RESPON IMAN KRISTEN TERHADAP BENCANA LINGKUNGAN HIDUP

66

III. RESPON IMAN KRISTEN TERHADAP BENCANA LINGKUNGAN HIDUP

Respon iman Kristen terhadap bencana lingkungan hidup dibangun atas dasar Alkitab dan ajaran yang diakui oleh gereja. Di sepanjang sejarah pemikiran teologi, telah ada berbagai respon umat Kristen terhadap bencana lingkungan hidup. Berbagai respon ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu manusia sebagai penguasa kebun Allah dan manusia sebagai penjaga kebun Allah. Penguasa Kebun Allah Di dalam Kitab Kejadian 1 dan 2 dijelaskan tentang bagaimana dunia diciptakan oleh Allah. Gereja berdasarkan kesaksian Alkitab mengakui bahwa dunia adalah hasil ciptaan Allah yang terpisah dariNya. Allah diimani sebagai creatio ex nihilo, sang Pencipta yang mampu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Manusia adalah salah satu ciptaan Allah yang dibuat dari tidak ada menjadi ada. Ciptaan dan Pencipta terpisah satu dengan yang lain, karena Allahlah yang membuat ciptaan ada. Posisi Allah sebagai Pencipta yang terpisah dari ciptaanNya inilah yang dipandang oleh beberapa teolog sebagai akar dari krisis ekologi. Beberapa teolog yang dimaksud adalah Emil Brunner, Lynn White dan Harvey Cox. White dan Cox adalah pemikir besar dalam dunia eko-teologi, ilmu yang dikembangkan untuk melihat hubungan antara lingkungan hidup dan teologi, yang memandang pemisahan antara Pencipta dan ciptaanNya sebagai akar krisis ekologi. Emil Brunner adalah seorang teolog Kristen yang terkenal dengan per yataa ya Allah i us du ia sa a de ga Allah Haru , : . Bru er menaruh landasan bagi pemikiran Kristen yang meyakini bahwa Allah dan dunia adalah subjek dan objek yang terpisah. Keterpisahan antara Allah dan dunia ciptaanNya berdampak pada kecenderungan manusia untuk mengutamakan penyembahannya kepada Allah tapi melupakan perannya bagi lingkungan hidup. Seolah-olah manusia dapat mengasihi Allah tanpa mengasihi lingkungan hidupnya. Hasilnya adalah manusia yang mengeksploitasi alam sekaligus mengaku menyembah Allah yang menciptakannya. Lynn White, di dalam bukunya The Historical Roots of Our Ecological Crisis, menjelaskan bahwa krisis lingkungan hidup yang disebabkan oleh perkembangan 67 ilmu pengetahuan dan teknologi modern terjadi karena ajaran Alkitab khususnya Perjanjian Lama tentang penciptaan Harun, 2008: 29. White meyakini bahwa karena Allah yang dijelaskan di dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang terpisah dari ciptaanNya maka alam dipahami sebagai yang terpisah dari Allah, demikian pula manusia terpisah dari alam. Keterpisahan ini disebut juga sebagai dualisme Allah dan dunia yang mengakibatkan sikap kesewenang-wenangan manusia dalam mengeksploitasi alam yang terpisah dari Allah. Selanjutnya di dalam Perjanjian Baru terkhususnya kitab Wahyu dijelaskan tentang bumi baru yang akan datang bersamaan dengan peristiwa kedatangan Allah yang kedua kalinya. Kisah ini juga menegaskan keterpisahan Allah dan alam yang ada di dunia ini dan rencana Allah untuk menggantikan alam di bumi dengan alam lain yang lebih sempurna. Konsep keterpisahan antara Allah dan alam yang ditemukan baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru inilah yang melahirkan sikap tidak peduli kepada kelestarian lingkungan hidup di kalangan umat Kristen. Harvey Cox, di dalam bukunya Secular City, mengangkat ide yang sama dengan White, yaitu bahwa kisah penciptaan mengakibatkan lahirnya pemikiran ya g e isahka ala dari Allah da a usia dari ala . Aki at ya ala ya g dilepaska dari peso a ilahi ya ha ya dipa da g se agai o jek iasa Harun, 2008: 30. Pesona Allah yang dihilangkan dari alam akibat pemisahan tersebut mengakibatkan manusia memanfaatkan alam bagi perkembangan ilmu pengetahuannya. Cox, berbeda dari White, tidak memandang pemisahan antara ciptaan dan Pencipta sebagai sesuatu yang secara utuh negatif. Pemisahan antara ciptaan dan Pencipta dilakukan oleh Pencipta untuk menunjukkan bahwa Ciptaan memiliki eksistensinya sendiri, ciptaan dipercaya untuk mengembangkan diri dan kehidupannya dengan memanfaatkan lingkungan hidup disekitarnya. Baik pandangan Brunner, White maupun Cox, sama-sama memberi penekanan pada pemisahan antara Pencipta dan Ciptaan yang diakui dalam ajaran gereja berdampak pada krisis ekologi. Walaupun Cox tidak sepenuhnya menyalahkan pemisahan ciptaan dan Pencipta di dalam kitab Kejadian sebagai dasar kerusakan lingkungan, tetapi ia mengakui bahwa penafsiran terhadap kisah tersebut telah melahirkan sikap yang berbeda bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya di sekitar lingkungannya. Pemisahan antara Pencipta dan ciptaan 68 melahirkan ruang berkreasi bagi manusia di dalam dunia yang seringkali tidak dimanfaatkan dengan bijaksana. Di sini manusia menjadi penguasa atas ciptaan Allah yang lain. Penjaga Kebun Allah Untuk menjawab model penafsiran Brunner, White, dan Cox terhadap kisah penciptaan dalam Kejadian 1 dan 2, berkembang berbagai model tafsiran eko-teologi yang lain. Beberapa model eko-teologi yang akan dibahas di sini adalah model imago dei, model organis, panenteisme, teologi kenosis, dan teologi Roh Kudus. Kelima model ini berisi usaha untuk menjelaskan bahwa Alkitab dan ajaran gereja sesungguhnya memuat pesan penting bagi manusia untuk melindungi lingkungan hidup. Kelima model ini dipilih karena mewakili pergerakan pemikiran eko-teologi dari yang terbuka terhadap perlindungan lingkungan hidup walaupun masih bersifat antroposentris berpusat pada manusia sampai kepada pandangan eko-teologi yang berpusat pada inkarnasi Allah dan peran Roh Kudus. John Stott, seorang eko-teolog, menjelaskan bahwa keberadaan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah atau imago dei adalah dasar sikap perlindungan manusia terhadap lingkungan hidup. Diciptakan menurut gambar Allah memiliki tiga makna yaitu hubungan, komunitas, dan tugas khusus Pasang, 2011: 96. Yang pertama, manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah harus memiliki hubungan yang intim dengan Allah yang berdampak pada sikap membawa damai kepada ciptaan Allah yang lain. Yang kedua, Allah sejak penciptaan memandang seluruh ciptaanNya sebagai bagian dari sebuah komunitas yang saling menopang. Manusia diciptakan untuk menopang ciptaan yang lain sebagaimana ciptaan yang lain menopang keberlangsungan hidup manusia. Yang ketiga, manusia sebagai gambar dan rupa Allah diberikan kuasa u tuk e aklukka Ibrani: Kabbas da erkuasa Ibrani: Raddah yang ditafsirkan oleh Stott sebagai tangggung jawa u tuk e golah e gusahaka , menjagamerawat taman Allah, dan memberi nama kepada ciptaan Allah yang lai Pasa g, : . Model imago dei yang dikembangkan oleh Stott ini jelas menekankan pada manusia sebagai yang lebih istimewa dibandingkan dengan 69 ciptaan Allah yang lain walaupun juga menaruh perhatian kepada tanggung jawab manusia untuk memelihara ciptaan Allah yang non-human. Model yang kedua adalah model organis. Model organis adalah model yang dikembangkan oleh John Macquarrie, yang menolak pemisahan antara Pencipta dan ciptaan sebagaimana disampaikan oleh White dan Cox. Macquarrie menjelaskan bahwa ada banyak bagian Alkitab, selain Kejadian 1 dan 2, yang menegaskan hubungan yang tidak terpisah antara Allah sebagai Pencipta dengan dunia dan isinya sebagai ciptaan, misalnya kejadian 9:10, Mazmur 19: 1; 29 Harun, 2008: 31. Di dalam model organis, Allah tidak dilihat sebagai Allah yang di atas manusia tetapi sebaliknya Allah dilihat sebagai bagian dari kehidupan ciptaan. Kata organis menunjuk kepada ciri khas organisme yang saling terhubung, membutuhkan, dan menopang satu dengan yang lain. Sebagaimana organisme, demikian pula hubungan antara Allah selaku Pencipta dengan ciptaanNya bukanlah hubungan atas-bawah tetapi hubungan bergantung yang saling memberi makna. Model eko-teologi yang ketiga dikembangkan oleh Jay B McDaniel yang ia akui sebagai pendekatan panenteisme. Istilah panenteisme seringkali dipasangkan dengan istilah panteisme, keduanya berbeda definisi. Panteisme adalah keyakinan bahwa Allah ada dalam semua ciptaanNya sedangkan panenteisme adalah keyakinan bahwa semua ciptaan adalah bagian dari Allah. Dalam panteisme Allah tidak dibedakan dari ciptaan, sedangkan dalam penenteisme Allah berbeda dengan ciptaan walaupun tetap memiliki hubungan dekat dengan ciptaanNya Tucker Grim, 2003: 83. McDaniel memahami kisah penciptaan sebagai sebuah si fo i ya g tak per ah selesai: ya g di ainkan oleh orkes dengan banyak pemain yang kreatif yang dikoordinasikan oleh Allah sebagai dirigen yang terus menerus merayu mereka kepada kreativitas yang baru dan menghasilkan suatu kerukunan di dalam perbedaan- per edaa Haru , : -34. Model ini mengakui bahwa ciptaan mewakili keindahan Penciptanya dan seluruh ciptaan dipanggil untuk hidup harmonis bersama dengan Penciptanya. Sallie McFague, satu-satunya teolog perempuan yang berbicara tentang pentingnya membangun teologi Kristen yang ramah kepada alam, mengusung model yang keempat yaitu teologi kenosis. Teologi kenosis adalah teologi yang 70 difokuskan pada kisah inkarnasi Yesus Kristus ke dalam dunia. Teologi yang dikembangkan oleh McFague ini tidak memandang Allah sebagai Pencipta yang terpisah dari dunia dan ciptaanNya McFague, 2013: 173 Kindle Edition. Allah telah berinkarnasi dan menjadi bagian dari dunia di dalam diri Yesus Kristus, Allah menyatu dengan dunia. Oleh karena itu, Allah dan dunia adalah kesatuan McFague, 2013: 171-2 Kindle Edition. Akibatnya adalah ciptaan harus melihat dunia sebagai bagian dari tubuh Allah, walaupun Allah tidak bisa dibatasi hanya dalam dunia saja tetapi Allah dapat diidentifikasi lewat ciptaanNya. Model yang terakhir adalah pandangan eko-teologi yang dikembangkan oleh Denis Edwards dengan penekanan pada peran dari Roh Kudus di dalam dunia. Edwards, melihat peristiwa penciptaan sebagai proses yang masih terus menerus berlangsung dengan pengawalan dari Roh Allah sendiri Harun, 2008: 37. Roh Kudus berfungsi di dalam dunia sebagai yang menyertai ciptaan dan merangkul ciptaan menuju sebuah kesinambungan. Roh Kudus menderita bersama ciptaan yang menderita dan memberi kekuatan kepada ciptaan. Menurut Edwards, Roh Kudus memainkan peran penting karena di dalam roh, segala makhluk adalah bagian dari kita, dan kita bagian dari mereka, bersama-sama dihidupka oleh satu ‘oh ya g era gku se ua Haru , : . Roh menyatukan ciptaan dengan penciptaNya dalam persekutuan yang saling memelihara. Kelima model eko-teologi yang dipaparkan diatas memiliki dua ciri yang relatif sama yaitu: pertama, manusia bukan pusat dari ciptaan. Manusia bukanlah satu-satunya ciptaan yang penting bagi Allah. Ajaran Alkitab yang menyatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah tidak membuat manusia diistimewakan oleh Allah dihadapan ciptaan non-human lainnya. Sebaliknya manusia yang setara kedudukannya dengan ciptaan Allah yang lain, diingatkan untuk menjalankan peran memuliakan Allah lewat hidup yang harmonis dengan ciptaan lain sebagai satu keutuhan ciptaan. Manusia adalah penjaga kebun Allah yang bertanggungjawab kepada Allah dalam memelihara ciptaanNya. Kedua, keutuhan antara Pencipta dan ciptaan. Baik dengan menelusuri ayat-ayat Alkitab selain Kejadian 1 dan 2, menafsir ulang kisah inkarnasi Yesus Kristus ke dalam dunia, maupun dengan mengutamakan peran Roh Kudus, model-model di atas 71 meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta tidak terpisah dari ciptaanNya. Allah hadir di tengah-tengah ciptaanNya lewat inkarnasi Yesus dan menyatu dengan ciptaanNya. Allah menuntun ciptaanNya lewat Roh Kudus dan bergumul bersama dengan mereka. Allah menderita bersama ciptaanNya dan menguatkan seluruh ciptaanNya untuk menuju kepada pemulihan. Di antara kelima model eko-teologi di atas, model favorit saya adalah teologi kenosis. Teologi ini memiliki beberapa karakteristik yang mengungguli model-model yang lain yaitu: pertama, teologi kenosis memusatkan perhatian pada peristiwa utama dalam ajaran gereja yaitu pengosongan diri kenosis Allah dalam proses inkarnasi menjadi manusia yang hidup di dalam dunia. Sang Pe ipta ya g e gasihi iptaa Nya uka sekedar Pe ipta ya g erada di luar ciptaanNya. Ia adalah sang Pencipta yang ambil bagian secara langsung dan aktif dalam kehidupan ciptaanNya. Kedua, teologi kenosis mampu mematahkan ajaran tradisional gereja yang memisahkan Allah dari ciptaanNya dengan mengusung pendekatan feminis bahwa dunia adalah tubuh Allah. Analogi tubuh adalah analogi yang seringkali digunakan dalam teologi feminis. Ketiga, teologi kenosis menyadari batasan antara panteisme dan panenteism. Teologi ini menerima ciptaan sebagai bagian dari karya Allah tanpa membatasi karya Allah hanya di dalam ciptaanNya saja. Allah lebih besar dari ciptaanNya, tetapi lewat ciptaanNya kita dapat melihat gambar Allah.

IV. SPIRITUALITAS LINGKUNGAN HIDUP