Keabsahan Perkawinan Antara Pria Dan Wan
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Desember 2015
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
JURNAL MORALITY
ISSN 2303-0119
Volume 2, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 87 - 241
Terbit Dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari
hasil penelitian dibidang ilmu hukum. Artikel telaah (review article) dimuat atas undangan.
ISSN 2303-0119.
Penanggung Jawab :
Dr. H. Maharidiawan Putra, SH.,MH
Ketua Penyunting :
Ana Suheri, SH.,MH
Penyunting/Editor :
Rosmawiah, SH.,MH
Mahdi Surya Apriliansyah, SH.,MH
Satriya Nugraha, SH.,M.Hum
Yandi Ugang, SH.,M.Hum
Endrawati, SH.,MH
Sekretariat Redaksi :
Novaria Marissa, ST.,S.Pd.,M.Pd
Alamat Penyunting dan Tata Usaha : Universitas PGRI Palangka Raya Ruang Pengelola
Jurnal Morality, Jln. Hiu Putih, Tjilik Riwut Km. 7, Telp. (0536) 3213453, E-mail :
novariamarissa@gmail.com
JURNAL MORALITY diterbitkan sejak November 2012 oleh Universitas PGRI Palangka
Raya dengan nama “ MORALITY “ ( No. ISSN 2303-0119 )
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain.
Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi satu setengah tidak boleh lebih 20 halaman,
dengan format tercantum pada halaman belakang ( “ Petunjuk bagi Calon Penulis Jurnal
Morality “ ). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah,
dan tata cara lainnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
JURNAL MORALITY
ISSN 2303-0119
Volume 2, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 87 - 241
DAFTAR ISI
Halaman
Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Akibat Penarikan Barang Jaminan Dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Rudyanti Dorotea Tobing ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
87 - 106
Hak Waris Anak Dalam Perkawinan Campuran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Darwis L. Rampay ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
107 - 121
Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Dekie GG Kasenda ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
122 - 141
Alih Fungsi Lahan Hutan Untuk Perkebunan Perspektif Kebijakan
Devrayno ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
142 - 157
Penyelesaian Sengketa Harta Gono-Gini Dilihat Dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
Ana Suheri ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
158 - 174
Keabsahan Perkawinan Antara Pria Dan Wanita Yang Tidak Memenuhi Ketentuan
Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Satriya Nugraha ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
175 - 192
Kelumpuhan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Di Indonesia
Eny Susilowati ( FISIPOL Universitas PGRI Palangka Raya )
193 - 206
Perbuatan Eigen Righting (Main Hakim Sendiri)
Dalam Perspektif Hukum Pidana
Kiki Kristanto ( Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya )
207 - 222
Strategi Peningkatan Pendapatan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Yandi Ugang ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
223 - 229
Keberadaan Tanah Adat Dan Tanah Negara Bagi Kepentingan Masyarakat
Maharidiawan Putra ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
230 - 241
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA YANG
TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Oleh: Satriya Nugraha
Dosen Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya
E-mail: nugraha.str@gmail.com
Abstrak: Perkawinan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan
wanita, yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan
hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang bahagia dan kekal. Dalam
mencapai tujuan tersebut, keabsahan sebuah perkawinan sangatlah penting
khususnya dalam hal batas umur perkawinan sesuai dengan hukum positif yang
berlaku. Berdasar kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan perkawinan
yang tidak memenuhi ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 khususnya dalam hal pembatasan usia perkawinan. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif.
Kata Kunci: Keabsahan, Batas Umur Perkawinan, Perkawinan.
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia
mungkin.
Usaha-usaha
Tuhan
tersebut tentu saja dapat berupa usaha
disamping untuk mengabdi kepada-
pembatasan kelahiran, menjarangkan
Nya, juga untuk mengelola bumi
kehamilan dan
seisinya. Masa hidup manusia yang
pentingnya adalah pembatasan usia
terbatas dapat dipecahkan dengan
perkawinan.
adanya
diciptakan
seminimal
hasrat
keturunan
untuk
melalui
Perkawinan
meneruskan
perkawinan.
yang tidak kalah
aktivitas
yang
merupakan
mempunyai
tujuan
Manusia merupakan mahluk hidup
membentuk keluarga (rumah tangga)
yang
yang bahagia dan kekal. Penentuan
lebih
sempurna
dibanding
mahluk hidup yang lain. Dengan
batas
kelebihan yang ada pada manusia
penting
tersebut, untuk digunakan mencapai
menghendaki kematangan biologis dan
kesejahteraan manusia itu sendiri.
psikologis
Untuk mencapai kesejahteraan
dalam
penduduk
Tahun
harus
dibatasi
perkawinan
karena
juga
sangatlah
perkawinan
kematangan
Undang-Undang
1974
Nomor
memang
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
jiwa
raganya. Aturan-aturan yang terdapat
umat manusia, maka pertambahan
juga
umur
1
banyak
175
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
menimbulkan persoalan yang rumit,
pengadilan Agama atau pejabat yang
paling tidak keadaan tertentu yang
ditunjuk
dianggap
pihak”.40
sebagai
masalah-masalah
darurat yang harus benar-benar diteliti
secara cermat.
kedua
orang
tua
belah
Penentuan batas umur menurut
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Dengan
diundangkannya
Nomor Tahun 1974 ini dimaksudkan
tentang pembatasan usia perkawinan
untuk
pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
perkawinan dibawah umur. Disamping
1974 Pasal 7 ayat (1) yang dinyatakan
itu
bahwa “perkawinan hanya diijinkan
(sehubung dengan kematangan fisik)
jika pria sudah mencapai 19 tahun dan
dan
wanita 16 tahun, Pemberian dispensasi
kependudukan
perkawinan diperlukan jika terjadi
kesuburan). Jika terjadi perceraian
penyimpangan pada Pasal 7 ayat (1)
juga dimungkinkan akan dipersukar
Undang-Undang
yaitu harus ada alasan tertentu yang
1974,
dapat
perkawinan
Nomor
meminta
dari
1
Tahun
dispensasi
pengadilan
mencegah
untuk
terjadinya
mengurangi
untuk
perceraian
menunjang
program
(mengurangi
masa
dilakukan dimuka pengadilan.41
Untuk mencapai maksud di
atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh orang
atas
tua kedua belah pihak”.
ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1)
pelaksanaan
perkawinan
banyak
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dijumpai dalam masyarakat, kasus usia
yaitu perkawinan dilakukan jika pria
perkawinan muda sehingga ada suatu
mencapai 19 tahun dan wanita 16
permasalahan
tahun
Kenyataannya
tentang
perkawinan
dan
keduanya
harus
yang belum sesuai dengan yang
mendapatkan izin dari kedua orang tua
digariskan
karena belum mencapai usia 21 tahun.
dalam
Undang-Undang
Apabila belum mencapai usia
Nomor 1 Tahun 1974, misalnya :
penyimpangan
yang
terjadi
pada
ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-
seperti tersebut di atas, diperlukan
dispensasi
dari
Pengadilan
atau
Undang Nomor Tahun 1974, apabila
“seorang calon suami 16 tahun dan
wanita
15
tahun
melangsungkan
perkawinan
mendapatkan
dispensasi
hendak
harus
dari
40
R. Badri, Perkawinan Menurut
Undang-Undang
Perkawinan
dan
KUHPerdata, Penerbit Amin, Surabaya,
Tanpa Tahun Terbit, Hal 179
41
H.A. Mukti Fajar, Tentang dan Sekitar
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
Malang, 1983, Hal 10
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
176
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
pejabat lain yang ditunjuk kedua orang
sebagaimana
tua dari pihak laki-laki dan wanita.
Abdulkadir Muhammad, yaitu :
Baik
pasal
tersebut
maupun
penjelasannya tidak menyebut hal apa
yang dapat dijadikan dasar bagi suatu
alasan
yang
penting,
umpamanya
keperluan yang mendesak. Jika orang
tua tidak memberikan izin untuk
melaksanakan
perkawinan,
maka
pengadilan dapat memberikan izin
tersebut berdasarkan permintaan orang
yang melangsungkan perkawinan.42
Untuk
itu
harus dicegah adanya
perkawinan di bawah umur.
Perkawinan Dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974.
Menurut
Pasal
1
undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 ,
Perkawinan ialah : “Ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga), yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Dari
pengertian
di
atas,
mengandung makna terutama pada
kalimat “ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami
istri”.
Hal
tersebut
dapat
dijelaskan
oleh
Ikatan lahir adalah hubungan
formal yang dapat dilihat karena
dibentuk menurut undang-undang,
hubungan mana mengikat kedua
pihak dan pihak lain dalam
masyarakat. Ikatan batin adalah
hubungan tidak formal yang
dibentuk dengan kemauan bersama
yang sungguh-sungguh, yang
mengikat kedua pihak saja.
Antara seorang pria dan seorang
wanita, artinya dalam satu masa
ikatan lahir batin itu hanya terjadi
antara seorang pria dan seorang
wanita saja. Seorang pria artinya
seorang yang berjenis kelamin
pria, sedangkan seorang wanita
artinya seorang yang berjenis
kelamin wanita. Jenis kelamin ini
adalah kodrat (karunia Tuhan),
bukan bentukan manusia.
Suami istri adalah fungsi masingmasing pihak sebagai akibat dari
adanya ikatan lahir batin. Tidak
ada ikatan lahir batin berarti tidak
pula ada fungsi sebagai suami
istri.43
Selanjutnya dalam hidup bersama
ikatan batin ini tercermin dari
adanya kerukunan suami istri yang
bersangkutan. Terjalinnya ikatan
lahir dan ikatan batin merupakan
dasar utama dalam membentuk
dan membina keluarga yang
bahagia dan kekal.44
Menurut
Riduan
Syahrani
terkait
dengan rumusan perkawinan di atas,
menjelaskan :
dilihat
43
42
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan
Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,
Cet-IV, 1976, Hal 26.
Abdulkadir
Muhammad,
Hukum
Perdata Indonesia, Penerbit Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, Hal 74.
44
Ibid, Hal 16.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
177
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
“Rumusan perkawinan di atas ini
merupakan rumusan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
yang dituangkan dalam Pasal 1.
dengan penjelasannya : “Sebagai
negara
yang
berdasarkan
Pancasila, dimana sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang
Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan agama/kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja
mempunyai unsur lahir/jasmani,
tetapi unsur batin/rohani juga
mempunyai
peranan
yang
45
penting…..”.
Menurut ketentuan Pasal 1
dibubarkan menurut kehendak pihakpihak.
Perkawinan
berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya
perkawinan tidak terjadi begitu saja
menurut
kemauan
pihak-pihak,
melainkan sebagai karunia Tuhan
kepada
manusia
beradab.
sebagai
Karena
itu
mahluk
perkawinan
dilakukan secara berkeadaban pula,
sesuai dengan ajaran agama yang
diturunkan Tuhan kepada manusia.
Setiap perkawinan pasti ada
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tujuan Perkawinan ialah “membentuk
tujuan.
keluarga/rumah tangga yang bahagia
Muhammad, menjelaskan bahwa :
dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang
maha
Esa”.
Membentuk
keluarga artinya kesatuan masyarakat
kecil yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak. Membentuk rumah tangga
artinya membentuk kesatuan kesatuan
hubungan suami istri dalam satu
wadah yang disebut rumah kediaman
bersama.
Bahagia
artinya
ada
kerukunan dalam hubungan antara
suami dan istri, atau antara suami,
istri, dan anak-anak dalam rumah
tangga. Kekal artinya berlangsung
terus-menerus seumur hidup dan tidak
boleh diputuskan begitu saja atau
Menurut
Abdulkadir
“Tujuan ini tersimpul dalam fungsi
suami istri. Tidak mungkin ada
suami istri tanpa mengandung
suatu tujuan. Tujuan ini dalam
Undang-Undang
Perkawinan
dirumuskan dengan jelas yaitu
membentuk
keluarga/rumah
tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam kenyataannya,
berdasarkan pengamatan, tujuan
perkawinan itu banyak juga
tercapai secara tidak
utuh.
Tercapainya itu baru mengenai
pembentukan
keluarga
atau
pembentukan
rumah
tangga,
karena dapat diukur secara
kuantitatif, sedangkan predikat
bahagia dan kekal belum, bahkan
tidak tercapai sama sekali. Hal ini
terbukti dari banyaknya terjadi
perceraian.”46
45
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan
Asas-asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni,
Bandung, 2000, Hal 66.
46
Abdulkadir Muhammad, Loc. Cit.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
178
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
Sebuah Perkawinan dianggap sah jika
2.
Seorang yang belum mencapai
diselenggarakan :
umur 21 tahun harus mendapat
1. Menurut hukum masing-masing
ijin
agama dan kepercayaan;
dari
orang
tuanya.
Sedangkan menyimpang dari
2. Secara tertib menurut hukum
umur-umur
tersebut,
dapat
dispensasi
dari
Syari’ah (bagi yang bergama
meminta
Islam);
pengadilan atau pejabat lain
3. Dicatat
menurut
perundang-
yang ditunjuk oleh kedua orang
undangan dengan dihadiri oleh
tua pihak perempuan maupun
pegawai pencatat nikah.
pihak lelaki.
Untuk orang Tionghoa dari
Ketentuan ini adalah untuk
agama apapun, juga untuk orang
mencegah
Indonesia yang beragama Kristen,
perkawinan
pencatatan dilakukan oleh pegawai
masih di bawah umur. Sehingga
pencatat nikah dari kantor catatan sipil
oleh karena itu perkawinan
setempat sedangkan orang-orang yang
gantung yang dikenal dalam
beragama Islam pencatatan dilakukan
masyarakat adat pun juga tidak
oleh pegawai pencatat nikah, talak dan
diperkenankan lagi.47
rujuk dari kantor urusan agama.
Dalam
Disamping
terjadinya
anak-anak
yang
undang-undang
ketentuan-
ditentukan untuk pihak pria
ketentuan
hukum
masing-masing
sudah mencapai umur 19 tahun,
agamanya
dan
kepercayaan
dan untuk pihak perempuan
sebagaimana
disebutkan
Undang-Undang
di
atas,
sudah mencapai 16 tahun. Tiap-
Perkawinan
tiap negara dapat menentukan
menentukan syarat-syarat perkawinan,
batas umur untuk kawin.
sebagai berikut :
Ketentuan
1.
itu
menegaskan
Perkawinan harus didasarkan
bahwa
atas persetujuan kedua calon
berumur 21 tahun ke atas tidak
mempelai.
memerlukan ijin dari orang
perkawinan
Jadi,
ada
dalam
kebebasan
bagi
mereka
yang
tuanya.
kehendak dan dihindari adanya
unsur paksaan.
47
Hakim, Hukum Perkawinan, Penerbit
Elemen, Bandung, 1974, Hal 7.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
179
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
3.
Desember 2015
Jika salah satu dari kedua orang
masing agama dan kepercayaan
tua meninggal dunia atau tidak
tidak menentukan lain.
mampu
menyatakan
kehendaknya,
ijin
cukup
sebagai
mampu
perkawinan yang sah ialah timbul
menyatakan
hubungan hukum, yaitu :
Jika kedua orang tua meninggal
atau
tidak
1. Hubungan hukum antara suami
mampu
dan istri
menyatakan kehendaknya ijin
Dalam hubungan hukum antara
diperoleh dari wali orang yang
suami dan istri tersimpul hak
memelihara atau keluarga yang
dan kewajiban masing-masing
mempunyai
pihak dalam fungsi sebagai
hubungan
darah
dalam garis keturunan lurus ke
suami dan fungsi sebagai istri.
atas selama mereka masih hidup
Yang dimaksud dengan hak
dan
adalah sesuatu yang merupakan
dalam
keadaan
dapat
menyatakan kehendaknya.
milik atau dapat dimiliki oleh
Dalam hal terdapat perbedaan
suami atau istri yang timbul
pendapat diantara mereka atau
karena
jika seorang atau lebih diantara
Sedangkan
mereka
dengan
tidak
menyatakan
perkawinannya.
yang
dimaksud
kewajiban
adalah
pendapatnya, maka pengadilan
sesuatu yang harus dilakukan
dalam daerah hukum tempat
atau diadakan oleh suami atau
tinggal
istri untuk memenuhi hak dari
orang
yang
akan
pihak yang lain.48
melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut dapat
memberikan ijin setelah lebih
Hak
suami
dan
istri
tersebut adalah :
dahulu mendengar orang-orang
6.
dinyatakan
perkawinan yang sah. Akibat adanya
dunia
5.
syarat-syarat
diperoleh dari orang tua yang
kehendaknya.
4.
Perkawinan yang memenuhi
a.
Suami dan istri mempunyai
yang disebutkan di atas.
hak dan kedudukan yang
Hal-hal yang disebutkan dari
seimbang dalam kehidupan
poin 1 sampai dengan 5, berlaku
rumah tangga dan pergaulan
sepanjang
hukum
masing-
48
Sumiati MG, Hukum Perkawinan
Dalam Islam, (Tanpa Penerbit), Yogyakarta,
1980, Hal 96.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
180
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
hidup
b.
dalam
Desember 2015
masyarakat
memberi bantuan lahir batin
Undang Perkawinan).
antara satu sama lain (Pasal
Suami dan istri sama-sama
33
berhak
Perkawinan)
ayat
melakukan
(2)
d.
Undang-Undang
istri
wajib
anak-anak
Suami dan istri sama-sama
sampai anak-anak itu dapat
mempunyai
kesempatan
berdiri sendiri atau kawin
untuk
(Pasal 45 Undang-Undang
sama
melalaikan
kewajibannya
(Pasal 34 ayat (3) Undang-
Kewajiban dan kedudukan
suami dan istri, yaitu :
a.
Undang Perkawinan).
Sedangkan
kewajiban
suami
wajib
melindungi
hidup
berumah
tangga
sesuai dengan kemampuan
dan
berkewajiban
Suami
istri dan memberi nafkah
dan istri adalah :
Suami
sebaik-baiknya
Perkawinan).
pengadilan apabila ada yang
istri
(Pasal 34 ayat (1) Undang-
luhur
menegakkan rumah tangga
Undang Perkawinan)
b.
Istri wajib mengatur urusan
yang menjadi sendi dasar
rumah
susunan masyarakat (Pasal
baiknya (Pasal 34 ayat (2)
30
Undang-Undang
Undang-Undang
Perkawinan)
c.
dan
memelihara dan mendidik
mengajukan gugatan kepada
b.
Suami
Undang-Undang
Perkawinan).
yang
a.
setia,
(Pasal 31 ayat (1) Undang-
perbuatan hukum (pasal 31
c.
menghormati,
tangga
sebaik-
Perkawinan)
Suami dan istri mempunyai
c.
Suami
berkedudukan
tempat kediaman yang tetap
sebagai kepala keluarga dan
dan ditentukan oleh suami
istri
istri
tangga (Pasal 31 ayat (3)
bersama
(Pasal
32
sebagai
ibu
Undang-Undang
Undang-Undang
Perkawinan)
Perkawinan).
rumah
Suami dan istri wajib saling
mencintai,
hormat-
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
181
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
2.
Desember 2015
Hubungan hukum antara orang
perkawinan. Dalam hal
tua dan anak
ini, istri hamil setelah
Salah satu akibat perkawinan
perkawinan
antara suami dan istri ialah
dilangsungkan, kemudian
lahirnya
terjadi
anak.
Anak
yang
perceraian
atau
dilahirkan itu disebut anak sah.
kematian suami. Setelah
Jika
terjadi peristiwa itu, istri
ada anak
sah,
maka
tentunya ada pula anak tidak
baru melahirkan anak.
sah. Tetapi dalam pembahasan
Akibat hukum dari kelahiran
kali ini hanya akan dimuat
anak sah ini ialah timbulnya
akibat
hubungan
perkawinan
dengan
hukum
antara
lahirnya anak yang sah.
orang tua dan anak. Dalam
Anak sah diatur dalam Pasal 42
hubungan hukum tersebut,
Undang-Undang
orang tua mempunyai hak
Menurut
Perkawinan.
ketentuan
pasal
dan
kewajiban
terhadap
tersebut ada dua macam anak
anaknya dan sebaliknya anak
sah, yaitu:
mempunyai
hak
dan
kewajiban
terhadap
orang
dalam perkawinan, ada
tua.
dan
dua kemungkinannya :
orang tua terhadap anak ini
- Setelah
lazim
a. Anak
yang
dilahirkan
perkawinan
dilangsungkan,
istri
Hak
kewajiban
disebut
kekuasaan
orang tua.
baru hamil kemudian
Kekuasaan
melahirkan anak;
terhadap anak berlangsung
- Sebelum perkawinan
hingga anak itu mencapai
dilangsungkan,
sudah
umur 18 tahun atau anak itu
lebih
kawin, atau ada pencabutan
sesudah
kekuasaan orang tua oleh
dilangsungkan
pengadilan (Pasal 47 ayat 1
perkawinan,
istri
melahirkan anak.
b. Anak
sebagai
yang
dilahirkan
Undang-Undang
Perkawinan).
Kekuasaan
orang tua meliputi :
akibat
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
tua
istri
hamil
dahulu,
orang
182
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
a. Kekuasaan
Desember 2015
terhadap
pribadi anak, tersimpul
dalam Pasal 45 ayat (1)
Undang-Undang
mengarahkan perbuatan
anak untuk kebaikan.
c. Kekuasaan
harta
Perkawinan
yang
terhadap
benda
tersimpul dalam Pasal 48
berbunyi : “kedua orang
Undang-Undang
tua wajib memelihara dan
Perkawinan,
mendidik
mengurus,
anak-anak
anak,
meliputi
menyimpan,
mereka sebaik-baiknya”.
membelanjakan
Kekuasaan ini meliputi
anak untuk kepentingan
antara lain nafkah, tempat
anak sebelum ia berumur
tinggal,
18 tahun, atau sebelum ia
pendidikan,
pengarahan
masa
kehidupan
depan
kawin.
harta
Dengan
anak,
pembatasan tidak boleh
menetapkan perkawinan
memindahkan hak atau
anak,
menggadaikan
b. Kekuasaan
terhadap
barang-
barang tetap milik anak.
perbuatan anak, tersimpul
Apabila orang tua sangat
dalam Pasal 47 ayat (2)
melalaikan
Undang-Undang
terhadap anak-anaknya, atau
Perkawinan
yang
berkelakuan
kewajibannya
buruk
sekali,
berbunyi : “orang tua
maka salah satu atau kedua-
mewakili anak tersebut
duanya
mengenai
dicabut
perbuatan
segala
tua
dapat
kekuasaannya
di
terhadap seorang anak atau
luar
lebih untuk waktu tertentu.
pengadilan”. Kekuasaan
Yang mengajukan permintaan
ini meliputi perbuatan
pencabutan itu adalah : (Pasal
hukum di dalam dan di
49 ayat (1) Undang-Undang
luar Pengadilan, akibat
Perkawinan).
dalam
dan
hukum
orang
di
hukum yang timbul dari
perbuatan
anak,
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
183
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
a. Orang tua, apabila salah
anaknya, anak ditaruh
di
satunya dimintakan
bawah perwalian, kekuasaan
pencabutan;
orang tua akan timbul lagi,
b. Keluarga anak dalam
apabila
garis lurus ke atas ;
alasan
pencabutan
sudah hilang/lenyap.
c. Saudara kandung yang
telah dewasa;
Sekarang, apakah kewajiban
anak terhadap orang tua?
d. Pejabat yang berwenang.
Menurut ketentuan Pasal 46
Permintaan
Undang-Undang Perkawinan,
pencabutan
kekuasaan orang tua diajukan
anak
wajib
kepada
orang
tua
Pengadilan
yang
daerah
Negeri
menghormati
dan
mentaati
hukumnya
kehendak mereka yang baik.
meliputi tempat tinggal orang
Jika anak telah dewasa, ia
tua
bersangkutan.
wajib memelihara menurut
Dalam pengertian kekuasaan
kemampuannya orang tua
ini, tidak termasuk kekuasaan
dan keluarga dalam garis
wali
Meskipun
lurus ke atas, bila mereka
kekuasaan orang tua dicabut,
itu memerlukan bantuannya.
yang
nikah.
mereka
masih
tetap
3. Harta
benda
dalam
berkewajiban untuk memberi
perkawinan
biaya pemeliharaan kepada
Mengenai harta benda dalam
anak
perkawinan,
yang
bersangkutan
(Pasal 49 ayat (2) Undang-
dalam
Undang
Undang
Perkawinan).
Mengenai
apa
pengertian
"sangat
melalaikan
jiban"
dan
kewa-
yang
Pasal
Undang
Perkawinan
dibedakan
menjadi
tiga
macam, yaitu :
"berkelakuan
a. Harta
buruk sekali", terserah kepada
harta
pertimbangan
diperoleh
Hakim
35
diatur
bersama,
yaitu
benda
yang
selama
Pengadilan Negeri.
perkawinan;
Akibat pencabutan kekuasaan
Harta bersama dikuasai
orang tua ialah orang tua
oleh
kehilangan kekuasaan atas
Suami atau istri dapat
suami
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
dan
istri.
184
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
bertindak terhadap harta
penguasaan
bersama atas persetujuan
sama,
kedua belah pihak (Pasal
bersama
36
perkawinan. Karena ada
ayat
(1)
Undang
Undang-
Perkawinan).
harta
yang
diperoleh
selama
kecenderungan
Terhadap harta bersama
pembagiannya yang tidak
suami
istri
sama,
dan
mengecilkan
dan
mempunyai
kewajiban
hak
yang
sama.
Menurut ketentuan Pasal
37
Undang-Undang
Perkawinan,
apabila
yang
akan
hak
istri
atas harta bersama.
b. Harta bawaan, yaitu harta
benda yang dibawa oleh
masing-masing
suami
perkawinan putus karena
dan istri ketika terjadi
perceraian, harta bersama
perkawinan;
diatur menurut hukumnya
Harta bawaan dikuasai
masing-masing.
oleh
Yang
dimaksud
"hukumnya"
masing
adalah
masing-masing
dengan
pemiliknya, yaitu suami
masing-
atau istri. Masing-masing
hukum
suami atau istri berhak
agama, hukum adat, dan
sepenuhnya
hukum-hukum lain.
melakukan
Dengan
demikian,
hukum mengenai harta
apabila terjadi perceraian,
bendanya (Pasal 36 ayat
harta
(2)
bersama
dibagi
untuk
perbuatan
Undang-Undang
berdasarkan hukum yang
Perkawinan).
telah berlaku sebelumnya
apabila pihak suami dan
bagi suami istri, yaitu
istri
hukum agama, hukum
misalnya dengan perjan-
adat, hukum B.W. dan
jian perkawinan, maka
lain-lain.
Ketentuan
penguasaan harta bawaan
semacam
ini
dilakukan sesuai dengan
kemungkinan
akan
mengaburkan
arti
isi
menentukan
perjanjian
Tetapi
lain,
itu.
Demikian juga apabila
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
ber-
185
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
terjadi perceraian, harta
perolehan dikuasai dan
bawaan
dikuasai
dan
dibawa
dibawa
masing-masing
masing
oleh
pemiliknya,
pemiliknya, kecuali jika
kecuali jika ditentukan
ditentukan
lain
lain
dalam
perjanjian perkawinan.
c. Harta perolehan,
harta
yaitu
benda
yang
suami dan istri sebagai
hadiah atau warisan.
Harta perolehan masingmasing
pada
dasarnya
penguasaannya
seperti
harta
sama
bawaan.
Perhatikan
uraian
mengenai harta bawaan.
Masing-masing
atau
suami
istri
berhak
sepenuhnya
untuk
melakukan
perbuatan
hukum mengenai harta
perolehannya.
Apabila
pihak suami dan istri
menentukan
lain
misalnya
dengan
perjanjian
perkawinan,
maka penguasaan harta
perolehan
dilakukan
sesuai
dengan
perjanjian.
juga
jika
perceraian,
dalam
perjanjian
perkawinan.
diperoleh masing-masing
isi
Demikian
terjadi
harta
Keabsahan Perkawinan Antara Pria
Dan Wanita Yang Tidak Memenuhi
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UndangUndang Perkawinan.
Dalam Pasal 7 ayat (1) UndangUndang Perkawinan disebutkan bahwa
perkawinan hanya diijinkan jika pihak
pria
sudah
mencapai
umur
19
(sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun, sedangkan ayat
(2)
merupakan
penyimpangan
terhadap ayat (1) yang berbunyi
“Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak
wanita.
Dari isi pasal ini, jelas bahwa
perkawinan yang dilakukan apabila
kedua
calon
mencapai
mempelainya
umur
yang
belum
disyaratkan
harus terlebih dahulu mendapatkan
dispensasi melalui pengadilan atau
pejabat lain oleh para pihak yang
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
masing-
186
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
berkepentingan di dalamnya. Dan
halangan
apabila
tetap
Undang-Undang. Selain meneliti hal-
mendapatkan
hal tersebut, pegawai pencatat meneliti
perkawinannya
dilangsungkan
tanpa
dispensasi dari pengadilan atau pejabat
lain
maka
menurut
pula:
tersebut
1. Kutipan akta kelahiran atau surat
keabsahannya,
lahir calon mempelai. Dalam hal
perkawinan
dipertanyakan
perkawinan
telah
ini tidak ada akta kelahiran atau
mendapat izin dari kedua orangtua
surat kenal lahir dapat digunakan
seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6
surat
ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
menyatakan umur dan asal calon
Setidak-tidaknya,
tidak
mempelai yang diberikan oleh
dispensasi
pengadilan
walaupun
kedua
mempelai
dari
adanya
ini
keterangan
yang
kepala desa atau yang setingkat
berdampak
dapat
dibatalkannya
dengan itu;
perkawinan
tersebut.
Sebagaimana
2. Keterangan
mengenai
nama,
dijelaskan oleh Sudarsono, bahwa:
agama/kepercayaan,
Keberadaan dispensasi dari pengadilan
dan tempat tinggal orang tua
bagi
calon mempelai;
mereka
melangsungkan
yang
hendak
perkawinan
tetapi
3. Izin
pekerjaan
tertulis/izin
pengadilan
belum mencapai umur maksimum,
sebagai dimaksud dalam Pasal 6
sangat penting keberadaannya. Sebab,
ayat 2, 3, 4 dan 5 Undang-
hal tersebut menjadi salah satu syarat
Undang
yang harus disertakan dalam rangka
salah seorang calon mempelai
pemberitahuan
atau keduanya belum mencapai
kehendak
melangsungkan perkawinan kepada
pegawai pencatat.49
Dalam
apabila
umur 21 tahun;
4. Izin
Undang-Undang
Perkawinan,
pengadilan
sebagai
dimaksud
Pasal
Perkawinan pegawai pencatat yang
Undang,
dalam
menerima pemberitahuan kehendak
mempelai adalah seorang suami
melangsungkan perkawinan, meneliti
yang masih mempunyai istri;
apakah syarat-syarat perkawinan telah
dipenuhi dan apakah tidak terdapat
49
Sudarsono, Hukum Perkawinan
Nasional,Rineka Cipta Cet. III,Jakarta,2005,
Hal 106.
5. Dispensasi
4
hal
calon
pengadilan/pejabat
sebagaimana dimaksud Pasal 7
ayat (2) Undang-Undang ini;
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
Undang-
187
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
6. Surat kematian istri atau suami
Memperhatikan
syarat-syarat
yang terdahulu atau dalam hal
pemberitahuan
perceraian,
melangsungkan perkawinan di atas,
bagi
perkawinan
kehendak
untuk kedua kalinya atau lebih;
nyata
menurut penjelasan disebutkan
pengadilan/pejabat yang berwenang
bahwa : surat kematian diberikan
bagi calon mempelai yang belum
oleh Lurah atau Kepala Desa
cukup umur mutlak sangat diperlukan,
yang meliputi wilayah tempat
sebagaimana terdapat pada poin 3 dan
kediaman
poin 5 di atas.
suami
atau
istri
bahwa
terdahulu;
Kalaupun
7. Izin tertulis dari pejabat yang
ditunjuk
oleh
satu
keduanya
perkawinan
telah
sebagaimana
yang
telah diuraikan di atas keabsahan
apabila
perkawinannya diragukan. Untuk itu,
mempelai
anggota
dilangsungkan,
dari
Menteri
HANKAM/PANGAB,
salah
dispensasi
atau
Angkatan
undang-undang
perkawinan
melakukan pembatalan perkawinan.
Bersenjata;
Menurut
8. Surat kuasa otentik atau di
dapat
undang-undang
perkawinan,
pada
prinsipnya
bawah tangan yang disahkan
perkawinan dapat dibatalkan, apabila
oleh pegawai pencatat, apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-
salah seorang calon mempelai
syarat
atau keduanya tidak dapat hadir
perkawinan. Hal ini diatur didalam
sendiri karena sesuatu alasan
Pasal 22, sedangkan yang
yang
mengajukan pembatalan perkawinan
penting,
sehingga
mewakilkan pada orang lain
Apabila
penelitian
perkawinan
ternyata
dari
untuk
melangsungkan
dapat
yaitu diatur dalam Pasal 23 Undanghasil
terdapat
halangan
sebagimana
dimaksud
Undang Perkawinan terdiri dari :
1. Para
keluarga
dalam
garis
keturunan terus ke atas dari
undang-undang ini dan atau belum
suami atau istri;
dipenuhinya persyaratan tersebut di
2. Suami atau istri;
atas, keadaan itu segera diberitahukan
3. Pejabat yang berwenang hanya
kepada calon mempelai atau kepada
selama
orang tua.
diputuskan;
perkawinan
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
belum
188
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
4. Pejabat
yang
yang
Desember 2015
ditunjuk
Dalam hal batas umur, undang-
tersebut ayat 2 Pasal 16 Undang-
undang
Undang ini dan setiap orang
jejaka yang belum mencapai
yang mempunyai kepentingan
umur genap delapan belas tahun,
hukum secara langsung terhadap
seperti pun seorang gadis yang
perkawinan
belum mencapai umur genap
tersebut,
tetapi
menentukan
seorang
hanya setelah perkawinan itu
lima
putus.
diperbolehkan mengikat dirinya
Begitu
pula
tahun,
tak
Hukum
dalam perkawinan. Semantara
Perdata, perkawinan antara pria dan
itu, dalam hal adanya alasan-
wanita yang belum mencapai umur
alasan
yang disyaratkan oleh undang-undang
berkuasa mentiadakan larangan
serta tidak adanya dispensasi dari
ini
pengadilan
dispensasi.
atau
dalam
belas
pejabat
yang
berwenang, maka perkawinan tersebut
dapat
dibatalkan.
Dalam
hukum
perdata pada prinsipnya perkawinan
penting,
dengan
yang ditentukan undang-undang;
6. Karena
tidak
perizinan
orang-orang
undang-undang;
Pembatalan
Pada
tertentu harus berdasarkan keadaan
undang
tertentu
pembatalan
dengan
peraturan
memenuhi
yang
tersebut yang dilakukan oleh orang
sesuai
memberikan
5. Pelanggaran terhadap larangan
dapat dituntut pembatalannya oleh
tertentu.
presiden
ditentukan
hakekatnya
Undang-
mengatur
adanya
perkawinan
yang
perundangan yang pada garis besarnya
berkaitan dengan
karena alasan:
sesuai dengan ketentuan undang-
1. Pelanggaran
atas
asas
monogami;
2. Salah satu pihak tidak memiliki
kebebasan didalam kata sepakat;
3. Suami atau istri berada dibawah
pengampuan;
4. Belum mencapai umur yang
ditentukan undang-undang;
ijin
kawin
undang yang pada prinsifnya
adalah
untuk
mengikat
dalam
perkawinan
diri
anak-anak
kawin yang belum dewasa harus
memperoleh
ijin
dari
kedua
orang tua mereka.
Jika hanya satu saja di antara
mereka memberikan ijinnya, dan
orang tua yang lain di pecat dari
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
189
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
kekuasaan
orang
tua
Desember 2015
atau
melangsungkan
perkawinan,
perwalian atas diri sang anak,
maka perkawinannya tersebut
maka Pengadilan Negeri, yang
belum dapat dikatakan sah dari
mana dalam daerah hukumnya
aspek hukum positif (Undang-
anak itu mempunyaai tempat
Undang Nomor 1 Tahun 1974),
tinggalnya,
permintaan
hal ini dikarenakan salah satu
anak, berkuasa memberikan ijin
syarat yakni dispensasi (Pasal 7
untuk kawin, setelah mendengar
ayat (2)) tidak dipenuhi oleh
atau memanggil dengan syah
kedua
mereka para keluarga sedarah
berakibat
dan semenda. Jika satu di antara
dibatalkannya
kedua orang tua telah meninggal
tersebut
dunia, atau dalam keadaan tak
Undang Nomor 1 Tahun 1974 :
mampu
“Perkawinan dapat dibatalkan,
atas
menyatakan
calon
mempelai
hukum
dan
dapat
perkawinan
(Pasal
22
Undang-
kehendaknya, maka ijin cukup
apabila
diperoleh dari orang tua yang
memenuhi syarat-syarat untuk
lain (Pasal 35 Kitab Undang-
melaksungkan perkawinan.
Undang Hukum Perdata).
Dengan kata lain, perkawinannya
para
pihak
tidak
7. Perkawinan dilaksanakan tidak
bisa sah menurut agama tetapi
didepan pejabat yang berwenang
tidak sah menurut hukum karena
menurut undang-undang.
tidak sesuai dengan ketentuan
Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang
No 1 Tahun 1974.
SIMPULAN
Keabsahan perkawinan antara
2.
Jika perkawinan antara pria dan
pria dan wanita yang tidak memenuhi
wanita yang tidak memenuhi
ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-
usia
Undang Perkawinan, yaitu :
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat
kawin
sebagaimana
1. Jika perkawinan antara pria dan
(1) Undang-Undang Nomor 1
wanita yang tidak memenuhi
Tahun 1974 masih pada tahap
usia
pemberitahuan
kawin
sebagaimana
kehendak
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat
perkawinan
(1) Undang-Undang Nomor 1
perkawinan, dan bila ternyata
Tahun
dari hasil penelitian terdapat
1974
itu
telah
kepada
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
pencatat
190
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
halangan
Desember 2015
perkawinan
H.A. Mukti Fajar, 1983, Tentang dan
sebagaimana dimaksud undang-
Sekitar
undang ini dan atau belum
Nomor 1 Tahun 1974, Malang.
dipenuhinya persyaratan tersebut
di
atas
(tidak
keterangan
menyertakan
dispensasi
K. Wantjik Saleh, 1976, Hukum
dari
pengadilan), keadaan itu segera
diberitahukan
kepada
sehingga
hal
tersebut
Perkawinan
Indonesia,
Penerbit
Indonesia,
Ghalia
Jakarta, Cet-IV.
calon
mempelai atau kepada orang tua,
Undang-Undang
Riduan Syahrani, 2000, Seluk-Beluk
Dan
dapat
Asas-asas
dipenuhi oleh pihak kedua calon
Perdata,
mempelai.
Bandung.
R.
DAFTAR RUJUKAN
Badri,
Penerbit
Tanpa
Hukum
Alumni,
Tahun
Terbit,
Perkawinan Menurut Undang-
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum
Undang
Perkawinan
dan
Perdata Indonesia, Penerbit
KUHPerdata, Penerbit Amin,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Surabaya.
Devina Tita Lestari, 1998, Dispensasi
Sumiati
MG,
1980,
Perkawinan Kaitannya dengan
Perkawinan
Pasal
(Tanpa Penerbit), Yogyakarta.
7
ayat
(1)
UU
Perkawinan, Fakultas Hukum,
Universitas Merdeka Malang.
Hakim, 1974, Hukum Perkawinan,
Penerbit Elemen, Bandung.
H.F.A. Vollmar, 1989, Pengantar
Studi Hukum Perdata, Penerbit
Rajawali Pers, Jakarta.
Dalam
Hukum
Islam,
Samidjo, 1985, Pengantar Hukum
Indonesia Dalam Sistem S.K.S.
Dan Dilengkapi Satuan Acara
Perkuliahan, Penerbit Armico,
Bandung.
Soedharyo
Soimin,
1992,
Hukum
Orang dan Keluarga Persfektif
Hukum Perdata Barat (BW),
Hukum Islam, dan Hukum
Adat, Sinar Grafika, Jakarta.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
191
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
Soemiyati, 1982, Hukum Perkawinan
Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974,
Penerbit
Liberty,Yogyakarta.
Subekti, 2001, Pokok-pokok Hukum
Perdata,
Intermasa,
Penerbit
Jakarta,
PT.
Cetakan
Ke-XXIX.
Sudarsono,2005, Hukum Perkawinan
Nasional,
Rineka
Cipta,Jakarta
Cetakan Ke III
Peraturan perundang-undangan :
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
1974
Tentang
Perkawinan.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
192
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Desember 2015
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
JURNAL MORALITY
ISSN 2303-0119
Volume 2, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 87 - 241
Terbit Dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari
hasil penelitian dibidang ilmu hukum. Artikel telaah (review article) dimuat atas undangan.
ISSN 2303-0119.
Penanggung Jawab :
Dr. H. Maharidiawan Putra, SH.,MH
Ketua Penyunting :
Ana Suheri, SH.,MH
Penyunting/Editor :
Rosmawiah, SH.,MH
Mahdi Surya Apriliansyah, SH.,MH
Satriya Nugraha, SH.,M.Hum
Yandi Ugang, SH.,M.Hum
Endrawati, SH.,MH
Sekretariat Redaksi :
Novaria Marissa, ST.,S.Pd.,M.Pd
Alamat Penyunting dan Tata Usaha : Universitas PGRI Palangka Raya Ruang Pengelola
Jurnal Morality, Jln. Hiu Putih, Tjilik Riwut Km. 7, Telp. (0536) 3213453, E-mail :
novariamarissa@gmail.com
JURNAL MORALITY diterbitkan sejak November 2012 oleh Universitas PGRI Palangka
Raya dengan nama “ MORALITY “ ( No. ISSN 2303-0119 )
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain.
Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi satu setengah tidak boleh lebih 20 halaman,
dengan format tercantum pada halaman belakang ( “ Petunjuk bagi Calon Penulis Jurnal
Morality “ ). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah,
dan tata cara lainnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
JURNAL MORALITY
ISSN 2303-0119
Volume 2, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 87 - 241
DAFTAR ISI
Halaman
Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Akibat Penarikan Barang Jaminan Dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Rudyanti Dorotea Tobing ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
87 - 106
Hak Waris Anak Dalam Perkawinan Campuran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Darwis L. Rampay ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
107 - 121
Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Dekie GG Kasenda ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
122 - 141
Alih Fungsi Lahan Hutan Untuk Perkebunan Perspektif Kebijakan
Devrayno ( STIH Tambun Bungai Palangka Raya )
142 - 157
Penyelesaian Sengketa Harta Gono-Gini Dilihat Dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
Ana Suheri ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
158 - 174
Keabsahan Perkawinan Antara Pria Dan Wanita Yang Tidak Memenuhi Ketentuan
Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Satriya Nugraha ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
175 - 192
Kelumpuhan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Di Indonesia
Eny Susilowati ( FISIPOL Universitas PGRI Palangka Raya )
193 - 206
Perbuatan Eigen Righting (Main Hakim Sendiri)
Dalam Perspektif Hukum Pidana
Kiki Kristanto ( Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya )
207 - 222
Strategi Peningkatan Pendapatan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Yandi Ugang ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
223 - 229
Keberadaan Tanah Adat Dan Tanah Negara Bagi Kepentingan Masyarakat
Maharidiawan Putra ( Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya )
230 - 241
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR AKIBAT PENARIKAN BARANG JAMINAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Rudyanti Dorotea Tobing
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA YANG
TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Oleh: Satriya Nugraha
Dosen Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya
E-mail: nugraha.str@gmail.com
Abstrak: Perkawinan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan
wanita, yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan
hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang bahagia dan kekal. Dalam
mencapai tujuan tersebut, keabsahan sebuah perkawinan sangatlah penting
khususnya dalam hal batas umur perkawinan sesuai dengan hukum positif yang
berlaku. Berdasar kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan perkawinan
yang tidak memenuhi ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 khususnya dalam hal pembatasan usia perkawinan. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif.
Kata Kunci: Keabsahan, Batas Umur Perkawinan, Perkawinan.
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia
mungkin.
Usaha-usaha
Tuhan
tersebut tentu saja dapat berupa usaha
disamping untuk mengabdi kepada-
pembatasan kelahiran, menjarangkan
Nya, juga untuk mengelola bumi
kehamilan dan
seisinya. Masa hidup manusia yang
pentingnya adalah pembatasan usia
terbatas dapat dipecahkan dengan
perkawinan.
adanya
diciptakan
seminimal
hasrat
keturunan
untuk
melalui
Perkawinan
meneruskan
perkawinan.
yang tidak kalah
aktivitas
yang
merupakan
mempunyai
tujuan
Manusia merupakan mahluk hidup
membentuk keluarga (rumah tangga)
yang
yang bahagia dan kekal. Penentuan
lebih
sempurna
dibanding
mahluk hidup yang lain. Dengan
batas
kelebihan yang ada pada manusia
penting
tersebut, untuk digunakan mencapai
menghendaki kematangan biologis dan
kesejahteraan manusia itu sendiri.
psikologis
Untuk mencapai kesejahteraan
dalam
penduduk
Tahun
harus
dibatasi
perkawinan
karena
juga
sangatlah
perkawinan
kematangan
Undang-Undang
1974
Nomor
memang
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
jiwa
raganya. Aturan-aturan yang terdapat
umat manusia, maka pertambahan
juga
umur
1
banyak
175
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
menimbulkan persoalan yang rumit,
pengadilan Agama atau pejabat yang
paling tidak keadaan tertentu yang
ditunjuk
dianggap
pihak”.40
sebagai
masalah-masalah
darurat yang harus benar-benar diteliti
secara cermat.
kedua
orang
tua
belah
Penentuan batas umur menurut
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Dengan
diundangkannya
Nomor Tahun 1974 ini dimaksudkan
tentang pembatasan usia perkawinan
untuk
pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
perkawinan dibawah umur. Disamping
1974 Pasal 7 ayat (1) yang dinyatakan
itu
bahwa “perkawinan hanya diijinkan
(sehubung dengan kematangan fisik)
jika pria sudah mencapai 19 tahun dan
dan
wanita 16 tahun, Pemberian dispensasi
kependudukan
perkawinan diperlukan jika terjadi
kesuburan). Jika terjadi perceraian
penyimpangan pada Pasal 7 ayat (1)
juga dimungkinkan akan dipersukar
Undang-Undang
yaitu harus ada alasan tertentu yang
1974,
dapat
perkawinan
Nomor
meminta
dari
1
Tahun
dispensasi
pengadilan
mencegah
untuk
terjadinya
mengurangi
untuk
perceraian
menunjang
program
(mengurangi
masa
dilakukan dimuka pengadilan.41
Untuk mencapai maksud di
atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh orang
atas
tua kedua belah pihak”.
ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1)
pelaksanaan
perkawinan
banyak
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dijumpai dalam masyarakat, kasus usia
yaitu perkawinan dilakukan jika pria
perkawinan muda sehingga ada suatu
mencapai 19 tahun dan wanita 16
permasalahan
tahun
Kenyataannya
tentang
perkawinan
dan
keduanya
harus
yang belum sesuai dengan yang
mendapatkan izin dari kedua orang tua
digariskan
karena belum mencapai usia 21 tahun.
dalam
Undang-Undang
Apabila belum mencapai usia
Nomor 1 Tahun 1974, misalnya :
penyimpangan
yang
terjadi
pada
ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-
seperti tersebut di atas, diperlukan
dispensasi
dari
Pengadilan
atau
Undang Nomor Tahun 1974, apabila
“seorang calon suami 16 tahun dan
wanita
15
tahun
melangsungkan
perkawinan
mendapatkan
dispensasi
hendak
harus
dari
40
R. Badri, Perkawinan Menurut
Undang-Undang
Perkawinan
dan
KUHPerdata, Penerbit Amin, Surabaya,
Tanpa Tahun Terbit, Hal 179
41
H.A. Mukti Fajar, Tentang dan Sekitar
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
Malang, 1983, Hal 10
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
176
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
pejabat lain yang ditunjuk kedua orang
sebagaimana
tua dari pihak laki-laki dan wanita.
Abdulkadir Muhammad, yaitu :
Baik
pasal
tersebut
maupun
penjelasannya tidak menyebut hal apa
yang dapat dijadikan dasar bagi suatu
alasan
yang
penting,
umpamanya
keperluan yang mendesak. Jika orang
tua tidak memberikan izin untuk
melaksanakan
perkawinan,
maka
pengadilan dapat memberikan izin
tersebut berdasarkan permintaan orang
yang melangsungkan perkawinan.42
Untuk
itu
harus dicegah adanya
perkawinan di bawah umur.
Perkawinan Dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974.
Menurut
Pasal
1
undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 ,
Perkawinan ialah : “Ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga), yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Dari
pengertian
di
atas,
mengandung makna terutama pada
kalimat “ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami
istri”.
Hal
tersebut
dapat
dijelaskan
oleh
Ikatan lahir adalah hubungan
formal yang dapat dilihat karena
dibentuk menurut undang-undang,
hubungan mana mengikat kedua
pihak dan pihak lain dalam
masyarakat. Ikatan batin adalah
hubungan tidak formal yang
dibentuk dengan kemauan bersama
yang sungguh-sungguh, yang
mengikat kedua pihak saja.
Antara seorang pria dan seorang
wanita, artinya dalam satu masa
ikatan lahir batin itu hanya terjadi
antara seorang pria dan seorang
wanita saja. Seorang pria artinya
seorang yang berjenis kelamin
pria, sedangkan seorang wanita
artinya seorang yang berjenis
kelamin wanita. Jenis kelamin ini
adalah kodrat (karunia Tuhan),
bukan bentukan manusia.
Suami istri adalah fungsi masingmasing pihak sebagai akibat dari
adanya ikatan lahir batin. Tidak
ada ikatan lahir batin berarti tidak
pula ada fungsi sebagai suami
istri.43
Selanjutnya dalam hidup bersama
ikatan batin ini tercermin dari
adanya kerukunan suami istri yang
bersangkutan. Terjalinnya ikatan
lahir dan ikatan batin merupakan
dasar utama dalam membentuk
dan membina keluarga yang
bahagia dan kekal.44
Menurut
Riduan
Syahrani
terkait
dengan rumusan perkawinan di atas,
menjelaskan :
dilihat
43
42
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan
Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,
Cet-IV, 1976, Hal 26.
Abdulkadir
Muhammad,
Hukum
Perdata Indonesia, Penerbit Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, Hal 74.
44
Ibid, Hal 16.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
177
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
“Rumusan perkawinan di atas ini
merupakan rumusan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
yang dituangkan dalam Pasal 1.
dengan penjelasannya : “Sebagai
negara
yang
berdasarkan
Pancasila, dimana sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang
Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan agama/kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja
mempunyai unsur lahir/jasmani,
tetapi unsur batin/rohani juga
mempunyai
peranan
yang
45
penting…..”.
Menurut ketentuan Pasal 1
dibubarkan menurut kehendak pihakpihak.
Perkawinan
berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya
perkawinan tidak terjadi begitu saja
menurut
kemauan
pihak-pihak,
melainkan sebagai karunia Tuhan
kepada
manusia
beradab.
sebagai
Karena
itu
mahluk
perkawinan
dilakukan secara berkeadaban pula,
sesuai dengan ajaran agama yang
diturunkan Tuhan kepada manusia.
Setiap perkawinan pasti ada
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tujuan Perkawinan ialah “membentuk
tujuan.
keluarga/rumah tangga yang bahagia
Muhammad, menjelaskan bahwa :
dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang
maha
Esa”.
Membentuk
keluarga artinya kesatuan masyarakat
kecil yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak. Membentuk rumah tangga
artinya membentuk kesatuan kesatuan
hubungan suami istri dalam satu
wadah yang disebut rumah kediaman
bersama.
Bahagia
artinya
ada
kerukunan dalam hubungan antara
suami dan istri, atau antara suami,
istri, dan anak-anak dalam rumah
tangga. Kekal artinya berlangsung
terus-menerus seumur hidup dan tidak
boleh diputuskan begitu saja atau
Menurut
Abdulkadir
“Tujuan ini tersimpul dalam fungsi
suami istri. Tidak mungkin ada
suami istri tanpa mengandung
suatu tujuan. Tujuan ini dalam
Undang-Undang
Perkawinan
dirumuskan dengan jelas yaitu
membentuk
keluarga/rumah
tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam kenyataannya,
berdasarkan pengamatan, tujuan
perkawinan itu banyak juga
tercapai secara tidak
utuh.
Tercapainya itu baru mengenai
pembentukan
keluarga
atau
pembentukan
rumah
tangga,
karena dapat diukur secara
kuantitatif, sedangkan predikat
bahagia dan kekal belum, bahkan
tidak tercapai sama sekali. Hal ini
terbukti dari banyaknya terjadi
perceraian.”46
45
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan
Asas-asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni,
Bandung, 2000, Hal 66.
46
Abdulkadir Muhammad, Loc. Cit.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
178
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
Sebuah Perkawinan dianggap sah jika
2.
Seorang yang belum mencapai
diselenggarakan :
umur 21 tahun harus mendapat
1. Menurut hukum masing-masing
ijin
agama dan kepercayaan;
dari
orang
tuanya.
Sedangkan menyimpang dari
2. Secara tertib menurut hukum
umur-umur
tersebut,
dapat
dispensasi
dari
Syari’ah (bagi yang bergama
meminta
Islam);
pengadilan atau pejabat lain
3. Dicatat
menurut
perundang-
yang ditunjuk oleh kedua orang
undangan dengan dihadiri oleh
tua pihak perempuan maupun
pegawai pencatat nikah.
pihak lelaki.
Untuk orang Tionghoa dari
Ketentuan ini adalah untuk
agama apapun, juga untuk orang
mencegah
Indonesia yang beragama Kristen,
perkawinan
pencatatan dilakukan oleh pegawai
masih di bawah umur. Sehingga
pencatat nikah dari kantor catatan sipil
oleh karena itu perkawinan
setempat sedangkan orang-orang yang
gantung yang dikenal dalam
beragama Islam pencatatan dilakukan
masyarakat adat pun juga tidak
oleh pegawai pencatat nikah, talak dan
diperkenankan lagi.47
rujuk dari kantor urusan agama.
Dalam
Disamping
terjadinya
anak-anak
yang
undang-undang
ketentuan-
ditentukan untuk pihak pria
ketentuan
hukum
masing-masing
sudah mencapai umur 19 tahun,
agamanya
dan
kepercayaan
dan untuk pihak perempuan
sebagaimana
disebutkan
Undang-Undang
di
atas,
sudah mencapai 16 tahun. Tiap-
Perkawinan
tiap negara dapat menentukan
menentukan syarat-syarat perkawinan,
batas umur untuk kawin.
sebagai berikut :
Ketentuan
1.
itu
menegaskan
Perkawinan harus didasarkan
bahwa
atas persetujuan kedua calon
berumur 21 tahun ke atas tidak
mempelai.
memerlukan ijin dari orang
perkawinan
Jadi,
ada
dalam
kebebasan
bagi
mereka
yang
tuanya.
kehendak dan dihindari adanya
unsur paksaan.
47
Hakim, Hukum Perkawinan, Penerbit
Elemen, Bandung, 1974, Hal 7.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
179
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
3.
Desember 2015
Jika salah satu dari kedua orang
masing agama dan kepercayaan
tua meninggal dunia atau tidak
tidak menentukan lain.
mampu
menyatakan
kehendaknya,
ijin
cukup
sebagai
mampu
perkawinan yang sah ialah timbul
menyatakan
hubungan hukum, yaitu :
Jika kedua orang tua meninggal
atau
tidak
1. Hubungan hukum antara suami
mampu
dan istri
menyatakan kehendaknya ijin
Dalam hubungan hukum antara
diperoleh dari wali orang yang
suami dan istri tersimpul hak
memelihara atau keluarga yang
dan kewajiban masing-masing
mempunyai
pihak dalam fungsi sebagai
hubungan
darah
dalam garis keturunan lurus ke
suami dan fungsi sebagai istri.
atas selama mereka masih hidup
Yang dimaksud dengan hak
dan
adalah sesuatu yang merupakan
dalam
keadaan
dapat
menyatakan kehendaknya.
milik atau dapat dimiliki oleh
Dalam hal terdapat perbedaan
suami atau istri yang timbul
pendapat diantara mereka atau
karena
jika seorang atau lebih diantara
Sedangkan
mereka
dengan
tidak
menyatakan
perkawinannya.
yang
dimaksud
kewajiban
adalah
pendapatnya, maka pengadilan
sesuatu yang harus dilakukan
dalam daerah hukum tempat
atau diadakan oleh suami atau
tinggal
istri untuk memenuhi hak dari
orang
yang
akan
pihak yang lain.48
melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut dapat
memberikan ijin setelah lebih
Hak
suami
dan
istri
tersebut adalah :
dahulu mendengar orang-orang
6.
dinyatakan
perkawinan yang sah. Akibat adanya
dunia
5.
syarat-syarat
diperoleh dari orang tua yang
kehendaknya.
4.
Perkawinan yang memenuhi
a.
Suami dan istri mempunyai
yang disebutkan di atas.
hak dan kedudukan yang
Hal-hal yang disebutkan dari
seimbang dalam kehidupan
poin 1 sampai dengan 5, berlaku
rumah tangga dan pergaulan
sepanjang
hukum
masing-
48
Sumiati MG, Hukum Perkawinan
Dalam Islam, (Tanpa Penerbit), Yogyakarta,
1980, Hal 96.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
180
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
hidup
b.
dalam
Desember 2015
masyarakat
memberi bantuan lahir batin
Undang Perkawinan).
antara satu sama lain (Pasal
Suami dan istri sama-sama
33
berhak
Perkawinan)
ayat
melakukan
(2)
d.
Undang-Undang
istri
wajib
anak-anak
Suami dan istri sama-sama
sampai anak-anak itu dapat
mempunyai
kesempatan
berdiri sendiri atau kawin
untuk
(Pasal 45 Undang-Undang
sama
melalaikan
kewajibannya
(Pasal 34 ayat (3) Undang-
Kewajiban dan kedudukan
suami dan istri, yaitu :
a.
Undang Perkawinan).
Sedangkan
kewajiban
suami
wajib
melindungi
hidup
berumah
tangga
sesuai dengan kemampuan
dan
berkewajiban
Suami
istri dan memberi nafkah
dan istri adalah :
Suami
sebaik-baiknya
Perkawinan).
pengadilan apabila ada yang
istri
(Pasal 34 ayat (1) Undang-
luhur
menegakkan rumah tangga
Undang Perkawinan)
b.
Istri wajib mengatur urusan
yang menjadi sendi dasar
rumah
susunan masyarakat (Pasal
baiknya (Pasal 34 ayat (2)
30
Undang-Undang
Undang-Undang
Perkawinan)
c.
dan
memelihara dan mendidik
mengajukan gugatan kepada
b.
Suami
Undang-Undang
Perkawinan).
yang
a.
setia,
(Pasal 31 ayat (1) Undang-
perbuatan hukum (pasal 31
c.
menghormati,
tangga
sebaik-
Perkawinan)
Suami dan istri mempunyai
c.
Suami
berkedudukan
tempat kediaman yang tetap
sebagai kepala keluarga dan
dan ditentukan oleh suami
istri
istri
tangga (Pasal 31 ayat (3)
bersama
(Pasal
32
sebagai
ibu
Undang-Undang
Undang-Undang
Perkawinan)
Perkawinan).
rumah
Suami dan istri wajib saling
mencintai,
hormat-
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
181
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
2.
Desember 2015
Hubungan hukum antara orang
perkawinan. Dalam hal
tua dan anak
ini, istri hamil setelah
Salah satu akibat perkawinan
perkawinan
antara suami dan istri ialah
dilangsungkan, kemudian
lahirnya
terjadi
anak.
Anak
yang
perceraian
atau
dilahirkan itu disebut anak sah.
kematian suami. Setelah
Jika
terjadi peristiwa itu, istri
ada anak
sah,
maka
tentunya ada pula anak tidak
baru melahirkan anak.
sah. Tetapi dalam pembahasan
Akibat hukum dari kelahiran
kali ini hanya akan dimuat
anak sah ini ialah timbulnya
akibat
hubungan
perkawinan
dengan
hukum
antara
lahirnya anak yang sah.
orang tua dan anak. Dalam
Anak sah diatur dalam Pasal 42
hubungan hukum tersebut,
Undang-Undang
orang tua mempunyai hak
Menurut
Perkawinan.
ketentuan
pasal
dan
kewajiban
terhadap
tersebut ada dua macam anak
anaknya dan sebaliknya anak
sah, yaitu:
mempunyai
hak
dan
kewajiban
terhadap
orang
dalam perkawinan, ada
tua.
dan
dua kemungkinannya :
orang tua terhadap anak ini
- Setelah
lazim
a. Anak
yang
dilahirkan
perkawinan
dilangsungkan,
istri
Hak
kewajiban
disebut
kekuasaan
orang tua.
baru hamil kemudian
Kekuasaan
melahirkan anak;
terhadap anak berlangsung
- Sebelum perkawinan
hingga anak itu mencapai
dilangsungkan,
sudah
umur 18 tahun atau anak itu
lebih
kawin, atau ada pencabutan
sesudah
kekuasaan orang tua oleh
dilangsungkan
pengadilan (Pasal 47 ayat 1
perkawinan,
istri
melahirkan anak.
b. Anak
sebagai
yang
dilahirkan
Undang-Undang
Perkawinan).
Kekuasaan
orang tua meliputi :
akibat
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
tua
istri
hamil
dahulu,
orang
182
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
a. Kekuasaan
Desember 2015
terhadap
pribadi anak, tersimpul
dalam Pasal 45 ayat (1)
Undang-Undang
mengarahkan perbuatan
anak untuk kebaikan.
c. Kekuasaan
harta
Perkawinan
yang
terhadap
benda
tersimpul dalam Pasal 48
berbunyi : “kedua orang
Undang-Undang
tua wajib memelihara dan
Perkawinan,
mendidik
mengurus,
anak-anak
anak,
meliputi
menyimpan,
mereka sebaik-baiknya”.
membelanjakan
Kekuasaan ini meliputi
anak untuk kepentingan
antara lain nafkah, tempat
anak sebelum ia berumur
tinggal,
18 tahun, atau sebelum ia
pendidikan,
pengarahan
masa
kehidupan
depan
kawin.
harta
Dengan
anak,
pembatasan tidak boleh
menetapkan perkawinan
memindahkan hak atau
anak,
menggadaikan
b. Kekuasaan
terhadap
barang-
barang tetap milik anak.
perbuatan anak, tersimpul
Apabila orang tua sangat
dalam Pasal 47 ayat (2)
melalaikan
Undang-Undang
terhadap anak-anaknya, atau
Perkawinan
yang
berkelakuan
kewajibannya
buruk
sekali,
berbunyi : “orang tua
maka salah satu atau kedua-
mewakili anak tersebut
duanya
mengenai
dicabut
perbuatan
segala
tua
dapat
kekuasaannya
di
terhadap seorang anak atau
luar
lebih untuk waktu tertentu.
pengadilan”. Kekuasaan
Yang mengajukan permintaan
ini meliputi perbuatan
pencabutan itu adalah : (Pasal
hukum di dalam dan di
49 ayat (1) Undang-Undang
luar Pengadilan, akibat
Perkawinan).
dalam
dan
hukum
orang
di
hukum yang timbul dari
perbuatan
anak,
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
183
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
a. Orang tua, apabila salah
anaknya, anak ditaruh
di
satunya dimintakan
bawah perwalian, kekuasaan
pencabutan;
orang tua akan timbul lagi,
b. Keluarga anak dalam
apabila
garis lurus ke atas ;
alasan
pencabutan
sudah hilang/lenyap.
c. Saudara kandung yang
telah dewasa;
Sekarang, apakah kewajiban
anak terhadap orang tua?
d. Pejabat yang berwenang.
Menurut ketentuan Pasal 46
Permintaan
Undang-Undang Perkawinan,
pencabutan
kekuasaan orang tua diajukan
anak
wajib
kepada
orang
tua
Pengadilan
yang
daerah
Negeri
menghormati
dan
mentaati
hukumnya
kehendak mereka yang baik.
meliputi tempat tinggal orang
Jika anak telah dewasa, ia
tua
bersangkutan.
wajib memelihara menurut
Dalam pengertian kekuasaan
kemampuannya orang tua
ini, tidak termasuk kekuasaan
dan keluarga dalam garis
wali
Meskipun
lurus ke atas, bila mereka
kekuasaan orang tua dicabut,
itu memerlukan bantuannya.
yang
nikah.
mereka
masih
tetap
3. Harta
benda
dalam
berkewajiban untuk memberi
perkawinan
biaya pemeliharaan kepada
Mengenai harta benda dalam
anak
perkawinan,
yang
bersangkutan
(Pasal 49 ayat (2) Undang-
dalam
Undang
Undang
Perkawinan).
Mengenai
apa
pengertian
"sangat
melalaikan
jiban"
dan
kewa-
yang
Pasal
Undang
Perkawinan
dibedakan
menjadi
tiga
macam, yaitu :
"berkelakuan
a. Harta
buruk sekali", terserah kepada
harta
pertimbangan
diperoleh
Hakim
35
diatur
bersama,
yaitu
benda
yang
selama
Pengadilan Negeri.
perkawinan;
Akibat pencabutan kekuasaan
Harta bersama dikuasai
orang tua ialah orang tua
oleh
kehilangan kekuasaan atas
Suami atau istri dapat
suami
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
dan
istri.
184
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
bertindak terhadap harta
penguasaan
bersama atas persetujuan
sama,
kedua belah pihak (Pasal
bersama
36
perkawinan. Karena ada
ayat
(1)
Undang
Undang-
Perkawinan).
harta
yang
diperoleh
selama
kecenderungan
Terhadap harta bersama
pembagiannya yang tidak
suami
istri
sama,
dan
mengecilkan
dan
mempunyai
kewajiban
hak
yang
sama.
Menurut ketentuan Pasal
37
Undang-Undang
Perkawinan,
apabila
yang
akan
hak
istri
atas harta bersama.
b. Harta bawaan, yaitu harta
benda yang dibawa oleh
masing-masing
suami
perkawinan putus karena
dan istri ketika terjadi
perceraian, harta bersama
perkawinan;
diatur menurut hukumnya
Harta bawaan dikuasai
masing-masing.
oleh
Yang
dimaksud
"hukumnya"
masing
adalah
masing-masing
dengan
pemiliknya, yaitu suami
masing-
atau istri. Masing-masing
hukum
suami atau istri berhak
agama, hukum adat, dan
sepenuhnya
hukum-hukum lain.
melakukan
Dengan
demikian,
hukum mengenai harta
apabila terjadi perceraian,
bendanya (Pasal 36 ayat
harta
(2)
bersama
dibagi
untuk
perbuatan
Undang-Undang
berdasarkan hukum yang
Perkawinan).
telah berlaku sebelumnya
apabila pihak suami dan
bagi suami istri, yaitu
istri
hukum agama, hukum
misalnya dengan perjan-
adat, hukum B.W. dan
jian perkawinan, maka
lain-lain.
Ketentuan
penguasaan harta bawaan
semacam
ini
dilakukan sesuai dengan
kemungkinan
akan
mengaburkan
arti
isi
menentukan
perjanjian
Tetapi
lain,
itu.
Demikian juga apabila
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
ber-
185
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
terjadi perceraian, harta
perolehan dikuasai dan
bawaan
dikuasai
dan
dibawa
dibawa
masing-masing
masing
oleh
pemiliknya,
pemiliknya, kecuali jika
kecuali jika ditentukan
ditentukan
lain
lain
dalam
perjanjian perkawinan.
c. Harta perolehan,
harta
yaitu
benda
yang
suami dan istri sebagai
hadiah atau warisan.
Harta perolehan masingmasing
pada
dasarnya
penguasaannya
seperti
harta
sama
bawaan.
Perhatikan
uraian
mengenai harta bawaan.
Masing-masing
atau
suami
istri
berhak
sepenuhnya
untuk
melakukan
perbuatan
hukum mengenai harta
perolehannya.
Apabila
pihak suami dan istri
menentukan
lain
misalnya
dengan
perjanjian
perkawinan,
maka penguasaan harta
perolehan
dilakukan
sesuai
dengan
perjanjian.
juga
jika
perceraian,
dalam
perjanjian
perkawinan.
diperoleh masing-masing
isi
Demikian
terjadi
harta
Keabsahan Perkawinan Antara Pria
Dan Wanita Yang Tidak Memenuhi
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UndangUndang Perkawinan.
Dalam Pasal 7 ayat (1) UndangUndang Perkawinan disebutkan bahwa
perkawinan hanya diijinkan jika pihak
pria
sudah
mencapai
umur
19
(sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun, sedangkan ayat
(2)
merupakan
penyimpangan
terhadap ayat (1) yang berbunyi
“Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak
wanita.
Dari isi pasal ini, jelas bahwa
perkawinan yang dilakukan apabila
kedua
calon
mencapai
mempelainya
umur
yang
belum
disyaratkan
harus terlebih dahulu mendapatkan
dispensasi melalui pengadilan atau
pejabat lain oleh para pihak yang
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
masing-
186
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
berkepentingan di dalamnya. Dan
halangan
apabila
tetap
Undang-Undang. Selain meneliti hal-
mendapatkan
hal tersebut, pegawai pencatat meneliti
perkawinannya
dilangsungkan
tanpa
dispensasi dari pengadilan atau pejabat
lain
maka
menurut
pula:
tersebut
1. Kutipan akta kelahiran atau surat
keabsahannya,
lahir calon mempelai. Dalam hal
perkawinan
dipertanyakan
perkawinan
telah
ini tidak ada akta kelahiran atau
mendapat izin dari kedua orangtua
surat kenal lahir dapat digunakan
seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6
surat
ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
menyatakan umur dan asal calon
Setidak-tidaknya,
tidak
mempelai yang diberikan oleh
dispensasi
pengadilan
walaupun
kedua
mempelai
dari
adanya
ini
keterangan
yang
kepala desa atau yang setingkat
berdampak
dapat
dibatalkannya
dengan itu;
perkawinan
tersebut.
Sebagaimana
2. Keterangan
mengenai
nama,
dijelaskan oleh Sudarsono, bahwa:
agama/kepercayaan,
Keberadaan dispensasi dari pengadilan
dan tempat tinggal orang tua
bagi
calon mempelai;
mereka
melangsungkan
yang
hendak
perkawinan
tetapi
3. Izin
pekerjaan
tertulis/izin
pengadilan
belum mencapai umur maksimum,
sebagai dimaksud dalam Pasal 6
sangat penting keberadaannya. Sebab,
ayat 2, 3, 4 dan 5 Undang-
hal tersebut menjadi salah satu syarat
Undang
yang harus disertakan dalam rangka
salah seorang calon mempelai
pemberitahuan
atau keduanya belum mencapai
kehendak
melangsungkan perkawinan kepada
pegawai pencatat.49
Dalam
apabila
umur 21 tahun;
4. Izin
Undang-Undang
Perkawinan,
pengadilan
sebagai
dimaksud
Pasal
Perkawinan pegawai pencatat yang
Undang,
dalam
menerima pemberitahuan kehendak
mempelai adalah seorang suami
melangsungkan perkawinan, meneliti
yang masih mempunyai istri;
apakah syarat-syarat perkawinan telah
dipenuhi dan apakah tidak terdapat
49
Sudarsono, Hukum Perkawinan
Nasional,Rineka Cipta Cet. III,Jakarta,2005,
Hal 106.
5. Dispensasi
4
hal
calon
pengadilan/pejabat
sebagaimana dimaksud Pasal 7
ayat (2) Undang-Undang ini;
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
Undang-
187
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
6. Surat kematian istri atau suami
Memperhatikan
syarat-syarat
yang terdahulu atau dalam hal
pemberitahuan
perceraian,
melangsungkan perkawinan di atas,
bagi
perkawinan
kehendak
untuk kedua kalinya atau lebih;
nyata
menurut penjelasan disebutkan
pengadilan/pejabat yang berwenang
bahwa : surat kematian diberikan
bagi calon mempelai yang belum
oleh Lurah atau Kepala Desa
cukup umur mutlak sangat diperlukan,
yang meliputi wilayah tempat
sebagaimana terdapat pada poin 3 dan
kediaman
poin 5 di atas.
suami
atau
istri
bahwa
terdahulu;
Kalaupun
7. Izin tertulis dari pejabat yang
ditunjuk
oleh
satu
keduanya
perkawinan
telah
sebagaimana
yang
telah diuraikan di atas keabsahan
apabila
perkawinannya diragukan. Untuk itu,
mempelai
anggota
dilangsungkan,
dari
Menteri
HANKAM/PANGAB,
salah
dispensasi
atau
Angkatan
undang-undang
perkawinan
melakukan pembatalan perkawinan.
Bersenjata;
Menurut
8. Surat kuasa otentik atau di
dapat
undang-undang
perkawinan,
pada
prinsipnya
bawah tangan yang disahkan
perkawinan dapat dibatalkan, apabila
oleh pegawai pencatat, apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-
salah seorang calon mempelai
syarat
atau keduanya tidak dapat hadir
perkawinan. Hal ini diatur didalam
sendiri karena sesuatu alasan
Pasal 22, sedangkan yang
yang
mengajukan pembatalan perkawinan
penting,
sehingga
mewakilkan pada orang lain
Apabila
penelitian
perkawinan
ternyata
dari
untuk
melangsungkan
dapat
yaitu diatur dalam Pasal 23 Undanghasil
terdapat
halangan
sebagimana
dimaksud
Undang Perkawinan terdiri dari :
1. Para
keluarga
dalam
garis
keturunan terus ke atas dari
undang-undang ini dan atau belum
suami atau istri;
dipenuhinya persyaratan tersebut di
2. Suami atau istri;
atas, keadaan itu segera diberitahukan
3. Pejabat yang berwenang hanya
kepada calon mempelai atau kepada
selama
orang tua.
diputuskan;
perkawinan
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
belum
188
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
4. Pejabat
yang
yang
Desember 2015
ditunjuk
Dalam hal batas umur, undang-
tersebut ayat 2 Pasal 16 Undang-
undang
Undang ini dan setiap orang
jejaka yang belum mencapai
yang mempunyai kepentingan
umur genap delapan belas tahun,
hukum secara langsung terhadap
seperti pun seorang gadis yang
perkawinan
belum mencapai umur genap
tersebut,
tetapi
menentukan
seorang
hanya setelah perkawinan itu
lima
putus.
diperbolehkan mengikat dirinya
Begitu
pula
tahun,
tak
Hukum
dalam perkawinan. Semantara
Perdata, perkawinan antara pria dan
itu, dalam hal adanya alasan-
wanita yang belum mencapai umur
alasan
yang disyaratkan oleh undang-undang
berkuasa mentiadakan larangan
serta tidak adanya dispensasi dari
ini
pengadilan
dispensasi.
atau
dalam
belas
pejabat
yang
berwenang, maka perkawinan tersebut
dapat
dibatalkan.
Dalam
hukum
perdata pada prinsipnya perkawinan
penting,
dengan
yang ditentukan undang-undang;
6. Karena
tidak
perizinan
orang-orang
undang-undang;
Pembatalan
Pada
tertentu harus berdasarkan keadaan
undang
tertentu
pembatalan
dengan
peraturan
memenuhi
yang
tersebut yang dilakukan oleh orang
sesuai
memberikan
5. Pelanggaran terhadap larangan
dapat dituntut pembatalannya oleh
tertentu.
presiden
ditentukan
hakekatnya
Undang-
mengatur
adanya
perkawinan
yang
perundangan yang pada garis besarnya
berkaitan dengan
karena alasan:
sesuai dengan ketentuan undang-
1. Pelanggaran
atas
asas
monogami;
2. Salah satu pihak tidak memiliki
kebebasan didalam kata sepakat;
3. Suami atau istri berada dibawah
pengampuan;
4. Belum mencapai umur yang
ditentukan undang-undang;
ijin
kawin
undang yang pada prinsifnya
adalah
untuk
mengikat
dalam
perkawinan
diri
anak-anak
kawin yang belum dewasa harus
memperoleh
ijin
dari
kedua
orang tua mereka.
Jika hanya satu saja di antara
mereka memberikan ijinnya, dan
orang tua yang lain di pecat dari
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
189
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
kekuasaan
orang
tua
Desember 2015
atau
melangsungkan
perkawinan,
perwalian atas diri sang anak,
maka perkawinannya tersebut
maka Pengadilan Negeri, yang
belum dapat dikatakan sah dari
mana dalam daerah hukumnya
aspek hukum positif (Undang-
anak itu mempunyaai tempat
Undang Nomor 1 Tahun 1974),
tinggalnya,
permintaan
hal ini dikarenakan salah satu
anak, berkuasa memberikan ijin
syarat yakni dispensasi (Pasal 7
untuk kawin, setelah mendengar
ayat (2)) tidak dipenuhi oleh
atau memanggil dengan syah
kedua
mereka para keluarga sedarah
berakibat
dan semenda. Jika satu di antara
dibatalkannya
kedua orang tua telah meninggal
tersebut
dunia, atau dalam keadaan tak
Undang Nomor 1 Tahun 1974 :
mampu
“Perkawinan dapat dibatalkan,
atas
menyatakan
calon
mempelai
hukum
dan
dapat
perkawinan
(Pasal
22
Undang-
kehendaknya, maka ijin cukup
apabila
diperoleh dari orang tua yang
memenuhi syarat-syarat untuk
lain (Pasal 35 Kitab Undang-
melaksungkan perkawinan.
Undang Hukum Perdata).
Dengan kata lain, perkawinannya
para
pihak
tidak
7. Perkawinan dilaksanakan tidak
bisa sah menurut agama tetapi
didepan pejabat yang berwenang
tidak sah menurut hukum karena
menurut undang-undang.
tidak sesuai dengan ketentuan
Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang
No 1 Tahun 1974.
SIMPULAN
Keabsahan perkawinan antara
2.
Jika perkawinan antara pria dan
pria dan wanita yang tidak memenuhi
wanita yang tidak memenuhi
ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-
usia
Undang Perkawinan, yaitu :
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat
kawin
sebagaimana
1. Jika perkawinan antara pria dan
(1) Undang-Undang Nomor 1
wanita yang tidak memenuhi
Tahun 1974 masih pada tahap
usia
pemberitahuan
kawin
sebagaimana
kehendak
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat
perkawinan
(1) Undang-Undang Nomor 1
perkawinan, dan bila ternyata
Tahun
dari hasil penelitian terdapat
1974
itu
telah
kepada
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
pencatat
190
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
halangan
Desember 2015
perkawinan
H.A. Mukti Fajar, 1983, Tentang dan
sebagaimana dimaksud undang-
Sekitar
undang ini dan atau belum
Nomor 1 Tahun 1974, Malang.
dipenuhinya persyaratan tersebut
di
atas
(tidak
keterangan
menyertakan
dispensasi
K. Wantjik Saleh, 1976, Hukum
dari
pengadilan), keadaan itu segera
diberitahukan
kepada
sehingga
hal
tersebut
Perkawinan
Indonesia,
Penerbit
Indonesia,
Ghalia
Jakarta, Cet-IV.
calon
mempelai atau kepada orang tua,
Undang-Undang
Riduan Syahrani, 2000, Seluk-Beluk
Dan
dapat
Asas-asas
dipenuhi oleh pihak kedua calon
Perdata,
mempelai.
Bandung.
R.
DAFTAR RUJUKAN
Badri,
Penerbit
Tanpa
Hukum
Alumni,
Tahun
Terbit,
Perkawinan Menurut Undang-
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum
Undang
Perkawinan
dan
Perdata Indonesia, Penerbit
KUHPerdata, Penerbit Amin,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Surabaya.
Devina Tita Lestari, 1998, Dispensasi
Sumiati
MG,
1980,
Perkawinan Kaitannya dengan
Perkawinan
Pasal
(Tanpa Penerbit), Yogyakarta.
7
ayat
(1)
UU
Perkawinan, Fakultas Hukum,
Universitas Merdeka Malang.
Hakim, 1974, Hukum Perkawinan,
Penerbit Elemen, Bandung.
H.F.A. Vollmar, 1989, Pengantar
Studi Hukum Perdata, Penerbit
Rajawali Pers, Jakarta.
Dalam
Hukum
Islam,
Samidjo, 1985, Pengantar Hukum
Indonesia Dalam Sistem S.K.S.
Dan Dilengkapi Satuan Acara
Perkuliahan, Penerbit Armico,
Bandung.
Soedharyo
Soimin,
1992,
Hukum
Orang dan Keluarga Persfektif
Hukum Perdata Barat (BW),
Hukum Islam, dan Hukum
Adat, Sinar Grafika, Jakarta.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
191
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2
Desember 2015
Soemiyati, 1982, Hukum Perkawinan
Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974,
Penerbit
Liberty,Yogyakarta.
Subekti, 2001, Pokok-pokok Hukum
Perdata,
Intermasa,
Penerbit
Jakarta,
PT.
Cetakan
Ke-XXIX.
Sudarsono,2005, Hukum Perkawinan
Nasional,
Rineka
Cipta,Jakarta
Cetakan Ke III
Peraturan perundang-undangan :
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
1974
Tentang
Perkawinan.
KEABSAHAN PERKAWINAN ANTARA PRIA DAN WANITA
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
Satriya Nugraha
192