Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatanwaktu Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETEPATANWAKTU
PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi
Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
Sella Rachmawati
NIM: 1111082000088

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2015 M / 1436 H

2

3


4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.

IDENTITAS PRIBADI
1.

Nama Lengkap

: Sella Rachmawati

2.

Tempat, Tanggal Lahir

: Jakarta, 26 April 1994


3.

Alamat

: Jl. Nurul Huda RT. 001/009 No. 50,
Kelurahan Jatipulo, Kecamatan
Palmerah, Jakarta Barat 11430

4.

Telepon

: 08978375787

5.

Email

: sella_rachmawati@outlook.com /
rcsella99@gmail.com


II. PENDIDIKAN
1.

SD Negeri Jatipulo 01 Pagi

Tahun 1999-2005

2.

SMP Negeri 111 Jakarta Barat

Tahun 2005-2008

3.

SMA Negeri 4 Jakarta

Tahun 2008-2011


4.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2011-2015

III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Pengurus Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
Kepala Divisi Administrasi periode 2014
2. Pengurus Pojok Bursa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai Sekretaris periode 2014
3. Pengurus Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
Pengawas Bidang Administrasi Umum periode 2015

vi

ABSTRACT

Factors Affecting Financial Reporting Timeliness of Local Government in
Indonesia


This study aims to examine the factors that affect the timeliness of financial
reporting of local government in Indonesia. These factors are divided into two
major lines: factors relating to local government and politics, also the content of
financial statements and managerial competence factor. Factors associated with
local government and politics proxied by local independence, regional location
and the election of regional heads back. Factors associated with the content of
financial statements and managerial competence proxied by position and
financial performance areas, audit opinion and audit findings.
Samples of this study used the whole autonomous region which issued local
government financial reports and audited by the Audit Board of the Republic of
Indonesia as much as 524 of the total 542 local governments. They were obtained
from the Audit Board of the Republic of Indonesia. Testing the hypothesis in this
study used binary logistic regression.
Results of this research reveals that local government and political factors
that proxied by self-reliance, the regional location statistically affect the
timeliness of financial reporting area in fiscal year 2013. Based on the results of
logistic regression (logistic regression) showed that the factor content of the
financial statements and managerial competence of government area proxied by
the audit opinion and auditor's findings are statistically affect the timeliness of

financial reporting area in fiscal year 2013.
Keywords: Timeliness, independence, regional location, the election of return,
financial position, financial performance, opinions, findings, local
government financial reports.

vii

ABSTRAK

Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Ketepatanwaktu Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor- faktor yang mempengaruhi
ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Faktorfaktor tersebut dibagi menjadi dua garis besar yaitu faktor yang berkaitan dengan
pemerintah daerah dan politik, serta faktor kandungan laporan keuangan dan
kompetensi manajerial. Faktor yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan
politik diproksikan dengan kemandirian daerah, lokasi daerah dan keterpilihan
kembali kepala daerah. Faktor yang terkait dengan kompetensi manajerial
diproksikan dengan posisi dan performa keuangan daerah, opini audit serta
temuan audit.

Sampel penelitian ini menggunakan seluruh daerah otonom yang
mengeluarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan diaudit oleh BPK
sebanyak 524 pemerintah daerah dari total 542 pemerintah daerah. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPK. Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logistik biner.
Hasil penelitian ini meunjukkan bahwa bahwa faktor daerah dan politik
yang diproksikan oleh kemandirian, lokasi daerah secara statistik berpengaruh
terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan daerah pada tahun anggaran 2013.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan bahwa
faktor kandungan laporan keuangan dan kompetensi manajerial pemerintah daerah
yang diproksikan oleh opini audit serta temuan auditor secara statistik
berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan daerah pada tahun
anggaran 2013.

Kata kunci: ketepatanwaktu, kemandirian, lokasi daerah, keterpilihan kembali,
posisi keuangan, performa keuangan, opini, temuan, LKPD.

viii

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Ketepatanwaktu Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia”
dengan baik. Tak lupa Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju jalan
kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penulisan, cara penguraian, maupun pada pembahasan
secara ilmiah. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dan kekurangan yang
dimiliki oleh penulis. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun
tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Kedua orangtua penulis, Bapak Siswanto dan Ibu Dedeh, yang selalu
mencurahkan perhatian, cinta dan sayang, dukungan serta doa yang tertuju
untukku.

2. Kakak (Wahyu dan Indah) serta adikku (Fajar dan Agung) yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan penulis.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri SE., MSi., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak. CA., selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
selaku Dosen Pembimbing II serta Dosen Pembimbing Akademik yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
ix

bimbingan baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam 4 tahun terakhir.
Terima kasih atas ilmu dan arahan yang telah Bapak berikan selama ini.
6. Bapak Dr. Rini, Ak., CA selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas saran yang diberikan selama
proses penulisan skripsi.
7. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang telah membantu penulis
dalam memperoleh data penelitian.

8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada
penulis.
9. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan dalam tim DEMILULUS
2015 atas segala dukungan dan motivasinya untuk menyelesaikan tugas akhir
ditahun 2015 ini.
10. Keluarga besar Akukece (Akuntansi C UIN 2011) terima kasih atas kenangan
dalam 4 tahun masa perkuliahan. See You On Top, Guys.
11. Keluarga besar Kopma UIN Syahid Jakarta yang telah memberikan
pengalaman dari sisi lain dunia perkuliahan. Semoga ilmu dan pengalaman
yang telah didapat tak lekang oleh waktu.
12. Seluruh teman-temanku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2011,
terima kasih atas doa, semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis
selama ini.
13. Berbagai pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Agustus 2015

Sella Rachmawati

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................ i
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .............................................................. iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .......................................................................... iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ........................................................... v
Daftar Riwayat Hidup .............................................................................................. vi
Abstract ..................................................................................................................... vii
Abstrak ..................................................................................................................... viii
Kata Pengantar ......................................................................................................... ix
Daftar Isi .................................................................................................................... xi
Daftar Tabel ............................................................................................................. xiii
Daftar Gambar ........................................................................................................ xiv
Daftar Grafik ............................................................................................................ xv
Daftar Lampiran ..................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 11
1. Tujuan Penelitian............................................................................... p11
2. Manfaat Penelitian............................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 13
A. Landasan Teori ........................................................................................... 13
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ....................................................... 13
2. Teori Lokasi ........................................................................................ 15
3. Teori Kurva Belajar ............................................................................. 17
4. Teori Kepatuhan .................................................................................. 18
5. Keuangan Daerah ................................................................................ 19
6. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah............................................... 23

xi

7. Ketepatan Waktu ................................................................................. 25
8. Audit Sektor Publik ............................................................................. 26
B. Keterkaitan Antar Variabel ......................................................................... 29
C. Penelitian Sebelumnya ............................................................................... 36
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 44
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 44
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................................... 44
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 45
D. Metode Analisis Data ................................................................................. 45
1. Definisi Regresi Logistik .................................................................... 46
2. Tahapan Regresi Logistik.................................................................... 46
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian .......................................................... 51
1. Variabel Terikat................................................................................... 51
2. Variabel Bebas .................................................................................... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 56
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................... 56
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian .............................................................. 58
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 70
A. Kesimpulan ................................................................................................. 70
B. Saran ........................................................................................................... 72
Daftar Pustaka........................................................................................................... 73
Lampiran ................................................................................................................... 78

xii

DAFTAR TABEL
No

Keterangan

Halaman

1.1

Hasil Pemeriksaan pada Pemerintah Daerah dan BUMD ......................... 4

2.1

Penelitian Sebelumnya .............................................................................. 37

3.1

Operasionalisasi Variabel ......................................................................... 55

4.1

Jumlah Pemerintah Daerah Otonom (Provinsi, Kabupaten/Kota) ............ 57

4.2

Statistik Deskriptif..................................................................................... 58

4.3

Menilai Keseluruhan Model ...................................................................... 60

4.4

Koefisien Determinasi ............................................................................... 61

4.5

Kelayakan Model Regresi ......................................................................... 61

4.6

Matriks Klasifikasi .................................................................................... 62

4.7

Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik ........................................................ 63

xiii

DAFTAR GAMBAR
No
2.1

Keterangan

Halaman

Skema Kerangka Penelitian ........................................................................ 43

xiv

DAFTAR GRAFIK
No

Keterangan

Halaman

1.1

Waktu Penyelesaian Pemeriksaan LKPD ................................................. 7

1.2

Perkembangan Opini LKPD Tahun 2009 s.d. Tahun 2013 ...................... 29

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No

Keterangan

Halaman

1.

Surat Penelitian ......................................................................................... 79

2.

Data Sampel .............................................................................................. 83

3.

Hasil Output SPSS .................................................................................... 112

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyatakan bahwa laporan keuangan
merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan
suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Laporan keuangan merupakan salah satu sarana komunikasi bisnis antara
manajemen dan pengguna eksternal mengenai posisi keuangan, perubahan posisi
keuangan, dan arus kas perusahaan (Suharli, 2009:4). Hal ini mengindikasikan
bahwa laporan keuangan menyimpan segala informasi yang dapat digunakan oleh
para pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan. Scott (2012:76)
memaparkan bahwa informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk
mempengaruhi keputusan individual. Informasi harus memiliki tujuh karakteristik
utama yaitu : relevan, andal, lengkap, tepat waktu, dapat dipahami, dapat
diverifikasi dan dapat diakses (Romney dan Steinbart, 2009:28)
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) laporan keuangan pada
sektor pemerintah berperan dalam menyediakan informasi yang relevan mengenai
posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan

1

selama satu periode. Laporan keuangan digunakan untuk melaksanakan kegiatan
operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan
efisiensi suatu entitas pelaporan, serta membantu menentukan ketaatannya pada
perundang-undangan.
Tujuan pelaporan keuangan pemerintah yang tercantum dalam SAP
menjelaskan bahwa seharusnya laporan keuangan menyajikan informasi yang
bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat
keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a.

Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya keuangan;

b.

Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
untuk membiayai seluruh pengeluaran;

c.

Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
dicapai;

d.

Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;

e.

Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak
dan pinjaman;

2

f.

Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Laporan keuangan sebagai sebuah informasi akan bermanfaat bila informasi

yang dikandungnya disediakan tepat waktu bagi para pembuat keputusan sebelum
informasi tersebut kehilangan kapasitasnya dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan (Hanafi dan Halim, 2005:35). SAP memaparkan bahwa laporan
keuangan dikatakan relevan apabila infomasi yang termuat didalamnya dapat
mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta
menegaskan atau mengoreksi hasil mereka di masa lalu. Hal ini berarti bahwa
bahwa informasi yang relevan harus memenuhi kriteria :
a.

Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
ekspektasi mereka di masa lalu.

b.

Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

c.

Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
dalam pengambilan keputusan.

d. Lengkap

3

Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,
mencakup

semua

informasi

akuntansi

yang

dapat

mempengaruhi

pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. Informasi
yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam
laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
Seperti hal pelaporan keuangan pada perusahaan publik, pelaporan
keuangan pemerintah juga harus dipublikasikan secara tepat waktu. Penyampaian
dikatakan tepat waktu adalah ketika pelaporan tersebut disampaikan atau
dipublikasikan pada saat yang tepat untuk memungkinkan para pengambil
keputusan menggunakannya dalam membuat keputusan (Romney dan Steinbart,
2009:28).
Tabel 1.1
Hasil Pemeriksaan pada Pemerintah Daerah dan BUMD

Sumber : IHPS BPK 2014 Semester II

4

Tabel diatas menunjukkan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah dan BUMD pada tahun anggaran 2013. IHPS 2014 semester II
menyebutkan bahwa BPK berhasil mengungkapkan 5.746 temuan yang
didalamnya terdapat 7.329 permasalahan senilai Rp. 4,52 triliun. Permasalahan
tersebut meliputi 1.810 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 5.519
permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp.
4,52 triliun. Temuan tersebut ditemukan setelah BPK melakukan pemeriksaan
terhadap 479 objek pemeriksaan di pemerintah dan BUMD yang meliputi 69
objek pemeriksaan keuangan, 181 objek pemeriksaan kinerja dan 229 objek
pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
Hasil temuan pada tabel hanya untuk pemeriksaan yang dilakukan pada
semester II tahun pemeriksaan. Hal ini berarti potensi kerugian-kerugian tersebut
diakibatkan oleh laporan-laporan pemerintah daerah dan BUMD yang terlambat
menyerahkan laporan keuangaannya. Potensi-potensi tersebut dapat diketahui
ataupun diminimalisir jika pemeriksaan dijalankan tepat waktu.
Untuk memenuhi ketepatan waktu laporan keuangan, manajer dan auditor
diharapkan meminimalisasi audit delay (Johnson, 1998). Audit delay merujuk
pada rentang waktu antara tanggal akhir tahun finansial entitas sampai dengan
tanggal laporan audit (Subekti & Widyanti, 2004).
Dalam sektor pemerintahan, ketepatan waktu dalam pelaporan keuangan
diatur dalam peraturan perundang-undangan Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

5

Negara serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Selain peraturan perundang-undangan, ketepatan waktu penyerahan laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD) diatur juga dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) yang dikeluarkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2011 sampai
dengan 2014 (Semester I), masih terdapat beberapa LKPD yang terlambat
disampaikan kepada BPK sehingga menyebabkan mundurnya masa penyelesaian
pemeriksaan LKPD.
Carslaw dan Kaplan (1991) menjelaskan bahwa audit delay dapat
dipengaruhi oleh dua hal yaitu kapan audit dimulai dan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan audit tersebut. Kapan dimulainya audit
tergantung kapan laporan keuangan diserahkan kepada auditor. Sehingga lamanya
waktu perusahaan menyampaikan laporan keuangan kepada auditor dapat
mempengaruhi lamanya audit delay.
Penyelesaian pemeriksaan LKPD tertunda akibat dari pemerintah daerah
yang terlambat melaporkan LKPD ke BPK. Merujuk pada Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan (IHPS) pada tahun 2011 sebanyak 158 LKPD (Provinsi,
Kabupaten/Kota) yang diselesaikan pemeriksaan oleh BPK pada semester II. Pada
tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi 94 LKPD dan pada tahun 2013

6

ada sekitar 108 LKPD yang diselesaikan pemeriksaannya pada semester II. Pada
2014 terdapat 68 jumlah LKPD yang diperiksa BPK pada semester II.
Grafik 1.1
Waktu Penyelesaian Pemeriksaan LKPD

Sumber : IHPS BPK, data diolah

Berdasarkan

pada

peraturan

yang

telah

disebutkan

sebelumnya

menerangkan bahwa paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir,
kepala daerah wajib menyampaikan LKPD kepada BPK untuk dilakukan
pemeriksaan dan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan tersebut diterima
dari pemerintah daerah, BPK wajib menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) atas LKPD tersebut kepada DPRD sehingga waktu maksimum untuk
menghasilkan LKPD audited adalah lima bulan sejak tahun anggaran berakhir.
Sehingga LKPD yang diselesaikan oleh BPK terselesaikan pada Semester II (Juni
s.d Desember) berarti LKPD tersebut telah mengalami keterlambatan (Lase dan
Sutaryo:2014).

7

Seperti yang dilansir dalam finansialbisnis.com bahwa pada tahun anggaran
2012 terdapat 5 daerah yang terkena penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum
(DAU) akibat terlambat melaporkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LPP APBD) Tahun Anggaran 2012.
Kementerian keuangan akan menunda penyaluran DAU sebesar 25% dari DAU
daerah tersebut.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, sebelumnya terdapat 28 daerah
yang terkena sanksi penundaan penyaluran DAU sebesar 25% karena alasan yang
sama, tetapi pada akhir 2013 sebanyak 23 daerah telah menyampaikan LPP APBD
sehingga sanksi dicabut. Pemberian sanksi ini merupakan salah satu cara untuk
mendorong pemerintah agar mempercepat penyelesaian pertanggungjawaban
penggunaan anggaran sehingga tata kelola keuangan daerah dapat diwujudkan
secara transparan dan akuntabilitas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 56 tahun 2005 tentang
Sistem Informasi Keuangan Daerah menyebutkan bahwa daerah harus
menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan Daerah kepada
Pemerintah. Informasi yang disampaikan mencakup:
a. APBD dan realisasi APBD
b. Neraca daerah
c. Laporan arus kas
d. Catatan atas laporan keuangan
e. Dana dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan
f. Laporan Keuangan Perusahaan Daerah

8

g. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah
Informasi keuangan daerah disampaikan kepada Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri paling lambat 31 Agustus tahun berjalan. Dalam hal
Pemerintah Daerah tidak menyampaikan Informasi Keuangan Daerah, maka akan
diterbitkan peringatan tertulis oleh Menteri Keuangan. Jika Pemerintah Daerah
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkannya peringatan tertulis
tidak menyampaikan informasi maka Menteri Keuangan menetapkan sanksi
berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri. Penjelasan ini sesuai dengan PP Nomor 65 tahun 2010
tentang Perubahan atas PP Nomor 56 tahun 2005.
Hingga saat ini, terutama di Indonesia mayoritas pembahasan seputar
ketepatan waktu pelaporan keuangan (timeliness) sebagian besar dilaksanakan
pada sektor perusahaan go public. Pembahasan topic timeliness ataupun audit
delay untuk laporan pemerintah lokal mayoritas berasal dari peneliti luar negeri
seperti Corey S. Cagle, Dale L. Flesher dan Annette B. Pridgen (2014) yang
meneliti audit report timeliness of united states local governments: an
investigation of entities exceeding reporting deadlines di Mississipi Amerika
Serikat mengungkapkan bahwa temuan audit dan opini audit sebelumnya
berpengaruh pada keterlambatan audit. Selanjutnya jarak antara kantor auditor dan
klien juga mengambil peran dalam hal yang menyebabkan timeliness.
Lase dan Sutaryo (2014) meneliti tentang pengaruh karakteristik auditor
terhadap audit delay laporan keuangan daerah di Indonesia, penelitian ini
menyimpulkan bahwa kecakapan profesional auditor dan latar belakang

9

pendidikan auditor mempengaruhi audit delay laporan keuangan pemerintah
daerah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi antara kecakapan
profesional auditor dan penugasan berulang auditor dan interaksi antara
kecakapan profesional auditor dengan latar belakang pendidikan auditor
mempengaruhi audit delay. Penelitian ini selanjutnya menunjukkan bahwa
kecakapan profesional auditor adalah karakteristik paling penting yang diperlukan
untuk meminimalkan audit delay.
Cohen dan Leventis (2012) yang menyebutkan bahwa audit delay pada
pemerintah kota di Yunani dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor politik
(kekuatan oposisi dan keterpilihan kembali kepala daerah) keberadaan tim
akuntan internal, jumlah temuan audit, ukuran pemerintah daerah, dan populasi
penduduk.
Payne dan Jensen (2002) melakukan penelitian terhadap audit delay di
pemerintah daerah di Amerika bagian tenggara untuk tahun fiskal 1992 dan
menemukan bahwa insentif manajemen berpengaruh terhadap ketepatwaktuan
pelaporan, keberadaan sistem pelaporan berkualitas tinggi, keterikatan hutang,
pengalaman dan reputasi auditor cenderung mengurangi audit delay.
Berdasarkan atas pemaparan diatas serta minimnya penelitian yang meneliti
ketepatan waktu (timeliness) pelaporan keuangan pada sektor pemerintahan di
Indonesia membuat penulis tertarik untuk menelitinya. Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian Corey S. Cagle dkk (2014), Sandra Cohen dan
Sergio Laventis (2013).

10

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan permasalahan dalam
penelitian adalah:
1. Apakah faktor kemandirian daerah berpengaruh terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia?
2. Apakah faktor lokasi daerah berpengaruh terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan di Indonesia?
3. Apakah faktor keterpilihan kembali kepala daerah berpengaruh terhadap
ketepatanwaktu pelaporan keuangan di Indonesia?
4. Apakah

faktor

posisi

keuangan

daerah

berpengaruh

terhadap

berpengaruh

terhadap

ketepatanwaktu pelaporan keuangan di Indonesia?
5. Apakah

faktor

performa

keuangan

daerah

ketepatanwaktu pelaporan keuangan di Indonesia?
6. Apakah faktor opini daerah berpengaruh terhadap ketepatanwaktu pelaporan
keuangan di Indonesia?
7. Apakah faktor jumlah temuan daerah berpengaruh terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh bukti empiris terkait dengan :
a. Pengaruh faktor kemandirian daerah terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia

11

b. Pengaruh faktor lokasi daerah terhadap ketepatanwaktu pelaporan
keuangan pemerintah daerah di Indonesia
c. Pengaruh faktor keterpilihan kembali kepala daerah terhadap
ketepatanwaktu pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia
d. Pengaruh faktor posisi keuangan daerah terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia
e. Pengaruh faktor performa keuangan daerah terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia
f. Pengaruh faktor opini daerah terhadap ketepatanwaktu pelaporan
keuangan pemerintah daerah di Indonesia
g. Pengaruh faktor jumlah temuan daerah terhadap ketepatanwaktu
pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia
2.

Manfaat Penelitian
a. Bagi ilmu pengetahuan dan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi berupa bukti empiris mengenai faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan LKPD
b. Untuk pemerintah daerah, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pihak
pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat
melaporkan LKPD secara tepat waktu
c. Untuk auditor, penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan ketepatan waktu
pelaporan LKPD

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1.

Teori Keagenan (Agency Theory)
Asimetri informasi merupakan kesenjangan informasi yang tercipta
karena adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agen. Prinsipal
adalah pemilik atau pihak yang melakukan evaluasi terhadap informasi,
sedangkan agen adalah pihak yang menjalankan kegiatan dan mengambil
keputusan. Hubungan keagenan yang melibatkan kedua pihak (prinsipal dan
agen) didefinisikan oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai hubungan
kontrak dimana satu orang atau lebih (pemilik/prinsipal) melibatkan orang
lain (agen) untuk melakukan layanan tertentu demi kepentingan prinsipal
yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan
keputusan.
Adanya asimetri informasi ini menimbulkan dua permasalahan yang
disebabkan oleh kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan
pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan permasalahan tersebut adalah:
1.

Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak
kerja.

13

2.

Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar
benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi
sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang

dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama adalah
masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau
tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu
hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang
apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa
prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu
secara tepat. Kedua adalah masalah pembagian resiko yang timbul pada saat
prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dengan
demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang
berbeda dikarenakan adanya perbedaan preferensi resiko.
Manajemen sebagai agen mempunyai tanggung jawab dalam
operasional perusahaan sehari-hari dalam hal pengambilan keputusan
berdasarkan informasi yang diperoleh manajemen. Dengan demikian, agen
lebih banyak mempunyai informasi dibandingkan pemilik.
Menurut Lane (2003a) dalam Syukriy Abdullah (2006) teori keagenan
dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia menyatakan bahwa negara
demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal-agen
(Lane,2000:12-13). Hal senada dikemukakan oleh Moe (1984) yang

14

menjelaskan

konsep

ekonomika

organisasi

sektor

publik

dengan

menggunakan teori keagenan. Bergman & Lane (1990) menyatakan bahwa
hubungan prinsipal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting
untuk menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik. Pembuatan dan
penerapan kebijakan publik berkaitan dengan masalah-masalah kontraktual,
yakni informasi yang tidak simetris (asymmetric information), moral hazard,
dan adverse selection (Abdullah:2006).
Menurut Moe (1984), di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan
dalam kesepakatan-kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri
melalui proses anggaran: pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri
keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabatpemberi pelayanan. Hal yang sama dikemukakan juga oleh Gilardi (2001)
dan Strom (2000), yang melihat hubungan keagenan sebagai hubungan
pendelegasian (chains of delegation), yakni pendelegasian dari masyarakat
kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen kepada pemerintah, dari
pemerintah sebagai satu kesatuan kepada seorang menteri, dan dari
pemerintah kepada birokrasi.
2. Teori Lokasi
Teori tempat pusat disebutkan oleh Wlater Christaller (1933) dan
August Losch (1936), beliau mengembangkan satu teori yang dapat
dipergunakan sebagai kerangka analisis untuk membahas hal tersebut. Teori
pusat merupakan suatu permukiman yang menyediakan barang dan jasa-jasa
bagi penduduk lokal dan daerah belakangnya. Pada teori tempat pusat juga

15

menjelaskan tentang hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi dan fisik
yang saling mempengaruhi.
Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan
pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah
yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah
pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas
jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang
dilayani relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna
mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu
kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter
Christaller, melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di
Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori
tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh
Christaller.
Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat
pelayanan. Dan pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan
jasa bagi penduduk di daerah dan kawasan sekitarnya. Christaller
menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang memiliki jumlah
penduduk sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama
penting. Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan
bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat
terpusat (central place).

16

Pada teori Christaller menyebutkan sistem keruangan yang optimum
berbentuk heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun
Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat
hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi
kebutuhan tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota
maka jumlah kota semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat
pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki peranan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana penempatan lokasi industri yang
tepat dapat memberikan banyak jalan, diantaranya industri yang didirikan
dilokasi yang tepat, mampu menyerap tenaga kerja yang ada disekitar lokasi
industri khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Selain itu daerah
yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan mengalami kenaikan
pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian didaerah lokasi
industri mengalami peningkatan.
3. Teori Kurva Belajar
T.P. Wright memperkenalkan teori kurva belajar (learning curve
theory) pada saat meneliti perusahaan pesawat terbang. Wright menyatakan
bahwa setiap kali kuantitas output kumulatif menjadi dua kali lipat, maka
rata-rata waktu kumulatif per unit berkurang sebesar persentase tertentu
(Barber, 2011). Ketika suatu proses atas produk baru dimulai, kinerja
seorang pekerja tidak pada tingkat terbaiknya dan fenomena pembelajaran

17

atau proses dimana seorang memperoleh keahlian, pengetahuan dan
kemampuan pun dimulai.
Pekerja akan membutuhkan waktu yang lebih lama pada saat pertama
kali bekerja daripada pekerjaan yang dilakukan kedua atau ketiga kalinya.
Dengan pengulangan tersebut maka waktu yang dibutuhkan akan lebih
singkat dan akan menuju ke arah perbaikan. Fenomena inilah yang disebut
dengan kurva pembelajaran (learning curve).
4. Teori Kepatuhan
Menurut Tyler (dalam Fachrurozi, 2014) terdapat dua perspektif
dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut
instrumental dan normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu
secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif
normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan
berlawanan dengan kepentingan pribadi. Seorang individu cenderung
mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan normanorma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal
(normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena
hukum tersebut dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan komitmen
normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimaty)
berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut
memiliki hak untuk mendikte perilaku.

18

Dalam hal ini, pemerintah sebagai pihak yang mengelola dan
menjalankan amanah rakyat memiliki keharusan untuk melaporkan
pertanggung jawabannya atas keuangan dan operasional daerah tersebut
selama satu tahun buku. Hal ini berarti pemerintah mempunyai keterikatan
untuk patuh pada peraturan perundang-undangan Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5. Keuangan Daerah
Ketergantungan keuangan daerah pada bantuan pemerintah pusat
(ratio grants to total operating revenue) seiring dengan cita-cita demokrasi
nasional dan proses percepatan pembangunan maka muncul suatu yang
dinamakan dengan otonomi daerah. Ini berarti bahwa suatu daerah memiliki
sifat yang otonom. Menurut Encyclopedia of Social Science, otonomi
adalah “the

legal

self

suffiency

of

social

body

and

its

actual

independence.” Lebih jauh, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Jadi, otonomi dapat diartikan sebagai hak
untuk mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah.
Otonomi diberikan sebagai upaya percepatan pembangunan dan
peningkatan pelayanan sesuai tuntutan dan prakarsa masyarakat di daerah

19

bersangkutan. Otonomi mengandung nilai-nilai kepercayaan yang dapat
mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah, sehingga akan meredam
potensi terjadinya disintegrasi bangsa.
Dalam menjalankan pemerintahannya, terutama hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah, Indonesia menganut asas desentralisasi, yang
di samping itu terdapat pula asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Desentralisasi berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, hal ini berarti
semua urusan, tugas, dan wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan
sepenuhnya kepada daerah.
Dengan terselenggaranya otonomi seluas-luasnya maka diperlukan
suatu pengaturan secara adil dan selaras mengenai hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah
daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui
penyediaan sumber-sumber pendanaan perlu diatur perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang merupakan subsistem
keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas atau sejalan dengan
pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah menganut
prinsip money follow function, yang bermakna bahwa pendanaan mengikuti

20

fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masingmasing tingkat pemerintahan.
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Sumber pendapatan daerah dapat
diuraikan sebagai berikut.
1.

Pendapatan asli daerah, yang bertujuan memberikan kewenangan
kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah

sesuai

dengan

potensi

daerah

sebagai

perwujudan

desentralisasi;
2.

Dana perimbangan, yang bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antarpemerintah
daerah;

3.

Pendapatan lain-lain yang memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain yang berasal pendapatan asli daerah,
dana perimbangan dan pinjaman daerah.
Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari

APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Menurut sejumlah literatur, dana
perimbangan memiliki makna yang sama dengan pendapatan transfer. Salah
satu bentuk pendapatan transfer adalah bantuan (grants).
Bantuan (grants) menjadi sumber pendapatan yang utama bagi
pemerintah daerah di banyak negara (Bird, 2000; Humes IV, 1991; Wilson
dan Game, 1994; Shah, 1994). Istilah lain dari grants yang juga seringkali

21

dipergunakan adalah subsidies atau subventions. Terdapat tiga alasan utama
dari penggunaan jenis bantuan ini (Humes IV, 1991: 239) yakni: menambah
sumber pendapatan daerah, memenuhi kebutuhan yang berlebihan
pendapatan yang terbatas dari area tertentu, dan meningkatkan program
tertentu serta menyelipkan kontrol terhadapnya.
Realita menunjukkan yang terjadi selama ini adalah masih terdapatnya
kesenjangan fiskal vertikal dan kesenjangan fiskal horizontal bagi sejumlah
daerah di Indonesia. Kesenjangan fiskal vertikal timbul karena adanya
keterbatasan sumber dan kewenangan penerimaan daerah, baik dalam
bentuk pajak maupun bukan pajak, serta adanya kebutuhan pengeluaran
daerah yang jauh lebih besar. Sedangkan, kesenjangan fiskal horizontal
terjadi karena perbedaan kapasitas antardaerah untuk menghasilkan
pendapatan sendiri yang tergantung dari distribusi luas dan besarnya
kewenangan atas objek dan basis pajak serta kewenangan sumber-sumber
nonpajak. Kesenjangan ini dapat pula terjadi karena adanya perbedaan biaya
dan tekanan permintaan atas pelaksanaan fungsi-fungsi yang menjadi
tanggung jawab daerah bersangkutan.
Hal tersebut tentu berimplikasi pada terjadinya peningkatan
kesenjangan pertumbuhan ekonomi antardaerah, kurangnya kemandirian
daerah, dan munculnya ketidakpuasan masyarakat di daerah. Oleh karena
itu, pemerintah pusat memberikan dana perimbangan dalam rangka
menciptakan keadilan dalam pembagian sumber daya bagi kepentingan
nasional dan bagi kepentingan daerah. Melalui dana alokasi, pemerintah

22

bertujuan untuk menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah yang berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan potensi daerah,
sehingga daerah dapat membelanjakan dana tersebut untuk kebutuhankebutuhan daerahnya. Dalam dana alokasi ini tidak terdapat batasan
mengenai bagaimana dana tersebut dibelanjakan, sehingga daerah dapat
dengan leluasa memanfaatkan dana tersebut untuk kebutuhan yang
diinginkan. Namun, masalah yang muncul adalah kemampuan daerah dalam
mengelola dana alokasi. Apabila daerah kurang mampu mengelola dana
tersebut, maka tidak menutup kemungkinan yang terjadi adalah semakin
meningkatnya ketergantungan daerah pada dana perimbangan ini.
6. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menyatakan bahwa laporan
keuangan pada sektor pemerintah berperan dalam menyediakan informasi
yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang
dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode. Laporan
keuangan

digunakan

untuk

melaksanakan

kegiatan

operasional

pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan
efisiensi suatu entitas pelaporan, serta membantu menentukan ketaatannya
pada perundang-undangan.
Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola
anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan
menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya.
Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau

23

lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan
keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari:
a.

Pemerintah pusat;

b.

Pemerintah daerah;

c.

Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan
pemerintah pusat;

d.

Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan
satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat

pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap
aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban
dan wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya.
Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
pemerintah, namun tidak terbatas pada:
a.

Masyarakat;

b.

Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;

c.

Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
pinjaman; dan

d.

Pemerintah.

Laporan keuangan pokok terdiri dari:
a.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

24

b.

Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);

c.

Neraca;

d.

Laporan Operasional (LO);

e.

Laporan Arus Kas (LAK);

f.

Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);

g.

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

7. Ketepatan Waktu
Ketepatan

waktu

pelaporan

keuangan

adalah

rentang

waktu

mengumumkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada publik
sejak tanggal tutup buku perusahaan (31 Desember) sampai tanggal
penyerahan ke Bapepam-LK (Rachmawati, 2008:5). Laporan keuangan
yang tepat waktu akan lebih berguna dari pada yang tidak tepat waktu.
Setelah informasi yang relevan tersedia lebih cepat, mampu meningkatkan
kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan, dan kurangnya ketepatan
waktu dapat mengurangi informasi dari kegunaannya (Kieso et.al, 2011:47).
Terdapat tiga kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu
dalam penelitiannya (Dyer dan Mc Hugh, 1975:4):
a.

Preliminary lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.

b.

Auditor’s report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan
keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.

c.

Total lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.

25

Ketepatan waktu penyerahan laporan keuangan pemerintah daerah
(LKPD) diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan UU
No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara. Berdasarkan kedua peraturan tersebut, paling lambat tiga
bulan setelah tahun anggaran berakhir, kepala daerah wajib menyampaikan
LKPD kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan dan selambat-lambatnya
dua bulan setelah laporan tersebut diterima dari pemerintah daerah, BPK
wajib menyampaikan Laporan Hasil Pemer

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAPORAN KEUANGAN DI INTERNET SECARA SUKARELA OLEH PEMERINTAH DAERAH

0 3 86

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN PELAPORAN KEUANGAN DI INTERNET OLEH PEMERINTAH DAERAH

0 4 65

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERANDALAN PELAPORAN KEUANGAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung.

1 7 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERANDALAN PELAPORAN KEUANGAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung.

0 2 16

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung.

0 6 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TRANSPARANSI PELAPORAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Transparansi Pelaporan Keuangan Daerah Di Kabupaten Boyolali.

1 7 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TRANSPARANSI PELAPORAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Transparansi Pelaporan Keuangan Daerah Di Kabupaten Boyolali.

0 4 16

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana.

0 0 34

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Konservatisme Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun Anggaran 2014 AWAL

0 0 27

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI INFORMASI PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH - Unissula Repository

0 0 12