Pendahuluan T1 682011023 Full text

1

1. Pendahuluan

Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara merupakan daerah otonom baru yang sedang berkembang dengan Pulau Karakelang sebagai pulau utama dan pusat pembangunan. Seiring perkembangannya, Kabupaten Kepulauan Talaud masih dihadapkan pada kendala sanitasi yang belum dikelola secara maksimal, salah satunya belum ada fasilitas TPA sampah sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan, tata kota yang kurang beraturan, serta kerentanan masyarakat terhadap penyakit. Menurut data hasil penelitian tim Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman PPSP Kabupaten Talaud, sebagian besar wilayah Pulau Karakelang tergolong area berisiko sanitasi dengan persampahan sebagai faktor penyebab terbesar. Menyikapi masalah ini, pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan jaringan persampahan yang berwawasan lingkungan, sebagai implementasi dari UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan. Namun saat ini belum ditemukan lokasi yang memenuhi standar nasional BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis SIG dan metode Simple Additive Weighting SAW untuk mendukung pemilihan lokasi TPA baru sesuai dengan acuan standar SNI No. 03-3241-1994. Adapun output yang dihasilkan berupa peta informasi lokasi layak dan direkomendasikan untuk pembangunan TPA baru beserta keterangan fisik wilayah. 2. Tinjauan Pustaka Penelitian berjudul “Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir Kabupaten Kudus Berdasarkan Aspek Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas Berbasis Sistem Informasi Geografis” mengolah data-data terkait aspek ancaman, kerentanan, dan kapasitas untuk menghasilkan tingkat risiko banjir setiap kecamatan, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan penanggulangan bencana untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat risiko bencana oleh berbagai tatanan masyarakat. Aplikasi SIG digunakan dalam perancangan peta digital tingkat risiko banjir untuk mempermudah pemetaan tanpa mengurangi keakuratan peta Chernovita, 2013. Penelitian lainnya berjudul “Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Guna Pemetaan Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa” membahas tentang pemanfaatan aplikasi SIG dalam menganalisa kualitas tanah dan hubungannya dengan penyebab tingkat kerusakan tanah untuk produksi biomassa serta memetakan potensi dan menetapkan status kerusakan tanah yang akan dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan langkah tindak lanjut untuk meningkatkan, memelihara, melestarikan serta memperbaiki kualitas tanah dan atau lahan Simanjuntak, 2013. Sementara itu penelitian berjudul “Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat” memanfaatkan teknik overlay SIG untuk mendapatkan lokasi pembangunan TPA. Tujuan penelitian ini adalah menyusun alternatif lokasi pembangunan TPA yang potensial tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Anggraini, 2009. Sedangkan penelitian ini membahas tentang analisis dan pemetaan lokasi pembangunan TPA baru, memanfaatkan perpaduan SIG dan metode SAW di wilayah Pulau Karakelang, dan lebih mengacu pada tata wilayah. Output yang dihasilkan berupa peta 2 rekomendasi lokasi TPA yang memenuhi standar nasional, dan diharapkan dapat membantu pihak pemerintah dalam pemilihan lokasi dari segi waktu, biaya, serta akurasi. Metode Simple Additive Weighting Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut Fishburn, 1967 MacCrimmon, 1968. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan X ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating yang dapat dibandingkan lintas atribut dan bobot tiap atribut. Langkah Penyelesaian SAW sebagai berikut : 1 Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan yaitu C i . 2 Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. 3 Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria C i , kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut atribut keuntungan ataupun atribut biaya sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. { 1 4 Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik A i sebagai solusi. Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah: ∑ 2 Nilai V i yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif A i lebih terpilih. Gambaran Persampahan Kabupaten Kepulauan Talaud Pengelolaan persampahan di Kabupaten Talaud secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan DISPARSIHTA secara konvensional. Dominasi kebiasaan masyarakat pada perlakuan akhir sampah juga masih tidak tertata, yaitu dibakar, dibuang ke lahan kosong, ke hutan, atau dibiarkan membusuk. Sementara perlakuan lainnya yang sangat menimbulkan resiko pencemaran lingkungan adalah membuang sampah ke sungai dan laut Buku Putih Sanitasi Kabupaten Talaud, 2013. 3 Gambar 1 Grafik Pengelolaan Sampah Cluster Pada gambar 1 dijelaskan bahwa pengelolaan yang sangat beresiko sanitasi dikalangan masyarakat kebanyakan disebabkan oleh perilaku masyarakat, juga minimnya akses terhadap infastruktur persampahan. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menyusun proses perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu mulai dari penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten, layanan persampahan Peta Cakupan Layanan Persampahan, peta lokasi infrastruktur utama persampahan TPA, TPST, TPS. 3. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diteliti Nasir, 1988. Penelitian ini dilakukan menggunakan lima tahapan yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 2 Tahapan Penelitian Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Perancangan Penelitian dan Pengolahan Data Analisis Spasial dan SAW Penulisan Laporan 4 Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini ditemukan dengan survey langsung dan wawancara dengan pihak pemerintah, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA Kabupaten Kepualauan Talaud terkait pengelolaan sanitasi daerah, khususnya persampahan. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian, seperti penelitian terdahulu yang memanfaatkan SIG untuk pemetaan, pengelolaan persampahan daerah, serta karakteristik wilayah Kabupaten Talaud, khususnya Pulau Karakelang. Desain Penelitian dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Administrasi, Peta Landuse, Peta Bencana banjir dan Tsunami, dan Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2014-2034 beserta keterangannya dalam bentuk legenda. Masing-masing peta mengandung kategori informasi mengenai fisik wilayah yang nantinya dipergunakan dalam pengolahan data serta analisis kelayakan lokasi. Gambar 3 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034 Gambar 3 merupakan peta wilayah administrasi yang berisi data pembagian wilayah kecamatan dan kelurahan secara administratif. Data yang diambil adalah batas kecamatan dan kelurahan, untuk mengetahui spesifikasi lokasi TPA baru berada di kecamatan dan kelurahan apa. 5 Gambar 4 Peta Landuse Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034 Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa Peta Landuse berisi informasi tata guna lahan kabupaten kepulauan Talaud yang terdiri atas 12 pola ruang berbeda. Pola ruang tersebut merupakan data-data yang akan diolah untuk memastikan lokasi TPA baru tidak berada dalam kawasan lindung. Kawasan yang direkomendasikan untuk pembangunan TPA baru adalah kawasan pertanian tahunan yang berlahan cukup kering dan luas. Gambar 5 Peta Potensi Banjir dan Tsunami Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034 Gambar 5 adalah Peta potensi bencana yang berisi pembagian area rawan bencana tsunami dan banjir. Lokasi TPA baru tidak seharusnya berada di daerah-daerah pesisir, oleh karena itu data dari peta potensi banjir dan tsunami digunakan untuk membatasi lokasi TPA baru agar tidak berada terlalu dekat dengan sumber maupun badan air. 6 Gambar 6 Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034 Gambar 6 merupakan peta curah hujan yang mengandung data intensitas air hujan di kabupaten kepulauan Talaud. Data-data tersebut diambil sebagai variabel penentu agar TPA baru tidak terletak di daerah dengan curah hujan tinggi. Data yang diperoleh dari peta-peta dengan format gambar .JPEG dikonversi ke format digital menggunakan teknik digitasi digitizing on screen yang menghasilkan peta yang lebih terklasifikasi sehingga lebih detil untuk dianalisis. Metode pertama yang digunakan adalah analisis spasial yang bertujuan untuk mempersempit jumlah alternatif dan mempermudah untuk analisis selanjutnya. Analisis Spasial dan Metode SAW Teknik analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah a Buffering, yaitu teknik GIS yang untuk membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada data garis, titik maupun poligon. Contohnya saat dilakukan buffer terhadap sungai dengan jarak 50 meter per ring, fasilitas buffer mengolah sesuai pengaturan yang telah dibuat. b Overlay adalah proses menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta parameternya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi parameter dari kedua peta tersebut. Penelitian ini menggunakan tipe Intersect, yaitu memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan parameter dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan parameter yang memiliki data parameter dari kedua tema. c Skoring adalah pembobotan setiap karakteristik wilayah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu SNI No. 03-3241-1994. Tabel 1 Kriteria lokasi TPA sesuai SNI No. 03-3241-1994. Kriteria Penilaian Tata Guna Lahan landuse - Semakin berdampak sedikit terhadap pertanian sekitar, semakin baik. - Tidak boleh berada pada daerah lindungcagar alam. - Tidak boleh berada pada lokasi perencanaan wisata. Bencana Bukan daerah rawan bencana banjir dan tsunami Jarak DAS Harus lebih dari 100 meter dari DAS. Jarak Jalan Harus lebih dari 500 meter dari jalan umum. 7 Jarak Pemukiman Harus lebih dari 1 kilometer dari pemukimaan warga. Curah Hujan Curah hujan semakin rendah dianggap baik. Pada Tabel 1 dapat dilihat enam kriteria lokasi TPA menurut standar SNI No. 03- 3241-1994 yang disesuaikan dengan data spasial mengenai karakteristik wilayah Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud. Kriteria-kriteria tersebut diklasifikasikan dan diberi bobot untuk dapat dianalisis secara spasial dan parameter. Pembobotan kriteria disesuaikan dengan jumlah sub kriteria dan nilai kesesuaian terhadap kelayakan lokasi TPA. Tabel 2 Pembobotan kriteria Landuse Kriteria Sub Kriteria Bobot Landuse SemakBelukar 5 Tanah Terbuka 4 Kawasan tanaman tahunan perkebunan Hutan lahan kering 3 Kawasan Agropolitan 2 Kawasan pertambangan, Hutan lindung suaka alam, kawasan wisata, kawasan lindung bakau 1 Tabel 2 merupakan pembobotan kriteria landuse atau tata guna lahan. TPA baru sebaiknya berada pada kawasan lahan yang tidak produktif agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi produktivitas lahan lainnya. Oleh karena itu, semakin lahan tersebut tidak produktif, bobotnya semakin tinggi. Tabel 3 Pembobotan kriteria Bencana Kriteria Sub Kriteria Bobot Bencana Terletak pada daerah dengan potensi bencana rendah 2 Terletak pada daerah dengan potensi bencana tinggi 1 Tabel 3 adalah pembobotan kriteria bencana, dalam hal ini banjir dan tsunami. TPA baru harus terletak jauh dari kawasan dengan potensi bencana tinggi. Oleh karena itu, semakin rendah potensi bencana, semakin baik. Tabel 4 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap DAS Kriteria Sub Kriteria Bobot Jarak terhadap DAS 100 Meter 2 100 Meter 1 Tabel 4 adalah pembobotan kriteria jarak terhadap Daerah Aliran Sungai DAS. TPA baru tidak seharusnya berada terlalu dekat dengan sungai, karena akan mencemari aliran sungai tersebut. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap DAS, semakin tinggi pula bobotnya. 8 Tabel 5 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Jalan Umum Kriteria Sub Kriteria Bobot Jarak terhadap Jalan Umum 500 Meter 2 500 Meter 1 Tabel 5 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap jalan umum, untuk menghindari lokasi TPA baru berada terlalu dekat dengan jalan raya dan akan mengganggu aktivitas lalu lintas. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap jalan umu, semakin baik. Tabel 6 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Pemukiman Kriteria Sub Kriteria Bobot Jarak terhadap Pemukiman 1 Kilometer 2 1 Kilometer 1 Tabel 6 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap pemukiman. Lokasi TPA baru seharusnya berada lebih dari satu kilometer dari lokasi pemukiman warga, agar tidak menyebabkan penyakit dan mengganggu aktivitas warga. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap pemukiman, semakin baik. Tabel 7 Pembobotan kriteria curah hujan Kriteria Sub Kriteria Bobot Curah hujan rata-rata 2962.5 - 2987.5 5 2987.5 - 3037.5 4 3037.5 - 3087.5 3 3087.5 - 3137.5 2 3137.5 - 3187.5 1 Tabel 7 merupakan pembobotan kriteria curah hujan. Lokasi TPA baru seharusnya berada di kawasan dengan curah hujan rendah. Oleh karena itu, semakin rendah curah hujan, semakin baik. Tabel 8 Range skor kelayakan lokasi Skor Total Kelayakan 14-16 Sangat Layak 12-13 Layak 11 Cukup 9-10 Kurang Layak 6-8 Tidak Layak Tabel 8 memperlihatkan range skor kelayakan lokasi yang didapatkan dari penjumlahan bobot alternatif terhadap kriteria yang dilakukan pada tahap analisis spasial, yaitu overlay, buffer, dan skoring. 9 Gambar 7 Hasil analisis spasial Overlay, Buffer, Skoring Gambar 7 memperlihatkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap data peta dan kriteria kelayakan TPA yang sudah ditentukan sebelumnya. Penjumlahan skor menghasilkan 2632 data baru, dan terdapat 253 alternatif atau lokasi dengan skor 16 yaitu “Sangat Layak”. Alternatif-alternatif tersebut kemudian dianalisis kembali menggunakan metode SAW pada tahap penyisih. Bobot alternatif terhadap kriteria pada tahap analisis SAW memiliki range yang sama dengan bobot analisis spasial. Tabel 9 merupakan sebagian dari koleksi data alternatif lokasi dengan skor “Sangat Layak”. Tabel 9 Data alternatif lokasi hasil analisis spasial dengan skor “Sangat Layak” Alternatif C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 C 6 Lokasi 1 2 5 3 2 2 2 Lokasi 2 2 5 3 2 2 2 Lokasi 3 2 5 3 2 2 2 Lokasi 4 2 5 3 2 2 2 Lokasi 5 2 5 3 2 2 2 Lokasi 6 2 5 3 2 2 2 Lokasi 7 2 5 3 2 2 2 Lokasi 8 2 5 3 2 2 2 Lokasi 9 2 5 3 2 2 2 Lokasi 10 2 5 3 2 2 2 Lokasi 11 2 5 3 2 2 2 Lokasi 12 2 5 3 2 2 2 Lokasi 13 2 5 3 2 2 2 10 Lokasi 14 2 4 4 2 1 2 Lokasi 15 2 4 4 1 2 2 Lokasi 16 2 5 3 2 1 2 Lokasi 17 2 5 3 2 2 1 Lokasi 18 2 5 3 2 1 2 Lokasi 19 2 5 3 2 1 2 Lokasi 20 2 5 3 2 1 2 Kriteria dan alternatif tersebut kemudian dimasukkan ke matriks keputusan berdasarkan kriteria C i , dan dinormalisasi berdasarkan formula yang disesuaikan dengan jenis atribut. Hasil yang diperoleh adalah berupa matriks ternormalisasi R yang dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Matriks Ternormalisasi R R = 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.6 1 1 1 1 1 0.8 1 1 1 1 0.8 0.8 1 0.5 1 1 0.8 0.6 0.5 1 1 1 1 0.6 1 0.5 1 1 1 0.6 1 1 0.5 1 1 0.6 1 0.5 1 1 1 0.6 1 0.5 1 1 1 0.6 1 0.5 1 Nilai yang dihasilkan dari matriks R selanjutnya di ranking menggunakan persamaan nilai preferensi sesuai dengan bobot tiap kriteria yang telah ditentukan oleh pengambil keputusan. Bobot kriteria ditentukan oleh pengambil keputusan untuk mengetahui tingkat relevansi masing-masing kriteria seperti pada tabel 11. 11 Tabel 11 Pembobotan tiap kriteria oleh pengambil keputusan C ij Kriteria Bobot C1 Bencana 25 C2 Curah Hujan 20 C3 Landuse 16 C4 Jarak Terhadap DAS 14 Pengambil keputusan menentukan bobot relevansi tertinggi berada pada kriteria bencana, karena Kabupaten kepulauan Talaud merupakan daerah pesisir dengan banyak titik- titik berpotensi bencana banjir dan tsunami. Pemukiman warga juga mayoritas terletak di pesisir. Oleh karena itu penempatan lokasi TPA harus memperhatikan bencana sebagai faktor penentu terbesar. Tabel 12 Proses perhitungan nilai preferensi V A C1 C2 C3 C4 C5 C6 V 1 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 2 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 3 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 4 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 5 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 6 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 7 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 8 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 9 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 10 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 11 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 12 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.111 0.936 13 0.251 0.201 0.160.8 0.141 0.141 0.111 0.968 14 0.251 0.200.8 0.160.8 0.141 0.140.5 0.111 0.858 15 0.251 0.200.8 0.160.6 0.140.5 0.141 0.111 0.826 16 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.140.5 0.111 0.866 17 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.141 0.110.5 0.881 18 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.140.5 0.111 0.866 19 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.140.5 0.111 0.866 20 0.251 0.201 0.160.6 0.141 0.140.5 0.111 0.866 Tabel 12 memperlihatkan proses perhitungan nilai preferensi V. Hasil perhitungan nilai preferensi memperoleh satu lokasi dengan nilai tertinggi, yaitu lokasi 13 Desa Bulude dan Lalue dengan nilai 0.968. Perincian karakteristik lokasi terpilih dijelaskan pada tabel 13. 12 Tabel 13 Karakteristik lokasi TPA baru Kriteria Sub Kriteria Landuse Kawasan Tanaman Tahunan PerkebunanHutan Kering Curah Hujan 2962.5 - 2987.5 Potensi Bencana Daerah rendah potensi bencana Jarak terhadap Pemukiman 1 KM Jarak terhadap DAS 100 M Jarak terhadap Jalan Umum 500 M Skor Total 16 Nilai Preferensi 0.968 Kelayakan Sangat Layak

4. Kesimpulan