PLU kelompok 1 morfologi

MORFOLOGI
1) Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai
satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk
kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Kata Morfologi berasal dari kata
morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan
logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara
morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi,
berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain
itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang
disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi.
Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada
tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
2) Adapun perbedaannya yaitu bahwa morfologi ilmu tentang bentuk dan pembentukan kata,
sedang leksikologi adalah ilmu mengenai leksikon yang satuanya disebut leksem. Morfologi
lebih mengarah pada masalah proses pembentukan kata; sedang leksikologi lebih mengarah pada
kata yang sudah jadi, baik yang terbentuk secara arbiter, maupun yang terbentuk sebagai hasil
proses morfologi. Dalam hal semantik, kalau morfologi membicarakan makna gramatikal, maka
leksikologi membicarakan makna leksikal dengan berbagai aspek dan masalahnya. Sedangankan

etimologi membicarakan tentang pembentukan atau terbentuknya kata atau asal-usul yang tidak
berkaidah, misalnya, kata morfologi berasal dari kata Morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi
berarti ‘ilmu’. Jadi secara harafiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk.

PENGERTIAN ETIMOLOGI
Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata
(Chaer,2008:7). Misalkan kata etimologi sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie
yang berakar dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos (ilmu).
Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ήτυμος (étymos, arti kata) dan
λόγος (lógos, ilmu). Kata sinonim berasal dari bahasa yunani syn yang artinya ‘dengan’ dan kata
bahasa yunani Onoma yang berarti ‘nama’. Contoh lain kata sekaten (dalam bahasa Jawa)
berasal dari bahasa Arab syahadatain yaitu ‘ucapan dua k alimat syahadat’.
Beberapa kata yang telah diambil dari bahasa lain, kemungkinan dalam bentuk yang telah
diubah (kata asal disebut sebagai etimon). Melalui naskah tua dan perbandingan dengan bahasa
lain, etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal-usul dari suatu kata ketika mereka

memasuki suatu bahasa, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut
berubah.
Etimologi juga mencoba untuk merekonstruksi informasi mengenai bahasa-bahasa yang
sudah lama untuk memungkinkan mendapatkan informasi langsung mengenai bahasa tersebut

(seperti tulisan) untuk diketahui. Dengan membandingkan kata-kata dalam bahasa yang saling
bertautan, seseorang dapat mempelajari mengenai bahasa kuno yang merupakan “generasi yang
lebih lama”. Dengan cara ini, akar bahasa yang telah diketahui yang dapat ditelusuri jauh ke
belakang kepada asal-usul bahasa.
Ide-ide yang mendasari etimologi adalah sebagai berikut :


Kata-kata biasanya dimulai dengan bentuk yang lebih panjang dan kemungkinan juga
lebih rumit, yang kemudian menjadi lebih sederhana atau lebih singkat. Misalnya, mesa
(“kerbau”) dalam Bahasa Jawa Krama berasal dari Sansekerta mahisa.



Sebaliknya dengan butir di atas, kata-kata yang pendek dapat diperpanjang dengan
penambahan imbuhan pada kata itu. Misalnya, kata, kedokteran berasal dari
ke+dokter+an (dokter berasal dari Bahasa Belanda).



Kata-kata slang (yang tidak resmi) dapat diterima menjadi bahasa resmi. Kadang-kadang

yang sebaliknya juga terjadi, kata-kata yang resmi menjadi slang.



Kata-kata yang "kasar" atau "kotor" dapat menjadi eufemisme, dan bisa juga eufemisme
menjadi "kasar".



Kata-kata yang tabu mungkin dihindari dan kemudian lenyap, seringkali digantikan oleh
eufemisme atau pengandaian kata.



Kata-kata dapat dilebur menjadi kata portmanteau, seperti misalnya polda, sebuah
peleburan dari kata polisi dan daerah.



Kata-kata dapat dimulai sebagai akronim, seperti SIM (“Surat Izin Mengemudi”).




Bunyi dalam sesuatu perkataan bisa didisimilasikan. Misalnya, laporan berasal dari
“rapport” (Bahasa Belanda), tetapi pertama bunyi r sudah diganti menjadi l untuk
membedakan bunyi itu dari r nomor dua.



Bunyi bisa ditambah kedalam satu perkataan, sesuai dengan morfologi Bahasa Indonesia:
Maret (Bahasa Belanda: “Maart”) atau dihilangkan (bius dari Bahasa Parsi “bihausi”).



Bunyi asing bisa diindonesiakan, seperti petuah (Bahasa Arab: “fatwa”).



Kata-kata dapat diciptakan dengan sengaja, seperti perkataan Anda.




Kata-kata dapat pula diambil dari sebuah tempat tertentu (toponim, misalkan lombok
yang berarti "cabai") atau dari nama orang tertentu (eponim, mis. urat Achilles).

PENGERTIAN LEKSIKOLOGI

Leksikologi adalah ilmu mengenai leksikon yang satuannya disebut leksem. Leksikologi
mengarah pada kata yang sudah jadi, baik yang terbentuk secara arbitrer, maupun yang terbentuk
sebagai hasil proses morfologi. Dalam hal simantik, leksikologi membicarakan makna leksikal
dengan berbagai aspek dan permasalahannya.(Chaer,2008:6)
Leksikologi mempelajari seluk-beluk kata, ialah mempelajari perbendaharaan kata dalam
suatu bahasa, mempelajari pemakaian kata serta arti seperti dipakai oleh masysrakat pemakai
bahasa (Ramlan,1983:17). Misalnya kata masak, kata ini memiliki berbagai arti dalam
pemakaiannya, seperti dijelaskan dalam kamus sebagai berikut :
1. ‘sudah sampai tua hingga boleh dipetik, dimakan, dsb’.
Misalnya : belum masak juga ubi ini.
2. ‘sudah jadi’
Misalnya : Meskipun sudah sejam direbus, belum masak juga ubi ini.
3. ‘sudah selesai, sudah dipikir’

Misalnya : Bangsa kita diangapnya belum masak.
4. ‘mengolah, membuat panganan’
Misalnya : masak kue lapis
Selanjutnya diterangkan pula arti kata bentukan dari kata tersebut, kata masak-memasak
berarti ‘hal atau urusan memasak makanan, dsb’, memasakkan artinya ‘memasak untuk orang
lain’; mungkin juga berarti ‘menjadikan masak’, masakan berarti ‘barang apa yang dimasak,
seperti lauk-pauk, makanan, dsb’, pemasak berarti ‘orang yang memasak’ mungkin juga berarti
‘alat untuk memasak’.
PERBANDINGAN MORFOLOGI DENGAN LEKSIKOLOGI
Morfologi dan Leksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi di antara
keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang
terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan
morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti
gramatis atau makna gramatikal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut :
Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain :
a)

Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong.

b)


Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong.

c)

Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong.

d)

Terluang; misalnya: waktu kosong.

e)

Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong.

Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‘menjadikan kosong’, pengosongan
‘perbuatan mengosongkan’, kekosongan ‘keadaan kosong’ atau ‘menderita sesuatu karena
kosong’.
kata kosong dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis
atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di

atas, sedangkan mengosongkan makna atau artinya ‘menjadikan atau membuat jadi kosong’.
Mengenai arti leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam
morfologi dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks
meN-kan.
Jadi kalo leksis itu menyatakan arti secara harafiah…sedangkan kalo morfologi, menyatakan arti
secara gramatikal, atau arti hasildari penambahan
Contoh lain yaitu selain kata rumah terdapat kata berumah. Kedua kata tersebut masing-masing
mempunyai arti leksikal, kata rumah berarti ‘bangunan untuk tempat tinggal’ dan kata berumah
berarti ‘mempunyai rumah’,’diam’,’tinggal’. Arti leksikal dan pemakaian kata tersebut
dibicarakan dalam leksikologi sedangkan dalam morfologi dibicarakan perubahan bentuknya,
dari rumah menjadi berumah, perubahan golongannya dari kata nominal menjadi kata verbal,
serta perubahan arti yang timbul sebagai akibat dari melekatnya afik ber- pada rumah ialah
timbulnya makna ‘mempunyai’,’memakai’ atau ‘mempergunakan’.
PERBANDINGAN MORFOLOGI DENGAN ETIMOLOGI
Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka
dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang
menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus.
Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk,
namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau yang
terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai terbentuk kata-kata

baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahan-perubahan itu disebabkan oleh
sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh
morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia di
samping dia, yang, dan –nya dan tuan di samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan
bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi
untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan
dipelajari oleh morfologi melaikan dipelajari oleh etimologi atau ilmu tentang asal-usul kata.

3) Morfologi (linguistik), ilmu tentang morfem-morfem dalam bahasa.
Morfologi (biologi), ilmu tentang bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan dan mencakup
bagian-bagiannya.
Geomorfologi, ilmu tentang batuan dan bentuk luar bumi.
Tentunya dalam makalah ini akan kita bahas masalah Morfologi ditinjau dari
segi linguistik.
4) Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan
morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar. Dalam proses morfologis ini
terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau
penggabungan.
A. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan.

Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal
maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Contoh:
-Berbaju
- Menemukan
- Ditemukan
- Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat
dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan
akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).

B. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian,

baik disertai

variasi fonem maupun tidak. Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayurmayur.
C. Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal. Contoh:
-Sapu tangan
-Rumah sakit

D. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular

plural

Foot

Feet

Mouse

mice

E. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru. Contoh: dalam
bahasa Inggris
Go

went

sing

sang

F. Modifikasi kosong

Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi
konsepnya saja yang berubah. Contoh: read- read-read.
5) Morfem, Morf, dan Alomorf
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan
suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga
memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem
/pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang
terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk
seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar,
dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan
morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua
morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama
untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah
nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari
morfem ber-. Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang
mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah
perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai
almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, memmen-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk
dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang
fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem
awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk
meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan
bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.

6) Klasifikasi Morfem

1.

Morfem tunggal dan kompleks

Morfem tunggal adalah satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi. Misalnya
satuan meN-, ber-, pohon, lihat, dan sebagainya. Sedangkan morfem kompleks adalah satuan yang
terdiri dari satuan-satuan yang lebih kecil. Misalnya satuan-satuan membeli, bersepatu, pohon-pohonan,
dan sebagainya.
2.

Morfem bebas dan terikat

Jenis morfem berdasarkan banyaknya alomorf yang menyatakannya, ada morfem yang beralomorf
satu, misalnya morfem di- dan ada morfem yang beralomorf lebih dari satu, misalnya morfem meN-,
peN-, dan ber-.
Hubungan formal bagian-bagian morfem dapat digolongkan menjadi morfem utuh dan terbagi. Morfem
utuh adalah morfem yang bagian-bagian pembentukannya bersambungan, misalnya ter-, per, pohon,
lihat, pun, dan sebagainya. Sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang bagian-bagian
pembentuknya tidak bersambungan. Misalnya morfem ke-an dalam satuan kemanusiaan. Ke-an itu
adalah satu morfem.
Morfem bebas adalah satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan yang biasa. Contohnya
pohon, jual, dan sebagainya. Sedangkan morfem terikat adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri
sendiri namun selalu terikat pada satuan lain. Contohnya morfem meN- terikat pada morfem jual,
morfem peN- terikat pada morfem didik, dan sebagainya.
Morfem terikat dapat dibedakan menjadi empat:
1. Morfem afiks, yaitu prefix (awalan) berkata, infiks (tengah) gerigi, sufiks (dibelakang) tulisi,
sirkumfik (di depan dan di belakang) kemanusiaan
2.

Klitik (ku, mu, nya) yang terdiri dari proklitik (di depan) kubeli dan enklitik (di belakang) rumahku

3.

Kata tugas

4. Pokok kata, misalnya juang, giur, cantum, aju, elak, genang, huni, imbang, jelma, jenak, kitar,
lancing, paut, alir, sandar, baca, ambil, jabat, main, rangkak.

7) Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)

Istilah morfem dasar digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi bentuk-bentuk seperti
{juang}, {kucing}, dan {sikat} adalah morfem dasar. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya
digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk ini
dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Istilah pangkal (stem)
digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif.
Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu
adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks derivisionalnya
ditanggalkan.

8) Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi atau peristiwa berubahnya
wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi (Abdul
Chaer, 2007:194).
Morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di dalamnya dipelajari
bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi.
Morfofonemik adalah perubahan fonem-fonem yang disebabkan oleh hubungan dua morfem atau lebih
serta pemberian tanda-randanya. Misalnya pemberian nasal
/m/ pada kata yang berawal /b/ contoh: meN- + baca membaca
/n/ di depan fonem /d/ contoh : meN- + datang mendatang
/ň/ di depan fonem /j/ contoh : meN- + jual meňjual
/ŋ/ di depan fonem /g/ contoh : meN- + gambar meŋgambar
(Samsuri,Analisis Bahasa,hlm.94)
Lain halnya M. Ramlan yang mendefinisikan morfofonemik sebagai perubahan-perubahan fonem yang
timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Misalnya morfem /ber/ yang terdiri dari
fonem /b, ə, r/ bila bertemu dengan fonem /ajar/ fonem /r/ berubah menjadi /l/ sehingga morfemnya
menjadi /belajar/.
Di samping kedua pendapat di atas, Harimurti juga memberikan satu definisi lain tentang morfofonemik.
Morfofonemik adalah subsitem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di dalamnya dipelajari
morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi. Sedangkan yang dimaksud dengan proses morfofonemik
adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Dari pendapat
tersebut morfofonemik yang diungkapkan oleh Samsuri dan Ramlan merupakan bagian dari sebuah
proses yang disebut dengan proses morfofonem