
pertanian, karena saat ini jumlah lahan produktif semakin sempit, sehingga
lebih tepat apabila dilakukan perbaikan teknologi budidaya pertanian, yang
salah satu diantaranya adalah dengan penggunaan benih unggul.

Penggunaan benih unggul diakui telah menjadi salah satu faktor kunci
keberhasilan peningkatan produksi. Swasembada pangan yang telah dicapai
selama ini diakui terutama karena penggunaan benih unggul. Tanpa

dihasilkannya benih unggul dalam jumlah dan waktu yang tepat, maka
berbagai kegiatan usaha produksi pertanian yang memanfaatkan benih sebagai
input dapat terganggu, yang akhirnya akan dapat mengganggu perkembangan
produksi pertanian secara keseluruhan (Sadjad, dkk, 2001).

Benih unggul yang ada di pasaran merupakan benih yang telah disertifikasi,
yaitu benih yang pada proses produksinya diterapkan cara-cara dan
persyaratan tertentu dan berada di bawah pengawasan Balai Pengawasan
Sertifikasi Benih (BPSB). Tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan
jaminan bagi pembeli benih (petani) tentang beberapa aspek mutu yang
penting, seperti mutu fisik, fisiologis, dan genetis. Mutu fisik benih berkaitan
dengan kondisi fisik benih yang meliputi keutuhan benih, yaitu benih tidak
mengalami pecah, retak, patah atau lecet, serta bentuk dan warnanya sesuai
dengan standar deskripsinya. Mutu fisiologis benih berkaitan dengan kondisi
fisiologis benih yang meliputi daya tumbuh, kecepatan tumbuh, keseragaman
tumbuhnya dan tingkat abnormalitas kecambahnya. Mutu genetis benih
berkaitan dengan sifat-sifat dari varietasnya, keseragamannya, kemurniannya
tinggi, dan sifat-sifatnya sesuai dengan kelas benih (Mugnisjah, 1990).
Pengembangan perbenihan melalui perbanyakan penangkaran benih
merupakan salah satu langkah paling penting dalam pengembangan pertanian.
Kesadaran petani akan pentingnya benih unggul saat ini masih terbilang
rendah (Mugnisjah, 1990). Hal tersebut terlihat dari penyebaran penggunaan
benih unggul oleh petani di berbagai sentra produksi padi. Untuk Provinsi
Lampung, penyebaran penggunaan benih padi oleh petani tahun 2009
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Penyebaran penggunaan benih padi oleh petani di Provinsi Lampung, tahun 2009
No

1
2
3
4
5
7
8
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Varietas

Ciherang
IR 64
Cilamaya muncul
Cigeulis
Bernas super
Mokongga
Gilirang
Rokan
Yuwono
SL 8/ 11
Intani 2
Bernas prima
Cisadane
IR 42
Mira
Celebes
Membramo
Way apo buru
Ciliwung
Lokal / dll
JUMLAH

Lampung Tangga Lampung Lampung
Barat
mus
Selatan
Timur
4.443 2.100
9.018
4.850
25
105
302
310
35
650
68
208
80
3,75
100
110
45
65
50
15
100
50
104
2.000
50
40
93
105
411
270
1.870
2.700
5.023 2.851
14.252
8.250

Kabupaten/ Kota (Ha)
Lampung Lampung Way
Tengah
Utara
Kanan
15.300
5.396
3.800
381
256
140
265
90
50
10
40
5.695
75
25
3.325
40
100
270
3.824
24
10.260
2.460
212
26.741
21.046
4.251

Tulang
Bandar Metro
Bawang Lampung
2.898
121
1.087
613
248
264
4
8
188
2
105
125
76,5
332
24
20
125
615
10
135
185
1.163
11
78
265
15
13
6.918
177
1.636

Sumber: UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2010

Pesawa
ran
625
175
14
14
2
75
140
1.045

Jumlah
(Ha)

%

49.638 49,05
2.555
2,52
961
0,95
642
0,63
630
0,62
604
0,60
45
0,04
115
0,11
142
0,14
110
0,11
6.654
6,58
3.350
3,31
40
0,04
2.010
1,99
50
0,05
135
0,13
185
0,18
100
0,10
5.608
5,54
18.615 18,40
92.189 100,00

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani di Provinsi Lampung
menggunakan benih padi inbrida dibandingkan padi hibrida. Begitu pula di
Kabupaten Lampung Tengah, penggunaan benih padi inbrida jauh lebih banyak
dibandingkan penggunaan benih padi hibrida. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
mengubah kebiasaan petani untuk beralih dari menanam padi inbrida menjadi padi
hibrida. Dari sejumlah benih padi inbrida yang beredar di masyarakat, benih inbrida
yang paling banyak digunakan oleh para petani adalah varietas Ciherang, yaitu
sebesar 49,05% dari keseluruhan total benih yang digunakan di Provinsi Lampung.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan pengguna benih inbrida varietas Ciherang
terbesar di Provinsi Lampung.

Benih padi inbrida berasal dari galur murni yang melakukan penyerbukan sendiri,
yang termasuk ke dalam benih padi inbrida adalah varietas ciherang, IR 64, ciliwung,
cigeulis, cibogo, mekongga, yuwono, situ bagendit, silugonggo, dan varietas unggul
lokal lainnya. Benih padi inbrida mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya
adalah harganya yang relatif murah dan dapat dijangkau oleh para petani, cita rasa
berasnya yang enak, dan tidak memerlukan budidaya yang intensif, tetapi padi inbrida
juga memiliki kelemahan, yaitu produktifitasnya tidak terlalu tinggi dibanding padi
hibrida (Nurhindarno, 2009). Penyebaran penangkaran benih padi inbrida di
Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Penyebaran penangkaran benih padi inbrida di Kabupaten Lampung
Tengah, tahun 2009

No

Varietas

1

Ciherang

2

IR-64

3

Trimurjo

Luas Areal (Ha)
Gunung
Kota
Seputih
Sugih
Gajah Raman

Bumi Ratu
Nuban

45,00
-

360,75
-

40,00
-

10,00
-

-

-

5,00
-

-

-

35,00

10,00
-

Ciliwung

4,75

-

4

Cigeulis

20,50

-

10,00
-

5

Yuwono

-

72,00
-

6

Mekongga

1,75
-

-

-

1,00

-

-

-

7

Situ Bagendit

-

10,00
-

50,00

-

-

-

8

Cibogo
Cilamaya
Muncul
Silugonggo

-

-

5,00

151,00
-

0,50

1,25

-

-

-

-

-

-

0,50

-

-

-

-

-

-

-

269,00

19,50

75,00

0,50
613,50

55,50

367,50

40,00

10

Jumlah

379,00

Punggur

9,50
-

9

207,00

Seputih
Banyak

10,00
-

-

Sumber : BPSBT Kabupaten Lampung Tengah, 2010

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa Kecamatan Kota Gajah merupakan sentra
penangkaran benih padi inbrida terbesar di Kabupaten Lampung Tengah. Pada
umumnya, petani penangkar di Kecamatan Kota Gajah mengusahakan penangkaran
benih padi inbrida varietas ciherang. Dalam usaha penangkaran benih padi tersebut,
para petani bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan benih, baik perusahaan
swasta ataupun BUMN seperti PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero),
dan CV Benthany Mulya Indah. Dengan adanya kerja sama tersebut, para petani
memperoleh benih sumber dari masing-masing perusahaan yang bermitra dengan
petani (BPSBT Kabupaten Lampung Tengah, 2010).

Peningkatan penggunaan benih padi unggul tidak dapat terlepas dari adanya
kelancaran suatu proses pemasaran benih dari penangkar atau produsen benih ke

konsumen (petani) dengan bantuan para pedagang atau penyalur benih, yang disebut
lembaga pemasaran. Menurut Soekartawi (1993), kelemahan dalam sistem pertanian
di negara berkembang pada umumnya sama, yaitu kurangnya perhatian dalam bidang
pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran sering tidak berjalan seperti yang diharapkan
sehingga pemasaran menjadi kurang efisien. Pada komoditas pertanian, seringkali
dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang, sehingga banyak pelaku (lembaga)
pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran tersebut. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mempertinggi efisiensi pemasaran adalah adanya pasar yang dapat
menampung hasil-hasil pertanian dengan harga yang menguntungkan.

Benih sebagai komoditi perdagangan memiliki peranan penting dalam produksi
pertanian. Oleh karena itu, penting bagi para penangkar benih untuk melakukan
pengujian dan sertifikasi benih agar dapat menghindarkan pemakai benih dari
berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usahataninya. Dalam proses
penangkaran benih, para penangkar dihadapkan pada persoalan terbatasnya areal
penangkaran serta fasilitas fisik yang diperlukan dalam proses penangkaran benih
padi, seperti alat pengering, pembersih, dan tempat penyimpanan benih. Selain itu,
para penangkar benih juga seringkali menghadapi kesulitan dalam memasarkan
benihnya, sehingga harga jual benih yang diterima penangkar terkadang masih sangat
rendah apabila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya selama proses
produksi. Hal tersebut mengakibatkan pendapatan yang diperoleh penangkar benih
tidak sesuai dengan yang seharusnya didapatkan, sehingga tidak banyak petani yang
mengusahakan penangkaran benih padi (Kartasapoetra, 2003).

Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Kabupaten Lampung
Tengah menyatakan bahwa penggunaan benih bersertifikat yang belum meluas di
tingkat petani disebabkan oleh terbatasnya kapasitas produksi benih padi dari
penangkar benih di Lampung Tengah yang hanya berkisar pada angka 2.000 ton per
tahun. Untuk itu diperlukan adanya upaya untuk mengefisiensikan produksi dan
pemasaran benih padi oleh para penangkar benih guna menunjang perkembangan
sistem perbenihan nasional. Dalam rangka mengkaji potensi pengembangan
perbanyakan benih padi inbrida varietas ciherang di Kabupaten Lampung Tengah,
maka perlu dilakukan analisis efisiensi produksi dan pemasaran benih padi inbrida
varietas ciherang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi benih padi inbrida varietas ciherang di
Kabupaten Lampung Tengah sudah efisien?
2. Apakah pemasaran benih padi inbrida varietas ciherang di Kabupaten Lampung
Tengah sudah efisien?

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi benih padi inbrida
varietas ciherang di Kabupaten Lampung Tengah.
2. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran benih padi inbrida varietas ciherang di
Kabupaten Lampung Tengah.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Petani penangkar dan perusahaan produsen benih, sebagai bahan pertimbangan
dalam perencanaan pengelolaan usahatani yang efisien.
2. Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah produksi dan
pemasaran benih padi.
3. Penelitian sejenis, sebagai bahan referensi.